Anda di halaman 1dari 28

Dina Aulia Insani, S.

Ked  2008 

LAPOR JAGA DR. PUDJI

Bayi Baru
• Sebut : dari DM jaga ruang bayi RS.Ulin
• Nama bayi, umur,BB
• Point2 RPS
• Anamnesa dan pemeriksaan fisik yg menonjol
• Hasil lab
• Diagnosa sementara
• Usulan terapi
• Ex :
Selamat malam dokter, dari DM jaga ruang bayi RS.Ulin
Mau melaporkan bayi baru By. Ny. …. Usia …. BB….
Datang dg KU …… Faktor resiko ibu …… Riwayat persalinan ………..
Diagnosa sementara ……………..
Keadaan bayi sekarang ……….. Tanda vital ……………
Usul terapi ………
Mohon advis
Bayi Lama
• Sebut : dari DM jaga ruang bayi RS.Ulin
• Nama bayi, umur, BB, diruangan mana
• Diagnosa
• Keadaan bayi sekarang, yg gawat!!
• Faktor resiko ibu
• Tanda vital dan pemeriksaan fisik yg penting
• Hasil lab
• Usulan terapi
• Ex :
Selamat malam dokter, dari DM jaga ruang bayi RS.Ulin
Mau melaporkan By. Ny. …. Usia …. BB…. Di ruang …
Dg diagnosa
Keadaan bayi sekarang ……….. Faktor resiko ibu ……
TV …………… fisik ….. lab terakhir ……….
Usul terapi ………

Example Visit Report Dr. Ari

• This is Ade’s Baby


• He is one day old
• He is born with spontan delivery (gluteal/head presentation) ato
SC coz big baby / Post SC / Premature membrane rupture / CPD
• Preterm / term / posterm baby
• Small / appropriate / large for gestational age
• Good condition / ….

8
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

• Crying load, active movement, active breastfeeding


• Mictio / defecation (+/-)

Lapor SC

• Nama
• Umur
• Diagnosa , indikasi SC
• DJJ
• TBJ
• Jam berapa

CARA MENULIS BENDERA INFUS


• Nama : bayi…
• Tanggal
• Jam
• Kecepatan : 8 tts/mnt
• Flas I
• Jam :
01.0 500 cc
06.00 460 cc
11.00 420 cc
16.00 380 cc
21.00 340 cc
02.00 300 cc

Neonatus dengan resiko tinggi adalah:

• Lahir dari ibu dengan resiko tinggi, seperti ketuban pecah lama (>18 jam),
demam intrapartum (>37,5oC), leukositosis ibu (>18.000), pelunakan uterus.
• Berat lahir <2500 gram dan > 4000 gram
• Masa kehamilan <37 minggu dan >42 minggu
• Beratnya tidak sesuai dengan masa kehamilan
• Skor Apgar menit 1 dan 5: < 6
• Cacat bawaan

NILAI NORMAL
Detak jantung normal neonatus berkisar 100-150 kali/menit
Nilai normal panjang badan neonatus yaitu 45-54 cm.
Lingkar kepala normalnya ½ dari panjang badan + 10 cm. Nilai normal yaitu 33-37 cm.
Lingkaran dada biasanya 2 cm lebih kecil daripada lingkaran kepala
Pernafasan yang normal adalah pernafasan abdominal dan berkisar 40-50 kali/menit
Saturasi Oksigen > 86 %

9
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

- Untuk menaksir maturitas janin, dilakukan penilaian ukuran lingkar kepala menurut
Finnstrom
Masa gestasi = 11,03 + 7,75 (lingkar kepala)

ex = 11,03 + 7,75 (29)

= 235 / 7

= 33 minggu – 34 minggu

FOLLOW UP BAYI

- Tanggal ex. 20 – 03 – 08
- Jam ex. 06.00
- Usia / Hari perawatan ex. 12 / II
- Usia Kehamilan
- Usia Gestasi (UG)
- Usia Kehamilan (UK)
- Berat Badan Lahir (BBL)
- Berat Badan sekarang (BBS)
- GIR (glukosa intolerance Rate)

GIR : Glukosa (%) x tetesan x 0,167


Berat badan terbesar (Kg)

TAHAPAN PENATALAKSANAAN

I. Rawat (inkubator / box) jaga T bayi 36,5 – 37,50 C


II. O2 (+/-) ...... Lpm (Headbox / Nasal)
III. Cairan
- Infus (+/-)
- Produk darah (+/-)
- PO : ASI (+/-)
IV. Obat
- IV
- IM
- PO
V. Monitor (sesuaikan dengan diagnosa bayi) ex. KU, Tanda vital, skor down,
hipotermi, hipoglikemia, apgar skor, saturasi Oksigen
VI. Program (sesuaikan dengan diagnosa bayi) ex. Periksa darah rutin, gol darah, CRP
(infeksi), USG kepala, Foto thorax, GDS

10
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

CAIRAN INFUS
H I – II : 100 cc D10% + 4 cc Ca glukonas (100:4)
H III dst.. : 400 cc D10% + 100 cc NaCl 0,9% + Ca glukonas + 2cc KCl
Note: BBL Ca menurun krn dr hormonal ibu sehingga diberi Ca glukonas
H III, K dan Na (elektrolit) rendah sehingga hr di+ NaCl dan KCl

KEBUTUHAN CAIRAN BAYI SAKIT


BB > 1500g H I 60 cc/KgBB/hari
II 80 cc/KgBB/hari
III 100 cc/KgBB/hari
IV 120 cc/KgBB/hari
>V 150 cc/KgBB/hari

BB < 1500 g H I 80 cc/KgBB/hari


II 100 cc/KgBB/hari
III 120 cc/KgBB/hari
IV 140 cc/KgBB/hari
>V 150 cc/KgBB/hari

TRANSFUSI BAYI
10 cc/KgBB/hari Æ 3 dosis, selang 12 jam (tiap dosis bolus dg syringe pump)

INDIKASI PERIKSA GDS


- KMK - Ibu DM
- BBLR - Bayi besar (>4kg)
- Asfiksia Berat - Kejang
- Post term - Apneu

SUHU BAYI
- Hipotermi ringan : 36 – 36,4 (cold stress)
Sedang : 32 – 35,9 (moderate hipotermi)
Berat : < 32 (severe hipotermi)
- Normal : 36,5 – 37,5
- Hipertermi : > 37,5

11
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

OBAT dan TERAPI


- Bactasyn 100 mg/KgBB/hr
- Aminofusin 1g Æ 20 cc/KgBB
- Aminoleban 1g Æ 12 cc/KgBB
- Urdahex : 10 – 20 mg/KgBB/x (dibagi 3 dosis)
ANTIBIOTIK BAYI
- Lini I Ampisilin-gentamisin
- II Ceftazidin (inj) : 25 – 60 mg/KgBB/2 dosis
- III Meropenem (inj) : 30 – 40 mg/KgBB/2 dosis
HIPOGLIKEMI
- GDS < 45mg/dl Æ bolus glukosa 10% Æ 2 cc/kgBB
KOREKSI HIPOKALEMIA
- 4 jam I dilarutkan dalam D5 ¼ NS : ΔK x BB x 0,4 + (2xBB)
- 20 jam berikutnya : (ΔK x BB x 0,4) + (2xBB)
6
KOREKSI ASIDOSIS
NABIC : 0,3 x BB x BE (bess excess)
Tahapan Æ bolus ½ kemudian sisanya drip

TANDA BAHAYA NEONATUS


- Letargi
- Hipotermi
- Respiratory distress
- Sianosis
- Kejang
- Distensi abdomen
- Bleeding
- Yellow palm
- Excessive wightloss
- Vomiting
- diare

12
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Tabel 1.1 Nilai Apgar

Tanda 0 1 2

Laju jantung Tidak ada < 100 ≥ 100

Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif


sedikit

Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh


biru/pucat ekstremitas biru kemerahan

Nilai:
Adaptasi baik = 7 – 10
Asfiksia ringan-sedang = 4–6
Asfiksia berat = 0–3

Skor Down

Score* 0 1 2

____________________________________________________________

Respiratory Rate < 60 60 – 80 > 80

Sianosis None None with Needs

40% FiO2 >40% FiO2

Retraksi None Mild Severe

Grunting None Minimal Obvious

Air entry Good Decreased Very poor

13
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

____________________________________________________________

Skor < 4 = tidak terdapat gawat napas

4 – 7 = gawat napas

>7 = ancaman gagal napas (respiratory distress)

RESEP

SC :
- Handscoon No No.II
- Spuit 1 cc No. II
- Spuit 10 cc No. II
- Kasa steril kotak No. I
- Slem Scheher / feeding tube no.3 ½ ato 5 (40cm) No. I
- Vit K amp No. I
- Hypafix ungu No. I
- Masker No. II

Partus Spontan :
- Spuit 1 cc No. II
- Spuit 10 cc No. II
- Handscoon no No. II
- Hipafix No. I
- Vit K amp No. I

Resep Pasang infusi


- Surflo no 24 ato neoplant No. I
- Infus set mikro drip No. I
- IVFD D 10% No. I
- Ca glukonas amp No. II
- KCl (kalo perlu) No. I
- Feeding tube no. 3,5 No. I
- Spuit 3 cc / 5 cc/ 10 cc No. II
- Hipafix ungu No. I
- Obat yang diberikan

Resep transfusi darah :


- Neoplant No. I
- Transfusi set No. I
- Spuit 10 cc No. V
- Spuit 20 cc No. III
- Spuit 1 cc No. III
- Kasa steril kotak No. I
- Feeding tube no.5 / 3,5 (40cm) No. I

14
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Resep transfusi tukar


- Handsoon no No. II
- IVFD NaCl 0,9% No. I
- Heparin No. I
- Ca glukonas amp No. II
- Threc way No. II
- Blood/transfusion set No. I
- Spuit 3 cc/5cc/10cc No. II

Daftar Istilah dan Definisi


Masa kehamilan / masa gestasi
Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual
age of pregnancy).
Kehamilan cukup bulan (term / aterm) : masa gestasi 37-42 minggu (259 - 294 hari) lengkap.
Kehamilan kurang bulan (preterm) : masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari).
Kehamilan lewat waktu (postterm) : masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari).
Bayi cukup bulan (term infant) : bayi dengan usia gestasi 37 - 42 minggu.
Bayi kurang bulan (preterm infant) : bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu.

Masa perinatal
Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran.
Ukuran statistik : masa sejak kehamilan 28 minggu sampai dengan 28 hari sesudah lahir (batasan lama).
Sekarang menjadi masa sejak kehamilan 22 minggu, karena viabilitas dan harapan hidup janin yang makin besar
pada usia kehamilan yang lebih muda (menurut ICD-10 WHO).
Ukuran biologis : masa sejak terjadinya konsepsi sampai satu bulan sesudah lahir, dihitung sejak hari pertama
haid terakhir.

Masa neonatal
Masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran.

Neonatus
Bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir.
Neonatus dini : usia 0 - 7 hari
Neonatus lanjut : usia 7 - 28 hari.

Berat badan lahir (birthweight)


Berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir.
Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 - 2500
g.
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 -
1500 g.
Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) / Extremely very low birthweight infant : bayi lahir hidup dengan
berat badan lahir kurang dari 1000 g.

Abortus : bayi lahir dengan berat badan kurang dari 500 g, dan / atau usia gestasi kurang dari 20 minggu. Angka
harapan hidup amat sangat kecil, kurang dari 1%.

Lahir hidup (live birth)


Pengeluaran lengkap suatu hasil konsepsi (bayi), tanpa memandang masa kehamilannya, di mana, setelah
terpisah dari ibunya, bayi tersebut menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti gerakan napas, pulsasi jantung,
pulsasi tali pusat, atau pergerakan otot, tanpa membedakan keadaan tali pusat sudah dipotong atau belum ataupun
masih terhubung dengan plasenta.

15
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Kematian janin
Kematian sebelum terjadinya pengeluaran yang lengkap hasil konsepsi dari ibunya, tanpa memandang masa
kehamilan. Kematian ditandai dengan tidak adanya usaha pernapasan atau tanda-tanda kehidupan yang lain
seperti pulsasi jantung, pulsasi tali pusat atau pergerakan otot-otot.

Lahir mati (stillbirth)


Kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati, yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu atau berat lahir
sekurang-kurangnya 1000 g.

Kematian perinatal
Kematian pada masa kehamilan 28 minggu sampai dengan 7 hari sesudah lahir.
Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) : jumlah kematian perinatal dikali 1000 lalu dibagi dengan
jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati.
Kematian neonatal dini (early neonatal death)
Kematian bayi pada 7 hari pertama sesudah lahir.
(jika kurang dari satu hari, gunakan hitungan yang sesuai - jam atau menit).
Kematian neonatal lanjut (late neonatal death)
Kematian bayi pada hari ke 7 - 28 sesudah lahir.

ADAPTASI NEONATAL
Pengertian : proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus.
Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostasis.
Bila terdapat gangguan adaptasi : bayi akan sakit.

Homeostasis

1. kemampuan mempertahankan fungsi-fungsi vital


2. bersifat dinamis
3. dipengaruhi tahap tumbuh kembang, termasuk masa
pertumbuhan dan perkembangan intrauterin.
Pada bayi kurang bulan, terdapat berbagai gangguan
mekanisme adaptasi.

Adaptasi segera : fungsi-fungsi vital (sirkulasi,


respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan
metabolisme).

Homeostasis neonatus ditentukan oleh keseimbangan antara maturitas dan status gizi.

Kemampuan homeostasis pada neonatus berdasarkan usia kehamilan :


1. cukup bulan : memadai
2. kurang bulan : tergantung masa gestasi. Matriks otak belum sempurna, mudah terjadi perdarahan intrakranial.
Angka kejadian sindrom gawat napas neonatus dan hiperbilirubinemia tinggi.
3. lewat waktu : terjadi hambatan pertumbuhan janin intrauterin akibat penurunan fungsi plasenta, terjadi
hipoksia janin.

Masa neonatus lebih tepat jika dipandang sebagai masa adaptasi dari kehidupan intrauterin menuju
kehidupan ekstrauterin dari berbagai sistem.

EVALUASI NEONATUS
1. menilai tahap pertumbuhan dan perkembangan janin, kesesuaian usia kehamilan
2. menilai adaptasi neonatal (skor Apgar, refleks)
3. menilai fisik neonatal secara sistematik (ada/tidak kelainan morfologi/fisiologi)
4. memberi identifikasi : jenis kelamin, berat badan, panjang badan

16
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

5. menentukan penanganan yang diperlukan

Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi


1. kurang bulan (preterm infant) : kurang 259 hari (37 minggu)
2. cukup bulan (term infant) : 259 sampai 294 hari (37-42 minggu)
3. lebih bulan (postterm infant) : lebih dari 294 hari (42 minggu) atau lebih.

Klasifikasi neonatus menurut berat lahir


1. berat lahir rendah : kurang dari 2500 g
2. berat lahir cukup : antara 2500 sampai 4000 g
3. berat lahir lebih : lebih dari 4000 g

Klasifikasi menurut berat lahir terhadap masa gestasi


dideskripsikan masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilannya :
1. neonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)
2. sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir : kriteria Dubowitz / Ballard / Battaglia / Lubchenco (detailnya cari /
baca sendiri)

Perkiraan usia gestasi menurut Lubchenco : lihat kuliah kelainan pada lamanya kehamilan / persalinan preterm.

Kriteria fisik neonatus normal


- cukup bulan : usia kehamilan 37 - 42 minggu
- berat badan lahir : 2500 - 4000 g (sesuai masa kehamilan)
- panjang badan : 44 - 53 cm
- lingkar kepala (melalui diameter biparietal) : 31 - 36 cm
- skor Apgar 7 - 10
- tanpa kelainan kongenital atau trauma persalinan

Kriteria neurologik neonatus normal


- frog position (fleksi ekstremitas atas dan bawah)
- Refleks Moro / kejutan (+), harus simetris
- refleks hisap (+) pada sentuhan palatum molle
- refleks menggenggam (+)
- refleks rooting (+)

Table : External physical characteristics (top) and neurological (bottom) examination chart for estimation of the
gestational age of the newborn (Ballard, et al., 1976)

Nilai laboratorium darah neonatus normal


- Hb : 14 - 22 g/dl
(kadar Hb-F tinggi, menurun dengan pertambahan usia)
- Ht : 43 - 63 %
- Eritrosit : 4.2 - 6 juta /mm3
- Retikulosit : 3 - 7 %
- Leukosit : 5000 - 30000 /mm3 Jika ada infeksi < 5000/mm3.
- Trombosit : 150000 - 350000 /mm3
- Volume darah : 85 cc/kgBB

Nilai laboratorium cairan otak neonatus normal


- warna : 90 - 94 % xantochrome (kekuning2an jernih)
- Nonne / Pandy (+) Pada usia di atas 3 bulan harus sudah
negatif.
- Protein : 200-220 mg/dl

17
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

- Glukosa : 70-80 mg/dl


- Eritrosit : 1000 - 2000 / LPB
- Leukosit 10 - 20 / LPB
menunjukkan fungsi BBB (blood-brain barrier) masih belum sempurna.

PERAWATAN SEGERA BAYI BARU LAHIR


(IMMEDIATE CARE OF THE NEWBORN)
1. mempelajari anamnesis : riwayat hamil, riwayat persalinan, riwayat keluarga
2. menilai skor Apgar
3. melakukan resusitasi neonatus
4. perawatan tali pusat : pemotongan jangan terlalu pendek. Luka diberi larutan antiseptik dan ditutup. Harus
diawasi dan perban diganti tiap hari.
5. identifikasi : beri kartu bertulisan nama ibu, diikat di pergelangan tangan atau kaki
6. pemeriksaan fisik, observasi tanda vital
7. letakkan bayi dalam kamar transisi (jika keadaan umum baik), atau dalam inkubator jika ada indikasi.
8. tentukan tempat perawatan : rawat gabung atau rawat khusus atau rawat intensif.
9. prosedur rujukan bila perlu

Jika ada penyakit yang diturunkan dari ibu, misalnya penyakit hepatitis B aktif, langsung diberikan vaksinasi
(globulin).

Stabilisasi sesudah lahir


- masa gestasi cukup : bayi matur
- persiapan kelahiran janin dari ibu
- sesudah lahir, pernapasan pertama : rangsang kimia, metabolik dan termik
- dapat hidup di luar uterus
- adaptasi sistem2 lain

Syarat perawatan gabung (neonatus dirawat bersama ibunya)


- nilai Apgar lebih dari 7
- berat lahir lebih dari 2000 g
- masa gestasi lebih dari 35 minggu
- frekuensi napas 40 - 60 kali per menit
- frekuensi denyut jantung 100 - 140 kali per menit
- suhu antara 36.5 - 37.5 oC
- refleks baik
- tidak ada kelainan kongenital mayor

Pemberian air susu ibu (ASI) pada bayi baru lahir :


- ASI sedini mungkin. Jika ASI belum keluar, bayi tidak usah diberi apa-apa, biarkan bayi mengisap payudara
ibu sebagai stimulasi keluarnya ASI. Cadangan nutrisi dalam tubuh bayi cukup bulan dapat sampai selama 4 hari
pascapersalinan.
- Hindari penggantian PASI (pengganti ASI) KECUALI ada indikasi medis, misalnya ASI tidak keluar dan bayi
prematur dan sebagainya
- tidak boleh diberi ASI hanya pada indikasi medis ketat, misalnya ibu penderita penyakit infeksi tertentu dan
bayi belum tertular. Tetapi jika tidak ada PASI, ASI tetap diberikan. Pertimbangan-pertimbangan lain tetap
diperhatikan.

Pemberian pengganti air susu ibu (PASI) :


- PASI : berbagai produk formula, untuk adaptasi maupun
formula komplit. Komposisi mendekati ASI, kecuali
dalam hal komposisi mineral dan imunoglobulin.
- usia 0 - 6 bulan : formula awal.
- Pada diare kronik / sindrom panmalabsorpsi : susu progestimil

18
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

- alergi protein susu sapi : nutrilon-soja (bahan susu kedelai)


- SGM : skim - gula - minyak nabati, untuk malabsorpsi lemak
- Enfalac : untuk bayi prematur. Kalori 81 kkal / 100cc.
- usia 6 bulan - 1 tahun : formula lanjutan, sudah bisa menerima
susu full-cream yang dijual bebas.
Gunakan SENDOK TAKAR yang tepat !!

Jika keseimbangan gizi dan cairan tidak terpenuhi :


- pertumbuhan natural defense mechanism terganggu
- potensi tumbuh kembang tidak optimal

MASALAH UMUM PADA BAYI BARU LAHIR


1. Prematuritas
NCB (neonatus cukup bulan) : 37 - 42 minggu.
Prinsip : Bayi prematur = NKB (neonatus kurang bulan) !!
JANGAN disamakan begitu saja BBLR !! Karena mungkin
saja BBLR sudah cukup bulan dan maturasi sudah
lengkap.
2. Sindrom gawat napas neonatus (NRDS - Neonatal Respiratory Distress Syndroome) / asfiksia neonatorum
3. Hiperbilirubinemia (neonatal jaundice)
4. Infeksi perinatal
5. Kelainan / cacat bawaan
6. Gangguan / penyakit akibat trauma persalinan

Hal yang diperhatikan pada perawatan intensif neonatus


Pengendalian infeksi
Infeksi nosokomial merupakan penyebab infeksi yang sering menyerang neonates dalam
perawatan. Penularan dapat melalui petugas medis maupun peralatan yang digunakan.
Keadaan neonatus risiko tinggi sangat lemah, dapat segera memburuk jika terserang infeksi,
lebih cepat dan lebih berat dibandingkan bayi normal lainnya.
Sterilisasi dan kebersihan merupakan syarat utama suatu unit perawatan intensif pada
umumnya, termasuk pada unit perawatan intensif neonatus.

WASPADA : gejala-gejala mencurigakan sepsis neonatorum :


1. gejala umum : bayi tidak kelihatan sehat, tidak mau minum, suhu badan naik (febris) atau
turun (hipotermia) padahal berada dalam kontrol suhu ruangan yang benar.
2. gejala gastrointestinal : muntah, diare, hepatomegali, perut kembung, warna kemerahan
3. gejala respiratorik : dispneu, takipneu, sianosis
4. gejala kardiovaskular : takikardia, edema, dehidrasi, produksi urine kurang
5. gejala susunan saraf pusat : letargi, iritabel, kejang, tidak sadar
6. gejala hematologik : ikterus, splenomegali, petekiae, perdarahan lain, hitung leukosit
dan/atau trombosit menurun.

Pengendalian suhu
Neonatus TIDAK mampu mempertahankan suhu tubuhnya dalam lingkungan yang terlalu
panas atau dingin. Hal ini karena luas permukaan tubuhnya relatif besar perbandingannya
terhadap berat badan, sehingga heat loss lebih tinggi.
Jika terdapat keadaan hipoksia dan stabilitas kardiovaskular yang rendah, daya tahan terhadap
suhu lingkungan akan semakin menurun.
Sekedar suatu pengaturan suhu ruangan yang sesuai saja telah terbukti berhasil menurunkan
mortalitas perinatal secara bermakna.

19
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Monitoring
Keadaan umum, tanda vital, gejala-gejala patologik, peningkatan / penurunan berat badan,
balans cairan, kadar elektrolit dan osmolalitas serum, pemeriksaan urine, dilakukan rutin.
Jika memungkinkan, sebaiknya digunakan peralatan monitoring elektronik / digital yang
lengkap dengan kemampuan fungsi merekam sehingga dapat dilakukan analisis yang kontinyu.

ASFIKSIA (DINA YULIANTI)

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas
secara spontan dan teratur. Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan
pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir. (9)
Secara sederhana pada asfiksia terjadi : (9)
ƒ Menurunnya tekanan O2 dalam darah (Pa O2).
ƒ Meningginya tekanan CO2 darah (Pa CO2)
ƒ Menurunnya pH akibat asidosis respiratorik atau metabolik
ƒ Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerob
ƒ Terjadi perubahan sistem cardiovaskuler
Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan
mortalitas perinatal. Asfiksia neonatus terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan
pertukaran O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2. (10)
Faktor predisposisi yang sering menyertai bayi asfiksia: (10)
1. Faktor ibu dalam persalinannya
ƒ Diabetes melitus
ƒ Hipertensi
ƒ Kelainan jantung
ƒ Gangguan kontraksi uterus
ƒ Partus lama
ƒ Plasenta previa atau solutio plasenta
ƒ Persalinan abnormal
2. Faktor janin
ƒ Gangguan tumbuh intra uterin
ƒ Kelainan bawaan
ƒ Depresi napas akibat anestesi yang diberikan pada ibu
ƒ Gangguan aliran tali pusat, tal pusat terlilit, tali pusat menumbung.
Banyak hal yang menjadi penyebab APGAR score yang rendah, antara lain: fetal
hipoksia, general anestesi, penggunaan sedasi atau analgetik dengan petidin atau morfin yang
diberikan pada 4 jam terakhir, bayi berat lahir rendah, persalinan yang sulit, atau terjadi
trauma saat persalinan, maupun distres respirasi berat.(12)
Pada penanganan bayi asfiksia berat ini adalah pembersihan dan pembebasan jalan
napas dan diberikan O2 1-2 liter/menit karena pernapasan tidak adekuat. Badan bayi

20
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

dibersihkan dan dilakukan penghangatan dan diberikan Vitamin K 1 mg IM untuk mencegah


perdarahan di umbilicus karena vitamin K diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan
I,II danVII di hati. Kemudian bayi dirawat di inkubator dan dilakukan observasi tanda vital
dan keadaan umum.
Pemeriksaan laboratorium untuk darah rutin dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
diperlukan sesaat setelah bayi lahir ini dikarenakan terjadinya peningkatan glikolisis dan
glikogen tubuh yang digunakan untuk metabolisme anaerob
Menurut IDAI, 2004 gangguan napas dapat diterapi dengan: (13)
1. Manajemen Umum
ƒ Beri O2 dengan kecepatan sedang
ƒ Jika bayi mengalami apne:
o Bayi dirangsang dengan mengusap dada atau punggung bayi
o Bila bayi tidak mulai bernapas atau mengalami sianosis sentral, napas
megap-megap, atau denyut jantung menetap kurang dari 100kali/menit,
lakukan resusitasi dengan memakai balon dan sungkup.
• Kaji ulang temuan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
• Periksa kadar glukosa darah. Bila kadarnya <45mg/dl (tangani sebagai
hipoglikemia).
• Berikan perawatan selanjutnya dan tenukan manajeme spesific menurut jenis
gangguan napasnya.
• Tentukan napas gangguan napas berat,sedang atau ringan
2. Manajemen Spesifik
• Teruskan O2 dengan kecepatan aliran sedang
• Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis
• Bila ada perburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan O2 pada kecepatan
tinggi.
• Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung untuk
mengosongkan cairan lambung dan udara
• Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
• Jika mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan
dinding dad berkurang, warna kulit membaik)
- kurangi pemberian O2 secara bertahap
- mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung
- Bila pemberian O2 tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih
menyusu
• Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai :
- frekuensi nafas
- adanya tarikan dinding dad atau suara merintih saat ekspirasi
- episode apne
• Periksa kadar glukosa darah sehari sekali sampai setengah kebutuhan minum
dapat dipenuhi secara oral
• Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.

21
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Untuk pemberian antibiotik di RS Ulin khususnya ruang perinatologi, digunakan


kombinasi antibiotik untuk penanganan asfiksia yaitu sulbenicillin yang merupakan
turunan penicillin yang memiliki spektrum anti bakteri terhadap kuman gram positif
(pseudomonas, proteus) yang resisten terhadap penicillin serta kuman gram negatif
yang sensitif terhadap sulbenicillin adalah Pr. Mirabilis. Pemberian nya harus IV
karena tidak stabil pada pH asam lambung.(14) Dosis sulbenicillin 100mg/kg/hari yang
apabila umur bayi < 1minggu diberikan setiap 12 jam. Jika umur bayi > 1minggu
diberikan setiap 8 jam. Pada pasien ini dosis yang diberikan 275mg/12 jam.
Juga diberikan amikasin yang merupakan antibiotik yang diindikasikan untuk
kuman gram negatif aerob karena membutuhkan O2 untuk transpor antibiotiknya.
Untuk neonatus dianjurkan dengan dosis 15mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen Binkesmas. Setiap 2 jam, Ibu Hamil Meninggal. Dinas Kesehatan RI 2005.; (online),
(http:/www.dinkes.go.id), diakses tanggal 02 Desember 2005).
2. Setyowati, Titiek. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah. Badan
Litbang Kesehatan 2004; (online), (http://www.litbangdepkes.go.id, diakses tanggal ) 02 Desember
2005).
3. Markum, AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Aanak Jilid I. Balai Penerbitan FK UI, Jakarta 2002: 368-
372
4. Dharmasetiawani, N. Resusitasi Bayi Baru Lahir dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan dan
Pelatihan Resusitasi Neonatus. Banjarmasin : SMF Obsgyn dan Ilmu Kesehatan Anak RSU Ulin/FK
UNLAM; 2004: 1-11.
5. Rachman M, M.T Dardjat (ed). Segi-segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Kelompok Minat
Penulisan Ilmiah Mahasiswa FK Salemba;1984: 22-25.
6. Anonym. Resucitation. Safety of Planed Home Births 2005; (online), (http://www..safetybirths.com,
diakses tanggal 21 November 2005).
7. Anonym. Merawat Bayi Prematur dalam Panduan Tumbuh Kembang. Dunia Bayi Edisi No. 330 Thn
VII 2005; (online), (http://www.Nakita.com, diakses tanggal 22 November 2005)
8. Anonym. Low Birth Weight Dimes Home Page 2005; (online), (http://www.Dimes.com, diakses tanggal
21 November 2005)
9. Hasan R, Alatas H (ed). Gangguan Pernapasan. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3 cetakan
ke-6 Jakarta; 1985: 1181-89.
10. Aminullah A. Asfiksia Bayi Baru Lahir. Dalam : Markum AH (ed) Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. FKUI,
Jakarta 1996.
11. Clark DA. Meconium Aspiration Syndrom. Albany Medical Collage 20 Mei 2004 available at
http://www.emedicine.com/ped/topic786.htm.
12. Hasan, Masepno dan Husein A.(ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1997:1051-8;1072-7.
13. IDAI (UKK Perinatologi) MNH-JHPIEGO. Depkes RI. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru
Lahir untuk Dokter, Bidan dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. 2004
14. Mariana Y, Setiabudi R. Aminoglikosid dalam Farmakologi dan Terapi FKUI. Jakarta. 2000; 661-74.

SEPSIS NEONATARUM (NUSROTUD DINIYAH)

Definisi

22
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Sepsis

Sepsis adalah kumpulan gejala klinis dari kelainan yang disebabkan oleh karena adanya
bakterimia.(6)
Sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang sering ditemukan di ruang perawatan
intensif anak. Penyulit yang sering adalah syok septic dan disfungsi organ multipel.(2)
CRP (C-Reaktif Protein)

Pemeriksaan CRP adalah pemeriksaan darah dengan cara melihat kadar CRP dalam
darah. CRP merupakan petanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan
muncul jika tubuh mengalami respon peradangan.(7,8,9)
Kadar CRP yang tinggi di dalam darah menunjukkan adanya proses peradangan pada
tubuh tetapi tidak dapat diketahui penyebab dan lokasinya.(7,8,9)
Protein C-reaktif (CRP)

Protein C-reaktif (CRP) adalah suatu alfa-globulin yang diproduksi di hepar dan
kadarnya akan meningkat dalam 6 jam di dalam serum bila terjadi proses inflamasi akut.
Kadar CRP dalam plasma dapat meningkat dua kali lipat sekurang-kurangnya setiap 8 jam dan
mencapai puncaknya setelah kira-kira 50 jam. Setelah pengobatan yang efektif dan
rangsangan inflamasi hilang, maka kadar CRP akan turun secepatnya, kira-kira 5-7 jam waktu
paruh plasma dari CRP eksogen(2,8)
Protein ini disebut demikian karena ia bereaksi dengan C-polisakaride yang terdapat
pada pneumokokus. Semula disangka bahwa timbulnya protein ini merupakan respons
spesifik terhadap infeksi pneumokokus, tetapi ternyata sekarang bahwa protein ini adalah
suatu reaktan fase akut, yaitu indicator nonspesifik untuk inflamasi, sama halnya seperti LED.
Tetapi berbeda dengan LED, kadar CRP tidak dipengaruhi oleh anemia, kehamilan atau
hiperglobulinemia. Pada penderita dengan inflamasi yang berkaitan dengan kelainan
imunologis, kadar CRP kembali normal bila pengobatan immunosupresif berhasil.(2,8)
Pemeriksaan CRP lebih sensitive dibandingkan dengan LED karena pada keadaan
inflamasi kadar CRP lebih cepat meningkat yaitu dalam 6 jam dari awal terjadinya inflamasi.
Sedangkan LED kadarnya meningkat setelah satu minggu dari awal terjadinya inflamasi.
Kadar CRP dapat berbeda dari berbagai laboratorium tetapi menurut standar internasional
kadar normal CRP adalah 0 – 1,0 mg/dL atau < 10mg/L (SI unit).(4)
Faktor yang mempengaruhi akurasi pemeriksaan CRP adalah: (4,8,9,10,11,12)
1. Aktivitas / latihan yang berlebihan
Aktivitas yang berlebihan dapat menimbulkan cedera jaringan. Selain itu latihan atau
aktivitas yang berlebihan dapat meningatkan panas tubuh dimana kemungkinan terburuk
adalah terjadinya heat stoke. Suhu tubuh yang tinggi cenderung menggandakan semua
reaksi kimia intraselular, sehingga pada pemeriksaan CRP kadarnya meningkat.
2. Penggunaan terapi hormone, misalnya kontrasepsi oral

23
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Yaitu terapi untuk mencegah kehamilan dengan mengubah siklus reproduksi. Terapi ini
biasanya memberikan hasil positif palsu pada pemeriksaan CRP. Reaksi ini akan dikenali
sebagai reaksi inflamasi walaupun sebenarnya tidak terjadi proses peradangan.
3. Penggunaan IUD
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim biasanya akan menimbulkan reaksi peradangan
karena masuknya benda asing dalam tubuh akan merangsang respon inflamasi., sehingga
kadar CRP dalah darah maningkat
4. Hamil
Reaksi hormonal yang terjadi pada wanita hamil akan dikenali sebagai reaksi inflamasi.
Sehingga pada pemeriksaan CRP kadarnya akan meningkat. Range normal kadar CRP
pada wanita hamil <20 mg/L
5. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan hipertensi dan penyakit jantung. Pemeriksaan CRP sangat
sensitive terhadap penyakit jantung.
6. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSID), aspirin, atau kortikosteroid.
Obat-obat anti inflamasi akan menekan respon peradangan.
7. Penggunaan Pravastin, obat-obat penurun kolesterol.
Profil lemak dalam darah sangat berhubungan dengan risiko penyakit jantung koroner dan
stroke dimana sangat berhubungan dengan reaksi peradangan. Penggunaan obat-obat
penurun kolesterol menurunkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke, sehingga
kadar CRP dalam darah juga berkurang.
Cara Pemeriksaan CRP

Sebelum dilakukan pemeriksaan CRP, pasien harus berpuasa selama 12 jam. Spesimen
diambil dari darah vena ± 5 ml, dikumpulkan dalam botol tanpa anti koagulan. Selanjutnya
segera dikirimkan ke Laboratorium Patologi Klinik atau laboratorium khusus immunology.
Immunologi Sepsis

Sepsis berkaitan dengan Sindroma Respon Radang Sistemik (SRRS). Sekarang diduga
bahwa SRRS disebabkan oleh sepsis akibat dari cedera jaringan pasca respon hospes terhadap
produk-produk bakteri misalnya endotoksin dari bakteri gram negative dan kompleks asam
lipoteikoat-peptidoglikan dari bakteri gram positif. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis
gram negative (H. influinzae, N. meningitides, E. coli, Pseudomonas) dapat ditiru dengan
injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibody
monoclonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septic pada model percobaan.
Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan ke dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan
selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut. Jumlah sitokin yang terkait
dengan SRRS terus bertambah dan sekarang mencakup factor nekrosis tumor (FNT),
interleukin (IL)-1, -6, dan -8, factor pengaktif trombosit (platelet-activiting factor = PAF) dan
interferon.(2,7)
Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang dalam
kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu respon fisiologis untuk
menghentikan penyerbu (invander) mikroba. Respon ini adalah : (1) aktivasi system

24
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

komplemen; (2) aktivasi faktor Hageman (factor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-
tingkatan koagulasi; (3) peepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin, (4)
rangsangan neutrofil polimorfonuklear, dan (5) rangsangan system kalikrein-kinin. FNT dan
mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, menimbulkan kebocoran kapiler
difus, mengurangi tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan
kenaikan kebutuhan metabolic jaringan. Aktivitas mediator radang atau respon yang
berlebihan berperan dalam patogenesis sepsis.(2,7,8)
Etiologi

Etiologi sepsis pada neonatus dapat dilihat pada table berikut: (9)

Tabel. Pola Sepsis pada Neonatus

Nosokomial
Onset dini Onset lambat
Onset 5 hari s-d saat
< 5 hari > 4 hari
dipulangkan

Kolonisasi kuman,
Fakotr risiko Prematuritas, intervensi
amnionitis, Jarang
obstetric medis, reseksi perut
prematuritas

Gawat napas, Demam, SSP, Apnea, bradikardi,


Gejala klinis
pneumonia, syok gejala fokal letargi, instabilitas suhu

Meningitis 30% 75% 10 – 20%

Pneumonia,
Pyelonefritis,
pyelonefritis,
Keterlibatan osteomyelitis,
Jarang endoftalmitis, thrombus
sistem lain arthritis septic,
septic, flebitis, infeksi
selulitis
kulit

Streptokokus grup B, S. epidermidis, S.


Klebsiela, listeria, Streptokokus grup aureus, C. albicans,
Kuman
enterokokus, B, E. coli, listeria, klebsiela, pseudomonas,
pathogen
H.influenzae, herpes simpleks E. coli, herpes simpleks,
S.pneumoniae serratia

25
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Tergantung kuman
Ampisilin dan Ampisilin dan nosokomial di ruangan;
Terapi kausal
Gentamisin Gentamisin vankomisin/nafsilin dan
Gentamisin

*infeksi herpes simpleks, enterovirus dan sitomegalovirus dapat muncul sebagai sepsis onset lambat dengan
kultur negative dan tidak dapat dibedakan dengan sepsis bacterial berat.

Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis yang menjadi dasar diagnostik pada sepsis adalah sebagai berikut:
(1,6,9)

1. Keadaan umum : menurun (not doing well), malas minum (poor feeding),
hipo/hipertermia, edema, sklerema.
2. Sistem susunan saraf pusat : hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang, letargi, tremor,
fontanella cembung.
3. system saluran pernafasan : pernafasan tidak teratur, napas cepat (>60 x/menit), apnea,
dispnea, sianosis.
4. system kardiovaskuler : takikardia (> 160 x/menit), bradikardia (< 100 x/menit), akral
dingin, syok.
5. Sistem saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, kembung.
6. system hematology : kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura, perdarahan.
Adapun penggolongan sepsis berdasarkan manifestasi klinis adalah sebagai berikut:
(6,9)

1. early onset : terjadi 5 hari pertama pasca lahir, dengan gejala klinis yang timbulnya
mendadak, serta gejala sistemik yang berat. Terutama mengenai system saluran nafas,
sifatnya progresif dan akhirnya syok
2. late onset: timbul setelah umur 5 hari, sering disertai manifestasi klinis adanya gangguan
system susunan saraf pusat
3. nosocomial infection : yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa risiko infeksi, yang
timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di Rumah Sakit.

Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik sepsis dikelompokkan sebagai berikut: (5,6,9)


1. Possible suspect sepsis : bila terdapat 3 gejala klinis dari 6 kelompok di atas
2. Probable sepsis : bila terdapat 3 gejala klinis dan adanya kelainan laboratories
3. Proven sepsis : bila terdapat 3 gejala klinis dan kultur darah positif

Pemeriksaan Penunjang

26
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis dan kultur urin, serta foto
dada.(1,6,9)
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah. Pada
pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia dengan pergeseran ke kiri (imatur:total
seri granulosit > 0,2). Selain itu dapat dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan
reaktans fase akut seperti C-reactive protein (CRP) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis
sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur pasitif) adalah tersangka sepsis.(1,6,9)

Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan sepsis adalah sebagai berikut: (6,9)


1. Suportif. Lakukan monitoring cairan, elektrolit, dan glukosa; berikan koreksi jika terjadi
hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hipoglikemia. Bila terjadi SIADH
(Syndrome of appropriate antidiuretic hormone), batasi cairan. Atasi syok, hipoksia dan
asidosis metabolic. Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfuse tukar bila perlu.
Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif. Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan penisilin sepeti ampisilin ditambah aminoglikosida seperti gentamisin. Pada
sepsis nosokomial antibiotic dibarikan dengan mempertimbangkan flora di ruang
perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan
aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji
sensitivitas, diberikan antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hari. Bila
terjadi meningitis antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk
meningitis.

Surviving Sepsis Campaigne pada tahun 2004, merekomendasikan penatalaksanaan


sepsis berat, dan syok septic sebagai berikut: (2)
1. Early Goal Directed Therapy (EGDT)
Resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kristaloid, pemberian obat-obatan
inotropik, atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah diagnosis ditegakkan di unit gawat
darurat sebelum masuk ke PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit dan dapat
diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB cairan dalam waktu 6 jam. Pada syok
septic dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.
Kristaloid dan koloid dapat dipakai pada syok septic, akan tetapi apabila ditinjau
dari segi patofisiologi dan patogenesis sepsis yaitu terdapat kebocoran sel endotel dengan
meningkatnya molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1, koloid yang mempunyai efek
menyumpal (sealing effect) dan anti-inflamasi dengan menghambat aktivitas ICAM-1 dan
VCAM-1 seperti hidroxyethylstarch molekul sedang (BM 100.000-300.000),
direkomendasikan sebagai cairan awal pada sepsis dan syok berat. Apabila
mempergunakan kristaloid diperlukan jumlah yang lebih banyak dengan risiko
bertambahnya edema interstitial.

27
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Kontroversi timbul masalah pemilihan koloid atau kristaloid untuk ekspansi ruang
intravascular. Yang pro-koloid mengatakan bahwa koloid akan mempertahankan tekanan
osmotic koloid plasma dan meminimalkan akumulasi cairan interstisial. Kristaloid akan
menurunkan tekanan osmotic koloid plasma dan cenderung menimbulkan edema paru.
Yang pro-kristaloid mencela biaya dan risiko terapi koloid (reaksi anafilaksis, efek pada
koagulasi, akumulasi jaringan, dan efek pada ginjal). Pemberian koloid untuk resusitasi
volume maksimal 33 ml/kgBB. Penelitian terdahulu randomized control study oleh Tatty
ES pada DSS terbukti bahwa resusitasi awal dengan HES 200.000 dapat menurunkan
angka kematian secara bermakna. Peneliti lain Zikria dkk, yaitu pada tikus dengan
kerusakan endotel akibat terbakar menunjukkan bahwa fraksi HES 200/0,5 bertndak
sebagai penyumpal lebih baik daripada 4 grup control yang menerima albumin 5%, RL
dan HES dengan BM <50.000 atau HES BM >300.000. Target resusitasi volume adalah:
Tekanan Vena Sentral (TVS) 8-12 mmHg; Tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial
Pressure/ MAP) sesuai umur, tekanan perfusi normal sesuai umur (tekanan arteri rata-
rata/TVS); saturasi vena sentral >70%; perfusi jaringan baik; kesadaran baik; jumlah uri
>1 ml/kgBB/jam, laktat serum < 2 mmol/L, denyut jantung normal sesuai umur,
ekstremitas hangat, perbadaan suhu oesofagus (core) dan suhu jempol kaki > 20C.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang dari normal,
diberikan vasopresor; Dopamin merupakan pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap
pemberian Dopamine, maka dapat diberikan epinephrine atau norepinephrine. Dobutamin
dapat diberikan pada keadan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada
keadaan tahanan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah
resusitasi volume dan pemberian inotropik. Nitrosovasodilator (ntrogliserin, atau
nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh
darah sistemik yang meningkat disertai syok.
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan tahanan
pembuluh darah sistemik meningkat, maka dipikirkan pemberian phosphodiesterase
inhibitor. Vasopresin yaitu ADH, adrenocorticotrophic hormone yang dikeluarkan oleh
hipotalamus, sebagai vasokonstriktor pada otot polos pembuluh darah dosis 0,01-0,04
u/menit diberikan pada penderita yang refrakter terhadap vasopresor konvensional dosis
tinggi.
3. Extra Corporeal Membrane Oxygenation
ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,
inotropik, vasopresor, vasodilator dan terapi hormone. Terdapat 1 penelitian yang
menganalisis 12 penderita sepsis meningococcus dengan ECMO, 8 hidup dimana 6 dapat
hidup normal sampai 1 tahun pemantauan.
4. Suplemen Oksigen
Intubasi endotrakheal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat
pada bayi dan anak dengan sepsis berat/syok septic, karena kapasitas residual fungsional
yang rendah. Volume tidal 6 ml/kgBB dengan permissive hypercapnea dan posisi
tengkurap dapat memberikan oksigenasi jaringan yang baik.
5. Koreksi Asidosis

28
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan


akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH > 7,15 dengan
hemodinamik dan kebutuhan akan vasopresor, dan pengaruhnya terhadap kaluaran pada
pH rendah.
6. Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis sepsis dan
pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spectrum luas dosis inisial penuh,
satu atau beberapa obat berdsarkan dugaan kuman penyebab dan dapat berpenetrasi ke
daam sumber infeksi. Terdapat hubungan antara pemberian antibiotika yang inadekuat
dengan tingginya mortalitas. Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka
antibiotika harus diberikan pada keadaan penderita mengalami perburukan, status
imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan dugaan kuman penyebab
dan tes kepekaan. Antibiotika golongan beta-lactams seperti penicillin, carbapenem seperti
meropenem, imipenem, cephalosporin dan aminoglikosida. Extended spectrum Penicillin
yaitu carboxy penicillins dan ureido-penicillins diberikan untuk infeksi Pseudomonas
aeruginosa atau bakteri gram negative lain. Carboxy penicillins termasuk carbenicillin
dan ticarcilin dapat diberikan pada infeksi MRSA dan spesies Klebsiella.
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam berdasarkan data
klinis dan mikrobiologi dengan mempergunakan antibiotika spectrum sempit untuk
mengurangi resistensi bakteri, menurunkan toksisitas dan biaya. Lama pemberian
antibiotika 7-10 hari dipandu oleh respon manifestasi klinis.
7. Sumber infeksi
Eradikasi sumber infeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement
jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas. Kontrol sumber infeksi harus
dilaksanakan secepatnya mengikuti resusitasi volume inisial.
8. Terapi kortikosteroid
Penelitian oleh Annane dkk, pada syok septic dewasa dengan insufisiensi adrenal
yang refrakter terhadap vasopresor, hydrocortisone 50 mg etiap 6 jam dan dikombinasi
dengan fludrocortisone 50 ug diberikan 7 hari, dapat menurunkan angka kematian absolute
sebanyak 15%. Dosis yang direkomendasikan untuk syok septic pediatric adalah 1-2
mg/kgbb (berdasarkan gejala klinis insufisiensi adrenal) sampai 50mg/kg untuk terapi
empiris syok septic diikuti dosis sama diberikan 24 jam. Terapi hydrocortisone pada syok
septic pediatric perlu diberika pada penderita yang resisten terhadap katekolamin, dan
terbukti adanya insuffisiensi adrenal, penderita yang berisiko termasuk syok septic dengan
purpura, dengan riwayat pemberian steroid untuk penyakit kronis, atau adanya gangguan
pada kelenjar adrenal atau hipofise.
9. Anti-inflamasi
Penelitian mengenai terapi anti-inflamasi pada pediatric masih sangat sedikit, dan
dengan sa,pel yang kecil.
10. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Penelitian IVIG pada pediatric masih sangat sedikit dengan sample kecil,
dilaporkan dapat menurunkan angka kematian.
11. Transfusi Tukar

29
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Transfusi tukar tidak disebut dalam Surviving Sepsis Campaign guidline.


Keuntungan transfuse tukar adalah mengeluarkan endotoksin bakteri dan mediator
inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit daklam
melakukan lisis bakteri dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dan gangguan
elektrolit. Penelitian sebanyak 31 studi kasus (1995-1996) pada bayi sepsis yang dilakukan
hemofiltrasi, didapatkan angka hidup sebanyak 50%.
12. Terapi suportif

DAFTAR PUSTAKA

1. Homeler, Barbara. Sepsis. http://www.emedicine.com


2. Ermin, Tatty. Penetalaksanaan Syok Septik Pada Anak. Dalam: Simposium Nasional Perinatologi dan
Pediatri Gawat Darurat. Banjarmasin: IDAI Kalimantan Selatan, 2005
3. Widmann, Frances.K. Protein C-Reaktif. Jakarta: EGC, 1995
4. Nissl, Jan. C-Reactive Protein. http://www.medplus.com
5. Benitz,William.E. Serial Serum C-Reactive Protein Levels in the Diagnosis of Neonatal Infection.
http://www.pediatrics.org
6. Yunanto,Ari et al. Sepsis. Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Banjarmasin : Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Ulin-FK UNLAM, 2004
7. Nelson, Waldo E. Sepsis. Dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC, 1999
8. Reeves, Glenn. C Reactive Protein. http://www.medplus.com/immunologyHAPS/topic1998.htm
9. Mansjoer A et al. Sepsis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2000
10. Mirkin. Summary. http://www.drmirkin.com
11. Guyton. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1997
12. Ganong. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1997

HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPHATY


(ENSEFALOPATI, HIPOKSIK ISKEMIK)
Erny*,Darto Saharso.,I Nyoman Sudiatmika.
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo, Surabaya
*Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Ramelan Surabaya

30
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

ABSTRAK
Walaupun telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan
patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, Ensefalopati hipoksik iskemik masih
merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang.
Ensefalopati hipoksik iskemik terutama di picu oleh keadaan hipoksik otak, iskemik oleh
karena hipoksik sistemik dan penurunan aliran darah ke otak. Tidak terdapat terapi spesifik
pada ensefalopati hipoksik iskemik.

Kata kunci : Hypoxic Ischaemic Encephalophaty

Anoksia adalah istilah yang menunjukkan akibat tidak adanya suplai oksigen yang
disebabkan oleh beberapa sebab primer. Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan
turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan
penurunan aliran darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan
organ tersebut.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting kerusakan
permanen sel-sel pada Susunan Saraf Pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau
kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental. (1)Angka kejadian HIE berkisar 0,3-
1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup,
sedangkan angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian
kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada menit
pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada 0,3% bayi lahir
hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang
bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental permanent (2).
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang
menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan
fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten.

Faktor-faktor resiko :
1. Hipertensi selama kehamilan atau pre-eklampsia
2. Restriksi pertumbuhan intra-uterin
3. Terlepasnya plasenta
4. Anemia fetus
5. Postmaturitas
6. Persalinan non fisiologis
7. Malpresentasi termasuk vasa previa

Etiologi (3):
Hipoksia pada fetus disebabkan
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi
selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau
tekanan uterus pada vena cava dan aorta.

31
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

3. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan


tetani.
4. Plasenta terlepas dini
5. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat
6. Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain
7. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date

Deteksi bayi resiko tinggi untuk terjadi asphyxia perinatal :


Dikatakan hanya 50% bayi yang membutuhkan resusitasi pada saat persalinan dapat diprediksi
dengan riwayat antenatal atau tanda klinis pada saat persalinan. Beberapa prediktor yang dapat
digunakan untuk memprediksi Apgar Score yang rendah adalah :
1. Penghitungan pergerakan fetus (sensitivitas 12-50%, spesifisitas 91-97%)
2. Tes non-stress (sensitivitas 14-59%, spesifisitas 79-97%)
3. Profil biofisikal fetus
4. Kelainan detak jantung janin (sensitivitas 31%, spesifisitas 93%)
5. pH darah fetus (pH menurun sensitivitas 31%, pH meningkat spesifisitas 93%)
6. Penurunan volume amnion
7. Adanya mekoneum dalam amnion
Insufisiensi plasenta mungkin tidak terdeteksi pada pemeriksaan klinis.
Adanya hipoksia kronis intrauterin menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus tanpa tanda-
tanda distress fetal (misalnya bradikardia). Doppler umbilical waveform velocimetry (yang
memperlihatkan tahanan vaskuler fetus) dan cordocentesis (menggambarkan hipoksia fetus)
dapat digunakan untuk mendeteksi hipoksia kronik fetus. Kontraksi uterus menimbulkan
penurunan konsentrasi oksigen, depresi sistim kardiovaskuler dan CNS dan menyebabkan
Apgar Score rendah dan hipoksia post-natal di ruang persalinan.

Setelah lahir, hipoksia dapat disebabkan :


1. Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik.
2. Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh
infeksi berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal.
3. Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan
sebab defek serebral, narkosis atau cedera.
4. Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.

Patofisiologi dan patologi :


Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi,
turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim
sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus,
duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan
adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara (4).
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan
hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda
nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura,
timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat
menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan

32
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan
gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo
dan skuama)(4).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir
akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan.
Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi
kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL
(selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada
bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan.
Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat. Excitatory asam amino
mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak (5)

Manifestasi klinis :
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari
sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular
merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama
jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus
memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit
kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau
respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan
dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum
dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi
pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan
tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Derajat encephalopathy dibagi 3, secara keseluruhan resiko terjadi kematian atau
kecacatan berat tergantung pada derajat HIE.
1. Derajat 1 : 1,6%
2. Derajat 2 : 24%
3. Derajat 3 : 78%
4. Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan
neurologi berat.
Kelainan EEG digolongkan menjadi 3 yang masing-masing menunjukkan angka rata-rata
kematian atau kecacatan berat :
1. Kelainan berat (burst suppression, low voltage atau isoelektrik) : 95%
2. Kelainan sedang (slow wave activity) : 64%
3. Kelainan ringan atau tanpa kelainan : 3,3%

Tabel 1 :Gradasi HIE pada bayi cukup bulan


Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

33
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

Tingkat kesadaran Iritabel Letargik Stupor, coma

Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid

Postur Normal Fleksi Decerebrate

Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada


tendon/klonus
Tampak Tampak Tidak tampak
Myoclonus
Kuat Lemah Tidak ada
Refleks Moro
Midriasis Miosis Tidak beraturan,
Pupil refleks cahaya lemah

Tidak ada Sering terjadi Decerebrate


Kejang
Normal Voltage rendah yang Burst suppression to
EEG berubah dengan isoelektrik
kejang

<24 jam Beberapa hari hingga


Durasi 24 jam – 14 hari minggu

Baik Kematian, kecacatan


Hasil akhir bervariasi berat

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga
merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan
menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat
memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan.
Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh
hipokalsemia dan hipoglikemia (6,7).
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok kardiogenik,
hipertensi persisten pulmonary, sindroma distress nafas, perforasi gastrointestinal, hematuria
dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan asfiksia pada masa perinatal.
Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya disebabkan karena gagal nafas dan
insufisiensi sirkulasi.

Pemeriksaan penunjang lain :


Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan
tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan
tersebut tidak rutin dilakukan.

34
Dina Aulia Insani, S.Ked  2008 

1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi
kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko
terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang
memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat
3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya
dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit
4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan
SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada
usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan
mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.

Terapi :
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim
organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera
jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995 (5).
Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal
20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena.
Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang
yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah
dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital
yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40mg/mL.
Pada beberapa percobaan dengan hewan dan manusia ditemukan keuntungan dalam
hubungannya dengan hasil akhir neurologi. Cara yang digunakan disebut selective cerebral
cooling yang menggunakan air dingin disekitar kepala. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan
untuk dapat merekomendasikan pengobatan ini khususnya pada bayi.
Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan
insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai
peranan sebagai additive cerebral cooling sebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih
dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE.
Penggunaan steroid pada percobaan hewan tidak mempunyai manfaat menurunkan cedera
otak. Pada serial kasus yang dilaporkan, steroid hanya menurunkan tekanan intra kranial
secara temporer dan tidak memperbaiki hasil akhir penderita dengan HIE.

Prognosis :
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang
dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit
pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan
neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk
memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik
yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan
kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan
hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular, kornea, muntah dan
menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG (1)

35

Anda mungkin juga menyukai