Anda di halaman 1dari 14

Imas Qurhothul Ainiyah

1306383155
Tugas – Perilaku Organisasi

Peran Budaya dalam Membentuk Perilaku Sektor Publik

PENDAHULUAN
Kebudayaan suatu bangsa mencerminkan berbagai nilai, norma, symbol,
bahasa dan kepercayaan yang dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku bagi setiap
individu. Kebudayaan pada hakikatnya merepresentasikan kekayaan suatu bangsa
atau dengan kata lain menjadi sumber jati diri bangsa. Menurut Koentjaraningrat
(dalam Setyawan, 2014), kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil budi dan karya.
Dengan kata lain, kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan
oleh manusia karena pemikiran dan karyanya. Jadi Kebudayaan merupakan produk
dari budaya.
Kebudayaan pada hakikatnya memiliki tiga dimensi (Setyawan, 2014) yaitu
pertama, wujud sistem budaya. Wujud sistem budaya bersifat abstrak atau tidak bisa
dilihat. Sistem budaya meliputi kompleks gagasan, ide-ide, konsep, nilai-nilai,
norma-norma dan aturan yang berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada perilaku manusia serta perbuatannya dalam masyarakat.
Disebut sebagai Sistem Budaya karena gagasan, pikiran, konsep, norma dan
sebagainya tersebut tidak merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, melainkan
saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya sehingga menjadi
sistem gagasan dan pikiran yg relatif mantap dan kontinyu. Kedua, wujud sistem
sosial. Karakteristik dari sistem sosial adalah bersifat konkret, dapat diamati atau
diobservasi, merupakan aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan selalu
mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang ada dalam
masyarakat. Ketiga, wujud kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik tercermin dalam
berbagai aktivitas manusia yaitu berbagai perilaku yang saling berinteraksi, tidak
lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk
mencapai tujuannya. Hasil karya manusia tersebut pada akhirnya menghasilkan
sebuah produk dalam bentuk yang konkret berupa benda-benda hasil karya manusia,
seperti tulisan-tulisan dan bangunan.
Setiap bangsa di dunia hampir tidak memiliki kebudayaan yang sama. Hal ini
disebabkan karena kebudayaan tumbuh dan berkembang pada situasi dan kondisi
yang berbeda dan bergantung pada master values yang dianut oleh suatu bangsa.
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh adanya kerangka kebudayaan. Kerangka
kebudayaan merupakan dimensi analisis dari konsep kebudayaan yang
dikombinasikan ke dalam suatu bagan lingkaran yang ditujukan untuk menunjukkan
bahwa kebudayaan bersifat dinamis. Menurut Koentjaraningrat (dalam Setyawan,
2014), kerangka kebudayaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Grafik 1.1 Kerangka Kebudayaan
Sumber: Setyawan, 2014

Ilustrasi atau gambar di atas memperlihatkan bahwa, Sistem Budaya


digambarkan dengan lingkaran yang “paling dalam‟ dan merupakan inti, kemudian
Sistem Sosial digambarkan dengan lingkaran kedua di sekitar inti, sedangkan
Kebudayaan Fisik digambarkan dengan lingkaran yang paling luar. Adapaun
pembagian lingkaran menjadi tujuh bagian adalah melambangkan tujuh unsur
kebudayaan universal. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut menurut B. Malinowski
(dalam Setyawan, 2014) meliputi bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi/mata
pencaharian, organisasi social, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Setiap unsur
tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan
suatu sistem yang disebut kebudayaan, dimana kebudayaan tersebut dijadikan
pedoman berperilaku bagi setiap bangsa serta merupakan cerminan jati diri suatu
bangsa.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mendeskripsikan pengaruh
kebudayaan terhadap perilaku organisasi dalam sektor publik. Fokus kajian dalam
tulisan ini adalah analisis mengenai Hallyu atau Korean Wave dan peran budaya
Indonesia dalam mempengaruhi perilaku organisasi pada sektor publik. Teori yang
penulis gunakan antara lain sebagai berikut:
1. Hallyu atau Korean Wave
Hallyu berasal dari dua kata yaitu Han yang mengacu pada “kualitas
atau keadaan Korea “dan Ryu yang berarti “mengalir”. Oleh karena itu, secara
harfiah Hallyu berarti aliran Korea. Lebih jelasnya, Hallyu atau Korean Wave
adalah suatu istilah untuk menggambarkan produk kebudayaan populer (pop
culture) dari Korea Selatan yang berhasil diekspor ke negara-negara lain di
wilayah Asia, Eropa dan Amerika. Istilah Korean Wave itu sendiri muncul
pada pertengahan tahun 1999 oleh media yang tekejut dengan gelombang
kepopuleran produk budaya Korea pada kalangan muda di Cina. Kini istilah
Korean Wave lebih sering digunakan untuk menjelaskan mengenai
penyebaran budaya populer Korea di berbagai Negara. Melalui musik, film,
dan produk industri hiburan seperti drama televisi, Korean Wave ‘menjual’
kebudayaan Korea Selatan yang memadukan gaya tradisional dan kehidupan
modern sebagai senjata utamanya. Korean Wave yang berhasil masuk ke pasar
dunia kemudian tidak hanya sekedar memasarkan budaya Korea Selatan,
namun juga diiringi dengan pemasaran produk-produk komersial dan
pariwisata Korea Selatan kepada publik di berbagai negara yang menerima
Korean Wave dengan baik.

2. Perilaku Organisasi
Menurut Stephen P. Robbins (1999), perilaku organisasi atau
organizational behavior adalah studi sistematis tentang tindakan dan sikap
yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam organisasi. Secara khusus, perilaku
organisasi memfokuskan perhatian terhadap perilaku yang beragam dalam
suatu organisasi termasuk perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan dan hal-
hal yang terjadi dalam organisasi. Sasaran dari perilaku organisasi adalah
untuk membantu memberikan penjelasan, prediksi dan mengendalikan
perilaku manusia dalam sebuah organisasi.

3. Reformasi Administrasi
Menurut Caiden (dalam Nasirin) yang dimaksud dengan reformasi
administrasi adalah perubahan administrasi yang menggambarkan perbaikan
dalam praktek administrasi, organisasi, prosedur dan proses. Artinya setiap
perubahan prosedur dapat dikategorikan sebagai reformasi administrasi.
Pelaksanaan reformasi administrasi pada dasarnya adalah suatu usaha sadar
dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan
perilaku birokrat guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya
administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Sasaran dari reformasi administrasi adanya perbaikan administrasi,
seperti perbaikan produk dan layanan, struktur, proses dan perbaikan
teknologi dalam organisasi. Selain itu, perbaikan tingkat politik meliputi
perbaikan peraturan, dukungan dan legitimasi juga menjadi tujuan lain dalam
proses reformasi administrasi.

PEMBAHASAN
Kebudayaan Korea Selatan
Korea Selatan merupakan salah satu Negara yang terletak di Asia Timur dan
secara luas diketahui memiliki keindahan panorama alam yang mampu memikat para
wisatawan dari berbagai negara (kompasiana.com). Beberapa lokasi yang menjadi
tujuan para wisatawan diantaranya Nami Island, Jeju Island, Gunung Sorak, Seoul,
Bushan, Gyeongju, Pyeong chang, Yeoju dan Daegu. Masing-masing lokasi wisata
tersebut telah terbukti mampu membuat wisatawan berdecak kagum akan keindahan
alam yang disuguhkan. Disamping potensi alam yang memikat, Korea Selatan
memiliki tradisi atau kebudayaan yang menjadi dasar berbagai aktivitas bagi
masyarakatnya. Kebudayaan di Korea Selatan dapat diklasifikasikan ke dalam dua
aspek, yaitu non-material aspect dan material aspect. Non-material aspect meliputi
berbagai nilai, norma, symbol, bahasa dan kepercayaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Sedangkan material aspect meliputi berbagai aspek
fisik untuk menunjang aktivitas masyarakat seperti pakaian, rumah, tempat tinggal
dan mata pencaharian.
Korea Selatan merupakan Negara yang sangat memperhatikan aspek
kebudayaan. Terbukti dengan proses perkembangan negaranya yang tidak terlepas
dari aspek kebudayaan baik budaya dalam hal makanan, fashion, kesenian,
kepercayaan dan bahasa. Hal inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah Korea untuk
memberikan perhatian khusus terhadap kebudayaan dalam rangka meningkatkan
eksistensi Korea Selatan di mata internasional. Prinsip yang digunakan ketika
menjadikan budaya sebagai sebuah ikon dalam mengembangkan Korea Selatan
adalah “Be more attention to your culture” (Kim, 2015). Prinsip tersebut bermakna
bahwa baik pemerintah, media massadan non-governmental organization (NGO)
maupun masyarakat harus memperhatikan aspek budaya ketika ingin mengambil
sebuah kebijakan yang berdampak pada prestige Korea Selatan. Dapat pula dikatakan
bahwa setiap aktivitas atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat Korea Selatan
harus berlandaskan budaya atau culture, karena budaya adalah menunjukkan siapa
identitas sebenarnya mereka dan memperlihatkan kontribusi mereka terhadap
negaranya.
Saat ini, Korea selatan menjadi salah satu Negara yang banyak memperoleh
perhatian masyarakat internasional. Situasi ini dilatarbelakangi oleh kemampuan
Korea dalam mengelola tradisi dan budaya mereka menjadi sebuah produk modern
yang mampu bersaing di pasar internasional. Produk-produk tersebut dikemas dalam
bentuk music, film, games, animations, fashion, food, cosmetics, medicine dan plastic
surgery. Meluasnya pasar produk tersebut berdampak pada munculnya Korean Wave
atau Hallyu yang mengakibatkan masyarakat di luar Korea bergaya ala masyarakat
Korea pada umumnya. Membudayanya Korean style ini dimulai sejak Drama Korea
mulai diputar di China dan negara-negara di Asia pada umumnya, kemudian
menyebar sampai ke negara-negara di belahan dunia lainnya, seperti Amerika,
Australia, negara di Timur Tengah, Mesir, Turki, bahkan sampai jazirah Arab
terutama Uni Emirat Arab. Lebih dari itu, perkembangan musik K-Pop juga
mendorong perkembangan Hallyu yang semakin pesat dan berpengaruh terhadap
berbagai aspek kehidupan di Korea termasuk dalam bidang organisasi. Korean wave
juga berpengaruh terhadap kegiatan ekspor di Korea, seperti yang terlihat dalam
diagram dibawah ini:

Diagram diatas memperlihatkan bahwa ekspor Korea Selatan dalam produk


program televisi mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak tahun 2000
(yang termasuk dalam periode awal kemunculan Korean Wave) hingga tahun 2007
dengan hanya 13 juta US dolar pada tahun 2000 menjadi 162 juta US dolar pada
tahun 2007. Bahkan jika sebelumnya pada tahun 2000 impor Korea lebih tinggi dari
ekspornya, yakni 29 juta US dolar, pada tahun 2007 neraca berbalik ketika Korea
Selatan mengekspor sekitar 130 juta US dolar lebih banyak dari jumlah impornya
yang hanya sebesar 32 juta US dolar.
Strategi yang diterapkan oleh pemerintah Korea dalam rangka mengenalkan
produknya kepada masyarakat luar bersifat macro-perspective. Strategi tersebut harus
mampu memiliki tujuan yang jelas dan diimplementasikan dalam bentuk program
yang konkrit. Unsur penting yang diutamakan dalam strategi ini adalah inovasi untuk
meningkatkan produktivitas (Ha, 2015). Sasaran dari inovasi tersebut diharapkan
mampu memenuhi semua target yang telah ditetapkan dalm visi dan misi pemerintah
Korea dan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Di
samping itu, pemerintah Korea juga gencar dalam hal research and design. Reaserach
and design ini berfungsi sebagai evaluasi terhadap inovasi-inovasi yang telah
dilakukan sebelumnya dan digunakan sebagai acuan untuk menentukan strategi lebih
lanjut dalam mengembangkan produk-produk Korea.
Korean wave atau Hallyu memiliki pengaruh terhadap perilaku sektor publik
di Korea. Pengaruh ini terlihat pada bagaimana sector publik melakukan perubahan
pada proses manajemen menjadi lebih transparan dan melakukan monitoring secara
terus menerus terhadap perkembangan output yang dihasilkan. Pengaruhnya juga
terlihat pada restrukturisasi organisasi dari big organization menjadi slim
organization dan adanya spesialisasi antar masing-,asing unit untuk memudahkan
sektor-sektor publik mencapai target atau sasarannya. Selanjutnya,terdapat perubahan
dari future oriented function menjadi performance oriented management yang
menekankan kepada outcome atau hasil dari produk yang dikembangkan. Outcome
atau hasil dari produk tersebut lebih diorientasikan untuk meningkatkan kontribusi
masyarakat lokal pada proses pencapaian kesejahteraan.
Perubahan sektor publik di Korea difokuskan pada tiga area yaitu sosial,
agricultur and fishery serta culture and arts. Pada area social, perubahan ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan per
kapita serta dan mengkonstruksikan peran-peran sector privat tanpa melalui
kompetisi. Area agricultur and fishery difokuskan untuk menjamin ketersediaan
pangan bagi masyarakat Korea pada umumnya serta pada aspek culture and arts,
dilakukan upaya peningkatan akan ketertarikan terhadap aspek-aspek budaya dan
kesenian melalui pelatihan dalam bidang olahraga dan seni.
Kebudayaan di Indonesia
Indonesia merupakan Negara zamrud khatulistiwa karena secara geografis
dilintasi oleh garis khatulistiwa dan merupakan Negara kepulauan yang teridiri dari
ribuan pulau yang tersebar di seluruh nusantara. Karena terletak di daerah
khatulistiwa maka sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah tropis. Wilayah
Negara Indonesia juga berkaitan dengan sejarah bangsa Indonesia yang dimulai dari
penyatuan kerajaan-kerajaan besar nusantara mengakibatkan Indonesia memegang
teguh nilai kesatuan dan persatuan. Esensi dari kesatuan dan persatuan juga terlihat
pada keberadaan berbagai budaya yang meliputi bahasa, symbol, kesenian,
kepercayaan, adat dan tradisi masyarakat lokal di Indonesia. Beragam budaya
masyarakat lokal tersebut saling berdampingan dan menunjukkan identitas nasional
Indonesia dimata dunia. Untuk menjembatani berbagai budaya lokal masyarakat
tersebut, bangsa Indonesia menitikberatkan pada sikap toleransi antar sesama
masyarakat.
Kebudayaan Indonesia atau biasa disebut dengan budaya nasional menurut
Tap MPR No II tahun 1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, yakni
kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya
dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia
Indonesia untuk mengembangkat harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan
untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap
bidang kehidupan bangsa. Kebudayaan nasional juga merupakan cerminan nilai-nilai
luhur bangsa dan diarahkan pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh
semangat Pancasila. Proses pelaksanaan pembangunan nasional ini tidak terlepas dari
peranan sektor publik sebagai agent yang merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan pembangunan. Peranan agent pembangunan ini biasanya
dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam organisasi khususnya organisasi sector
publik.
Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota
organisasi (Robbins, 1999: 287). Budaya organisasi juga disebut sebagai sistem
pengertian bersama, artinya masing-masing individu dengan latar belakang atau
tingkat jabatan yang berbeda dalam organisasi akan mendeskripsikan budaya
organisasi tersebut dengan cara yang sama. Budaya organisasi sektor publik di
Indonesia pada umumnya mempunyai karakteristik tidak adaptif dan bersifat
birokratis. Tidak adaptif di sini dimaksudkan bahwa para aktor sector publik kurang
kreatif, tidak berani mengambil risiko dan bersifat reaktif serta tidak proaktif.
Dampaknya adalah, adanya inefisiensi informasi karena kurangnya ketertarikan para
aktor untuk mengetahui fakta-fakta terbaru yang ada dalam masyarakat. Kondisi
stagnansi ini dilatarbelakangi adanya kontrol yang terlalu ketat dan luas sehingga
tidak memberikan keleluasaan bagi aktor sector publik untuk berperilaku di luar yang
telah ditetapkan oleh prosedur.
Peranan budaya organisasi juga terlihat dalam proses perekrutan pegawai
dimana hingga saat ini, sector publik tertentu masih menggunakan spoil system.
Perekrutan semacam ini mengakibatkan pegawai tersebut cenderung berperilaku
bukan berdasarkan kemampuan dan keahliannya, namun hanya sebagai pelaksana
dari tugas-tugas organisasi. Efek yang ditimbulkan dengan adanya perilaku semacam
ini yaitu adanya diskriminasi peluang bagi setiap orang untuk bersaing secara
kompetitif dalam rangka menduduki jabatan tertentu dalam organisasi. Kondisi ini
juga memberikan gambaran bahwa terdapat suatu budaya dominan dalam struktur
birokrasi di Indonesia yang mana budaya tersebut dapat memicu keterlambatan
proses pembangunan nasinoal. Oleh karena itu, agar sektor publik mampu mengikuti
perkembangan zaman maka harus mampu mengubah kondisi stagnansi tersebut
dengan pola-pola yang lebih dinamis dan mengikuti perkembangan zaman seperti
mengubah mekanisme perekrutan dari spoil system menjadi meryt system yang lebih
menekankan keterampilan yang dimiliki oleh calon pegawai ketika akan menduduki
posisi tertentu dalam organisasi.
Pada prinsipnya, organisasi yang ingin merubah budayanya harus berani
menempuh jalan yan tidak selalu lurus, dari kondisi stabil atau bahkan chaos, untuk
mencapai penyesuaian dengan nilai-nilai, norma-norma, perilaku dan simbol-simbol
budaya baru. Organisasi sektor publik harus berani mengambil segala resiko yang
mungkin akan terjadi akibat perubahan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena
dengan mencoba melakukan perubahan, maka dampak dari kemungkinan risiko yang
akan diperoleh oleh organisasi dapat diketahui dan sector publik akan mampu
mengambil keputusan untuk menmperbaiki perubahan tersebut atau kembali kepada
kondisi semula.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh sebuah Negara bukan hanya menjadi patokan bagi tingkah laku
individu. Akan tetapi, nilai-nilai budaya tersebut juga memiliki peran dalam
menentukan arah dan strategi dari sebuah organisasi. Lebih jauh, budaya juga
mempengaruhi perilaku-perilaku stakeholder yang berkepentingan dengan organisasi
sector publik tersebut baik internal stakeholder maupun eksternal stakeholder. Oleh
karena itu, apabila sebuah organisasi sektor publik berupaya untuk meningkatkan
kualitasnya maka organisasi tersebut harus memperhatikan aspek budaya yang
mendasari berbagai perilaku dalam organisasi serta menjadikan budaya sebagai ikon
organisasi untuk menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki identitas yang
berbeda dengan organisasi lainnya.

Menurut GM Foster 1973, aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan

1.Pengaruh tradisi2radisi adalah suatu wujud budaya yang abstrak dinyatakan

dalam bentuk kebiasaan, tata kelakuan dan istiadat. !da beberapa tradisi di dalam

masyarakat yangdapat berpengaruh negatif juga positif.a.3ontoh negatif

tradisi cincin leher. #eskipun berbahaya karena penggunaancincin ini bisa


membuat tulang leher menjadi lemah dan bisa mengakibatkankematian jika
cincin dilepas, namun tradisi ini masih dilakukan oleh sebagian perempuan Suku
Kayan. #ereka meyakini bahwa leher jenjang seperti jerapahmenciptakan seksual
atau daya tarik seksual yang kuat bagi kaum pria. Selain itu, perempuan dengan
leher jenjang diibaratkan seperti naga yang kuat sekaligusindah. b.3ontoh

positif tradisi nyirih yang dapat menyehatkan dan menguatkan gigi. .


2. Sikap fatalistisSikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. 3ontoh

beberapaanggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu fanatik0 sakit

atau mati adalahtakdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera


mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.&.
3.Pengaruh nilai 4ilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan.3ontoh masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih
daripada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa *itamin 51 lebih tinggi
pada beras merah daripada beras putih.'.
4.Sikap ethnosentrisSikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkandengan kebudayaan pihak lain. #isal sikap seorang yang
menggunakan *itsin padamakanannya yang menganggap itu lebih benar daripada
orang yang tidak menggunakan *itsin padahal *itsin tidak bagi kesehatan.

5.Pengaruh perasaan bangga pada statusnya3ontoh dalam upaya perbaikan gi7i, di

suatu daerah pedesaan tertentu menolak untuk makan daun singkong, walaupun
mereka tahu kandungan *itaminnya tinggi.Setelah diselidiki ternyata masyarakat
beraggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing dan mereka
menolaknya karena status mereka tidak dapatdisamakan dengan kambing.
6.Pengaruh norma

3ontoh upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami

hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter


yangmemberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan./
7.Pengaruh konsekuensi dari ino*asi terhadap perilaku kesehatan!pabila seorang
petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatanmasyarakat,
maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika
melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat9berpengaruh
pada perubahan dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi
dengan perubahan tersebut.
Daftar Pustaka

Buku
Robbins, Stephen P. 1999. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi: Edisi Kelima.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Internet
Ha, Joonkyung. 2015. “The Dynamics of Korea’s Economic Development: Growth
Strategies and Public Sector Reform”. Kuliah Umum: “Korea Foundation 2015
Special Lecture Series on Korea” pada 16 November 2015
Kim, Andrew Eungi. 2015. Korean Culture and Hallyu: Beyong The Familiar.
Kuliah Umum: “Korea Foundation 2015 Special Lecture Series on Korea” pada
16 November 2015
Membangun Budaya Organisasi di lingkungan pegawai pemerintah.___.
http://www.bppk.
kemenkeu.go.id/images/file/malang/attachments/354_0%20Membangun%20Bud
aya%20Organisasi%20Web%20BDK.pdf (Diunduh pada 17 November 2015)
Nasirin, Chairun.____. Reformasi Administrasi Publik: Sebuah Kajian Konseptual.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=258303&val=7023&title=R
EFORMASI%20ADMINISTRASI%20PUBLIK:%20%20SEBUAH%20KAJIA
N%20KONSEPTUA (Diunduh pada 17 November 2015)
Rhamdini, Rizki Nisfi. 2014. Inilah Kebiasaan Unik Masyarakat Korea Selatan
http://www.kompasiana.com/rizkinisfie/inilah-kebiasaan-unik-masyarakat-
korea-selatan_54f99439a3331178178b5240 (Diakses pada 18 November 2015)
Setyawan, Dodiet Aditya. 2014. Pengertian dan Konsep Dasar Kebudayaan.
https://terapiwicarasolo.files.wordpress.com/2014/02/bab-2-pengertian-
kebudayaan.pdf (Diunduh pada 18 November 2015)
Tap MPR No II Tahun 1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
http://www.tatanusa.co.id/tapmpr/98TAPMPR-II.pdf (Diunduh pada 18
November 2015)

Anda mungkin juga menyukai