Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Reaksi Oksidasi dapat didefinisikan sebagai peristiwa kehilangan elektron
atau kehilangan hydrogen, sehingga disebut juga reaksi dehidrogenasi. Bila suatu
senyawa dioksidasi maka harus ada senyawa lain yang direduksi, yaitu akan
memperoleh elektron atau memperoleh hydrogen.(Sri Widya,2000)
Prinsip reaksi oksidasi reduksi yaitu reaksi pengeluaran dan perolehan
elektron berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting
yang melandasi pemahaman tentang sifat oksidasi biologi. Ternyata banyak
reaksi-reaksi oksidasi dalam sel hidup dapat berlangsung tanpa peran molekul
oksigen. Mitokondria sebagai organella pernapasan sel, dikatakan demikian
karena didalamnya berlangsung sebagian besar peristiwa penangkapan energi
yang berasal dari oksidasi dalam rantai pernapasan sel. Sistem dalam mitokondria
yang merangkaikan respirasi dengan produksi ATP sebagai suatu zat antara
berenergi tinggi dikenal dengan fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif
memungkinkan organisme aerob menangkap energi bebas dengan proporsi yang
lebih besar bila dibandingkan dengan organisme an aerob. ( Mardiani, 2004)

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian oksidasi biologi?
2. Enzim apa saja yang terdapat dalam reaksi oksidasi?
3. Bagaimana reaksi oksidasi dalam biomedis?
4. Bagaimana implementasi oksidasi dalam kehidupan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian oksidasi biologi
2. Untuk mengetahui enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi
3. Untuk mengetahui peran oksidasi dalam biomedis
4. Untuk mengetahui implementasi reaksi oksidasi dalam kehidupan sehari-
hari.
BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1. Pengertian Oksidasi Biologi
Oksidasi adalah pengeluaran elektron dan reduksi adalah pemerolehan
elektron. Sebagai contoh adalah oksidasi ion fero menjadi feri. Dengan demikian
oksidasi akan selalu disertai reduksi akseptor elektron.
Secara kimiawi, oksidasi di definisikan sebagai pengeluaran electron dan
reduksi sebagai penangkapan electron, sebagaimana di lukiskan oleh oksidasi ion
fero menjadi feri e (elektron) Fe 2+ ¬ Fe3+ Dengan demikian, oksidasi selalu
disertai reduksi aseptor electron. Prinsip oksidasi – reduksi ini berlaku pada
berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang melandasi
pemahaman sifat oksidasi biologi. Banyak oksidasi biologi dapat berlangsung
tanpa peran serta molekul oksigen, misalnya: dehidrogenasi. Reaksi ini dilandasi
oleh hukum Termodinamika. (Nareswara, 2013)
Menurut Nareswara (2013), Kaidah pertama ini merupakan hukum
penyimpanan energi, yang berbunyi: energi total sebuah sistem, termasuk energi
sekitarnya adalah konstan. Ini berarti bahwa saat terjadi perubahan di dalam
sistem tidak ada energi yang hilang atau diperoleh. Namun energi dapat dialihkan
antar bagian sistem atau dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Contohnya
energi kimia dapat diubah menjadi energi listrik, panas, mekanik dan sebagainya.
Sedangkan kaidah kedua termodinamika: Kaidah kedua berbunyi: entropi total
sebuah sistem harus meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi
adalah derajat ketidakteraturan atau keteracakan sistem. Entropi akan mencapai
taraf maksimal di dalam sistem seiring sistem mendekati keadaan seimbang yang
sejati.
Peran senyawa fosfat berenergi tinggi dalam penangkapan dan pengalihan
energi Untuk mempertahankan kehidupan, semua organisme harus mendapatkan
pasokan energi bebas dari lingkungannya. Ada 3 sumber utama yang berperan
dalam konservasi atau penangkapan energi.
a. Fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah sumber terbesar dalam
organisme aerobik. Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari
oksidasi rantai respirasi di dalam mitokondria dengan menggunakan oksigen.
b. Glikolisis. Dalam glikolisis terjadi pembentukan netto dua yang terjadi akibat
pembentukan laktat.
c. Siklus asam sitrat (Mardiani, 2004)

2
2.2. Enzim yang Terlibat dalam Oksidasi biologis
Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi dinamakan
oksidoreduktase dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4
kelompok (Nareswara, 2013),yaitu:

2.2.1. Enzim Oksidase


Enzim Oksidase menggunakan oksigen sebagai akseptor hydrogen. Enzim
oksidase mengatalisis pengeluaran hidrogen dari substrat dengan menggunakan
oksigen sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau
hidrogen peroksida sebagai produk reaksi. Sebagian oksidase mengandung
tembaga sitokrom. Oksidase merupakan hemoprotein yang tersebar luas dalam
banyak jaringan, dengan gugus prostetik heme yang secara khas ditemukan dalam
mioglobin, hemoglobin, serta sitrokom lain. Enzim ini merupakan komponem
terakhir pada rantai pembawa (carrier) respiratorik yang ditemukan dalam
mitokondria dan dengan demikian bertanggung jawab atas reaksi pemindahan
elektron yang dihasilkan dari oksidasi molekul substrat oleh dehidrogenase
kepada akseptornya yang terakhir, yaitu oksigen. Gas karbon monoksida, sianida,
dan hidrogen sulfide merupakan racun bagi enzim sitokrom oksidase. Sifat yang
berlainan sehubungan dengan efek karbon monoksida serta sianida. Enzim xantin
oksidase tersebar luas dan terdapat didalam susu,usus halus, ginjal, serta hati.
Enzim ini mengandung molibdenum dan mempunyai peranan penting dalam
konversi basa purin menjadi asam urat sebagai produk nitrogenosa akhir utama,
bukan saja dari metabolisme purin, tetapi juga dari katabolisme protein dan asam
amino.Aldehid dehidrogenase merupakan enzim terikat-FAD yang terdapat
didalam hati mamalia. Enzim ini merupakan metaloflavoprotein yang
mengandung molibdenum serta besi nonheme dan bekerja pada senyawa aldehid
serta substret N-heterosiklik. Mekanisme oksidase dan reduksi semua enzim ini
bersifat sangat kompleks.meskipun demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa
reduksi cincin isoaloksazin berlangsung dalam 2 tahap lewat intermediat.
(Mardiani, 2004)

2.2.2. Dehidrogenase

3
Dehidrogenase tidak dapat menggunakan oksigen sebagai akseptor
hidrogen. Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut
melaksanakan 2 fungsi utama:
1. Pemindahan hidrogen dari substrat yang satu kepada substrat yang lain
dalam reksi oksidasi-reduksi berpasangan. Enzim dehidrogenase ini
bersifat sangat spesifik untuk substratnya, tetapi sering memakai koenzim
atau pembawa hidrogen yang sama seperti enzim dehidrogenase lain,
misal, NAD. Karena reaksi berlangsung reversibel, sifat-sifat ini
memudahkan senyawa ekuivalen preduksi dipindahkan secara bebas
didalam sel.
2. Sebagai komponen dalam rantai respirasi pengangkutan elektron dari
substrat ke oksigen.

2.2.3. Hidroperoksidase
Enzim Hidroperoksidase menggunakan hidrogen Peroksida atau Peroksida
Organik sebagai substrat. Ada dua tipe enzim yang masuk ke dalam kategori ini
adalah peroksidase dan katalase. Kedua tipe enzim ini ditemukan baik pada hewan
maupun tumbuhan. Enzim hidroperoksidase melindungi tubuh terhadap senyawa-
senyawa peroksida yang berbahaya. Penumpukan senyawa peroksida dapat
menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya akan merusak membran sel dan
keungkinan menimbulkan penyakit kanker serta aterosklerosis. (Nareswara, 2013)

2.2.4. Oksigenase
Enzim oksigenase mengatalisis pemindahan langsung dan inkorporasi
oksigen ke dalam molekul substrat. Enzim oksigenase lebih berhubungan dengan
sintesis atau penguraian berbagai tipe metabolit dibandingkan mengambil bagian
dalam reaksi yang bertujuan memberikan enegi pada sel. Enzim-enzim dalam
kelompok ini mengatalisis inkorporasi (penyatuan) oksigen kedalam molekul
substrat. Peristiwa ini berlangsung melalui 2 tahap :
a. pengikatan oksigen dengan enzim pada tapak aktif.
b. reaksi saat oksigen yang terikat direduksi atau dipindahkan kepada substra.

2.3 Peran Oksidasi dalam Biomedis

4
Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk
mempelajari proses obat/racun yang dapat menghambat fosfolirasi oksidatif dan
mempelajari kelainan bawaan (miopati,encepalopati, dll).

2.3.1. Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis


· Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ
akibat penyakit tertentu. Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu
jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya
tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada
kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel.
Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga
mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat
sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam
jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang
bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh
kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini
dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang
merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi
(virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan
mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane
sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan
akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran
membrane. Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan
jaringan adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi
darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin
II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
b. Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai
seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi
virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada
penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan pada kadar yang
lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.

5
c. Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga
empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.
Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk
mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim,
keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa
jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah
pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan
pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa
yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya
dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai
berikut:
a. Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter
globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
b. Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-
oksidase yang dihasilkan bakteriPseudomonas fluorescens.
c. Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan
keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol
dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-
lain.
Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan
memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak.
Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi
enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya,
terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat
dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh
penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent
Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua
yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama.
Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat
enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara

6
imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung
jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam
teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase,
galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
b. Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul
kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs
katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul
(obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini
adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

2.2.3 Pemanfaatan Enzim Di Bidang Pengobatan


Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai
obat, pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan
demikian suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan),
serta manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
(Nareswara, 2013)
Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian
enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh
manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya
pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat
sementara dan bersifat menetap. [1] Contoh keadaan defisiensi enzim yang
bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang
diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah
protease dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang
mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat
seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat
menjadi nukleotida.[2] Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap
menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan
genetic mengingat enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh
kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah
suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan darah

7
(cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait
penggumpalan darah. (Nareswara, 2013)
Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa
tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian
efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat.
Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel
individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi
sasaran. Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi,
digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai
penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini
adalah:
a. Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah
akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum
makanan untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik α-
amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa
sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan
gula darah setelah makan dapat dikendalikan. (Nareswara, 2013)
b. Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang
mengatur pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang
keluar bersama urine, sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah.
Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang berfungsi
menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran
kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar
bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air akan
ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan apabila
terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata
lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan
cairan tubuh.
c. Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase.
Enzim renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan
menghasilkan produk angiotensin II, sedangkan angiosintase bekerja
terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk menghambat
kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya

8
EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE
Inhibitor).
d. Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat
melibatkan dua enzim, yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada
obat atau senyawa tertentu yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II
sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit.
e. Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka
enzim yang berfungsi untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu
fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh berbagai senyawa, antara lain
kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil. Teofilin
digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin
digunakan untuk menambah kelenturan membran sel darah merah sehingga
dapat memasuki relung kapiler, sedangkan sildenafil menyebabkan relaksasi
kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang masuk akan bertambah
dan tertahan untuk beberapa saat.
f. Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah
penyebarannya. Salah satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah
dengan menghambat mitosis sel ganas. Seperti yang diketahui, proses
mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan pirimidin). Pada
pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan
formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi.
Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga
sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin
dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-
aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga
menghambat pembentukan AMP (salah satu bahan DNA). (Nareswara,
2013)
g. Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa)
inhibitor monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim
monoamina oksidase yang mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer
yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina
oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan jumlah ada
sel susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.

9
Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja,
digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi
yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada
sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus
meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim
mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-
penyakit infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme
sebagai sasaran kerja antara lain pada penyakit tumor dan penggunaan antibiotika.

2.4. Implementasi dalam Kehidupan


Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya.
Masing-masing jenis reaksi dapat melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda,
tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan
penyimpanan. Komposisi bahan pangan secara umum sama, terutama terdiri dari
lipid, karbohidrat dan protein, dengan demikian banyak reaksi-reaksi umum yang
sama. Disamping itu, banyak reaktan untuk suatu reaksi terdapat pada sebagian
besar bahan pangan. Sebagai contoh, reaksi pencoklatan nonenzimatis (reaksi
Maillard) melibatkan senyawa karbonil yang dapat berasal baik dari gula
pereduksi atau hasil oksidasi asam askorbat, hidrolisis pati dan oksidasi lipid.
Oksidasi dapat melibatkan lipid, protein, vitamin, pigmen, dan lebih spesifik lagi
oksidasi melibatkan triasilgliserida yang umum terdapat pada bahan pangan atau
fosfolipid yang ada di sebagian bahan pangan.

Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan
keamanan pangan.

Jenis reaksi Contoh (terjadi pada)


Pencoklatan Pada bahan-bahan pangan yang dipanggang
nonenzimatis
Oksidasi Lipid (menghasilkan off-flavour, bau dan rasa yang
menyimpang), degradasi vitamin dan protein
Hidrolisis Lipid, protein, vitamin, karbohidrat, pigmen

10
Interaksi logam Kompleksasi (antosianin), kehilangan Mg+
Isomerisasi Lipid dari klorofil
Polimerisasi Lipid Cis berubah menjadi trans
Denaturasi protein Pada penggorengan
Cross-linking Koagulasi putih telur, inaktivasi enzim
protein Pengolahan bahan berprotein pada suasana
Perubahan glikolitik alkali
Pada pasca mortem jaringan hewan atau
pasca
panen jaringan tanaman
Sumber Apriyantono (2001)

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Reaksi Oksidasi dapat didefinisikan sebagai peristiwa kehilangan elektron
atau kehilangan hydrogen, sehingga disebut juga reaksi dehidrogenasi. Bila suatu
senyawa dioksidasi maka harus ada senyawa lain yang direduksi, yaitu akan
memperoleh elektron atau memperoleh hydrogen. Enzim yang berperan dalam
proses oksidasi biologi yakni enzim oksidase, dehidronase, hidroperoksidase serta
oksigenase.
Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk
mempelajari proses obat/racun yang dapat menghambat fosfolirasi oksidatif dan

11
mempelajari kelainan bawaan (miopati,encepalopati, dan lain-lain). Yakni
berperan dalam diagnosis serta dalam pengobatan.
3.2 Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalh ini belum begitu sempurna karena
kami masih dalam proses belajar, maka dari itu kami berharap agar kami diberi
saran dan usul agar makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat.

Daftar Pustaka
Murray R K, et al. 2006. Biokimia Harper. Jakarta : UI Press
Davis S.P., 1985, prinsip-prinsip biokimia, Jakarta)
Gernida. 996, Biokimia. Jakarta : Gramedia
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta
Mardiani, T.Helvi. 2004. Oksidasi Biologis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-helvi.pdf. Diakses pada 1 Februari
2016

12

Anda mungkin juga menyukai