LP Vertigo

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

OLEH :
FENNY NOORHAYATI WAHYUNI
NPM. 1914901110025

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
BANJARMASIN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Vertigo
1.1. Definisi
Vertigo pertama kali berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti
berputar dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari
dizziness yang secara definitive merupakan ilusi bergerak, dan yang paling
sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan
atau sebaliknya hal seperti ini jika sering terjadi berulang-ulang akan
menganggu kehidupan penderita (Junaidi, 2013)

Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita


sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa
berputar atau bergerak naik turun dihadapannya. Keadaan ini sering disusul
dengan muntah-muntah, berkeringat, dan kolaps. Tetapi tidak pernah
kehilangan kesadaran. Sering kali disertai gejala-gejala penyakit telinga
lainnya.

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular


yang mengalami kerusakan, yaitu:
1.1.1. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut
kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan
dengan vertigo periferal antara lain penyakitpenyakit seperti benign
parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman
pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali
menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan
pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian
dalam pendengaran).
1.1.2. Vertigo Sentral
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang
senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk
menjaga keseimbangan. Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang
tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan,
yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
1.2. Etiologi
1.2.1. Otologi 24-61% kasus
1.2.1.1. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
1.2.1.2. Meniere Desease
1.2.1.3. Parese N VIII Uni/bilateral
1.2.1.4. Otitis Media
1.2.2. Neurologik 23-30% kasus
1.2.2.1. Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum
1.2.2.2. Ataksia karena neuropati
1.2.2.3. Gangguan visus
1.2.2.4. Gangguan serebelum
1.2.2.5. Gangguan sirkulasi LCS
1.2.2.6. Multiple sklerosis
1.2.2.7. Vertigo servikal
1.2.3. Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler
1.2.3.1. Tekanan darah naik turun
1.2.3.2. Aritmia kordis
1.2.3.3. Penyakit koroner
1.2.3.4. Infeksi
1.2.3.5. Hipoglikemia
1.2.3.6. Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,
1.2.4. Psikiatrik > 50% kasus
1.2.4.1. Depresi
1.2.4.2. Fobia
1.2.4.3. Anxietas
1.2.4.4. Psikosomatis
1.2.5. Fisiologik Melihat turun dari ketinggian.

1.3. Tanda gejala


Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu
mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan
selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala,
penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung,
gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Klien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Klien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika
akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari
tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala
digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik.
Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali klien merasa
cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara
aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar klien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.

1.4. Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere,
parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada
telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada saraf ke VIII,
dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media). Selain
dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti
gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit
neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga
diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan
terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan
sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam
mempertahankan keseimbangan. Hipertensi dan tekanan darah yang tidak
stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke
pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang
rendah dapat mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga
sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.

Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat


mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan
tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-
beda.

1.5. Pemeriksaan Penunjang


1.5.1. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata
kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap
yang romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
1.5.2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak
lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
1.5.3. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi
(sampai fertikal) kemudian kembali kesemula.
1.5.4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala
bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 30°kepala ditoleh
kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada
keadaan abnormal akan terjadi nistagmus.
1.5.5. Tes Kalori, dengan menyemprotkan air bersuhu 30°
ketelinga penderita.
1.5.6. Elektronistagmografi, yaitu alat untuk mencatat lama dan
cepatnya nistagmus yang timbul.
1.5.7. Posturografi, yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system
visual, vestibular dansomatosensorik.

1.6. Komplikasi
1.6.1. Cidera fisik
Klien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga klien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
1.6.2. Kelemahan otot
Klien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.
Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring
yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan
kelemahan otot.

1.7. Penatalaksanaan
1.7.1. Penatalaksanaan Medikasi
1.7.1.1. Pada fase akut penderita harus dibaringkan dan diberi
Avoming 25 mg tiap 6 jam. Kalau muntah dan vertigo hebat
penderita perlu dirawat di Rumah Sakit. Promethazine 25 mg
dan Chlorpromazine 1,25 mg melalui IM tiap 6jam selama 24
jam akan mengurangi muntah dan vertigo yang hebat.
1.7.1.2. Pada fase tenang penderita dianjurkan untuk:
a. Mengurangi minum hanya sampai tiga gelas sehari.
b. Pantang garam.
1.7.2. Penatalaksanaan Operatif
Apabila pendengaran masih baik dianjurkan operasi untuk
menghilangkan vertigo sambil mempertahankan pendengarannya
seperti:
1.7.2.1. Miringotomi dan pemasangan gromet dapat mengurangi
vertigo.
1.7.2.2. Dekomprese sakus endolimfatikus untuk mengurangi tekanan
di dalam labirin mukosa dapat menghilangkan vertigo.
1.7.2.3. Perusakan dengan ultra sonik terhadap labirin untuk
mempertahankan koklea telah dicoba pula tetapi cara ini
sudah banyak ditinggalkan oleh ahli THT.
1.7.2.4. Apabila satu telinga tuli besar dan menyebabkan kambuhnya
vertigo perusakan labirin membranosa perlu dilakukan
dengan cara operasi ini penderita dibebaskan sama sekali dari
vertigo sedangkan hilangnya pendengaran tidak merisaukan
penderita.
1.8. Pathway

II. Rencana Asuhan Klien dengan Meningitis


2.1. Pengkajian
2.1.1. Aktivitas/Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata, kesulitan
membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri
kepala, sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.
2.1.2. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal, pucat,
wajah tampak kemerahan.
2.1.3. Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi,
kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala,
mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
2.1.4. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang,
keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus,
hotdog, Monosodium Glutamat (MSG) pada migrain, mual/muntah,
anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan.
2.1.5. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera
kepala yang baru terjadi, trauma, stroke, aura; fasialis, olfaktorius,
tinitus, perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,
epitaksis, parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore,
perubahan pada pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka
terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
2.1.6. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri,
kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus pada
diri sendiri, respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis,
gelisah, otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
2.1.7. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan cara
berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit kepala
pada gangguan sinus).

2.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Resiko Jatuh
2.2.1. Definisi
Rentan terhadap peningkatan resiko jatuh yang dapat menyebabkan
bahaya fisik dan gangguan kesehatan.
2.2.2. Faktor resiko
2.2.2.1. Dewasa
a. Penggunaan alat bantu
b. Tinggal sendiri
c. Usia >65 tahun
2.2.2.2. Anak
Kurang pengawasan pada anak usia <2 tahun
2.2.2.3. Kognitif
Gangguan fungsi kognitif
2.2.2.4. Lingkungan
a. Kurang pencahayaan
b. Penggunaan restrein
c. Ruang yang tidak dikenal
d. Pemajanan pada kondisi cuaca tidak aman
2.2.2.5. Agen farmaseutikal
Penggunaan alkohol
2.2.2.6. Fisiologis
a. Anemia
b. Artritis
c. Gangguan keseimbangan
d. Gangguan mendengar
e. Gangguan mobilitas
f. Kesulitan gaya berjalan
g. Neoplasma
h. Neuropati
i. Penurunan kekuatan ekstremitas bawah
j. Pusing

Diagnosa 2: Intoleran Aktivitas


2.2.3. Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan.
2.2.4. Batasan karakteristik
2.2.4.1. Dipsnea saat beraktivitas
2.2.4.2. Keletihan
2.2.4.3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2.2.4.4. Perubahan EKG (mis., aritmia iskemia)
2.2.4.5. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap
aktifitas
2.2.5. Faktor yang berhubungan
2.2.5.1. Gaya hidup kurang gerak
2.2.5.2. Imobilitas
2.2.5.3. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
2.2.5.4. Tirah baring

Diagnosa 3 : KetidakseimbanganNutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh


2.2.6. Definisi
Asupan nutrisitidakcukupuntukmemenuhikebutuhanmetabolik.
2.2.7. Batasan karakteristik
2.2.7.1. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan
ideal
2.2.7.2. Bisingusushiperaktif
2.2.7.3. Cepat kenyang setelah makan
2.2.7.4. Diare
2.2.7.5. Gangguan sensasi rasa
2.2.7.6. Kelemahan otot pengunyah
2.2.7.7. Kelemahan otot untuk menelan
2.2.7.8. Ketidakmampuan memakan makanan
2.2.7.9. Kram abdomen
2.2.7.10. Kurang informasi
2.2.7.11. Kurangminatterhadapmakanan
2.2.7.12. Nyeri abdomen
2.2.8. Faktor yang berhubungan
2.2.8.1. Faktor biologis
2.2.8.2. Faktor ekonomi
2.2.8.3. Gangguan psikososial
2.2.8.4. Ketidakmampuan makan
2.2.8.5. Ketidakmampuan mencerna makanan
2.2.8.6. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
2.2.8.7. Kurang asupan makanan
Diagnosa 4 : Koping individual tak efektif
2.2.9. Definisi
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stressor,
ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan dan/atau ketidak
mampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia
2.2.10. Batasan karakteristik
2.2.10.1. Perubahan dalam pola komunikasi yang biasa
2.2.10.2. Penurunan penggunaan dukungan social
2.2.10.3. Perilaku destruktif terhadap orang lain
2.2.10.4. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri
2.2.10.5. Letih, Angka penyakit yang tinggi
2.2.10.6. Ketidakmampuan memerhatikan informasi
2.2.10.7. Menggunakan koping yang mengganggu perilaku adaptif
2.2.11. Faktor yang berhubungan
2.2.11.1. Gangguan dalam pola penilaian ancaman, melepas tekanan
2.2.11.2. Gangguan dalam pola melepaskan tekanan / ketegangan
2.2.11.3. Perbedaan gender dalam srategi koping
2.2.11.4. Derajad ancaman yang tinggi
2.2.11.5. Ketidakmampuan untuk mengubah energi yang adaptif
2.2.11.6. Sumber yang tersedia tidak adekuat
2.2.11.7. Dukungan sosial yang tidak adekuat

Diagnosa 5 : Gangguan Persepsi Pendengaran


2.2.12. Definisi
Gangguan Persepsi Pendengaran adalah perubahan pada jumlah atau
pola stimulus yang diterima, yang disertai respons terhadap stimulus
tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan atau dirusakkan
2.2.13. Batasan karakteristik
2.2.13.1. Konsentrasi buruk
2.2.13.2. Distorsi pendengaran
2.2.13.3. Perubahan respon terhadap stimulus
2.2.13.4. Melaporkan atau menunjukan perubahan sensori akut
2.2.13.5. Perubahan kemampuan pemecahan masalah
2.2.13.6. Perubahan pola perilaku
2.2.14. Faktor yang berhubungan
2.2.14.1. Perubahan sensori persepsi
2.2.14.2. Stimulus lingkungan berlebih
2.2.14.3. Stress psikologis
2.2.14.4. Perubahan penerimaan sensori, transmisi, dan atau
integrasi

2.3. Perencanaan
Diagnosa 1 : Resiko Jatuh
2.3.1. Tujuan dan kriteria hasil(NOC)
2.3.1.1. Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan
oleh keseimbangan, gerakan terkoordinasi, perilaku
pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan pengetahuan:
pencegahan jatuh.
2.3.1.2. Memperlihatkan kejadian jatuh, yang dibuktikan oleh
indikator: (1-5: 10 dan lebih, 7-9, 4-6, 1-3, dan tidak ada):
a. Frekuensi jatuh ketika berdiri tegak
b. Frekuensi jatuh ketika berjalan
c. Frekuensi jatuh ketika duduk
d. Frekuensi jatuh ketika berpindah tempat
e. Frekuensi jatuh dari tempat tidur

2.3.2. Intervensi keperawatan (NIC)


2.3.2.1. Peningkatan Mekanika Tubuh:
Memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam
aktivitas sehari-hari untuk mencegah keletihan dan
ketegangan atau cedera muskuloskeletal
2.3.2.2. Manajemen Lingkungan: Keamanan:
Memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk
memfasilitasi keamanan
2.3.2.3. Terapi Latihan Fisik: Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas, postur, dan pergerakkan tertentu
untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengembalikan
keseimbangan tubuh
2.3.2.4. Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan protokol aktivitas atau latihan fisik tertentu
untuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh
terkendali
2.3.2.5. Pencegahan Jatuh:
Menerapkan tindakan kewaspadaan khusus bersama klien
yang memiliki resiko mengalami cedera akibat jatuh
2.3.2.6. Identifikasi resiko:
Menganalisis faktor resiko yang potensial, menentukan
resiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi penurunan
resiko

Diagnosa 2 : Intoleran Aktivitas


2.3.3. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
2.3.3.1. Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang
dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan
energy, kebugaran fisik, energy psikomotorik, dan perawatan
diri, ADL.
2.3.3.2. Menunjukkan toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut: (1-5: gangguan eksterm, berat,
sedang, ringan, tidak ada gangguan)

2.3.4. Intervensi keperawatan (NIC)


2.3.4.1. Terapi aktivitas:
Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spritual yang spesifik untuk meningkatan
rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas (atau kelompok)
2.3.4.2. Terapi latihan fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau mengembalikan gerakan tubuh.
2.3.4.3. Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivasi tertentu atau protokol latihan yang
sesuai utuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.
Diagnosa 3 : KetidakseimbanganNutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
2.3.5. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Klien akan memperlihatkan status gizi : asupan mkanan dan cairan
yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:Keseimbangan
2.3.5.1. Makanan oral
2.3.5.2. Pemberian makanan lewat selang adekuat
2.3.5.3. Asupan cairan oral adekuat

2.3.6. Intervensi keperawatan (NIC)


Manajemen Nutrisi:
2.3.6.1. Timbang klien pada interval yang tepat
2.3.6.2. Berikan informasi kepada klien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
2.3.6.3. Buat perencanaan makan dengan klien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan
ketidaksukaan klien
2.3.6.4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
2.3.6.5. Berikan klien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein,
tinggi kalori yang siap dikonsumsi

Diagnosa 4 : Koping individual tak efektif


2.3.7. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
2.3.7.1. Mengidentifikasi pola koping yang efektif
2.3.7.2. Mengungkapkan secara verbal tentang kopIng yang efektif
2.3.7.3. Mengatakan penurunan stress
2.3.7.4. Klien mengatakan telah menerima tentang keadaannya
2.3.7.5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping

2.3.8. Intervensi keperawatan (NIC)


2.3.8.1. Menginformasikan klien alternatif atau solusi lain
penanganan
2.3.8.2. Memfasilitasi klien untuk membuat keputusan
2.3.8.3. Bantu klien mengidentifikasi, keuntungan, kerugian dari
keadaan
2.3.8.4. Anjurkan klien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan
peran yang realistis
2.3.8.5. Gunakan pendekatan tenang dan menyakinkan
2.3.8.6. Hindari pengambilan keputusan pada saat klien berada dalam
stress berat
2.3.8.7. Berikan informasi actual yang terkait dengan diagnosis, terapi
dan prognosis

Diagnosa 5 : Gangguan Persepsi Pendengaran


2.3.9. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
2.3.9.1.Menunjukan tanda dan gejala persepsi dan sensori baik :
pendengaran
2.3.9.2.Mampu mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan
tepat

2.3.10. Intervensi keperawatan (NIC)


2.3.10.1. Kaji fungsi pendengaran klien
2.3.10.2. Jaga kebersihan telinga
2.3.10.3. Monitor respon pendengaran klien
2.3.10.4. Monitor tanda dan gejala penurunan pendengaran
2.3.10.5. Monitor fungsi pendengaran klien
III. Daftar Pustaka
Herdman, Heather, dkk. (2018). Nanda-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Junaidi, I. (2013). Rematik dan Asam Urat. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Nurarif, Amin Huda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jogyakarta: Mocomedia
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Jogyakarta: Mocomedia
http://documents.tips/documents/askep-vertigopdf.html (diakses 6 Desember
2016).
http://documentslide.com/documents/laporan-pendahuluan-vertigodocx.html
(diakses 6 Desember 2016).
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, 6 November 2019

PreseptorKlinik, Ners Muda

Andi Jaya, S.Kep.Ners Fenny Noorhayati Wahyuni, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai