Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Sistem Pencernaan


Sub pokok bahasan : Demam Typoid
Sasaran : Pasien dan Keluarga pasien
Waktu : 30 menit
Hari/tanggal :
Tempat : Poli anak Rumah Sakit Daerah dr. Seobandi

A. LATAR BELAKANG
Demam thypoid merupakan penyakit endemis di Indonesia di sebabkan oleh
infeksi sistemik Salmonella typi. Prevalens 91 % kasus demam typoid terjadi
pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada
minggu pertama sakit, demam typoid sangat sukar dibedakan dengan
penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan
pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.
96 % kasus demam typoid disebabkan Salmonella typi, sisanya disebabkan
oleh S. paratypi. Kuman masuk melalui makanan atau minuman, setelah
melewati lambung kuman mencapi usus halus (ileum) dan setelah menembus
dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri).
Kuman ikut aliran limfe mensetrial ke dalam sirkulasi darah (bakteremia
primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang untuk
bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia sekunder, kuman mencapai
sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal) dan
masa inkubasi kuman ini 10-14 hari.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga pasien
dapat memahami tentang penyakit demam typoid untuk diri sendiri dan orang
disekitarnya.

C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah mendapatkan penyuluhan satu kali diharapkan pasien dan keluarga
pasien dapat memahami dengan benar:
1. Defenisi Demam Typoid
2. Faktor Penyebab Demam Typoid
3. Cara Penularan Bakteri Penyebab Demam Typoid
4. Tanda-tanda Gejala Demam Typoid
5. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan Demam Typoid

D. POKOK BAHASAN
1. Pengertian Demam Typoid
2. Etiologi Demam Typoid
3. Manifestasi klinik Demam Typoid
4. Komplikasi Demam Typoid
5. Pemeriksaan Demam Typoid
6. Penatalaksanaan Demam Typoid

E. MODEL PEMBELAJARAN
1. Jenis Model Pembelajaran
Pertemuan tatap muka.
2. Landasan Teori
a) Ceramah
b) Tanya jawab
3. Landasan Pokok-pokok
a) Menciptakan suasana pertemuan yang baik.
b) Mengajukan masalah.
c) Mengidentifikasi pilihan tindakan.
d) Memberi komentar.
e) Menetapkan tindak lanjut.

F. MEDIA
1. Flipchart

G. PROSES KEGIATAN

No Kegiatan Penyuluhan Pasien dan Waktu


Materi Keluarga Pasien
1 Pembukaan 1. Mengucap 1. Menjawab
salam dan salam 5 menit
perkenalan 2. Menyimak
2. Menyampaikan
pokok bahasan
dan tujuan
3. Memberikan
pertanyaan:
apersepsi

2 Penyampaian 1. Menjelaskan 1. Menjawab


materi pengertian 2. Mendengar 20
menit
Demam Typoid. kan
2. Menjelaskan
3. Memperhati
faktor penyebab
kan
3. Menjelaskan
tanda gejala.
4. Menjelaskan
cara
pencegahan.

3 Penutup 1. Menanyakan 1. Mendengar


tentang materi kan 5 menit
yang telah 2. Memperhati
disampaikan. kan
2. Mengucap
3. Menjawab
salam
4. Menjawab
salam

H. EVALUASI
1. Evaluasi Terstruktur
a. Alat dan media sesuai dengan rencana.
b. Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan yang direncanakan.
c. Peserta kurang lebih berjumlah lebih dari 10 orang.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias dengan materi penyuluhan.
b. Peserta memperhatikan penyuluhan dari awal sampai akhir.
c. Peserta berperan aktif dalam jalannya diskusi.
3. Evaluasi Hasil
Peserta memahami materi yang disampaikan dengan dapat menjawab
pertanyaan evaluasi yang dilakukan oleh penyuluh, seperti:
a. Mengetahui pengertian demam typoid.
b. Mengetahui faktor penyebab demam typoid.
c. Mengetahui tanda gejala demam typoid.
d. Mengetahui cara penanganan demam typoid.
e. Mengetahui komplikasi demam typoid.
MATERI DEMAM THYPOID

A. Definisi
Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardiasi dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam
sel fagosit monocular dari hati, limfa, kelenjar limfe, usus dan peyer’s patch
dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi (Huda dan Kusuma, 2016). Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonellla tipe A, B, dan C yang
dapat menular melalui oral, fekal, makanan, dan minuman yang
terkontaminasi (Padila 2013 dalam Dewi & Meira 2016).

B. Etiologi
Menurut Arifianto (2012) menyebutkan bahwa penyebab utama dari
penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C.
Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau
minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber
utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam
antigen, yaitu antigen O, antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat
komplek lipopolisakarida, antigen V (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga
jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan
tiga macam antibodi yang biasa disebut agglutinin.

C. Cara Penularan Bakteri Penyebab Demam Typoid


Penyakit ini dapat menular pada siapa saja tak kenal usia. Penularan penyakit
ini biasanya disebut dengan metode 5 F yaitu :

1. FOOD / Makanan, Makanan yang di konsumsi dan didapati dari tempat


yang kurang bersih bisa menjadi media penularan penyakit tipes terlebih lagi
makanan bisa terkontaminiasi akibat dari pengolahan makanan yang tidak
benar seperti tidak di cuci, dll.
2. FINGERS / Jari tangan , jari jari pada tangan bisa juga menjadi media
penularan penyakit tipes, penularan lewat jari tangan dan tangan sangat
beresiko utamanya jika tidak mencuci tangan setelah BAK atau BAB .

3. FOMITUS / Muntah, Seorang yang sudah terinfeksi bakteri penyebab tipes,


muntahan akibat dari gejala tipes yang di deritanya bisa menjadi media lain
untuk menularkan penyakit tipes.

4. FECES, Kotoran/Feces yang dibuang oleh penderita tipes banyak memiliki


bakteri penyebab tipes yang bisa menjadi media penularan penyakit ini.

5. FLY / Lalat, ,Lalat suka sekali hinggap di tempat kotor dan benda kotor di
mana tempat dan hal seperti ini menjadi sarang bagi bakteri penyebab
penyakit tipes ,lalat yang hingga di tempat kotor dan benda dapat membawa
bakteri penyebab penyakit tipes di kaki nya yang kemudian hinggap di
makanan dan pada akhirnya menimbulkan kontaminasi penyakit tipes .

C. Manifestasi klinis
Menurut Huda dan Kusuma (2016), adapun manifestasi dari demam
typoid antara lain:
1. Gelaja pada anak, inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam menggigil sampai akhir minggu pertama.
3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani lagi
akan menyebabkan syok, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala dan perut.
6. Kembung, mual, muntah, diare dan konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epistaksis
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi, dan ujung merah serta
tremor).
11. Gangguan mental berupa samnolen
12. Delirium atau psikosis
13. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dak hipotermia.

D. Pencegahan
Menurut Librianty (2015) menyatakan bahwa pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terjadi demam tifoid yaitu dengan meningkatkan higiene
dan sanitasi seperti penyediaan air bersih, pembuangan sampah atau kotoran
memadai. Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan
(antigen Vi Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini
pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan
vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-
paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.

E. Komplikasi
Arifianto (2012) menyebutkan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada anak yang mengalami demam tifoid yaitu:
a. Disfungsi pada otak (kejang atau gangguang kesadaran)
b. Syok
c. Perforasi usus
d. Perdarahan

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk demam typoid menurut Huda dan
Kusuma (2016), antara lain:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita dema typoid. Akibat adanya infeksi oleh
salmonella typi maka penderita membuat antibody (agglutinin).
4. Kultur
Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama
Kutur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses: bisa positif dari akhir minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typi, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3 dan 4
terjadinya demam.
6. Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif untuk
deteksi. Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi,
melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam
menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks
magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks
warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut
diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibasi yang dihasilkan
adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam sampel.
Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi
terhadap skala warna.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam typoid menurut WHO (2009), antara lain:
1. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
peroral atau intravena) selama 10-14 hari.
b. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin
100mg/kgBb/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau
kortikomoksasol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis) peroral selama 10
menit.
c. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin
seperti ceftriaxone (80 mg/kg IM atau IV, sekali dalam sehari, selama
5-7 hari atau cefixime oral 20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10
hari).
d. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran
e. Dexsametasol 1-3mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
2. Non farmakologi
a. Diet: diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien, dan diet berupa makanan
yang rendah serat.
b. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala
setiap 4 -6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut,
atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik
keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang. Demam yang
disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan
otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual
tertentu.
c. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
d. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
e. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen
ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
f. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan),
air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap
akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
g. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
h. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
DAFTAR PUSTAKA

Arifianto. 2012. Orang tua cermat, anak sehat. Jakarta: Gagas Media

Dewi & Meira. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Huda Nurarif, Amin dan Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA NIC-NOC Dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta : Medi Action

Librianty. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit. Jakarta: Lintas Kata

Pudjiadi, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

World Health Organization, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Dirumah Sakit.


Jakarta: WHO Indonesia

Anda mungkin juga menyukai