PENDAHULUAN
Gout adalah penyakit metabolik yang bersifat familial dan berkaitan dengan kadar
asam urat yang tinggi di dalam tubuh. Hiperurisemia terjadi karena produksi yang
berlebih atau ekskresi yang kurang dari asam urat, atau keduanya. Sekitar 90 % pasien
dengan gout primer adalah laki-laki, biasanya pada usia lebih 30 tahun. Pada wanita
kejadiannya sering pada kondisi post menopause. Lesi yang khas berupa tofus, yaitu
sebuah nodul yang berisi kristal monosodium urat. Tofus ditemukan di kartilago,
subkutan, jaringan periartikuler, tendon, tulang dan ginjal. Manifestasi klinik deposit urat
meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang, batu
asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Gangguan
metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl dan 6,0 mg/dl.
PATOLOGI GOUT
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal
monosodium urat (MSU). Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus.
Kristal dalam tofus berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok
kecil secara radier. Komponen lain dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan
plasma protein. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil saat inflamasi akut akan
ditemukan banyak kristal di dalam leukosit. Hal ini terjadi karena proses fagositosis.
PATOGENESIS GOUT
1
Gambar 1. Patogenesis gout
Adanya diet tinggi purin akan meningkatkan kadar asam urat darah. Saat prekursor
purin dikonsumsi, pankreas akan menghancurkan asam nukleat menjadi nukleotida,
fosfodiesterase akan mengubah oligonukleotida menjadi nukleotida sederhana, enzim
pankreas dan mukosa akan mengubah fosfat dan gula dari nukleotida. Penambahan diet
purin menyebabkan peningkatan asam urat darah, tergantung formulasi dan dosis purin.
Serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum,
meninggi atau menurun. Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal
monosodium urat dari depositnya dalam tofus. Terdapat peranan temperatur, PH dan
kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk
pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 berhubungan dengan trauma ringan
berulang pada daerah tersebut.
FAKTOR RESIKO
2
1. Faktor yang tidak dapat diubah :
- Jenis kelamin (laki-laki)
- Usia lebih dari 65 tahun
- Suku bangsa Afrika Amerika
2. Faktor yang dapat diubah :
- Hiperurisemia, kadar asam urat serum > 6,8 mg/dl
- Obesitas dengan BMI >30
- Makanan : daging, makanan laut
- Alkohol
- Hipertensi
- Keadaan yang tiba-tiba menaikkan atau menurunkan asam urat : agen penurun
urat, operasi, kelaparan
- Obat : diuretik, aspirin
GEJALA KLINIS
Artritis gout akut bisa saja terjadi tanpa adanya faktor pencetus yang jelas dan bisa
diikuti dengan peningkatan atau penurunan kadar asam urat yang drastis. Faktur pencetus
yang sering adalah konsumsi alkohol, perubahan terapi yang mempengaruhi metabolisme
urat dan pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena puasa sebelum tindakan medis.
Sendi metatarsophalang I sering dikenai. Pada waktu serangan sendi yang dikenai bisa
lebih dari satu, dan distribusi artritis biasanya asimetris. Semakin berat serangan, rasa
nyeri akan semakin meningkat. Sendi yang dikenai akan membentuk benjolan yang
hangat dan merah. Demam dapat terjadi dan bisa mencapai 39 ᵒ C.
LABORATORIUM
Kadar asam urat serum meningkat > 7,5 mg/dl pada 95% pasien yang memiliki
pengukuran serial selama serangan. Selama serangan akut leukosit bisa meningkat.
Identifikasi kristal monosodium urat pada cairan sendi atau material yang diaspirasi dari
tofus memperkuat diagnosis. Kristal berbentuk seperti jarum ketika diperiksa dibawah
mikroskop polarisasi.
PENATALAKSANAAN
a. Hiperurisemia asimptomatik
Hiperurisemia asimptomatik tidak perlu mendapat terapi.
b. Serangan Akut
1. NSAID, merupakan terapi pilihan untuk gout akut.
4
2. Kolkisin, merupakan terapi untuk artritis gout flare, baik secara oral maupun
intra vena.
3. Kortikosteroid.
c. Managemen antara serangan
1. Diet, yaitu diet rendah purin dan menghindari konsumsi alkohol.
2. Menghindari obat yang bersifat hiperurisemik, seperti : diuretik dan aspirin.
3. Kolkisin untuk mencegah serangan.
4. Mengurangi asam urat serum, dengan obat-obatan urikosurik atau allopurinol.
Pada penelitian yang membandingkan penggunaan kolkisin dosis tinggi dan dosis
rendah, didapatkan bahwa terapi kolkisin dosis rendah merupakan pilihan untuk
mengatasi artritis gout flare. Kolkisin dosis rendah memiliki efikasi yang sebanding
dengan kolkisin dosis tinggi, tetapi efek samping yang ditimbulkan lebih ringan. Hal ini
sesuai dengan rekomendasi European League Againts Rheumatism yang menganjurkan
untuk perubahan dalam praktek klinis dari kolkisin dosis tinggi menjadi kolkisin dosis
rendah.
Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi penganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Etiologi
Perhimpunan Nefrologi Indonesia mencatat penyebab gagal ginjal adalah
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi dan infeksi, hipertensi, dan sebab lain yaitu
diantaranya nefritis lupus, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan dan tumor ginjal.
Gambaran klinis
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematosus Sistemik
(LES), dan sebagainya. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letragi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia,
osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
Gambaran laboratorium
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Penurunan fungsi ginjal berupa
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. Kelainan biokimiawi darah meliputi
penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolic. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast.
Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis PGK meliputi: Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-
opak. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Pielografi antegrad atau retrograde
6
dilakukan sesuai dengan indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran
ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan
terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat pemburukan (progression) fungsi
ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di
atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan
0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.
Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30- 35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan
yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori
dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan
protein tidak disimpan dalam tubuh tapi tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen
lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan
melalui ginjal.
Pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan
klinis dan metabolik yang disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik.
Masalah penting lain adalah, asupan protein berlebihan (protein Overload) akan
mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan
tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan
progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan
pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang
sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hyperfosfatemia.
7
Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya
perburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan
prosesperburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik
ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 64 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP dr. M.
Djamil, Padang pada tanggal 15 Januari 2015 dengan:
Keluhan Utama
Nyeri sendi sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
8
penghilang nyeri di toko obat untuk mengurangi keluhan ini namun pasien tidak tahu
nama obatnya.
- Benjolan di kaki sejak 5 tahun yang lalu, awalnya benjolan muncul di pangkal ibu
jari kiri kecil sebesar kelerang, sekarang sudah sebesar telur ayam, bengkak berwarna
kemerahan, dan terasa nyeri bila bila ditekan, kemudian benjolan juga muncul di
mata kaki kiri dan siku kanan.
- Bercak-bercak putih pada kedua lengan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, tidak
gatal, dan tidak mati rasa, bertambah banyak sejak 2 bulan ini. Bercak pada wajah
dan badan tidak ada.
- Luka pada punggung kaki kanan, bersih dan tidak bernanah sejak 1 minggu yang lalu
akibat terjatuh.
- Lemah, letih, dan lesu sejak 2 hari yang lalu.
- Penurunan nafsu makan sejak 2 hari yang lalu.
- Riwayat trauma pada persendian tangan dan kaki tidak ada.
- Nyeri ulu hati tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- Batuk tidak ada.
- Sesak nafas tidak ada.
- Nyeri dada tidak ada
- Nyeri pinggang tidak ada
- Buang air besar biasa, tidak ada BAB berwarna hitam atau berdarah.
- Buang air kecil biasa
Kulit
Turgor kulit normal.
Tampak makula hipopigmentasi pada kedua lengan bawah.
Leher
JVP 5-2 CmH2O
Dada
Paru Depan:
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor, Batas pekak hepar setinggi RIC V
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Paru Belakang:
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor, peranjakan paru 2 jari
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu jari, thrill (-), tidak kuat
angkat
Perkusi : Batas atas=RIC II, kanan=LSD, kiri=1jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, bising tidak ada, gallop tidak ada, M1>M2,
P2<A2
Abdomen
11
Inspeksi : tidak tampak membuncit.
Palpasi : supel, Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani, shifting dullness tidak ada.
Auskultasi : BU (+) normal
Punggung
Nyeri ketok CVA (-), nyeri tekan CVA (-)
Alat kelamin
Dalam batas normal
Anus
Dalam batas normal
Anggota Gerak
Reflek Fisiologis +/+, Reflek Patologis -/-,
Status lokalisata:
Sendi Inspeksi Palpasi ROM
Elbow joint dextra Tampak bengkak, kaku, Teraba pembengkakan, normal
deformitas (+) kemerahan keras, nyeri tekan (-),
(-) fluktuasi (-), tofus (-)
Genue dextra Tampak bengkak, kaku, Teraba pembengkakan, Terbatas, sulit dilakukan
deformitas (-), kemerahan keras, nyeri tekan (+),
(+) fluktuasi (-), tidak hangat
MTP I Tampak bengkak, kaku, Teraba pembengkakan, Terbatas, sulit dilakukan
deformitas (-), kemrahan lunak, nyeri tekan (+),
(+) fluktuasi (+), tofus (+)
Laboratorium
Hb : 13,5 g/dl
Leukosit : 8900/mm3
Hematokrit : 40%
Trombosit : 249.000/mm3
LED : 105 mm/jam
12
Hitung Jenis : 0/6/1/70/21/2
Ureum : 72 mg/dl
Creatinin : 1,4 mg/dl
TKK : 42,2
Darahtepi : eritrosit anisositosis hipokrom, leukosit jumlah cukup, trombosit jumlah
meningkat, morfologi normal
Kesan: peningkatan LED, gangguan fungsi ginjal
Urine:
Makroskopis:
Warna : kuning muda
pH : 6,0
Mikroskopis:
Leukosit : 1-2/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder :-
Kristal : (-)
Epitel : gepeng
Kimia:
Protein : (+)
Glukosa : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (+)
Kesan: Proteinuria
Feces:
Makroskopis: Mikroskopis
Warna :Coklat Leukosit : 0-1/lpb
Konsistensi :padat Erirosit : 0-1/lpb
Darah :- Amoeba :-
Lendir :- Telur cacing : -
13
Kesan: dalam batas normal
EKG :
Irama : sinus QRS Komplek : 0,08 detik
HR : 92 x/menit ST segmen : Isoelektrik
Axis : Normal Gel T : T inverted di V3-V5
Gel P : Normal SV1 + RV5< 35
PR interval : 0,12 detik R/S V1 <1
Kesan : Iskemik anterolateral
Masalah
Arthritis
Tofus
Nefropati gout
Malnutrisi
Demensia ringan
Ketergantungan berat
Iskemik anterolateral
Laserasi et maleolus lateral dextra
Bercak putih pada lengan bawah
Diagnosis Kerja:
Primer:
- Artritis Gout Kronik Eksaserbasi akut et regio genu dextra, MTP 1
- CKD stage III ec nefropati gout
14
Sekunder:
- Sindroma geriatri dengan : - malnutrisi
- demensia ringan
- ketergantungan berat
- Iskemik miokard anterolateral
- Laserasi et maleolus lateral dextra
- Pitiriasis Versikolor
Diagnosis Banding :
Arthritis pseudogout akut
Osteoartritis genu dextra
Terapi :
Istirahat/ Diet rendah purin 1500 kkal
(Karbohidrat 900 kkal, Protein 56 gr, Lemak 380 kkal)
Na Diclofenac 3x50mg
Kolkisin 3 x 0,5 mg
Lansoprazol 2 x 30 mg
Redressing pada luka 2xsehari
Gentamisin zalf pada luka
Pemeriksaan Anjuran
- Cek gula darah sewaktu, profil lipid, elektrolit, asam urat
- Pemeriksaan monosodium urat
- Cek asam urat Urine
- Ro Thorax PA
- Ro Manus bilateral, Ro elbow joint dan Ro genu bilateral
- USG Ginjal
15
Kesan :
- Artritis kronik fase eksaserbasi akut
- Osteoartritis genu dextra
Laboratorium:
SGOT : 18 u/l
SGPT : 32 u/l
Asam Urat : 8,2 mg/dl
Natrium : 146 mmol/l
Kalium : 2,7 mmol/l
Chlorida : 112 mmol/l
Calsium : 7,1 mg/dl
Ureum : 49 mg/dl
16
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Total Cholesterol : 154 mg/dl
HDL : 41 mg/dl
LDL : 93 mg/dl
Trigliserida : 101 mg/dl
Hasil pemeriksaan kristal asam urat pada tofus: Ditemukan Kristal Monosodium Urat
17
Hasil Rontgen Thorax PA:
Kesan: Cor dan Pulmo dalam batas normal
DISKUSI
Telah dirawat pasien laki-laki, 64 tahun di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
M Djamil Padang dengan diagnosis:
19
- demensia ringan
- ketergantungan berat
Berdasarkan kriteria diatas, pasien ini sudah dapat ditegakan sebagai gout arthritis
dengan ditemukannya adanya kristal monosodium urat pada cairan sendi dan tofus. Pada
pasien ini juga ditemukan adanya faktor resiko gout berupa hiperurisemia. Pada pasien ini
juga ditemukan beberapa tofus yang sudah muncul sejak 5 tahun yang lalu dan mengenai
beberapa sendi di kaki, adanya pasien ini yang mengobati sendiri penyakitnya dalam
waktu lama dan tidak berobat secara teratur pada dokter, serta pasien sering membeli obat
20
sendiri di toko obat menandakan bahwa pasien ini sudah masuk ke tahap arthritis gout
kronik.
Osteoartritis (OA) pada pasien ini ditegakkan dari anamnesa berupa nyeri pada sendi
lutut kanan yang dirasakan meningkat saat beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik genu
dextra didapatkan pembengkakan, nyeri tekan, serta tidak teraba hangat. Pada
pemeriksaan radiologi terdapat osteofit. Hal ini sesuai dengan American College of
Rheumatology Guidelines for Management of OA tahun 2012 bahwa diagnosis dari OA
genu dapat ditegakkan dari ;
kriteria klinis dan radiologis seperti: nyeri sendi lutut dan adanya osteofit ditambah
paling sedikit 1 dari 3 kriteria dibawah ini: kaku sendi < 30 menit, umur > 50 tahun, dan
krepitus pada gerakan sendi aktif.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir pada gagal ginjal. Penyakit ginjal kronik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin plasma dan
hiperurisemia dengan laju filtrasi glomerulus 42 ml/mnt/1,73m2. Dari pemeriksaan USG
ditemukan adanya gambaran CKD dengan nefrocalcinosis.
Penyakit ginjal kronik yang terjadi berkaitan dengan gout artritis pada pasien ini.
Penyakit ginjal kronik menyebabkan penurunan eksresi dari asam urat. Dibuktikan
dengan hasil asam urat urine 198 mg/24 jam yang menandakan adanya hipoekskresi
asama urat urine. Hiperurisemia yang lama menyebabkan pembentukan kristal dan
mikrotofus pada sinovium dan kartilago sendi. Dengan adanya faktor pemicu tertentu,
kristal dilepaskan ke dalam cairan sendi yang memicu terjadinya suatu inflamasi.
21
Dari hasil elektrokardiogram ditemukan adanya gambaran T inverted di V3-V6 yang
menandakan adanya iskemik miokard pada daerah antero lateral. Karena pasien tidak ada
keluhan nyeri dada yang khas saat ini, pasien hanya diberikan clopidogrel serta
pengawasan nyeri dada yang intensif.
Pasien mengalami sindrom geriatri ditandai dari usia pasien diatas 60 tahun,
kemudian berdasarkan indeks ADL barthel terdapat ketergantungan berat, Mini
Nutritional Assesment (MNA) menggambarkan keadaan malnutrisi. Oleh karena itu perlu
perlu penatalaksanaan yang komprehensif pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru, Setiyohadi, Bambang . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III. Edisi VI.
Editor Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, M arcellus SK, Setiadi S. Jakarta. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, 2014.
2. McPhee SJ. 2010. Current Medical Diagnosis and Treatment. Lange USA : Medical
Publication.
3. Dinnes K et al, 2012. American College of Rheumatology Guidelines for
management of gout. Arthritis care & research. Vol 64, No. 10. Pp 1447-1461.
4. Choi HK et al . 2005 . Pathogenesis of Gout . American College of Physicians.
5. Schumacher R. 2008. The Pathogenesis of Gout. Cleveland Clinic Journal of
Medicine.
6. Weaver AL et al.2009. The Latest Evidence and Patient Support Tools for the
Primary Care Physician. The Gout Clinical Companion.
22
7. Powers, Alvin C. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18 th Ed. United State of
America. McGraw-Hill Companies, 2012.
8. Weaver AL et al.2009. The Latest Evidence and Patient Support Tools for the
Primary Care Physician. The Gout Clinical Companion.
9. Field, Michael J. The Renal System. Churchill Livingstone. New York, 2010.
10. Kumar R. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang Selatan. Binarupa Aksara,
2013.
23