Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Hernia inguinalis dapat diderita oleh semua umur, tetapi angka kejadian hernia
inguinalis meningkat dengan bertambahnya umur dan terdapat distribusi bimodal (dua
modus) untuk usia yaitu dengan puncaknya pada usia 1 tahun dan pada usia rerata 40
tahun (Greenberg et al, 2008 dan Sjamsuhidajat, 2010)
Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang bisa ditemukan dalam kasus bedah.
Kasus kegawatdaruratan dapat terjadi apabila hernia inguinalis bersifat Strangulasi
dan inkarserasi. Inkarserasi merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu dan
tindakan operasi darurat nomor dua setelah appendicitis akut di Indonesia
(Sjamsuhidayat, 2010 dan Greenberg et al, 2008)
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal
atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana terisi secara
normal (Lewis, 2000)
2. Anatomi Fisiologi

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di
inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya ± 20 gr, didalamnya berjalan uretra
posterior ± 2,5 cm. Prostat melingkari pangkal uretra yang keluar dari kandung kemih.
Kelenjar tersebut merupakan kumpulan dari 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks yang
kecil-kecil, bermuara ke dalam uretra pars prostatika, melalui 15-30 saluran keluar kecil.
Unsur-unsur kelenjar tersebar pada tiga daerah yang berlainan yang tersusun kurang lebih
konsentris mengelilingi uretra. Kelenjar-kelenjar kecil terletak di mukosa dan dikelilingi oleh
kelenjar-kelenjar submukosa. Kelenjar utama terletak di bagian tepi dan merupakan bagian
terbesar dari kelenjar. Keseluruhan kelenjar dibungkus oleh simpai fibroelasuk yang
mengandung banyak serat otot polos di sebelah dalam dan kaya akan pleksus vena. Bagian-
bagian kelenjar terbenam di dalam stroma padat yang di bagian tepi berlanjut pada simpai.
Stromanya juga fibroelastik dan mengandung sejumlah berkas serat otot. Alveoli dan tubuli
kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk dan ukurannya. Alveoli dan tubuli
bercabang berkali-kali, keduanya memiliki lumen yang lebar. Lamina basal kurang jelas dan
epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya selapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris
sampai kubis rendah, tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
banyak mengandung butir sekret dan butir lipid. Saluran keluar mempunyai lumen yang tidak
teratur dan mirip tubuli sekretoris yang kecil.
Pada bagian anterior prostat difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan
sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra
prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna. Secara embriologi, prostat berasal
dari lima evaginasi epitel urethra posterior. Suplai darah prostat diperdarahi oleh arteri
vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis leher vesika.Drainase vena prostat
bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan prostat terutama berasal
dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan
keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka
eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit
dari prostat.
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul dan
mengelilingi bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar walnut dan akan
membesar sejalan dengan pertambahan usia.
Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar
yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
 Lobus posterior
 Lobus lateral
 Lobus anterior
 Lobus medial
Fungsi Prostat
Kelenjar prostate menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung
ion sitrat, kalsium,ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Sekret juga mengandung
sejumlah besar fosfatase asam. Sekret terlihat sebagai massa granular yang asidofilik.
Seringkali mengandung badan-badan bulat atau bulat telur disebut konkremen prostat
(korpora amilasea) yang merupakan kondensasi sekret yang mungkin mengalami perkapuran.
Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens
sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih
banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk
suatu keberhasilan fertilisasa ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya
asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibat, akan menghambat
fertilisasi sperma. Juga, secret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Sperma tidak dapat
bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat kira-kira 6 sampai 6,5. Akibatnya,
merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostate menetralkan sifat asam dari cairan
lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma.

Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.

5). Teori sel stem


Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby,
1994 : 38).
Etiologi hernia masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi
penyebab timbulnya hernia. Namun ada beberapa faktor yang diduga penyebab dari
hernia, meliputi :
- Ketidak patensian rongga yang tidak sempurna
- Abnomal kongenital atau karena sebab yang didapat.
- Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
- Peninggian tekanan didalam rongga abdomen
- Kelemahan otot dinding abdomen.

3. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mengenai lebih dari 50% pria berumur lima puluh tahunan dan
sekitar 90% pria berusia tujuh puluh tahun ke atas.
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Hernia inguinal sering terlihat sebagai tonjolan intermitten yang secara
berangsur-angsur meningkat dalam ukuran dan menjadi ketidaknyamanan yang
progresif dan persisten yang progresif. Kadang hanya sedikit nyeri , sakit atau
rasa terbakar didaerah lipat paha yang mungkin didapatkan sebelum
perkembangan dari penonjolan yang nyata. Ketidaknyamanan ini memperjelas
onset dari symtom hernia yang sering dideskripsikan sebagai rasa sakit dan
sensasi terbakar. Gejala itu mungkin tidak hanya didapatkan didaerah inguinal
tapi juga menyebar kedaerah pinggul, belakang, kaki, atau kedaerah genital.
Disebut "Reffered pain" gejala ketidaknyamanan ini dapat mempercepat
keadaan yang berat dan menyusahkan.
4.
Gejala ketidaknyamanan pada hernia biasanya meningkat dengan durasi
atau intensitas dari kerja, tapi kemudian dapat mereda atau menghilang dengan
istirahat, meskipun tidak selalu. Rasa tidak enak yang ditimbulkan oleh hernia
selalu memburuk disenja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien
berbaring bersandar dan hernia berkurang. Nyeri lipat paha tanpa hernia yang
dapat terlihat, biasanya tidak mengindikasikan atau menunjukkan mula
timbulnya hernia.
5.
Kebanyakan hernia berkembang secara diam-diam, tetapi beberapa yang
lain dicetuskan oleh peristiwa muscular tunggal yang sepenuh tenaga. Secara
khas, kantong hernia dan isinya membesar dan mengirimkan impuls yang dapat
teraba jika pasien mengedan atau batuk. Biasanya pasien harus berdiri saat
pemeriksaan , kerena tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang
bereduksi pada saat pasien berbaring. Hidrokel bertransiluminasi, tetapi hernia
tidak. Strangulasi menimbulkan nyeri hebat dalam hernia yang diikuti dengan
cepat oleh nyeri tekan, obstruksi interna, dan tanda atau gejala sepsis. Reduksi
dari hernia strangulasi adalah kontraindikasi jika ada sepsisatau isi dari sakus
yang diperkirakan mengalami gangrenosa

5. Patofisiologi
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya hernia
umbilikalis, kanalis fermoralis) atau didapatnya seperti akibat suatu insisi.
Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah
dan menyebabkan beberapa isi intraabdomen keluar melalui celah tersebut. Isi
usus yang terjebak didalam kantung menyebabkan inkarserasi
(ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi
(terhambatnya aliran darah ke daerah yang mengalami inkarserasi).
Akibat menonjolnya organ atau struktur organ yang menyebabkan banyak
kejadian obstruksi. Hernia pada usus dapat disertai dengan lemak
peritoneum,sebagian dari kandung kemih atau lambung,tergantung dari
lokasinya. Jika struktur yang menonjol dari organ tersebut dapat dikembalikan
ke tempat semula dengan manipulasi disebut reducible hernia,jika tidak
disebut irreducible atau incarcerated hernia. Ketika aliran darah kedalam
struktur yang mengalami hernia menjadi terbendung,mengakibatkan
strangulated usus dan nekrosis (Grace & Borley, 2006).
6. Pathway

Peningkatan tekanan intraabdomen Kelemahan otot dinding abdomen


- Batuk - Trauma
- Bersin - Obesitas
- Mengejan - Kehamilan
- Mengangkat benda berat - Kelainan kongenital

Isi rongga abdomen melewati Isi rongga abdomen melewati


dinding inguinal anulus inguinal

Masuk ke kanal inguinal Masuk ke kanal inguinal

Menonjol ke transverse

Teraba benjolan Masuk ke scrotum terjadi


Terdengar bising usus penonjolan keluar (hernia)
Nyeri pada benjolan

Obstruksi saluran intestinal

Bendungan vena

Edema

Suplai terhambat

Ischemik

Nekrosis

cemas Pembedahan

Nyeri akut Deficit self care Resiko infeksi


7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
a). Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada
tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume
dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra
pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-buli.
Pemeriksaan Fisik
 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok-
septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra
simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urin.
 Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
 Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
a).Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
 Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi,
terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi
dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya hernia
dilakukan secara pemeriksaan fisik, namun jika hernia tidak dapat
dideteksi oleh pemeriksaan fisik, dapat dilihat dengan ultrasonografi
atau tomografi komputer.

8. Penatalaksanaan
A. Obat-obatan :
1)Alfa 1-blocker
Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan teralosin. Obat-obat tersebut
menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung kemih sehingga
penderita lebih mudah berkemih.
2) Finasterid
Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormone prostate sehingga
memperkecil ukuran prostate. Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju
aliran air kemih dan mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6 bulan
sampai terjadinya perbaikan yang berarti. Efek samping dari finasterid adalah
berkurangnya gairah seksual dan impotensi.
3)Obat lainnya
Untuk mengobati prostatitis kronis, yang sering menyertai BPH, diberikan
antibiotik.
B. Pembedahan :
Pembedahan biasanya dilakukan terhadap penderita yang mengalami :
 Inkontinensia urin
 Hematuria (darah dalam air kemih)
 Retensio urin (air kemih tertahan di dalam kandung kemih)
 Infeksi saluran kemih berulang.
Pemilihan prosedur pembedahan biasanya tergantung pada beratnya gejala
serta ukuran dan bentuk kelenjar prostate.
1. TURP (trans-ureteral resection of the prostate)
TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan.
Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah
tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi. 88%
penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan yang berlangsung
selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1%
penderita mengalami inkontinensia urine.
2. TUIP (trans-ureteral incision of the prostate)
TUIP menyertai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang
memiliki prostate relatif kecil. Pada jaringan prostate dibuat sayatan kecil
untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kantong kemih, sehingga
terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan
impotensi.
3. Prostektomi terbuka
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang
kemaluan/ retropubik dan di atas tulang kemaluan/ suprapubik) atau di daerah
perineum (dasar panggul yang meliputi daerah scrotum sampai anus).
Pendekatan melalui perenium saat ini jarang digunakan lagi karena angka
kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%. Pembedahan ini
memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari.
Komplikasi yang terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung pada
pendekatan pembedahan) dan inkontinensia urine (kurang dari 1%).
Pengobatan lainnya efektivitasnya masih dalam penelitian adalah
hipertremia, terapi laser dan prostatic stents.

Jika derajat penyumbatannya masih minimal, bisa dilakukan tindakan-


tindakan sebagai berikut:
 Mandi air panas
 Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
 Menghindari alkohol
 Menhindari asupan cairan yang berlebihan (terutama pada malam hari)
 Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa
jam sebelum tidur

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi BPH :


 Latihan senam kegel, untuk melatih otot dasar panggul. Dilakukan 5-6 kali
sehari.
 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan
- Trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika
yang selalu tinggi akibat obstruksi.
- Dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos diantara serat-serat detrusor.
- Komplikasi lain yaitu pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urine
setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika
yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan
hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
- Tahap akhir yaitu tahap dekompensasi dari detrusor dimana buli-buli sama sekali
tidak dapat mengosongkan diri sehingga terjadi retensi urine total. Apabila tidak
segera ditolong, akan terjadi overflow incontinence.
a. Kerusakan integritas kulit b.d interupsi mekanis pada kulit /jaringan
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, pembatasan cairan
peroral
6. Penatalaksanaan
Berdasarkan Davey (2003), adapun beberapa penatalaksanaan medis pada
hernia, meliputi :
1) Perubahan gaya hidup: berhenti merokok dan membatasi konsumsi
alcohol, menurunkan berat badan, makan teratur khususnya pada
waktu sarapan dan menghindari makan dilarut malam, meninggikan
bagian kepala tempat tidur.
2) Antacid: antacid digunakan sebagai penderita refluks.
3) Inhibitor pompa proton, misalnya omeperazol, lansoprazol merupakan
obat paling paten untuk gejala refluks.
4) Prokinetik, pasien dengan refluks lebih berat daripada dispepsia
mungkin lebih baik bila diobati dengan obat prokinetik.
5) Pembedahan:
- Hemiotomi : eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isihernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit ikatsetinggi lalu dipotong.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1) Pre operasi
a) Data subyektif
Pasien mengatakan sakut pada perut bagian kanan bawah, pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10
skala nyeri yang diberikan, pasien dan keluarga mengatakan takut dan
cemas dengan keadaan pasien, pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu
tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan pasien.
b) Data obyektif
Pasien tampak meringis, pasien tampak sering memegang perutnya saat
bergerak, pasien dan keluarga tampak bertanya-tanya tentang keadaan
pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah
pasien tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang.

2) Post operasi
a) Data subyektif
Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri
yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya
digerakkan, pasien mengeluh nyeri, pasien mengatakan sebagian
kebutuhan dibantu seperti mandi, pasien mengatakan badannya terasa
lemas, pasien mengatakan belum tahu tentang cara perawatan luka operasi.
b) Pasien tampak kesakitan dan meringis saat badannya digerakkan,pasien
tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi di
perut kanan bawah sepanjang 10 cm dengan 5 jahitan, tampak terpasang
IVFD RL 28 tetes/menit pada tangan kanan pasien, gaas luka tampak
kering, pasien tampak lemah, pasien hanya tampak berbaring di tempat
tidur, pasien hanya mampu miring kiri-kanan dengan sangat hati-hati,
kebutuhan ADL pasien dibantu oleh keluarga, pasien tampak tidak leluasa
untuk bergerak, pasien tampak bertanya-tanya tentang cara perawatan luka
operasi.
Diagnosa keperawatan:
1) Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap
pembedahan.
c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap
tidak adekuatnya diet (kurang serat).
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
penyebab, perawatan dan pengobatan.
2) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder
terhadap pembedahan (appendiktomy).
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme
sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasive.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi
pasca pembedahan.
b. Perencanaan
1 Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap
pembedahan.
c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap
tidak adekuatnya diet (kurang serat).
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
penyebab, perawatan dan pengobatan.
2 Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder
terhadap pembedahan (appendiktomy).
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme
sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasive.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi
pasca pembedahan.
Rencana perawatan berdasarkan diagnosa keperawatan:
1. Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan
baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala nyeri
ringan (1-3).
Tindakan keperawatan:
(1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional: perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
(2) Pertahankan istirahat dengan posisis semi fowler.
Rasional: menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi terlentang.
(3) Ajarkan teknik distraksi
Rasional: meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
(4) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain.
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap
pembedahan.
Tujuan : ansietas terkontrol
Kriteria hasil : mengginakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi
ansietasnya, pasien tidak cemas.
Tindakan keperawatan:
(1) Kaji tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal.
Rasional: ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan
perasaan sakit, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya.
(2) Berikan informasi tentang penyakitnya.
Rasional: mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
(3) Berikan kesempatan bertanya kepada pasien.
Rasional: dapat diketahui tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan
yang diberikan.
(4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional: orang terdekat lebih dipercaya pasien dan diharapkan dapat
memotivasi pasien untuk cepat sembuh.
c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus sekunder terhadap
tidak adekuatnya diet (kurang serat).
Tujuan: konstipasi tidak terjadi.
Kriteria hasil: konsistensi feses lembek berwarna kekuningan, distensi perut
tidak ada, bising usus 5-15 x/menit.
Tindakan keperawatan:
(1) Observasi bising usus, distensi perut.
Rasional: dengan mengukur bising usus dapat mengetahui kerja dari
peristaltik.
(2) Anjurkan makan makanan yang berserat.
Rasional: meningkatkan konsistensi feses, meningkatkan pengeluaran
feses.
(3) Anjurkan pasien untuk mobilisasi di tempat tidur seperti miring kanan dan
kiri.
Rasional: dengan mobilisasi diharapkan peristaltik usus meningkat.
(4) Tingkatkan masukan cairan.
Rasional: dapat menurunkan konstipasi dengan memperbaiki konsisitensi
feses.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Kriteria hasil: meningkatkan pemasukan makanan per oral, keluhan mual
muntah hilang dan nafsu makan meningkat.
Tindakan keperawatan:
(1) Anjurkan makan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional: makan sedikit dan sering dapat mengurangi malabsorpsi dan
distensi dengan menurunkan jumlah protein yang metabolisme.
(2) Hindarkan makanan yang merangsang.
Rasional: makanan merangsang dapat meningkatkan sekresi asam
lambung yang dapat menimbulkan mual.
(3) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional: nafsu makan dapat meningkat dengan mengkonsumsi makanan
dalam keadaan hangat.
(4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet.
Rasional: dapat membantu memastikan kebutuhan nutrisi dalam proses
penyembuhan.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
penyebab, parawatan dan pengobatan.
Tujuan : pengetahuan pasien bertambah mengenai perawatan pasca
pembedahan.
Kriteria hasil: menyatakan pemahaman mengenai perawatan pasca
pembedahan.
Tindakan keperawatan:
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan pasca pembedahan.
Rasional: untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien.
(2) Beri penjelasan tentang prosedur pembedahan.
Rasional: dengan memberi penjelasan kepada pasien diharapkan
pengetahuan pasien bertambah.
(3) Beri kesempatan pasien untuk bertanya.
Rasional: untuk mengetahui seberapa besar pemahaman pasien terhadap
penjelasan yang diberikan.
1. Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder
terhadap pembedahan (appendiktomy).
Tujuan: nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil: pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi
80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala nyeri ringan (1-3).
Tindakan keperawatan:
(1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Rasional: perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.
(2) Ajarkan teknik distraksi seperti berbincang-bincang dan menonton dan
relaksasi seperti nafas dalam.
Rasional: dengan distraksi mengalihkan fokus terhadap nyeri dan relaksasi
dapat meningkatkan koping.
(3) Observasi vital sign.
Rasional: respon nyeri meliputi perubahan TD, nadi dan pernafasan yang
berhubungan dengan keluhan dan tanda vital memerlukan evaluasi
lanjut.
(4) Beri posisi semi fowler
Rasional: menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
(5) Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional: memepercepat penyembuhan pasien.
(6) Berikan analgetik sesuai dengan indikasi.
Rasional: menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi
lain.
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder
terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda-tanda infeksi tidak ada, mencapai penyembuhan luka tepat
waktu, hasil laboratorium WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas drainase
purulen, eritema dan demam.
Tindakan keperawatan:
(1) Gunakan teknik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat luka
dengan teknik steril.
Rasional: mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang dilakukan.
(2) Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, functiolaesa)
Rasional: deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan melakukan
tindakan dengan segera.
(3) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis.
(4) Delegatif dalam pemberian obat antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi pasca
pembedahan.
Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara mendiri.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan toleransi
aktivitas.
Tindakan keperawatan:
(1) Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas.
Rasional: diharapkan dapat mengetahui seberapa besar kemampuan pasien
dalam beraktivitas.
(2) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara mandiri.
Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk beraktivitas secara
mandiri sampai tingkat normal.
(3) Dekatkan alat-alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai.
Rasional: dengan mendekatkan alat-alat memudahkan pasien untuk
menjangkau dan melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya
secara mandiri.
(4) Bantu pasien dalam pemenuhan aktivitasnya.
Rasional: diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhannya.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dengan klien.(Keliat, 1996; Grifith-Kenney dan Christensen,1986)
membagi implementasi pada tiga fase:
1) Fase pertama
Persiapan yang meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien
dan lingkungan.
2) Fase kedua
Merupakan puncak implementasi yang berorientasi pada tujuan, keamanan fisik
dan psikologi dilindungi, misalnya teknik aseptik, memberi rasa nyaman. Hal
penting pada implementasi adalah mengumpulkan data yang berhubungan reaksi
klien termasuk reaksi fisik, psikologi, sosial dan spiritual.
3) Fase ketiga
Merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi. Setelah selesai
implementasi dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan.
d. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses perawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnosis, tujuan, intervensi) harus dievaluasi.(Keliat, 1996)
Elemen yang akan dievaluasi pada setiap komponen proses keperawatan.
1) Pengkajian : akurat atau tidak, kelengkapan, validasi, kualitas, alternatif.
2) Identifikasi masalah : sesuaikan dengan lingkup keperawatan, kejelasan akurat
atau tidak, akurat atau tidak penyebab, validasi, alternatif.
3) Planning : kriteria outcome (spesific, measurable, achievable, realistic, time-
bound), rencana intervensi (jelas atau spesifik untuk individu), alternatif,
validasi.
4) Implementasi : respon klien, respon staf, pencapaian hasil, alternatif,
keamanan/keakuratan, validasi, keahlian dalam merawat.
Evaluasi yang diharapkan pada teori Appendiksitis adlah:
1) Pre operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Ansietas terkontrol.
c) Konstipasi tidak terjadi.
d) Tidak terjadi kekurangan nutrisi.
e) Pengetahuan pasien bertambah tentang perawatan pasca pembedahan.
2) Post operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Infeksi tidak terjadi.
c) Pasien dapat beraktivitas secara mandiri.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
 Penyembuhan luka berjalan baik
 Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
 Tekanan darah >90/60 mmHg
 Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
 Abdomen lunak, tidak ada distensi
 Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi
hebat
b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya
pernapasan cepat dan dangkal
c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f. Kolaborasi: antibiotik

2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
 Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
 Tampak rileks
 Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c. Dorong untuk ambulasi dini
d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu
melepaskan otot yang tegang
e. Hindari tekanan area popliteal
f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan
asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik
 Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
 Tanda vital stabil
Intervensi:
a. Awasi tekanan darah dan tanda vial
b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
e. Berikan perawatan mulut sering
f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g. Berikan cairan IV dan Elektrolit
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi
Kriteria:
 Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
 Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan
nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase

DAFTAR PUSTAKA

Grace, P. A., & Borley, N. R. (2006). At A Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.

Smeltzer, Suzane C & Bare, Brenda G. (2001). Keperawatan Medikal-Bedah. (Ed .8).
Jakarta:
ECG.

Sofi, I.,Odih, T., & Rochadi, S. (2009). Hubungan nilai leukosit dengan Apendisitis
Akut Sederhana dan Komplikatif Pada Anak. Retrieved Nov 29, 2010 from
http://jurnalbedah.org/index.php?view=article&catid=101:bedah-anak&id=1084:hubungan-
nilai-leukosit-dengan-apendisitis-akut-sederhana-dan-komplikatif-pada-anak&format=pdf

th
Tortora, Gerard J & Derrickson, Bryan H. (2009). Principles of Anatomy and Physiology 12
edition volume 1 & 2.

Anda mungkin juga menyukai