Anda di halaman 1dari 32

KELARUTAN 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmasi fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu fisika

dan mengaplikasikannya ke bidang farmasi. Dalam ilmu farmasi fisika

mempelajari salah satunya tentang kelarutan.

Kelarutan mempunyai peranan dan fungsi yang sangat penting dalam

dunia farmasi, alasannya karena suatu obat baru dapat diabsorbsi setelah

zat aktifnya terlarut dalam cairan di usus, sehingga salah satu usaha

untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan

menaikkan kelarutan zat aktifnya. Pengetahuan yang lebih mendetail

mengenai kelarutan dan sifat–sifat yang berhubungan dengan kelarutan

juga dapat memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya

antarmolekul obat.

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat

kimia yang terlarut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut

yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena

molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka

penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan

jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan

diencerkan atau dicampur.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat

terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

larutan, dan dalam tingkat yang lebih kecil, bergantung pada bentuk

terbagi zat terlarut.

B. Maksud dan Tujuan

1.1 Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan

memahami pengaruh penambahan surfaktan dan pH terhadap

kelarutan parasetamol.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu menentukan

pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat, menentukan pengaruh

surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsetrasi

zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara

kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat

untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin, 1983, h. 559).

Larutan adalah sebagai bagian dari sedian-sedian cair yang

mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapaat larut, biasanya

dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau

penggunaannya, tidak dimasukkan kedalam golongan produk lain (Ansel,

2004 h.465).

Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam

solven cair bertambah dengan naiknya temperatur. Untuk gas dalam zat

cair, kelakuan yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat

cair hampir selalu bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah

terpisah satu sama lain dan efek panas yang dominan akan timbul akibat

solvasi yang terjadi bilamana gas larut. Kaidah Le Chatelier meramalkan

bahwa kenaikan temperatur akan mengakibatkan perubahan endotermik,

yang untuk gas terjadi bilamana ia meninggalkan larutan. Oleh karena itu,

gas-gas menjadi kurang larut jika temperatur zat cair di mana gas

dilarutkan menjadi lebih tinggi (Moechtar, 1990 h.190).

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat

meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau

basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi dapar

(Martin, 1990, h. 454).

Garam dapar pada umumnya digunakan pada formulasi cairan farmasi

untuk mengatur pH larutan. Meskipun garam-garam itu cenderung

mempertahankan pH larutan pada tingkat tetap, mereka dapat juga

mengkatalisis penguraian. Oleh karena itu perlu untuk menilai pengaruh

kadar dapar pada stabilitas sediaan, di samping pengaruh konsentrasi ion

hidrogen dan hidroksil. Garam dapar yang umum seperti asetat, fosfat,

dan borat ternyata mempunyai pengaruh katalitis pada laju penguraian

obat dalam laruta (Lachman, 1994, h. 1533).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan dapar. Penambahan

garam-garam netral kedalam larutan dapar mengubah pH larutan dengan

berubahnya kekuatan ion. Perubahan kekuatan ion dan pH dapar dapat

pula disebabkan oleh pengenceran. Penambahan air dalam jumlah cukup,

jika tidak mengubah pH dapat mengakibatkan penyimpangan positif atau

negatif sekalipun kecil sekali, karena air selain dapat mengubah nilai

koefisien keaktifan ia juga dapat bertindak sebagai asam lemah dan basa

lemah. Temperatur juga berpengaruh terhadap larutan-larutan dapar.

Kolthoff dan Tekelenburg menyatakan istilah koefisien temperature pH

yaitu pH akibat pengaruh temperatur (Martin, 1990, h. 459).

Sejauh ini telah diketahui bahwa dapar dapat menahan perubahan pH

suatularutan terhadap penambahan asam kuat, basa kuat atau zat-zat lain

yang dapat mengubah konsentrasi ion hidrogen larutan itu. Terbukti pula

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

secara kualitatif bahwa aksi dapar ditunjukkan oleh kombinasi asam

lemah dan basa lemah dengan garamnya. Selanjutnya, perubahan pH

akan lebih bnyak dibicarakan secara kuantitatif (Martin, 1990, h. 464).

Persamaan kapasitas dapar menurut Van Slyke. Kapasitas dapar

dapat dihitung dengan persamaan:

∆B
𝛽=
∆pH

Sudah memberikan hasil yang cukup. Persamaan tersebut menunjukkan

besarnya kapasitas dapar rata-rata karena penambahan basa (Martin,

1990, h. 466).

Kerja dapar dalam tubuh yaitu darah selalu berada pada pH 7,4 hal itu

disebabkan karena adanya dapar primer dalam plasma dan dapar

sekunder dalam eritrosit terdiri dari asam karbonatatau bikarbonat dengan

garam Na+ asam basa dari asam fosfat yang berlaku sebagai dapar.

Protein plasma yang berlaku sesabagai dapar: sebagai asam dalam darah

dapat bergantung dengan basa dan bertindak sebagai dapar. Dalam

eritrosit dan sistem dapar tersebut mengandung HB atau masih

hemoglobin atau garam kalsium basa/ asam dari asam fosfat (Martin,

1990, h. 474).

Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas dapar. Kapasitas dapar tidak

saja dipengaruhui perbandingan [garam] / [asam] tetapi juga konsentrasi

total asam dan garamnya (Martin, 1990, h. 467).

Dapar dibidang farmasi. Larutan dapar seringkali dipakai dibidang

farmasi, khususnya dalam pembuatan larutan obat mata (ophthanmic

solution). Dapar dapat juga dipakai dalam penetapan pH dengan cara

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

kolorimetri dan untuk studi penelitian yang memperlukan pH yang konstan

(Martin, 1990, h. 476).

Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa

dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah

bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu

gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih

dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut diabsorbsi lebih kuat

oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air

menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase

kontinu. Demikian pulah sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih

dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut diabsorbsi lebih kuat

pleh minyak dibandingkan dengan air. Akibat tegangan permukaan

minyak lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu

(Genaro, 1990 h. 354).

B. Uraian Bahan

1. Aquadest (Ditjen POM, 1979, h. 96).

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Sinonim : Air Suling

Rumus Molekul : H2O

Rumus Struktur :H O H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

tidak mempunyai rasa.

Berat Molekul : 18,02 gr/mol.

Kegunaan : Pelarut.

2. Paracetamol (Ditjen POM, 1995, h. 649).

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

Nama Resmi : PARACETAMOLUM

Nama Lain : Acetaminophenum

Berat Molekul : 151,16

Rumus Molekul : C8H9O2

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7

bagian

etanol (95%), dalam 13 bagian aseton,

dalam 40 bagian gliserol dan dalam

bagian propilenglikol larut dalam 9

alkali hidroksida.

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak

berbau, rasa pahit.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya.

Kegunaan : Sebagai sampel.

3. Tween 80 (Ditjen POM, 1979, h. 509).

Nama Resmi : POLYSORBATUM – 80

Nama Lain : Polisorbat – 80

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih,

kuning, bau asam lemak, khas.

Kekentalan : Lebih kurang 600 cp.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Penggunaan : Zat tambahan.

4. Asam Fosfat (Ditjen POM, 1995 h. 51).

Nama Resmi : ACIDUM PHOSPORICUM

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

Nama Lain : Asam Fosfat

Rumus Molekul : HPO4

Berat Molekul : 98,00

Pemerian : Cairan kental seperti sirup, tidak

berwarna,

tidak berbau.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

C. Prosedur Kerja (Anonim, 2018).

a. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

1. Buat larutan tween 80 dengan konsentrasi : 0,1 ; 0,5 ; 1,0 ; 5,0 ; 10

; dan 100 g/ 100 ml.

2. Tambahkan 100 mg paracetamol ke dalam masing-msing larutan.

3. Kocok dengan stirer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang larut

selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol

sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.

4. Saring larutan dan tentukan kadar paracetamol yang larut.

5. Buat kurva antara kelrutan paracetamol dengan konsentrasi tween

80 yang digunakan.

6. Tentukan konsentrasi misel kritik (KMK) tween 80.

b. Membuat Larutan Dapar

1. Hitung jumlah asam dan garamnya atau basa dan garamnya yang

digunakan untuk membuat larutan dapar 6, 8, dan 10.

2. Buat dapar sesuai perhitungan diatas. Diukur pH dari larutan yang

dibuat.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

c. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

1. Buat 25 ml dapar fosfat denga pH 6, 8, dan 10.

2. Masing-masing larutan ditambahkan 100 mg paracetamol ke

dalamnya.

3. Kocok larutan dengan tirer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang

larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu

paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.

4. Saring larutan dan tentukan kadar paracetamol yang terlarut dalam

masing-masing larutan dapar dengan cara spektofotometer UV

pada panjang gelombang 236 nm. Bila konsentrasi larutan terlalu

pekat encerkan dulu dengan larutan dapar yang sesuai.

5. Buat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh

dengan pH larutan.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

BAB III

METODE KERJA

A. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu erlenmeyer,

gelas kimia, kertas saring, labu ukur, magnetik stirrer, pipet tetes, stirer,

timbangan analitik, spektrofotometri, dan vial.

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu aquadest,

parasetamol, larutan dapar fosfat, dan tween 80.

C. Cara Kerja

1. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

Dibuat larutan tween 80 dengan konsentrasi 1%-10%. Dilarutkan

dalam 100 ml aquadest. Lalu Ditambahkan 100 mg parasetamol dan

masukkan kedalam masing-masing larutan tersebut. Dikocok larutan

tersebut dengan stirer selama 1 jam, kalau ada endapan yang larut

selama pengocokan, tambahkan lagi parasetamol sampai didapat

larutan yang jenuh kembali. Disaring dan tentukan kadar parasetamol

yang terlarut dalam masing-masing larutan kemudian dibuatkan kurva

antara kelarutan parasetamol dengan konsentrasi tween 80 yang

digunakan dan tentukan konsentrasi misel kritik tween 80.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

2. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

Dibuat 100 ml larutan dapar fosfat dengan pH 6, 8, dan 10. Masing-

masing larutan ditambahkan 100 mg paracetamol ke dalamnya. Kocok

larutan dengan stirer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut

selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol

sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali. Disaring larutan dan

tentukan kadar paracetamol yang terlarut dalam masing-masing

larutan dapar dengan menggunakan spektofotometri UV pada panjang

gelombang 236 nm. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi zat

yang diperoleh dengan pH larutan.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Data hasil percobaan

a. Tabel kurva baku surfaktan

PPM Absorbansi

8 0,260

10 0,322

12 0,395

14 0,462

16 0,526

18 0,591

20 0,660

22 0,720

24 0,777

b. Tabel kurva baku pH

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

PPM Absorbansi

4 0,228

6 0,371

8 0,505

10 0,637

12 0,777

c. Tabel pengaruh pH terhadap kelarutan


pH Absorbansi

6 0,272

8 0,204

10 0,783

Hubungan Antara Konsentrasi Zat


yang Diperoleh dengan pH larutan
700 604,2053
600
500
400 Hubungan Antara
Konsentrasi Zat yang
300 230,2053 Diperoleh dengan pH
200 180,3519 larutan
100
0
6 8 10

d. Tabel pengaruh surfaktan terhadap kelarutan

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

Konsentrasi Absorbansi

1% 0,812

2% 0,805

3% 0,798

4% 0,275

5% 0,888

6% 0,777

7% 0,928

8% 0,802

9% 0,666

10% 0,458

Konsentrasi Misel Kritik


160000
140000 144927,54
Kelarutan Paracetamol

120000
100000
98039,22
80000
60000 Series 1
40000
20000
0
1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
Konsentrasi Tween

B. Pembahasan

Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk

meningkatkan ke larutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam

medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan

tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat. Sedangkan


DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI
15020160067
KELARUTAN 2

pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk

agregat yang disebut misel.

Secara teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutannya.

Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka

semakin besar juga kelarutan zat tersebut.hal ini sesuai dengan apa yang

telah dipraktikkan bahwa ketika pH naik maka kelarutan juga naik

begitupun sebaliknya.

Pada percobaan pertama yaitu untuk mengetahui pengaruh

penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat, diperoleh data hasil

pengamatan berupa konsentrasi parasetamol dalam pelarut yang telah

ditambahkan surfaktan dengan konsentrasi 1% - 10 % berturut-turut

adalah 80,63, 81,33, 82,02, 14,31, 73,72, 82,27, 70,54, 81632,6,

98039,22, dan 144927,54.

Adapun perbandingan hasil praktikum dengan literatur, mengenai

kelarutan paracetamol dengan penambahan surfaktan tidak sesuai

dengan literatur karena dari data hasil pengamatan, menunjukkan data

yang tidak menentu (bervariasi atau tidak menunjukkan kenaikan atau

penurunan). Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor kesalahan

yang tidak disengaja seperti tidak sesuainya waktu pengocokan dengan

ketentuan yang ada dan juga kurang telitinya dalam penimbangan

paracetamol dan tween 80 maupun pengukuran aquadest pada gelas

ukur.

Pada percobaan kedua yaitu untuk menentukan pengaruh pH terhadap

kelarutan suatu zat, diperoleh data hasil pengamatan berupa konsentrasi

parasetamol dalam pelarut yang telah ditambahkan larutan dapar dengan

pH 6 yaitu 230.2053 mg/mL, pH 8 yaitu 180,3519 mg/mL, pH 10 yaitu

604,8387 mg/mL.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

Dari percobaan tersebut dapat dilihat besar pH dalam kelarutan dapat

mempengaruhi kelarutan suatu zat. pH merupakan derajat keasaman.

Parasetamol merupakan senyawa yang bersifat basa lemah. Hasil

praktikum yang di dapatkan tidak sesuai dengan teori yang seharusnya

kelarutan paracetamol lebih tinggi pada pH yang lebih rendah (lebih asam)

dibandingkan dengan pH yang tinggi (lebih basa).

Pada percobaan ini digunakan juga alat spektrofotometri, yaitu alat

yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometri

menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang gelombang dan

fotometri adalah pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisikan atau

diabsorbsi

Sedangkan pada hasil praktikum mengenai pengaruh pH terhadap

kelarutan tidak sesuai dengan literatur, karena data pengamatan yang

diperoleh tidak sesuai.

Adapun kesalahan-kesalahan data yang diperoleh itu diakibatkan oleh

kurang ketelitian dan kehati-hatian praktikan dalam melakukan praktikum.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang bisa saya ambil dari percobaan kali ini

adalah Data yang diperoleh dari hasil pengamatan berupa konsentrasi

paracetamol dalam pelarut yang telah ditambahkan Surfaktan dengan

konsentrasi 1% - 10 % berturut-turut adalah 80,63, 81,33, 82,02, 14,31,

73,72, 82,27, 70,54, 81632,6, 90839,22, dan 144927,59. Seharusnya dari

percobaan tersebut dapat dilihat pengaruh penambahan surfaktan dapat

lebih meningkatkan kelarutan suatu zat menurut Martin, 1993. Tetapi pada

hasil percobaan tidak sesuai dengan literatur.

Data hasil pengamatan berupa konsentrasi paracetamol dalam pelarut

yang telah ditambahkan larutan dapar dengan pH 6 yaitu 230,2053

mg/mL, pH 8 yaitu 180,3519 mg/mL, pH 10 yaitu 604,8387 mg/mL. Secara

teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutannya. Maksudnya

ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga

kelarutan zat tersebut.hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah

dipraktikkan bahwa ketika pH naik maka kelarutan juga naik begitupun

sebaliknya.

B. Saran

1. Asisten

Sebaiknya para asisten lebih memperhatikan para pratikan,

memberikan arahan-arahan kecil terlebih dahulu mengenai alat dan

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

bahan yang akan di gunakan, seperti cara membersihkan alat yang

benar, perlakuan tertentu terhadap bahan dan lain-lain.

2. Laboratorium

Pihak laboratorium dapat lebih memperhatikan alat-alat yang akan

di gunakan oleh pratikum, dalam hal kebersihan agar dalam hal

pengukuran dapat meminimalisir kesalahan yang akan terjadi dalam

pratikum.

3. Praktikan

Praktikan harus lebih teliti dan harus lebih berhati-hati dalam

melakukan percobaan.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2018, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Universitas Muslim


Indonesia, Makassar.

Ansel, HC., 2004, Kalkulasi Farmasetik Panduan untuk Apoteker, Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan


RI, Jakarta.

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan


RI, Jakarta.

Genaro, R.A., 1990, Remington’s Pharmaceutical Science. 18th Ed. Macle


Printing Company, Easton-Pennsilva, USA.
Lachman, L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI Press, Jakarta.
Martin, A., dkk., 1990, Farmasi Fisika, UI Press, Jakarta.
Moechtar, 1990, Farmasi Fisika, UGM Press, Yogyakarta.

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

LAMPIRAN

A. Skema Kerja

a. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

Buat larutan tween 80 dengan konsentrasi 1%-10%



Tambahkan parasetamol

Jika pada saat pengocokan ada endapan larut tambahkan lagi


paracetamol sampai mendapatkan larutan jenuh

Saring dan tentukan kadar paracetamol

Buat kurva parasetamol dengan konsentrasi tween 80

Tentukan konsentrasi misel kritik tween 80

b. Membuat larutan dapar

Hitung jumlah asam dan garam/ basa dan garam

(pH 6, 8, 10)

Buatlah dapar sesuai perhitungan

Ukur pH dari larutan tersebut

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

c. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

Buat 25 ml larutan dapar fosfat

(pH 6, 8, 10)

Tambahkan 100 mg parasetamol

Jika ada endapan saat pengocokan tambahkan parasetamol hingga

diperoleh larutan yang jenuh

Saring larutan dan tentukan kadar parasetamol

Buatlah kurva konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan

B. Perhitungan

a. Pengaruh pH dan Dapar

Diketahui:

a : -0,042
b : 0,0682
r : 0.9999
a) pH 6
dit : konstanta (X) ?
𝑦−𝑎 𝑣.𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
X1 = x fp fP =
𝑏 𝑣.𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡/𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,272−(−0,042) 50 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
= x 5000 = x
0,0682 0,1 𝑚𝐿 1 𝑚𝐿

= 23020,53 ppm = 5000


23020,53
X1 = x 10 mL
1000

X1 = 230,2053 mg / 10 mL

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

b) pH 8
dit : konstanta (X) ?
𝑦−𝑎 𝑣.𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
X1 = x fp fP =
𝑏 𝑣.𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡/𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,204−(−0,042) 50 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
= x 5000 = x
0,0682 0,1 𝑚𝐿 1 𝑚𝐿

= 18035,19 ppm = 5000


18035,19
X1 = x 10 mL
1000

X1 = 180,3519 mg / 10 mL

c) pH 10
dit : konstanta (X) ?
𝑦−𝑎 𝑣.𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
X1 = x fp fP =
𝑏 𝑣.𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡/𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,783−(−0,042) 50 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
= x 5000 = x
0,0682 0,1 𝑚𝐿 1 𝑚𝐿

= 60483,87 ppm = 5000


60483,87
X1 = x 10 mL
1000

X1 = 604,8387 mg / 10 mL

Untuk pH 6

1. pKa = 7,21

[garam]
pH = pKa + log
[asam]

[garam]
6 = 7,21 + log
[asam]

[garam]
log = −1,21
[asam]

[garam]
= Antilog(−1,21)
[asam]

[garam]
= 0,062
[asam]

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

[garam] = 0,062 [asam]

2. Ka = Antilog (– pKa) = 6,166 × 10−8

[H3 O+ ] = Antilog (– pH) = 1 × 10−6

Ka [H3 O+ ]
β = 2, 3. C
(Ka + [H3 O+ ])2

(6,166 × 10−8 )(1 × 10−6 )


0,01 = 2,3. C
[(6,166 × 10−8 ) + (1 × 10−6 )]2

6,166 × 10−14
0,01 = 2,3. C
[(0,06166 × 10−6 ) + (1 × 10−6 )]2

6,166 × 10−14
0,01 = 2,3. C
[1,06166 x 10−6 ]2

6,166 × 10−14
0,01 = 2,3. C
1,127 x 10−12

0,01 = 2,3. C. 5,471 x 10−2

0,01 = 12,5833 x 10−2 . C

12,5833 x 10−2 . C = 0,01


0,01
C = 12,5833 x 10−2 = 0,079 mol / L

3. C = [garam] + [asam]

0,079 = 0,062 [asam] + [asam]

0,079 = 1,062[asam]+1[asam]

0,079 = 1,062[asam]+1[asam]

0,079
[asam] = = 0,074 M
1,062

[garam] = 0,062 [asam]

[garam] = 0,062 [0,074]

= 4,588 x 10-3 M

4. BM NaH2PO4 = 137,99 g/mol

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

BM Na2HPO4 = 358,14 g/mol

Untuk asam:
gr 1000
M = BM X v

𝑔𝑟 1000
0,074 = 137,99 𝑥 100

0,074 𝑥 137,99
gr = 10

gr = 1,021 g

Untuk garam:
gr 1000
M = BM X v

𝑔𝑟 1000
4,588 x 10−3 = 358,14 𝑥 100

4,588 𝑥 10−3 𝑥 358,14


gr = 10

gr = 0,164 g

Untuk pH 8

1. pKa = 7,21

[garam]
pH = Pkb + log
[asam]

[garam]
8 = 7,21 + log
[asam]

[garam]
log = 0,79
[asam]

[garam]
= Antilog 0,79
[asam]

[garam]
= 6,166
[asam]

[garam] = 6,166 [asam]

2. Ka = Antilog (– pKa) = 6,166 × 10−8

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

[H3 O+ ] = Antilog (– pH) = 1 × 10−8

Ka (H3 O+ )
β = 2, 3. C
(Ka + [H3 O+ ])2

(6,166 × 10−8 )(1 × 10−8 )


0,01 = 2,3. C
[(6,166 × 10−8 ) + (1 × 10−8 )]2

6,166 × 10−16
0,01 = 2,3 C
51,35 × 10−16

0,01 = 2,3 C 0,12

0,01 = 0,276 C

0,01
C= = 0,036 mol/L
0,276

3. C = [garam] + [asam]

0,036 = 6,166 [asam] + [asam]

0,036 = 6,166[asam] + [asam]

0,36 = 7,166 [asam]

0,036
[asam] = = 5,024 x 10−3 𝑀
7,166

[garam] = 6,166 [asam]

= 6,166 [5,024 x 10−3 ]

= 30,98 x 10−3 𝑀

4. BM NaH2PO4 = 137,99 g/mol

BM Na2HPO4 = 358,14 g/mol

Untuk asam:

gr 1000
M = X
BM v
𝑔𝑟 1000
5,024 x 10−3 = 137,99 𝑥 100

5,024 x 10−3 𝑥 137,99


gr = 10

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

gr = 0,69 g

Untuk garam:
gr 1000
M = BM X v

𝑔𝑟 1000
30,98 x 10−3 = 358,14 𝑥 100

30,98 x 10−3 𝑥 358,14


gr = 10

gr = 1,109 g

Untuk pH 10

1. pKa = 7,21

[garam]
pH = pka + log
[asam]

[garam]
10 = 7,21 + log
[asam]

[garam]
log = 2,79
[asam]

[garam]
= Antilog − 2,79
[asam]

[garam]
= 616,6
[asam]

[garam] = 616,6 [asam]

2. Ka = Antilog (– 7,21) = 6,166 x 10−8

[H3 O+ ] = Antilog (– pH) = 1 × 10−10

Ka [H3 O+ ]
β = 2, 3. C
(Ka + [H3 O+ ])2

(6,166 x 10−8 )(1 × 10−10 )


0,01 = 2,3. C
[(6,166 x 10−8 ) + (1 × 10−10 )]2

6,166 × 10−18
0,01 = 2,3. C
38,14 × 10−16

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

0,01 = 2,3. C. 0,162 x 10−2

0,01 = 0,3726 x 10−2 C

1
C= = 2,68 mol/L
0,3726

3. C = [garam] + [asam]

2,68 = 616,6[asam] + [asam]

= 617,6[asam]

= 617,6[asam]

2,68
[asam] = = 4,34 x 10−3 𝑀
617,6

[garam] = 616,6[4,34 x 10−3 ]

= 2,68 M

4. BM NaH2PO4 = 137,99 g/mol

BM Na2HPO4 = 358,14 g/mol

Untuk asam:

gr 1000
M = X
BM v
𝑔𝑟 1000
4,34 x 10−3 = 137,99 𝑥 100

4,34 x 10−3 𝑥 137,99


gr = 10

gr = 0,06 g

Untuk garam:
gr 1000
M = BM X v

𝑔𝑟 1000
2,68 = 358,14 𝑥 100

2,68 𝑥 358,14
gr = 10

gr = 95,98 g

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

b. Pengaruh Surfaktan

Diketahui:

a : 8,67 x 10-4
b : 0,0327
r : 0,999
Konsentrasi 1% :
y-a volume dipipet
1. X = x FP FP =
b volume sampel

0,812–8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL
= 24805,29 ppm = 1000 kali
24805,29 ppm
= x 5 mL = 124,026 mg/ 5 mL
1000 mL

124,026 mg 1000 mg
10 mL
= X
124,026 . X = 10 . 1000
10000
=
124,026
= 80,63 (agak sukar larut)

Konsentrasi 2% :
y-a volume dipipet
2. X = x FP FP =
b volume sampel

0,805– 8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL
= 24591,2 ppm = 1000 kali
24591,2 ppm
= x 5 mL = 122,96 mg/ 5 mL
1000 mL

122,96 mg 1000 mg
10 mL
= X
122,96 . X = 10 . 1000

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

10000
=
122,96
= 81,33 (agak sukar larut)

Konsentrasi 3% :
y-a volume dipipet
3. X = x FP FP =
b volume sampel

0,798– 8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL
= 24377,16 ppm = 1000 kali
24377,16 ppm
= x 5 mL = 121,89 mg/ 5 mL
1000 mL
121,89 mg 1000 mg
10 mL
= X
121,89 . X = 10 . 1000
10000
=
121,89
= 82,02 (agak sukar larut)

Konsentrasi 4% :
y-a volume dipipet
4. X = x FP FP =
b volume sampel

0,275– 8,67 x 10−4 100 mL 10 mL


= x 16660 = X
0,0327 0,1 mL 0,6 mL
= 139665,31 ppm = 1000 X 16,66
= 16660
139665,31 ppm
= x 5 mL = 698,32 mg/ 5 mL
1000 mL

698,32 mg 1000 mg
10 mL
= X
698,32 . X = 10 . 1000
10000
=
698,33
= 14,32 (larut)
DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI
15020160067
KELARUTAN 2

Konsentrasi 5% :
y-a volume dipipet
5. X = x FP FP =
b volume sampel

0,888– 8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL
= 27129,45 ppm = 1000 kali
27129,45 ppm
= x 5 mL = 135,65 mg/ 5 mL
1000 mL
135,65 mg 1000 mg
10 mL
= X
135,65 . X = 10 . 1000
10000
=
135,65
= 73,72 (agak sukar larut)

Konsentrasi 6% :
y-a volume dipipet
6. X = x FP FP =
b volume sampel

0,777– 8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL
= 23734,95 ppm = 1000 kali
23734,95 ppm
= x 5 mL = 118,67 mg/ 5 mL
1000 mL
118,67 mg 1000 mg
10 mL
= X
118,67 . X = 10 . 1000
10000
=
118,67
= 82,27 (agak sukar larut)

Konsentrasi 7% :
y-a volume dipipet
7. X = x FP FP =
b volume sampel

0,928– 8,67 x 10−4 100 mL


= x 1000 =
0,0327 0,1 mL

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

= 28352,69 ppm = 1000 kali


28352,69 ppm
= x 5 mL = 141,76 mg/ 5 mL
1000 mL
141,76 mg 1000 mg
10 mL
= X
141,76 . X = 10 . 1000
10000
=
141,76
= 70,54 (agak sukar larut)

Konsentrasi 8% :
y-a
8. X = x FP
b
0,802– 8,67 x 10−4
= x1
0,0327
= 24,5 ppm
24,5 ppm
= x 5 mL = 0,1225 mg/ 5 mL
1000 mL
0,1225 mg 1000 mg
10 mL
= X
0,1225 . X = 10 . 1000
10000
=
0,1225
= 81632,6 (praktis tidak larut)

Konsentrasi 9% :
y-a
9. X = x FP
b
0,666– 8,67 x 10−4
= x1
0,0327
= 20,34 ppm
20,34 pmm
= x 5 mL = 0,102 mg/ 5 mL
1000 mL
0,102 mg 1000 mg
10 mL
= X

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067
KELARUTAN 2

0,102 . X = 10 . 1000
10000
=
0,102
= 98039,22 (praktis tidak larut)

Konsentrasi 10%:
y-a
10. X = x FP
b
0,458 – 8,67 x 10−4
= x1
0,0327
= 13.98 ppm
13,98 ppm
= x 5 mL = 0,069 mg/ 5 mL
1000 mL

0,069 mg 1000 mg
10 mL
= X
0,069 . X = 10 . 1000
10000
=
0,069
= 144927,54 (praktis tidak larut)

DICKY ALAMSYAH SRI FAJAR SARASWATI


15020160067

Anda mungkin juga menyukai