PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan konsep kolelitiasis.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 PENGERTIAN
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks
inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol
dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari
batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80%.
2.3 ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic),
22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara
itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika
cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Kegemukan (obesitas)
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)
2.4 KLASIFIKASI
Gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
Supersaturasi kolesterol
Hipomotilitas kandung empedu
Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20% kolesterol.
Jenisnya antara lain:
Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.
Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
2.6 PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya
pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua
batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk
cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang
hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan
membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen
parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat,
karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam
empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang
akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
↓
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
↓
Presipitasi / pengendapan
↓
Berbentuk batu empedu
↓
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
2.7 PATHWAY
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi
kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media
kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.
(Williams 2003)
ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada
saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam
esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier.
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17
- 115 unit/100ml)
2.9 PENATALAKSANAAN
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah.
Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu
penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral.
Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis,
terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun
setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus
sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi
untuk menjalani operasi.
Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar
atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang
radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)
yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam
usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam
sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan
pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya
efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah
diangkat
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
Asimtomatik
Obstruksi duktus sistikus
Kolik bilier
Kolesistitis akut
Perikolesistitis
Peradangan pankreas (pankreatitis)
Perforasi
Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu
muncul lagi)
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan kontraksi
kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi
duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus
secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus
dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal
ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis
atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat
terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran
cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi
BAB III
TINJAUAN KASUS
V. Aspek PsikoSosial :
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya
dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat
sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan
tindakan cholesistektomi. Hubungan klien dan perawat baik, akomodatif, dengan bahasa Indonesia
yang cukup baik. Klien tidak mengeluh tentang biaya pengobatan/perawatan karena klien sudah
menyiapkan sebelum masuk rumah sakit. Klien beragama Islam, sholat lima waktu, hanya kadang-
kadang ia lakukan. Dirumah sakit klien tidak sholat karena menurutnya ia sakit.
VIII. Pengobatan :
• 2 x 1 gr Cefobid (IV)
• 1 x 2 cc Vit B Comp (IM)
• 1 x 200 mg Vit. C (IV)
Kesimpulan :
Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan masalah yang ada saat ini adalah:
1. Potensial gangguan keseimbangan cairan
2. Gangguan integritas kulit
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit prognosis dan program pengobatan
NAMA KLIEN : ASUHAN KEPERAWATAN
1. Potensial gangguan Menunjukkan 1. Monitor intake & output, 1. Memberikan imformasi ttg 1. Memonitor dan Tgl 1 Mei 1996
keseimbangan keseimbangan drainase dari T-tube, kebutuhan & fungsi organ mencatat intake
dan luka operasi. tubuh. Khususnya cairan cairan atau minum S : Klien masih me rasa
cairan sehubungan cairan yg adekuat,
Timbang BB secara empedu yang keluar 200 - ,output dari T-tube, mual , sang- gup
dengan : ditandai dengan :
periodik 500 ml, penurunan cairan perda rahan luka mengosok gigi dan
Kehilangan Selaput empedu yang masuk ke operasi dan urine. berkumur.
cairan dr membran yg intestine. Keluarnya cairan
nasogatric. lembab. O : Klien muntah 50 cc .
empedu terus menerus
Muntah Turgor kulit baik. dalam jumlah yg banyak, Turgor kulit membaik,
Gangguan Urine normal menandakan adanya ob- Intake :2500 cc, output
koagulasi darah : 1500 cc/24 jam struksi, kadang - kadang 1500 cc, IWL 600 cc, T-
protrombin Out put normal, adanya fistula pd tube 200 cc,Balance
menurun, waktu tdk ada muntah. empedu. Indikasi yg cairan -200 cc. TD: 120/80
beku lama. adekuat pada volume mmHg, Nadi : 88x/menit,
Data Subyektif : sirkulasi /perfusi. Suhu: 37.5 C, RR :
20x/menit, ple bitis pada
2. Protrombin menurun dan tangan kiri bekas
Data Obyektif : pengam bilan darah dan
terjadi waktu pembekuan
lama ketika adanya ob infus
Muntah 200 cc
Diit cair : struksi saluran empedu.
A: Klien masih me
DiitHepar I 900 cc Meningkat pada resiko
merlukan penga wasan
Plebitis positf perdarahan.
3. Mengurangi trauma, resiko 2. Mengobservasi tanda dalam ke seimbangan
bekas infus pada
2. Monitor tanda vital, kaji perdarahan / hematom vital Tekanan darah, cai ran
tangan kiri.
mukosa membran, tur- denyut nadi, suhu,
T-tube : keluar P: Intervensi tetap
gor kulit, nadi perifer. dan respirasi, turgor
cairan 200 cc, diteruskan sambil
warna hijau dan mukosa mem-
observasi intake dan out
keruh bran. put dan tanda-tanda
Suhu 37,5 C vital. Sambil menunggu
Turgor kulit sedikit hasil laboratorium yang
menurun 3. Melakukan observasi
3. Observasi tanda perda- 4. Menghindari trauma dan lain.
Mukosa mulut ada nya perdarahan
rahan contoh: hemate- perdarahan gusi pd daerah luka
baik mesis, ptekie, ekimosis
Hb : 10,7 gr% operasi, ple-bitis /
Ht : 31 gr/dl hematom pada bekas
Natrium : 132 pemasangan infus di
meq/L lengan.
Kalium : 3,2 4. Memberikan suntikan
5. Memberikan informasi volu dgn jarum kecil dan
meq/L 4. Gunakan jarum injeksi me sirkulasi ,
Chlorida : 105 menekan bekas
yang kecil dan tekan keseimbangan elektrolit tusukan kurang lebih 5
meq/L bekas tusukan dalam dan faktor pem bekuan menit.
waktu yang lama darah
6. Mempertahankan volume
sirkulasi yang adekuat dan 5. Menganjurkan klien
5. Gunakan sikat gigi yang mengembalikan faktor untuk menggosok gigi
lembut pembekuan yang dengan sikat gigi
adekuat yang lembut
KOLABORASIi :
S: Kliem mengatakan
masih merasa terganggu
2. Penurunan integritas Adanya pemulihan 1. Cek T-tube dan luka 1. Pemasangan T-tube di 1. Dressing luka insisi tiap
dgn adanya drain t-tube,
kulit atau jaringan lu- ka tanpa insisi, upayakan agar CBD selama 7 - 10 hari pagi dan atur posisi
sudah dpt istirahat/tidur
sehubungan komplikasi aliran bebas/lancar . untuk mengeluarkan sisa- drain agar tetap
sisa batu. Tempat insisi lancar dgn posisi semofowler.
dengan :
Kriteria: untuk mengeluarkan sisa- O: Mandi 2x sehari
Pemasangan sisa cairan pada empedu.
Perilaku yg dibantu istri
drai- Koreksi posisi untuk
meningkat menggunakan sabun &
nase (T-tube) mencegah cairan kembali
Perubahan terhadap sikat gigi yg lembut.
ke empedu.
metabo-lisme. pemulihan luka menggunakan
Pengaruh bahan bedak/powder utk
kimia (empedu) 2. Drainase berisi darah dan tubuh, baju bersih &
Ditandai adanya sisa darah, secara normal kering, dapat tidur siang
gang-guan kulit : berubah warna hijau tua selama 2 jam dgn posisi
(warna empedu) sesudah semifowler, luka
Data Subyektif : 2. Observasi warna dan beberapa jam pertama.
operasi/daerah
sifat drainase. Gunakan Ostotomi mungkin 2. Melakukan observasi
Klien pemasangan drain tdk
ostotomi bag yang digunakan untuk war-na, jumlah cairan
mengatakan : mengumpulkan cairan ada tanda infeksi &
disposible drainase.
Kapan selang dan melindungi kulit balutan dlm keadaan
saya dicabut bersih & kering.
dan lukanya Lingkungan klien (tempat
dapat capat 3. Mempertahankan
tidur) dalam keadaan
sembuh karena lepasnya selang atau
bersih dan rapih. Injeksi
ingin mandi pembentukan lumen
antibiotik 1 gram Cefobit
bebas selama ini sudah diberikan.
hanya dilap dgn 4. Mempermudah aliran em
whaslap. pedu Hasil lab. ulang belum
Banyak ada.
berkeringat &
membuat badan 3. Pertahankan posisi 5. Lepasnya T-tube dapat A: Masalah penurunan
tdk enak & gatal- selang drainase tube di menyebabkan iritasi dia integritas kulit masih ada.
gatal. tempat tidur fragma atau komplikasi yg
P : Lanjutkan intervensi
Posisi tidur tdk serius jika saluran empedu 3. Mencek posisi selang
enak krn ada masuk ke dalam perut terutama
4. Atur posisi semi fowler dan memfiksasi selangpertahankan/tingkatkan
luka operasi & atau sumbatan pada salu drainase ditempat
selang. ran pankreas personal higiene ,
tidur
Matanya masih tingkatkan
kuning tapi mobilisasi/jalan sesuai
sudah berkurang 5. Observasi sedakan, 4. Mengatur klien posisi kemampuan.
dr sebelumnya. distensi abdomen, 6. Menjaga kebersihan kulit semi fowler dan posisi
Data Obyektif : peritonitis dan disekitar insisi dapat duduk
pankreatitis mening katkan
Masih terpasang
T-tube difiksasi ke perlindungan kulit ter 5. Mengobservasi
tempat tidur. hadap ulserasi. adanya sedakan,
Jumlah cairan distensi abdomen,
empe du yg peritonitis dan
keluar 200cc. pankreatitis
Badan masih 7. Perkembangan ikterik dpt
ikterus terutama diindikasikan sebagai ob-
sklera mata. struksi sal. empedu.
Posisi tidur/ 6. Ganti pakaian klien,
istirahat higiene kulit, disekitar
luka insisi.
semifowler dan
ber sandar di
tempat tidur Untuk mengurangi infeksi
diganjal dgn atau abses
bantal. Untuk mengetes kemam- 6. Mengganti pakaian
puan saluran CBD sebelum tiap pagi dan sore,
Luka Operasi tdk 7. Observasi perubahan bersama istri klien
tampak tanda- warna kulit sclera dan T tube diangkat.
membersihkan kulit
tan da infeksi. urin dengan sabun dan
Terapi 2 x 1gram air.
Ce fobit (IV).
Lab Hasil bilirubin KOLABORASI : Tindakan insisi atau dra
tgl 30-4-96. 1. Beri antibiotik sesuai inase/fistulektomi
meningkat. indikasi. dilakukan untuk
Klien imobolisasi 2. lakukan penghentian T mengobati abses atau 7. Melakukan observasi
su dah 7 hari fistula. ter hadap kulit, sclera
tube secara berkala mata dan warna urin.
mencoba slang saluran Peningkatan leukosit seba
empedu sebelum di- gai gambaran adanya
angkat proses imflamasi contoh
3. Siapkan pembedahan abses atau terjadinya
bila diperlukan. peritonitis/pankeatitis. Memberikan injeksi
Cefobit 1 gram (IV)
jam 08.00 pagi.
Melakukan klem pada
slang saluran empedu
4. Monitor hasil lab:
Contoh : Leukosit
Tindakan tidak
dilakukan sebab tidak
ada indikasi.
Melakukan
pengambilan untuk
pemeriksaan peme
riksaan leukosit.
Tgl 1 mei 1996
3. Kurang Secara verbal 1. Kaji ulang pada klien 1. beri pengetahuan dasar 1. Menanyakan S :Klien menga-takan
pengetahuan me ngerti akan ttg pengetahuan pro- pada klien sehingga klien seberapa jauh klien bahwa telah mengerti ttg
tentang kondisi prog proses penyakit, ses penyakit , prosedur dapat memilih imformasi mengetahui ttg proses pro-ses penyakit &
nosa dan pengoba tan pembedahan , prog- yang dibutuhkan. penyakit, prosedur prosedur pembe-dahan
kebutuhan dan prognosis nosa. pembedahan serta yg telah dilakukan, klien
pengobatan, pembedahan. prog-nosa. sanggup utk men-jaga
Melakukan
sehubu ngan dgn : luka tetap bersih &
koreksi thd 2. Ajarkan perawatan insisi 2. Akan mengurangi 2. Menganjurkan
menanya kan atau membersihkan klien kering, klien sanggup
prosedur yang ketergan ungan dalam
kembali ttg imfor penting & luka . untuk menjaga me-ngikuti diit lemak &
masi, menanyakan perawatan, dan balutan luka agar tdk merokok.& tdk akan
menjelaskan menurunkan resiko kom
kem bali informasi, reaksi dr tetap bersih dan minum al kohol.
likasi. (infeksi, obstruksi kering.
belum /tidak kenal tindakan. empedu) O:Kien dapat
dengan sumber Menilai 3. Anjurkan agar aliran T 3. Menurunkan resiko aliran
menyebutkan atau
imformasi ditan- dai perubahan gaya Tube dikumpul;kan dlm balik pada slang T-tube. 3. Menganjurkan klien
hidup dan ikut kantong dan catat menjawab dengan benar
: Memberi informasi ttg untuk mencatat
serta dalam pengeluarannya. : operasi tujuannya utk
kembalinya edema pengeluaran cairan
Pernyataan yang pengobatan mengeluarkan batu
saluran/ fungsi saluran. yang terkumpul di
salah. empedu, dipasang drain
kantong T tube.
Permintaan thd utk mengeluarkan cairan
im- formasi.
4. Pertahankan diit rendah 4. Selama enam bulan sisa -sisa operasi, posisi
Tidak mengikuti setelah pembedahan bo- se-mifowlwer/duduk
lemak selama 4 - 6
ins- truksi. leh sedikit diberikan agar cairan keluar
bulan.
Data subyektif : rendah makanan rendah 4. Memberitahu pasien lancar, suntikan agar
lemak utk memberikan agar 4 - 6 bulan diberi
klien lukanya capat sembuh.
menyatakan rasa nyaman karena ggn diit rendah lemak. Balutan luka ke-ring,
bahwa tdk sistim pencernaan lemak. urine kuning , mata
mengerti ttg 5. Meminimalkan resiko terja- sedikit ikte-rus feses
proses penyakit, dinya penkreatitis lembek kuning.
prosedur pembe-
dahan & 5. Hindari alkohol, A: Pengetahuan kli en
pengoba-tan 6. Pembatasan diityang pasti ttg. peny, pe nyebab,
karena tdk ada mungkin dapat menolong prognosa , faktor resiko
yg memberi misalnya dgn diit rendah 5. Menganjurkan klien
yg terjadi.
tahu, dan dokter lemak. Sesudah periode utk tidak minum
6. Anjurkan klien utk men- pemulihan pasien tdk me- alkohol.
memberi tahu P :lanjutkan Inter-vensi
catat dan menghindari ngalami masalah yg ber-
bahwa saya nomor 4, 5, 7, 8 ,9.
makanan yg dpt me- hubungan dgn makanan.
harus operasii. nyebabkan deare. 6. Melakukan diskusi diteruskan. Dischart
dengan klien dan planing :
7. Merupakan indikai sumba- keluarga utk 1. Diit rendah le-mak
tan saluran empedu/ ggn menghindari (kola-borasi).
degestif, dpt digunakan makanan yg dpt 2. Mengurangi aktifitas
utk evaluasi & intervensi menimbulkan deare. sesuai anjuran 4 - 6 bln.
3. Control teratur
7. Identifikasi tanda/ 8. Kebiasaan aktifitas dapat
gejala : urine keruh, dimulai lagi secara normal
warna kuning pada dalam waktu 4 - 6 minggu
mata/kulit, warna feses.
7. Memberitahu utk
8. Kaji ulang keterbatsan mengi-dentifikasi &
aktifitas, tergantung mencatat tan-da &
situasi individu. gejala : urin keruh,
warna kuning pada
mata dan kulit &
warna feses.
8. Menganjurkan klien
utk membatasi
aktifitas selama 4 - 6
minggu
3.3 EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab terjadinya kolelitiasis/batu empedu
belum diketahui secara pasti. Penatalaksanaan dari kolelitiasis ini dapat dilakukan dengan
pembedahan maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi protein, dan
tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam kandung empedu. Oleh karena itu,
asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga
dapat membantu klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat
memandirikan klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
4.2 SARAN
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih dalam tentang penyakit kolelitiasis.
Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk
mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan preventif yang dapat
dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari kolelitiasis akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Y. 2009. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.