1.2 Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena
tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka
setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costae. Fraktur
costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut.Dari keduabelas
pasang costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami fraktur hal
ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindung. Costae ke 4-9 paling
banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki
pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni costae ke 10-
12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok
(Dewi, 2010):
1.2.1 Disebabkan trauma
1) Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costae antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh
dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
2) Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costae: Luka
tusuk dan luka tembak. rauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga,
oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat
melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena).
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra
abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau
spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma
traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
1.2.2 Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costae,terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya
gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga :
Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
1.3 Klasifikasi
1) Menurut jumlah costae yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
a) Fraktur simple
b) Fraktur multiple
2) Menurut jumlah fraktur pada setiap costae dapat :
a) Fraktur segmental
b) Fraktur simple
c) Fraktur comminutif
3) Menurut letak fraktur dibedakan :
a) Superior (costae 1-3)
b) Median (costae 4-9)
c) Inferior (costae 10-12 ).
4) Menurut posisi :
a) Anterial
b) Lateral
c) Posterior.
5) Fraktur costae atas (1-3) dan fraktur Skapula
a) Akibat dari tenaga yang besar
b) Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru,
pembuluh darah besar
c) Mortalitas sampai 35%.
6) Fraktur Costae tengah (4-9) :
a) Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa
komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
b) MRS jika pada observasi
c) Penderita dispneu
d) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
e) Penderita berusia tua
7) Fraktur Costaee bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi:
1) Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika)
2) Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3) Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
a) Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostael block)
b) Bronchial toilet
c) Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
d) Cek Foto rontgen berkala
Berdasarkan tahapan penatalaksanaan:
1.8.1 Primary survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
Auskultasi thoraks bilateral
Management:
Pemberian oksigen
Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang
dikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae.
Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
Mengetahui sumber perdarahan internal
Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah
Management:
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).
Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat
Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap
pemberian cairan awal.
Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
4) Disability
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi.
5) Exposure/environment
Buka pakaian penderita
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
1.8.2 Secondary Survey
1) Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik
Kepala dan maksilofasial
Vertebra servikal dan leher
Thorax
Abdomen
Perineum
Musculoskeletal
Neurologis
Reevaluasi penderita
1.9 Komplikasi
1) Atelektasis
2) Pneumonia
3) Hematotoraks
4) Pneumotoraks
5) Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
6) Laserasi jantung
(Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004)
2. Pengkajian Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah
berat saat bernafas. Bernafas (inspirasi) rongga dada
mengembang menggerakkan fragmen costa yang patah
menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan
lunak sekitar rangsangan nyeri.
b. Sesak nafas atau bahkan saat batuk keluar darah,
mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru.
c. Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
a. Airway
1) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur
laring, fraktur, trakea
2) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
3) feel
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna
kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
c. Ciculation
1) Tingkat kesadaran
2) Warna kulit
3) Tanda-tanda laserasi
4) Perlukaan eksternal
d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Respon pupil
3) Tanda-tanda lateralisasi
4) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Pemeriksaan fisik lain:
1) Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian
inferior : diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus.
2) Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi
anggota gerak.
3) Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis,
subclavia.
2.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1.1. Nyeri akut b.d agen Tujuan : Setelah NIC : Pain Management
cedera fisik. dilakukan tindakan - Kaji nyeri secara komprehensif
keperawatan selama….x termasuk lokasi, karakteristik,
24 jam diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
klien berkurang dengan faktor presipitasi.
KH : - Observasi reaksi nonverbal
NOC : Pain Control dari ketidak nyamanan.
- Mengenali factor - Kurangi faktor presipitasi
penyebab nyeri.
- Mengenali lamanya - Ajarkan teknik non
obat (onset) sakit farmakologis (relaksasi,
- Menggunakan distraksi dll) untuk mengetasi
metode pencegahan nyeri..
non analgetik untuk - Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri mengurangi nyeri.
- Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan
- Mencari bantuan
tenaga kesehatan
- Melaporkan gejala
pada tenaga
kesehatan
2. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah NIC: Airway Management
pola nafas b.d dilakukan tindakan - Buka jalan nafas, guanakan
penurunan ekspansi keperawatan selama….x teknik chin lift atau jaw thrust
paru 24 jam diharapkan sesak bila perlu
klien berkurang dengan - Posisikan pasien untuk
KH: memaksimalkan ventilasi
NOC : Respiratory status - Identifikasi pasien perlunya
: Ventilation pemasangan alat jalan nafas
- Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan - Pasang mayo bila perlu
suara nafas yang - Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu - Keluarkan sekret dengan batuk
(mampu atau suction
mengeluarkan - Auskultasi suara nafas, catat
sputum, mampu adanya suara tambahan
bernafas dengan - Lakukan suction pada mayo
mudah, tidak ada - Berikan bronkodilator bila
pursed lips) perlu
- Menunjukkan jalan - Berikan pelembab udara Kassa
nafas yang paten basah NaCl Lembab
(klien tidak merasa - Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas, mengoptimalkan
frekuensi pernafasan keseimbangan.
dalam rentang - Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
- Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas
2.5 Evaluasi
1) Nyeri klien teratasi
2) Ketidakefektifan pola nafas teratasi
3) Tidak terjadi resiko infeksi
4) Ansietas teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-
Costae pada tanggal 5 Desember 2016.
Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.