A. PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Kondisi SDM dilingkungan birokrasi telah diakui secara luas oleh berbagai pihak
pimpinan nasional telah silih berganti serta berbagai kebijakan telah ditetapkan untuk
mendukung reformasi birokrasi, namun sampai saat ini dengan kasat mata kita dengan
mudah mengetahui bahwa reformasi yang dilakukan masih bersifat gradual, parsial dan
temporal sehingga hasilnya belum ada peningkatan performace birokrasi yang signifikan.
menyatakan birokrasi Indonesia adalah “Gede dan Kotor” (Tempo, 06 Agustus 2003).
Sampah”, karena birokrat hanya melakukan apa yang menyenangkan atasan dan
menaikkan gaji PNS, karena dinilai pemborosan dan kurang produktif. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menggunakan ungkapan yang lebih lunak dengan menyatakan “ke
mana pun dan siapa pun yang saya temui, pihak dalam maupun luar negeri masih terus
mengeluhkan tentang kondisi birokrasi kita. Saya harus menyatakan secara terus terang,
bahwa birokrasi kita masih bekerja seperti yang biasa dikerjakan selama ini (status quo).
Artinya, belum berubah secara signifikan, masih lamban bertindak dan lamban
1
Makalah disajikan dalam rangka pemetaan kompetensi personil Golongan III/c dan III/d Bulan Mei – Juni 2006
2
Anggota Tim Ahli Dipenda Provinsi Jawa Timur
1
memproses sesuatu dan akhirnya lamban mengambil keputusan, boros waktu dan tidak
efisien” (Kompas, 26 Mei 2006). Apa yang dikemukakan Presiden SBY, dapat dicermati
Gambaran kelabu birokrasi di atas, bukan retorika, melainkan fakta dan realita.
Kinerja birokrasi yang buruk tersebut, dengan analisa sederhana dapat diketahui sumber
penyebabnya, yaitu akibat kualitas PNS yang buruk pula. Faisal Tamin (Men PAN pada
masa itu) mengemukakan, dari sekitar 4 juta PNS Indonesia, 60 persen diantaranya
bekerja serabutan tanpa punya motivasi kuat untuk bekerja secara profesional. Itu
artinya, hanya 40 persen saja PNS yang dapat dianggap profesional (Tokoh
Indonesia.com,2005).
pendidikan PNS. Lebih lanjut Faisal Tamin menyatakan, dari 4 juta PNS atau 1,9 persen
dari total penduduk, 75 persen hanya lulusan SMU atau di bawahnya. Artinya, hanya 25
persen PNS yang memiliki latar belakang pendidikan di atas SMU. Permasalahan lain
menurutnya adalah komposisi PNS yang bekerja di bagian administrasi tidak proposional
dengan yang ada di bagian fungsional/operasional serta distribusinya yang timpang, baik
distribusi antara daerah maupun distribusi antara Bagian/Unit Kerja. Ketimpangan ini
bukan hanya menyangkut jumlah, tetapi juga menyangkut ketimpangan kualitas (Tokoh
Pebruari 2004), karena selama ini pembinaan dan pengembangan PNS hanya
menggunakan ”Manajemen PGPS” atau ”Pegawai Goblok dan Pintar Sama Saja”.
2
Kondisi PNS aparatur pada skala makro (nasional) seperti dipaparkan diatas,
merupakan refleksi dari kondisi PNS pada skala regional dan lokal, seperti dalam lingkup
karena apabila tidak disikapi dan diantisipasi akan sangat berpotensi mengganggu
pencapaian visi dan misi Dipenda kedepan sebagai instansi yang sangat strategis dalam
struktur pemerintahan Propinsi Jawa Timur, karena fungsinya sebagai pelaksana utama
Dari uraian latarbelakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan
1.3. Tujuan
baik, sehingga pada suatu saat nanti, SDM Dipenda dapat memenuhi standar kuantitas
dan kualitas yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diemban
sebagai upaya antisipatif terhadap perubahan lingkungan yang semakin dinamis dan
3
B. PEMBAHASAN
manajemen yang berkaitan dengan pengelolaan karyawan atau personil. Kualitas dan
kuantitas personil merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas dan kapabelitas suatu
institusi atau organisasi. Organisasi itu sendiri dikonsepsikan sebagai suatu sistem dan
bentuk hubungan antara wewenang dan tanggungjawab, antara atasan dan bawahan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang paling efisien (FX.
Soerjadi, 1995). Seringkali para ahli membagi organisasi menjadi tiga tipe, yaitu
atau organisasi non-pemerintah yang tidak berorientasi profit. Ketiga tipe organisasi ini
dapat dibedakan dari tiga aspek, yaitu aspek tujuan pembentukannya, aspek
Organisasi publik mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu negara,
menyediakan barang-barang publik (public goods) dan jasa-jasa publik (public services).
Dari sisi bentuknya, organisasi publik dapat bermacam-macam, seperti DPRD, Biro,
Dinas, Badan, Kantor, dan Unit (Salusus,1996). Pembentukan organisasi publik tersebut
adalah untuk mencapai visi, misi dan tujuan pemerintah daerah sebagaimana telah
4
2.1.2. Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap
organisasi yang dibuat, sebaik apapun visi, misi dan tujuan organisasi yang telah
ditetapkan serta sebaik apapun sistem dan mekanisme kerja organisasi yang telah
disusun, semuanya sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas SDM yang dimiliki atau
Agar SDM dalam organisasi dapat memenuhi unsur kuantitas dan kualitas secara
berimbang sehingga mampu bekerja secara efektif dan efisien, dalam khasanah ilmu
seleksi dan penempatan, sosialisasi dan reorientasi, pelatihan dan pengembangan serta
Pengembangan MPNS, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi kuantitas (jumlah),
keseimbangan antara jumlah personil yang dibutuhkan dan jumlah personil yang
tersedia dari waktu ke waktu, sehingga roda organisasi tetap dapat berjalan. Aspek
lainnya adalah menyangkut alokasi dan distribusi personil agar lebih merata dan
5
menyangkut dimensi yang lebih luas dan berdimensi jangka panjang. Hal ini berbeda
dimaksudkan dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keahlian, sikap dan perilaku yang
diperlukan dalam tugas jabatannya. Tentu saja pengertian kompetensi tersebut masih
bersifat umum, sehingga masih perlu ditransformasikan kedalam tugas pokok dan fungsi
organisasi atau unit kerja masing-masing yang lebih spesifik. Berkaitan dengan hal
tersebut, dilingkungan Dipenda Jawa Timur telah dirumuskan kompetensi personil yang
disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban Dipenda. Khusus untuk
eselon III dan IV telah disusun 4 jenis kompetensi (Tim Ahli Dipenda, 2005), yaitu :
6
4. KOMPETENSI STRATEJIK, adalah kemampuan, keahlian dan kecakapan seorang pegawai
negeri sipil dilingkungan Dipenda dalam mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru dan
inovasi-inovasi baru yang kreatif dan konstruktif yang berdampak pada peningkatan kinerja
lembaga. Termasuk dalam pengertian ini adalah kemampuan untuk mengindentifikasi dan
menganalisis masalah yang strategis yang berpotensi mengganggu peningkatan kinerja
organisasi serta mencari alternatif solusi terbaik terhadap masalah-masalah tersebut.
atas. Proses pembangunan budaya kerja aparatur memang membutuhkan waktu yang
cukup panjang karena menyangkut proses pembangunan karakter dan mindset personil
yang didasari oleh pandangan hidup, nilai, norma, sifat, kebiasaan dan kekuatan
termanifestasi dalam kerja atau bekerja. Menurut pakar psikologi sosial, Sarlito Wirawan
Sarwono (2004), ada empat prinsip yang harus diperhatikan dalam merubah suatu
budaya, termasuk budaya aparatur tentu saja, yaitu : doktrin (falsafah, pandangan, visi,
misi, nilai, norma, peraturan), reinforcement (ganjaran dan hukuman), proses, dan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang
baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Dengan
perkataan lain, pengembangan budaya kerja merupakan suatu kebutuhan bagi aparatur
pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan, mutu proses pelayanan dan mutu
7
2.2. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu instansi yang
sangat strategis dalam struktur pemerintahan propinsi Jawa Timur. Hal ini berkaitan
dengan fungsinya sebagai pelaksana utama pemungutan PAD melalui sektor Pajak
Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain yang sah. Fungsinya yang sangat
strategis tersebut didukung oleh fakta-fakta empiris yang menunjukkan bahwa sampai
saat ini Dipenda masih menjadi kontributor utama dalam struktur penerimaan PAD
Propinsi Jawa Timur, sekaligus menjadi kontributor utama dalam struktur penerimaan
APBD Propinsi Jawa Timur. Dua sektor penerimaan yang menjadi primadona sampai saat
ini adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Sementara, sektor-sektor pajak lainnya, seperti Pajak Aair Bawah Tanah dan Air
Permukaan (PABT/AP) dan Pajak Alat Angkut Di Atas Air dan Bea Balik Nama Alat
Angkut Diatas Air serta sektor Retribusi Daerah dan Pendapatan lain-lain yang sah hanya
Dipenda Propinsi.
adalah pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah dari sektor pajak, retribusi
dan pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan, pelayanan kepada masyarakat (public
pelayanan masyarakat tidak dapat diabaikan begitu saja, karena merupakan hak
kepada pemerintah. Selain itu, karena hak masyarakat dalam konteks penyelenggaraan
pelayanan ini dapat dilihat, dirasakan dan dinikmati secara langsung oleh individu-
8
individu ketika mereka berurusan dengan petugas dilapangan, maka pelayanan dalam
konteks ini bersifat pelayanan langsung. Hal ini berbeda dengan pelayanan yang
anggaran (APBD), karena sifatnya tidak langsung dan tidak ditujukan untuk individu,
tidak dapat dilepaskan dari dinamika perkembangan pemerintahan pada umumnya, tidak
dipastikan bahwa organisasi Dipenda masih tetap eksis sebagaimana halnya dengan
kondisi yang ada sekarang atau mengalami perubahan bentuk, akibat adanya
Keuangan dan Kas Daerah menjadi Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
nantinya, satu hal yang dapat dipastikan fungsinya sebagai penyelenggara pemungutan
PAD dan penyelenggara pelayanan publik tidak berubah dari yang ada sekarang, bahkan
dapat dipastikan akan lebih meningkat volume dan intensitasnya mengikuti tuntutan
meningkat satu kali lipat dari kondisi sekarang. Artinya Dipenda harus mampu menggali
sumber penerimaan antara 6-7 trilyun rupiah setiap tahun untuk menutupi kebutuhan
penerimaan dalam struktur APBD Propinsi Jawa Timur. Ini berarti, beban berat yang
dipikul segenap jajaran Dipenda akan semakin berat. Demikian juga apabila dilihat dari
9
samsat. Lima tahun mendatang, pertumbuhan jumlah obyek/subyek kendaraan
bermotor diprediksikan akan meningkat 20%-30% setiap tahun. Tentu saja peningkatan
ini akan membawa berbagai implikasi, diantaranya : (1) penyediaan sarana dan
prasarana pelayanan yang layak untuk memenuhi hak-hak masyarakat yang dilayani, (2)
peningkatan kemampuan untuk perekayasaan sistem dan prosedur pelayanan yang jauh
lebih canggih dari kondisi sekarang, dan (3) penyediaan SDM yang memadai dari segi
berat tersebut dengan kualitas dan kuantitas SDM yang dimiliki sekarang ?
Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur, Akhmad Sukardi (2005) dalam
“Tantangan kita kedepan menyangkut kondisi obyektif SDM kita sungguh sangat
berat. Bukan saja lembaga kita akan kehilangan jumlah pegawai yang cukup
besar dalam tahun-tahun mendatang, tetapi juga kualitas (profesionalitas dan
kompetensi) rata-rata pegawai kita masih rendah. Padahal SDM merupakan
faktor kunci untuk mewujudkan visi dan misi kita kedepan ditengah-tengah
dinamika perubahan dan ketidakpastian yang semakin menggejala”.
Pernyataan Kepala Dinas di atas didasarkan atas fakta-fakta empiris kondisi SDM
mengelompokkan persoalan SDM Aparatur Dipenda menjadi empat kategori, yaitu : (1)
masalah struktur, (2) masalah sisdur, (3) masalah kultur, dan (4) masalah
infrastruktur. Keempat masalah tersebut akan dibahas secara ringkas berikut ini :
10
2.2.2.1. MASALAH STRUKTUR
yang akan dihadapi Dipenda dalam beberapa tahun-tahun mendatang. Hal ini berkaitan
dengan fakta-fata bahwa jumlah personil yang ada sekarang akan mengalami
penyusutan yang sangat drastis dalam 5 atau 10 tahun yang akan datang, sebagai
akibat memasuki usia pensiun, dan masih belum termasuk kemungkinan akibat sakit
Sebagai gambaran, pada tahun 2005 jumlah personil yang berstatus PNS (tidak
termasuk honorer daerah) sebanyak 1.361 PNS seluruh Jawa Timur. Belum satu tahun
kemudian, posisi bulan April 2006 hanya tersisa 1.330 personil. Jumlah ini akan terus
mengalami penyusutan, tahun 2010 masih tersisa 822 personil, sedangkan tahun 2015
Dengan penyusutan jumlah personil demikian, maka pada tahun 2010 Dipenda
sudah kewalahan menjalankan fungsinya menjadi lembaga pemungut PAD dan lembaga
pelayanan masyarakat dengan beban tugas yang semakin berat. Sedangkan, mulai
tahun 2015 Dipenda sudah tidak mampu lagi melaksanakan kedua fungsi yang
diembannya dengan baik, meskipun tidak ada penambahan beban tugas. Ini masalah
besar yang berdampak sangat luas, bukan hanya bagi Dipenda tetapi juga bagi
11
2.2.2.1.2. Struktur Pendidikan
Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyangkut struktur
pendidikan formal. Dari data-data yang ada menunjukkan bahwa posisi bulan April 2006
mencapai 583 personil (42,33%). Apabila jumlah tersebut ditambahkan dengan jumlah
personil yang mempunyai pendidikan Diploma I dan III, jumlahnya meningkat menjadi
formal Sarjana (S1) berjumlah 582 personil (43,75%) dan yang berpendidikan
pendidikan formal personil Dipenda rata-rata dibawah Sarjana (S1). Struktur pendidikan
seperti ini akan sangat menentukan kualitas SDM secara umum dilingkungan Dipenda.
mengalami penyusutan jumlah yang sangat drastis. Sehingga, tanpa ada kebijakan
masa kerja dan jenjang karirnya sebagai pegawai negeri, dan karena itu
melakukan promosi jabatan. Dengan perkataan lain, seorang personil akan dipromosikan
atau tidak dipromosikan pada suatu jabatan struktural atau fungsional tertentu sangat
12
Sebagai gambaran, untuk jabatan struktural eselon IV (Kepala Seksi, Kepala Sub
Sedangkan, untuk eselon III (Ka-UPTD dan Kasubdis/Kabag TU) minimal III/d atau IV/a.
serius, karena sebagian besar personil sudah menduduki pangkat/golongan III yaitu
sebanyak 1.045 personil (78,57%), dan golongan II sebanyak 235 personil (17,57%).
demikian kurang baik dalam manajemen personil dilingkungan lembaga yang strategis
seperti Dipenda. Apalagi bila dikaitkan dengan jumlah jabatan struktural yang tersedia
sangat terbatas. Salah satu dampaknya, banyak personil yang sudah menduduki
golongan III belum mempunyai jabatan. Sehingga secara sepintas terkesan banyak
personil Dipenda yang senior tidak ditempatkan pada posisi yang selayaknya.
kedepan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari adanya penyusutan jumlah, struktur
ada menunjukkan, adanya ketimpangan dalam distribusi personil, baik dalam pengertian
UPTD diluar Surabaya rata-rata antara 20-30 personil setiap UPTD, padahal kalau dilihat
dari luas wilayah dan kondisi geografis yang harus dilayani, Surabaya jauh lebih sempit
Munculnya, ketimpangan dalam distribusi personil antara Surabaya dan luar Surabaya ini
berawal dari adanya toleransi dari pimpinan yang tidak tegas menolak permintaan
13
personil untuk memilih bekerja wilayah Surabaya. Penyebab lain, tidak berjalannya
sistem rotasi dengan mempertimbangkan masa kerja dan faktor wilayah dimana personil
bekerja. Akibatnya, banyak personil yang masa kerjanya diatas 5 tahun bekerja di
daerah-daerah yang relatif jauh dari Surabaya tidak dimutasi. Faktor lainnya, karena
budaya personil yang tidak mau menanggung resiko dipindahkan diluar UPTD dimana
konteks promosi jabatan yang bertujuan untuk memilih personil yang berkualitas (merit
system), dan sisdur rotasi/mutasi yang bertujuan untuk menciptakan distribusi personil
masa-masa sebelumnya, karena sejak tahun 2005 yang lalu dengan dibantu oleh Tim
Ahli Dipenda telah dibangun sistem rekruitmen untuk menjaring personil-personil yang
berkualitas yang akan menduduki jabatan struktural (eselon III dan eselon IV) dan
sekarang masih dilakukan secara konsisten. Sistem yang dibangun ini secara perlahan
tapi pasti akan mampu mengurangi kesan umum bahwa pengangkatan pejabat
dilingkungan Dipenda tidak lagi berdasarkan “suka dan tidak suka” (like and dislike) atau
Namun demikian, apabila dikaji lebih mendalam sisdur yang dibangun masih
bersifat parsial, karena hanya dibuat dari sisi proses pengangkatannya. Sebaiknya,
kedepan juga harus dibangun sistem atau instrumen evaluasi dan monitoring untuk
14
semua pejabat yang diangkat tersebut, sehingga akan diketahui kinerjanya dalam
melaksanakan tugas. Dan yang tidak kalah pentingnya untuk dibangun adalah sistem
pada unit kerja lainnya merupakan akibat dari tidak dibangunnya sisdur rotasi personil
yang baik dilingkungan Dipenda. Mungkin saja sisdurnya sudah ada dalam peraturan
Kondisi ini berdampak bukan hanya dapat mengganggu proses peningkatan kinerja
masing-masing Unit Kerja tetapi juga menyangkut rasa kemanusiaan dan keadilan bagi
personil yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem yang mampu
tertentu, atas dasar alasan apa dia dipindahkan, kapan dia dipindahkan, dan berapa
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, kultur birokrasi atau lebih spesifik lagi
publik. Budaya personil yang mendukung perubahan akan sangat berperan dalam
quo atau resisten terhadap perubahan akan mendistorsi proses percepatan peningkatan
kinerja organisasi. Budaya personil sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan dasarnya
disekitarnya. Sebagai contoh, seorang staf yang tidak tergolong pintar akan termotivasi
15
untuk maju dan berkembang apabila dalam lingkup organisasinya tercipta suasana yang
kondusif untuk dia berkembang dan mengekspresikan segala potensi dirinya. Sebaliknya,
kemampuannya apabila dalam lingkup unit kerjanya tidak ada suasana yang
mendukung, sehingga yang terjadi kemudian adalah apatisme, frustasi dan depresi.
personil akan tercipta dalam proses waktu yang cukup panjang. Demikian juga yang
kemajuan-kemajuan dari masa-masa sebelumnya, namun sampai saat ini masih terasa
sebagai berikut :
1. Adanya kebiasaan melaporkan hal-hal yang dianggap baik-baik saja kepada pimpinan
muncul dari inisiatif dan prakarsa sendiri atau kelompok tanpa harus menunggu
3. Adanya ketakutan untuk berubah dari kondisi mapan yang sedang dialami, baik atas
dorongan atau motivasi diri sendiri atau atas dorongan dan tuntutan dari sistem
4. Adanya keengganan untuk berkorban demi masa depan, seperti tidak mau
16
5. Masih kuatnya anggapan dikalangan personil bahwa bekerja di Samsat lebih
Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Dipenda. Meskipun sifatnya hanya pendukung, tetapi
perannya sangat penting dan signifikan untuk mencapai keberhasilan. Terdapat beragam
sarana dan prasarana untuk mendukung MPNS agar efektif dan efisien. Salah satu
diantaranya yang menurut hemat penulis sangat penting tetapi kurang mendapat
banyak jenis maupun jumlahnya yang harus dikelola secara tertib, aman dan sebagian
Dipenda (Sub Bagian Kepegawaian) dikaitkan dengan sistem pelaporan dalam konteks
yang dilakukan masih konvensional. Sebagian memang sudah ada sentuhan teknologi
informasi, namun secara keseluruhan belum dapat dikatakan efektif dan efisien, karena
masih banyak menggunakan cara-cara manual tidak otomatisasi dan bersifat interaktif.
tersedia yang dilakukan secara manual, karena belum dapat dilakukan secara interaktif.
17
Lebih parah lagi, sistem yang ada belum mampu merekam (record) jatidiri personil
secara keseluruhan, dengan pengertian tidak hanya mampu merekam identitas, seperti
riwayat pendidikan, riwayat pangkat, jabatan dan keluarganya tetapi lebih dari itu harus
mampu merekam berbagai prestasi kerja dan penghargaan yang diterima serta
hukuman-hukuman yang pernah diterima sepanjang karirnya. Hal ini sangat penting,
untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pimpinan dalam mengambil keputusan yang
obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam konteks rotasi/ mutasi personil
terdahahulu perlu segera diantisipasi dengan berbagai strategi dan program kebijakan
yang sistemik dan berkelanjutan. Hal ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan
fungsi Dipenda sebagai pelaksana pemungut PAD dan pelaksana pelayanan masyarakat
tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam keterkaitannya dengan masalah itu,
menurut hemat penulis ada beberapa peluang pengembangan yang dapat dilakukan
sebagai langkah antisipatif untuk menghindari kondisi Dipenda yang lebih buruk pada
masa yang akan datang, karena tanpa terasa waktu berjalan terus, sementara persiapan
antisipatif masih sangat minimal dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan meliputi:
1. Melakukan pengkajian secara menyeluruh tentang jumlah ideal atau rasio ideal
personil yang dibutuhkan oleh organisasi Dipenda, baik pada tingkat UPTD dan
Dipenda kedepan.
18
sehingga akan memudahkan penyusunan materi, jenis dan model diklat (training)
3. Melaksanakan secara terstruktur berbagai jenis diklat (training) baik yang dilakukan
formal ke jenjang yang lebih tinggi, baik tingkat Sarjana (S1) bagi yang masih
berpendidikan SLTA atau diploma, maupun ke jenjang Pascasarjana (S2) bagi yang
5. Meminta jatah personil setiap diadakan test CPNS oleh pemerintah propinsi dan
membuka ruang untuk menerima transfer personil dari instansi lain dengan terlebih
7. Membuat sistem kompetisi yang obyektif dan sportif secara sistemik, baik untuk
tingkat organisasi (unit kerja) maupun tingkat individu (personil). Kompetisi untuk
tingkat organisasi memang sudah dilakukan, tapi masih bersifat temporal dalam
rangka memperingati HUT Dipenda, kedepan sebaiknya tidak selalu dikaitkan dengan
acara HUT tetapi diarahkan untuk mendorong persaingan dalam rangka peningkatan
kinerja organisasi. Kompetisi untuk tingkat personil memang sampai saat ini masih
jarang atau bahkan belum pernah dilakukan, kedepan sebaiknya hal ini perlu
dikembangkan sebagai bagian dari sistem organisasi, sehingga akan ada pegawai
dipenda tauladan setiap bulan pada Unit Kerjanya, dan ada pegawai tauladan pada
19
8. Mengembangkan Kelompok Budaya Kerja (KBK) sebagai suatu kesatuan sistem unit
10. Membangun sistem pembinaan dan pengawasan personil yang terintegrasi dan
C. PENUTUP
Dari paparan pada bagian terdahulu, dapat diambil beberapa kesimpulan berikut:
1. Pengelolaan personil tidak bisa dianggap hal yang dapat dikesampingkan dalam
suatu organisasi publik. Karena kuantitas dan kualitas personil sangat menentukan
ada beberapa persoalan yang dianggap sangat potensial akan dapat mengganggu
atau menghambat pencapaian visi dan misi organisasi Dipenda kedepan apabila
3. Agar persoalan yang lebih buruk dapat terjadi, maka perlu langkah-langkah
20
Daftar Pustaka
Buku/Makalah/Jurnal
Sukardi, Akhmad, 2005. Pengarahan pada Rapat Evaluasi Pelaksanaan Tugas Triwulan
Sarwono, Sarlito Wirawan, 2004. Pembangunan Budaya Aparatur Negara. Suatu Kajian
Tamin, Faisal, 2003. Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara. Dimuat dalam Harian
Tim Ahli Dipenda, 2005. Konsep Rekruitmen Pejabat Struktural Eselon III dan Eselon IV
Kompas, 26 Mei 2006. Reformasi Birokrasi, Jangan Lagi seperti Keranjang Sampah
Perundang-undangan :
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 43/KEP/2001 tentang Standar
Kompetensi Jabatan Struktural
21