Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Fraktur Costae

1. Konsep Dasar Fraktur Costae


1.1 Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks,
biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa.
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang
ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung,
maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. (Dewi,
2010; Azz, 2008).

1.2 Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena
tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka
setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costae. Fraktur
costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut.Dari keduabelas
pasang costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami fraktur hal
ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindung. Costae ke 4-9 paling
banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki
pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni costae ke 10-
12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok
(Dewi, 2010):
1.2.1 Disebabkan trauma
1) Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costae antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh
dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
2) Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costae: Luka
tusuk dan luka tembak. rauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga,
oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat
melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena).
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra
abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau
spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma
traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
1.2.2 Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costae,terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya
gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga :
Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

1.3 Klasifikasi
1) Menurut jumlah costae yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
a) Fraktur simple
b) Fraktur multiple
2) Menurut jumlah fraktur pada setiap costae dapat :
a) Fraktur segmental
b) Fraktur simple
c) Fraktur comminutif
3) Menurut letak fraktur dibedakan :
a) Superior (costae 1-3)
b) Median (costae 4-9)
c) Inferior (costae 10-12 ).
4) Menurut posisi :
a) Anterial
b) Lateral
c) Posterior.
5) Fraktur costae atas (1-3) dan fraktur Skapula
a) Akibat dari tenaga yang besar
b) Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru,
pembuluh darah besar
c) Mortalitas sampai 35%.
6) Fraktur Costae tengah (4-9) :
a) Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa
komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
b) MRS jika pada observasi
c) Penderita dispneu
d) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
e) Penderita berusia tua
7) Fraktur Costaee bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen

1.4 Tanda dan Gejala


1) Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
2) Adanya gerakan paradoksal
3) Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
4) Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas
bertambah nyeri
5) Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini
sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
6) Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
7) Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat
terdengar suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
8) Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
1.5 Patofisiologi
Costae merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak
costae masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak.
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,
samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya
akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi
costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur
costa. Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costa pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat
terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan
dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,
dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Fraktur costa
yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ
dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis, pleura
visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung. Costa 1-3 paling jarang
fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang bahu, tulang skapula, humerus,
klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika terjadi fraktur costa 1-3, kemungkinan
menimbulkan cedera pembuluh darah besar. Costa 4-9 paling sering fraktur, dan
kemungkinan terjadi cedera jantung dan paru. Costa 10-12 agak jarang fraktur
karena costae ini mobile, namun jika fraktur kemungkinan menimbulkan
cedera organ intraabdomen (Dewi, 2010).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,
mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique untuk diagnosis
fraktur multiple.
2) EKG
3) Monitor laju nafas, analisis gas darah, pulse oksimetri.

1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi:
1) Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika)
2) Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3) Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
a) Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostael block)
b) Bronchial toilet
c) Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
d) Cek Foto rontgen berkala
Berdasarkan tahapan penatalaksanaan:
1.8.1 Primary survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
 Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
 Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
 Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
 Bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian
 Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
 Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
 Auskultasi thoraks bilateral
Management:
 Pemberian oksigen
 Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang
dikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
 Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae.
 Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian
 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
 Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
 Periksa tekanan darah
Management:
 Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
 Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).
 Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat
 Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap
pemberian cairan awal.
 Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
4) Disability
 Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
 Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi.
5) Exposure/environment
 Buka pakaian penderita
 Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
1.8.2 Secondary Survey
1) Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik
 Kepala dan maksilofasial
 Vertebra servikal dan leher
 Thorax
 Abdomen
 Perineum
 Musculoskeletal
 Neurologis
 Reevaluasi penderita

1.8.3 Penatalaksanaan umum untuk fraktur


Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau
mengembalikan fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
untuk kembali seperti letak asalnya. Metode untuk mencapai reduksi
fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna
yang digunakan dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah
dengan operatif untuk menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna
yang digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi
(stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab
lain seperti hematotoraks.
2) Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan
mengembalikan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga dianjurkan
untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat
berpartisipasi membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada
fraktur iga tidak dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat
mengganggu mekanisme bernapas.
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan
serta stabilisasi fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli
fisioterapi secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga
tahap pemulihan fungsi organ terjadi.

1.9 Komplikasi
1) Atelektasis
2) Pneumonia
3) Hematotoraks
4) Pneumotoraks
5) Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
6) Laserasi jantung
(Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004)
2. Pengkajian Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah
berat saat bernafas. Bernafas (inspirasi) rongga dada
mengembang menggerakkan fragmen costa yang patah
menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan
lunak sekitar rangsangan nyeri.
b. Sesak nafas atau bahkan saat batuk keluar darah,
mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru.
c. Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
a. Airway
1) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur
laring, fraktur, trakea
2) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
3) feel
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna
kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
c. Ciculation
1) Tingkat kesadaran
2) Warna kulit
3) Tanda-tanda laserasi
4) Perlukaan eksternal
d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Respon pupil
3) Tanda-tanda lateralisasi
4) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Pemeriksaan fisik lain:
1) Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian
inferior : diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus.
2) Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi
anggota gerak.
3) Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis,
subclavia.

2.2 Diagnosa keperawatan


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma.
4) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan informasi.

2.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1.1. Nyeri akut b.d agen Tujuan : Setelah NIC : Pain Management
cedera fisik. dilakukan tindakan - Kaji nyeri secara komprehensif
keperawatan selama….x termasuk lokasi, karakteristik,
24 jam diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
klien berkurang dengan faktor presipitasi.
KH : - Observasi reaksi nonverbal
NOC : Pain Control dari ketidak nyamanan.
- Mengenali factor - Kurangi faktor presipitasi
penyebab nyeri.
- Mengenali lamanya - Ajarkan teknik non
obat (onset) sakit farmakologis (relaksasi,
- Menggunakan distraksi dll) untuk mengetasi
metode pencegahan nyeri..
non analgetik untuk - Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri mengurangi nyeri.
- Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan
- Mencari bantuan
tenaga kesehatan
- Melaporkan gejala
pada tenaga
kesehatan
2. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah NIC: Airway Management
pola nafas b.d dilakukan tindakan - Buka jalan nafas, guanakan
penurunan ekspansi keperawatan selama….x teknik chin lift atau jaw thrust
paru 24 jam diharapkan sesak bila perlu
klien berkurang dengan - Posisikan pasien untuk
KH: memaksimalkan ventilasi
NOC : Respiratory status - Identifikasi pasien perlunya
: Ventilation pemasangan alat jalan nafas
- Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan - Pasang mayo bila perlu
suara nafas yang - Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu - Keluarkan sekret dengan batuk
(mampu atau suction
mengeluarkan - Auskultasi suara nafas, catat
sputum, mampu adanya suara tambahan
bernafas dengan - Lakukan suction pada mayo
mudah, tidak ada - Berikan bronkodilator bila
pursed lips) perlu
- Menunjukkan jalan - Berikan pelembab udara Kassa
nafas yang paten basah NaCl Lembab
(klien tidak merasa - Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas, mengoptimalkan
frekuensi pernafasan keseimbangan.
dalam rentang - Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
- Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

3. Resiko infeksi b.d Tujuan : Setelah NIC : Infection Control


trauma dilakukan tindakan - Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama….x infeksi sistemik dan local
24 jam diharapkan tidak - Cuci tangan sebelum dan
terjadi infeksi dengan setelah tindakan keperawatan
KH : - Ajarkan pasien dan keluarga
NOC : Immune status tanda dan gejala infeksi
- Klien bebas dari - Laporkan kecurigaan infeksi.
tanda dan gejala
infeksi
- Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
- Jumlah leukosit
dalam batas normal

4. Ansietas b.d Tujuan : Setelah NIC :


kurangnya dilakukan tindakan Anxiety Reduction
pengetahuan dan keperawatan selama….x - Gunakan pendekatan yang
informasi. 24 jam diharapkan menenangkan
pasien tidak mengalami - Nyatakan dengan jelas
cemas dengan KH : harapan terhadap pelaku
NOC : Anxiety self- pasien
control, Anxiety level, - Jelaskan semua prosedur dan
Coping apa yang dirasakan selama
- Pasien mamapu prosedur
mengungkapkan - Temani pasien untuk
gejala cemas memberikan keamanan dan
- Mengidentifikasi mengurangi takut
dan menunjukkan - Berikan informasi faktual
teknik mengontrol mengenai diagnosis, tindakan
cemas prognosis
- Vital sign dalam - Dorong keluarga untuk
batas normal menemani anak
- Postur tubuh, - Lakukan back / neck rub
ekspresi wajah, - Dengarkan dengan penuh
bahasa tubuh dan perhatian
tingkat aktifitas - Identifikasi tingkat
menunjukkan kecemasan
berkurangnya cemas - Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
- Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2.4 Implementasi
Tindakan dilakukan sesuai dengan intervensi

2.5 Evaluasi
1) Nyeri klien teratasi
2) Ketidakefektifan pola nafas teratasi
3) Tidak terjadi resiko infeksi
4) Ansietas teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Azz, Y. 2008. Fraktur Costae. Diakses dari


http://www.slideshare.net/yar_azz/fraktur-iga pada tanggal 5 Desember
2016.

Bulechek,Gloria M. 2008. Nursing Interventions classification (NIC) fifth edition.


USA:Mosby Inc an Affiliate of Elservier.

Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-
Costae pada tanggal 5 Desember 2016.

Herdman, T. Heather.2011.Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Moorhead,Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth


edition.USA:Mosby Inc an Affiliate of Elservier.

Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai