Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian klinis,sementara publikasi penelitian batu empedu
masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil.Walaupun demikian,
sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.Batu empedu umumnya ditemukan didalam
kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut batu saluran empedu sekunder.
Di Negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai saluran empedu.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer didalam saluran empedu intra-
atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandungempedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien diwilayah asia dibandingkan dengan pasien di Negara barat. Perjalanan batu
saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasiakan lebih sering dan berat dibandingkan
batu kandung empedu asimptoatik

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :
1. Bagaimana konsep kolelitiasis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis?

1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan konsep kolelitiasis.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 ANATOMI FISIOLOGI


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu
dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian
terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter
Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung
empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati
tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke
duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi
air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung
empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu
akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan
relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah
masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan
terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu
(kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri,
atau timbul bersamaan. (Sjamsuhidajat R, 2005)

2.2 PENGERTIAN
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks
inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol
dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari
batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80%.

2.3 ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic),
22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara
itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika
cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Kegemukan (obesitas)
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)

2.4 KLASIFIKASI
Gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
 Supersaturasi kolesterol
 Hipomotilitas kandung empedu
 Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20% kolesterol.
Jenisnya antara lain:
 Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.
Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
 Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
 Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebih dari 80%
batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinik yang timbul pada orang
dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang mengandung
lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik
karena bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstructive
jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai oleh gejala nyeri
yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan
atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam
waktu yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting
adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga
terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme
nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu
bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau
epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas yang berulang
dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul, sisanya meliputi
nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya
10% dijumpai dengan gejala asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum
terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan
beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada
sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada
kandung empedu.
Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis
duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan
gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba
masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas
yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s sign) berupa napas yang
terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.

2.6 PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya
pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua
batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk
cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang
hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan
membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen
parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat,
karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam
empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang
akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

2.7 PATHWAY
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi
kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
 Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media
kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
 Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.
(Williams 2003)
 ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada
saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam
esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier.
 Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17
- 115 unit/100ml)
2.9 PENATALAKSANAAN
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah.
Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu
penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.

2.9.1 Penatalaksanaan Nonbedah


 Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk.
Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

 Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral.
Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis,
terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun
setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus
sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi
untuk menjalani operasi.
 Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar
atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang
radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu
 Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)
yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam
usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam
sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan
pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya
efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah
diangkat

2.8.2 Penatalaksanaan Bedah


 Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
 Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar
90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan
cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi
normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui
selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit
dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.

2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
 Asimtomatik
 Obstruksi duktus sistikus
 Kolik bilier
 Kolesistitis akut
 Perikolesistitis
 Peradangan pankreas (pankreatitis)
 Perforasi
 Kolesistitis kronis
 Hidrop kandung empedu
 Empiema kandung empedu
 Fistel kolesistoenterik
 Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu
muncul lagi)
 Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan kontraksi
kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi
duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus
secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus
dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal
ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis
atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat
terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran
cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 CONTOH KASUS


I. Indentitas klien :
 Nama :Tuan IL , 38 tahun, laki-laki.
 Alamat : Jalan Makmur, Bekasi.
 Status : Kawin.
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Pedagang.
 Sumber informasi : Klien dan istri.
 Tanggal masuk RS : 29 April 2013.
 Diagnosa Masuk : Kolangitis, Kolesistitis, Kolelitiasis.

II. Status Kesehatan saat ini :


Alasan kunjungan/ keluhan utama : 1 bulan sebelum masuk RS. Klien merasa nyeri perut kanan
atas, nyeri tidak menjalar, nyeri bila menarik nafas, nyeri seperti ditusuk. Panas naik turun hingga
menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. Selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang
tetapi hanya sementara. sehari sebelum masuk RS dirasa nyeri timbul lagi sehingga klien.

III. Riwayat Kesehatan yang lalu


Pada usia 12 tahun klien pernah bengkak diseluruh tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh
sendiri. belum pernah operasi dan dirawat di RS, tak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
Klien merokok 1/2 bungkus per hari dan minum kopi 2x sehari. Klien terbiasa minum obat sendiri bila
sakit tak pernah berobat ke dokter atau ke puskesmas. Frekuensi makan 3x sehari, berat badan waktu
masuk ke RS 50 kg. Makanan yang disukai supermi. Tak ada makanan yang pantangan. Sedangkan
makanan yang tidak disukai adalah gorengan dan makanan yang mengandung santan. Nafsu makan
baik. Frekuensi bab 1x sehari konsistensi padat, sedangkan kencing rata-rata 6 x sehari, tak ada keluhan
dalam eliminasi. klien tidak terjadwal dalam memenuhi pola istirahat dan tidur, kadang-kadang sampai
pukul 23.00. Kegiatan waktu luang membuat meja dan kursi. Klien hidup bersama seorang istri dan 4
orang anaknya, 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.

IV. Riwayat lingkungan


Kebersihan,lingkungan cukup, kondisi rumah luas, dengan enam kamar, tinggal dirumah
dengan lingkungan yang ramai (padat bukan karena polusi atau kendaraan bermotor).

V. Aspek PsikoSosial :
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya
dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat
sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan
tindakan cholesistektomi. Hubungan klien dan perawat baik, akomodatif, dengan bahasa Indonesia
yang cukup baik. Klien tidak mengeluh tentang biaya pengobatan/perawatan karena klien sudah
menyiapkan sebelum masuk rumah sakit. Klien beragama Islam, sholat lima waktu, hanya kadang-
kadang ia lakukan. Dirumah sakit klien tidak sholat karena menurutnya ia sakit.

VI. Pengkajian Fisik :


1. Aktivitas/istirahat:
Klien merasakan lemah, mobilisasi duduk, merasa sakit pada lokasi drain bila posisi berubah
dari berbaring ke duduk. Sore tidur 2 jam, malam tidur mulai jam 10.00. Kadang-kadang terganggu
oleh keramaian pasien lain.
2. Sirkulasi :
Sinus normokardia, suhu subfebris 37,5 C. Denyut nadi: 90 kali permenit.
3. Eliminasi
Klien bab 1 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning, jumlah urine 1500 cc/24 jam.
4. Makan/minum ( cairan )
• Sering regurgitasi, keluar cairan kurang lebih 200 cc/24 jam
• Diet cair (DH I) dihabiskan , 1200 kalori dalam 900 cc /24 jam
• Minum air putih 1500 cc/24 jam
• Peristaltik normal (20 30 kali/menit)
• Selama tujuh hari intake scara parenteral , yaitu amilase dan RD
• Tidak kembung
• Klien tampak kurus (BB: 47,7Kg)
5. Nyeri/Kenyamanan
Tidak timbul rasa nyeri, hanya kadang-adang sakit, pada waktu perubahan posisi dari baring
ke duduk.
6. Respirasi :
• Respirasi normal : 20 kali /menit
• Klien merasa nyaman bernafas bila duduk.
7. Keamanan :
• Suhu klien 37,5 C (subfebris)
• Sklera tampak icterik, kulit agak kering
• Tampak plebitis (kemerahan) pada bekas infus dilengan kiri dan kanan
8. Klien telah dilakukan operasi Cholecistektomi tanggal 30 April 1998. Sekarang ia mengalami
perawatan hari ke delapan . Terpasang drainase T. Tube, produksi cairan hijau pekat
500cc/24 jam

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 April 2013:
• HB : 10,7 (13-16)
• Hematokrit : 31 ( 40 - 48 )
• Leukosit : 154.00 ( 50,00 - 100,00)
• Trombosit : 328,00 ( 200.00 - 500.00)
• Bilirubin Direck : 6,1 (
• Bilirubin Indireck : 1,8 (
• Bilirubin total :7,9 (0,3 - 1,0)
• Protein total : 5,7 ( 6 - 7,8 )
• Albumin : 2,7 ( 4 - 5,2)
• Globulin : 3,0 (1,3 - 2,7 )
• Amilase darah : 108 (17 - 115)
• SGOT : 70 ( < 37), SGPT : 58 (< 41 )
• Natrium darah : 132 (135 - 147)
• Kalium darah : 3,2 (3,5 - 5,5 )
• Klorida darah : 105 (100 - 106)
2. Pemeriksaan Diagnostik lain:
• Ultrasonografi tanggal : 24 April 2013
Kesan : Batu pada CBD yang menyebabkan obstruksi Cholesistitis
• Cholesistografi tanggal 29 April 2013
Hasil : Tampak selang T-tube setinggi Thoracal XII kanan

3. Elektro kardiografi tanggal: 28 April 2013


Hasil : SR, QRS rate 60/menit
ST, T Changes negatif
4. Cholesistektomy, 29 April 2013 :
• keluar pus 10 cc, di kultur belum ada hasil
• ekstrasi batu, keluar batu besar dan kecil dan lumpur.
• dipasang T-tube dan CBD (Commond Bile Duct)

VIII. Pengobatan :
• 2 x 1 gr Cefobid (IV)
• 1 x 2 cc Vit B Comp (IM)
• 1 x 200 mg Vit. C (IV)

Persepsi klien terhadap penyakitnya :


Klien merasa optimis untuk sembuh dengan upaya pembedahan dan saat ini tidak merasakan sakit
atau nyeri seperti sebelum operasi.

Kesan perawat terhadap klien :


Klien koperatif dan komunikatif, dan mempunyai motivasi untuk sembuh

Kesimpulan :
Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan masalah yang ada saat ini adalah:
1. Potensial gangguan keseimbangan cairan
2. Gangguan integritas kulit
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit prognosis dan program pengobatan
NAMA KLIEN : ASUHAN KEPERAWATAN

BANGSAL/TEMPAT: MATA AJARAN : KMB

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI


o PERAWATAN

1. Potensial gangguan Menunjukkan 1. Monitor intake & output, 1. Memberikan imformasi ttg 1. Memonitor dan Tgl 1 Mei 1996
keseimbangan keseimbangan drainase dari T-tube, kebutuhan & fungsi organ mencatat intake
dan luka operasi. tubuh. Khususnya cairan cairan atau minum S : Klien masih me rasa
cairan sehubungan cairan yg adekuat,
Timbang BB secara empedu yang keluar 200 - ,output dari T-tube, mual , sang- gup
dengan : ditandai dengan :
periodik 500 ml, penurunan cairan perda rahan luka mengosok gigi dan
 Kehilangan  Selaput empedu yang masuk ke operasi dan urine. berkumur.
cairan dr membran yg intestine. Keluarnya cairan
nasogatric. lembab. O : Klien muntah 50 cc .
empedu terus menerus
 Muntah  Turgor kulit baik. dalam jumlah yg banyak, Turgor kulit membaik,
 Gangguan  Urine normal menandakan adanya ob- Intake :2500 cc, output
koagulasi darah : 1500 cc/24 jam struksi, kadang - kadang 1500 cc, IWL 600 cc, T-
protrombin  Out put normal, adanya fistula pd tube 200 cc,Balance
menurun, waktu tdk ada muntah. empedu. Indikasi yg cairan -200 cc. TD: 120/80
beku lama. adekuat pada volume mmHg, Nadi : 88x/menit,
Data Subyektif : sirkulasi /perfusi. Suhu: 37.5 C, RR :
20x/menit, ple bitis pada
2. Protrombin menurun dan tangan kiri bekas
Data Obyektif : pengam bilan darah dan
terjadi waktu pembekuan
lama ketika adanya ob infus
 Muntah 200 cc
 Diit cair : struksi saluran empedu.
A: Klien masih me
DiitHepar I 900 cc Meningkat pada resiko
merlukan penga wasan
 Plebitis positf perdarahan.
3. Mengurangi trauma, resiko 2. Mengobservasi tanda dalam ke seimbangan
bekas infus pada
2. Monitor tanda vital, kaji perdarahan / hematom vital Tekanan darah, cai ran
tangan kiri.
mukosa membran, tur- denyut nadi, suhu,
 T-tube : keluar P: Intervensi tetap
gor kulit, nadi perifer. dan respirasi, turgor
cairan 200 cc, diteruskan sambil
warna hijau dan mukosa mem-
observasi intake dan out
keruh bran. put dan tanda-tanda
 Suhu 37,5 C vital. Sambil menunggu
 Turgor kulit sedikit hasil laboratorium yang
menurun 3. Melakukan observasi
3. Observasi tanda perda- 4. Menghindari trauma dan lain.
 Mukosa mulut ada nya perdarahan
rahan contoh: hemate- perdarahan gusi pd daerah luka
baik mesis, ptekie, ekimosis
 Hb : 10,7 gr% operasi, ple-bitis /
 Ht : 31 gr/dl hematom pada bekas
 Natrium : 132 pemasangan infus di
meq/L lengan.
 Kalium : 3,2 4. Memberikan suntikan
5. Memberikan informasi volu dgn jarum kecil dan
meq/L 4. Gunakan jarum injeksi me sirkulasi ,
 Chlorida : 105 menekan bekas
yang kecil dan tekan keseimbangan elektrolit tusukan kurang lebih 5
meq/L bekas tusukan dalam dan faktor pem bekuan menit.
waktu yang lama darah
6. Mempertahankan volume
sirkulasi yang adekuat dan 5. Menganjurkan klien
5. Gunakan sikat gigi yang mengembalikan faktor untuk menggosok gigi
lembut pembekuan yang dengan sikat gigi
adekuat yang lembut
KOLABORASIi :

6. Monitor hasil pemeri- 7. Mengoreksi hasil dari 6. Melakukan


ksaan Hb, elektrolit, pro- ketidak seimbangan dari pemganbilan darah
trombin, Cloting time pengeluaran gastrik dan untuk pemeriksaan :
dan bleeding time luka albmin, globulin, Hb,
8. volume sirkulasi & mem- Ht, Lekosit, trombosit,
perbaiki ketidak seimba- Na,K, Cl.
7. Berikan cairan intra- ngan.
vena, produksi darah 9. Meningkatkan atau mem-
sesuai dengan indikasi percepat proses pem- 7. Infus amilase dan RD
bekuan. telah dilepas satu hari
yang lalu (30 April
8. Berikan cairan elektrolit 1996)
8. Tidak diberikan karena
tidak ada indikasi
9. Beri Vitamin K (IV)

9. Tidak diberikan karena


klien tidak dapat
terapi tersebut

tanggal 1`mei 96.

S: Kliem mengatakan
masih merasa terganggu
2. Penurunan integritas Adanya pemulihan 1. Cek T-tube dan luka 1. Pemasangan T-tube di 1. Dressing luka insisi tiap
dgn adanya drain t-tube,
kulit atau jaringan lu- ka tanpa insisi, upayakan agar CBD selama 7 - 10 hari pagi dan atur posisi
sudah dpt istirahat/tidur
sehubungan komplikasi aliran bebas/lancar . untuk mengeluarkan sisa- drain agar tetap
sisa batu. Tempat insisi lancar dgn posisi semofowler.
dengan :
Kriteria: untuk mengeluarkan sisa- O: Mandi 2x sehari
 Pemasangan sisa cairan pada empedu.
Perilaku yg dibantu istri
drai- Koreksi posisi untuk
meningkat menggunakan sabun &
nase (T-tube) mencegah cairan kembali
 Perubahan terhadap sikat gigi yg lembut.
ke empedu.
metabo-lisme. pemulihan luka menggunakan
 Pengaruh bahan bedak/powder utk
kimia (empedu) 2. Drainase berisi darah dan tubuh, baju bersih &
Ditandai adanya sisa darah, secara normal kering, dapat tidur siang
gang-guan kulit : berubah warna hijau tua selama 2 jam dgn posisi
(warna empedu) sesudah semifowler, luka
Data Subyektif : 2. Observasi warna dan beberapa jam pertama.
operasi/daerah
sifat drainase. Gunakan Ostotomi mungkin 2. Melakukan observasi
 Klien pemasangan drain tdk
ostotomi bag yang digunakan untuk war-na, jumlah cairan
mengatakan : mengumpulkan cairan ada tanda infeksi &
disposible drainase.
Kapan selang dan melindungi kulit balutan dlm keadaan
saya dicabut bersih & kering.
dan lukanya Lingkungan klien (tempat
dapat capat 3. Mempertahankan
tidur) dalam keadaan
sembuh karena lepasnya selang atau
bersih dan rapih. Injeksi
ingin mandi pembentukan lumen
antibiotik 1 gram Cefobit
bebas selama ini sudah diberikan.
hanya dilap dgn 4. Mempermudah aliran em
whaslap. pedu Hasil lab. ulang belum
 Banyak ada.
berkeringat &
membuat badan 3. Pertahankan posisi 5. Lepasnya T-tube dapat A: Masalah penurunan
tdk enak & gatal- selang drainase tube di menyebabkan iritasi dia integritas kulit masih ada.
gatal. tempat tidur fragma atau komplikasi yg
P : Lanjutkan intervensi
 Posisi tidur tdk serius jika saluran empedu 3. Mencek posisi selang
enak krn ada masuk ke dalam perut terutama
4. Atur posisi semi fowler dan memfiksasi selangpertahankan/tingkatkan
luka operasi & atau sumbatan pada salu drainase ditempat
selang. ran pankreas personal higiene ,
tidur
 Matanya masih tingkatkan
kuning tapi mobilisasi/jalan sesuai
sudah berkurang 5. Observasi sedakan, 4. Mengatur klien posisi kemampuan.
dr sebelumnya. distensi abdomen, 6. Menjaga kebersihan kulit semi fowler dan posisi
Data Obyektif : peritonitis dan disekitar insisi dapat duduk
pankreatitis mening katkan
 Masih terpasang
T-tube difiksasi ke perlindungan kulit ter 5. Mengobservasi
tempat tidur. hadap ulserasi. adanya sedakan,
 Jumlah cairan distensi abdomen,
empe du yg peritonitis dan
keluar 200cc. pankreatitis
 Badan masih 7. Perkembangan ikterik dpt
ikterus terutama diindikasikan sebagai ob-
sklera mata. struksi sal. empedu.
 Posisi tidur/ 6. Ganti pakaian klien,
istirahat higiene kulit, disekitar
luka insisi.
semifowler dan
ber sandar di
tempat tidur  Untuk mengurangi infeksi
diganjal dgn atau abses
bantal.  Untuk mengetes kemam- 6. Mengganti pakaian
puan saluran CBD sebelum tiap pagi dan sore,
 Luka Operasi tdk 7. Observasi perubahan bersama istri klien
tampak tanda- warna kulit sclera dan T tube diangkat.
membersihkan kulit
tan da infeksi. urin dengan sabun dan
 Terapi 2 x 1gram air.
Ce fobit (IV).
 Lab Hasil bilirubin KOLABORASI :  Tindakan insisi atau dra
tgl 30-4-96. 1. Beri antibiotik sesuai inase/fistulektomi
meningkat. indikasi. dilakukan untuk
 Klien imobolisasi 2. lakukan penghentian T mengobati abses atau 7. Melakukan observasi
su dah 7 hari fistula. ter hadap kulit, sclera
tube secara berkala mata dan warna urin.
mencoba slang saluran  Peningkatan leukosit seba
empedu sebelum di- gai gambaran adanya
angkat proses imflamasi contoh
3. Siapkan pembedahan abses atau terjadinya
bila diperlukan. peritonitis/pankeatitis.  Memberikan injeksi
Cefobit 1 gram (IV)
jam 08.00 pagi.
 Melakukan klem pada
slang saluran empedu
4. Monitor hasil lab:
Contoh : Leukosit

 Tindakan tidak
dilakukan sebab tidak
ada indikasi.
 Melakukan
pengambilan untuk
pemeriksaan peme
riksaan leukosit.
Tgl 1 mei 1996

3. Kurang  Secara verbal 1. Kaji ulang pada klien 1. beri pengetahuan dasar 1. Menanyakan S :Klien menga-takan
pengetahuan me ngerti akan ttg pengetahuan pro- pada klien sehingga klien seberapa jauh klien bahwa telah mengerti ttg
tentang kondisi prog proses penyakit, ses penyakit , prosedur dapat memilih imformasi mengetahui ttg proses pro-ses penyakit &
nosa dan pengoba tan pembedahan , prog- yang dibutuhkan. penyakit, prosedur prosedur pembe-dahan
kebutuhan dan prognosis nosa. pembedahan serta yg telah dilakukan, klien
pengobatan, pembedahan. prog-nosa. sanggup utk men-jaga
 Melakukan
sehubu ngan dgn : luka tetap bersih &
koreksi thd 2. Ajarkan perawatan insisi 2. Akan mengurangi 2. Menganjurkan
menanya kan atau membersihkan klien kering, klien sanggup
prosedur yang ketergan ungan dalam
kembali ttg imfor penting & luka . untuk menjaga me-ngikuti diit lemak &
masi, menanyakan perawatan, dan balutan luka agar tdk merokok.& tdk akan
menjelaskan menurunkan resiko kom
kem bali informasi, reaksi dr tetap bersih dan minum al kohol.
likasi. (infeksi, obstruksi kering.
belum /tidak kenal tindakan. empedu) O:Kien dapat
dengan sumber  Menilai 3. Anjurkan agar aliran T 3. Menurunkan resiko aliran
menyebutkan atau
imformasi ditan- dai perubahan gaya Tube dikumpul;kan dlm balik pada slang T-tube. 3. Menganjurkan klien
hidup dan ikut kantong dan catat menjawab dengan benar
: Memberi informasi ttg untuk mencatat
serta dalam pengeluarannya. : operasi tujuannya utk
kembalinya edema pengeluaran cairan
 Pernyataan yang pengobatan mengeluarkan batu
saluran/ fungsi saluran. yang terkumpul di
salah. empedu, dipasang drain
kantong T tube.
 Permintaan thd utk mengeluarkan cairan
im- formasi.
4. Pertahankan diit rendah 4. Selama enam bulan sisa -sisa operasi, posisi
 Tidak mengikuti setelah pembedahan bo- se-mifowlwer/duduk
lemak selama  4 - 6
ins- truksi. leh sedikit diberikan agar cairan keluar
bulan.
Data subyektif : rendah makanan rendah 4. Memberitahu pasien lancar, suntikan agar
lemak utk memberikan agar 4 - 6 bulan diberi
 klien lukanya capat sembuh.
menyatakan rasa nyaman karena ggn diit rendah lemak. Balutan luka ke-ring,
bahwa tdk sistim pencernaan lemak. urine kuning , mata
mengerti ttg 5. Meminimalkan resiko terja- sedikit ikte-rus feses
proses penyakit, dinya penkreatitis lembek kuning.
prosedur pembe-
dahan & 5. Hindari alkohol, A: Pengetahuan kli en
pengoba-tan 6. Pembatasan diityang pasti ttg. peny, pe nyebab,
karena tdk ada mungkin dapat menolong prognosa , faktor resiko
yg memberi misalnya dgn diit rendah 5. Menganjurkan klien
yg terjadi.
tahu, dan dokter lemak. Sesudah periode utk tidak minum
6. Anjurkan klien utk men- pemulihan pasien tdk me- alkohol.
memberi tahu P :lanjutkan Inter-vensi
catat dan menghindari ngalami masalah yg ber-
bahwa saya nomor 4, 5, 7, 8 ,9.
makanan yg dpt me- hubungan dgn makanan.
harus operasii. nyebabkan deare. 6. Melakukan diskusi diteruskan. Dischart
dengan klien dan planing :
7. Merupakan indikai sumba- keluarga utk 1. Diit rendah le-mak
tan saluran empedu/ ggn menghindari (kola-borasi).
degestif, dpt digunakan makanan yg dpt 2. Mengurangi aktifitas
utk evaluasi & intervensi menimbulkan deare. sesuai anjuran 4 - 6 bln.
3. Control teratur
7. Identifikasi tanda/ 8. Kebiasaan aktifitas dapat
gejala : urine keruh, dimulai lagi secara normal
warna kuning pada dalam waktu 4 - 6 minggu
mata/kulit, warna feses.

7. Memberitahu utk
8. Kaji ulang keterbatsan mengi-dentifikasi &
aktifitas, tergantung mencatat tan-da &
situasi individu. gejala : urin keruh,
warna kuning pada
mata dan kulit &
warna feses.
8. Menganjurkan klien
utk membatasi
aktifitas selama 4 - 6
minggu
3.3 EVALUASI
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab terjadinya kolelitiasis/batu empedu
belum diketahui secara pasti. Penatalaksanaan dari kolelitiasis ini dapat dilakukan dengan
pembedahan maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi protein, dan
tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam kandung empedu. Oleh karena itu,
asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga
dapat membantu klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat
memandirikan klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

4.2 SARAN
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih dalam tentang penyakit kolelitiasis.
Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk
mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan preventif yang dapat
dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari kolelitiasis akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Y. 2009. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Nucleus Precise Newsletter. 2011. Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise.

Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses


penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai