Anda di halaman 1dari 42

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM

KELARUTAN

OLEH :

NAMA : DIANA SYAM MULIADI

NIM : 150 2012 0131

KELOMPOK : I (SATU)

KELAS : 34

ASISTEN : BUDI PRASETIA RUMAF

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari

molekul, atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah

zat padat, minyak larut dalam air.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia

zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,

tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung

pada hal terbaginya zat terlarut.Adapun kelarutan didefenisikan dalam

besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jeuh

pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai

interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi

molekuler homogen.

Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan

yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah

konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada

temperatur tertentu.Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat

terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat.

Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang

seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang

tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat
terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih

mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya

inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat

terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh faktor temperatur,

tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung

pada terbaginya zat terlarut.

Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat

mengetahui dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang

paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi

kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan

larutan farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat

bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.

Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam

pengertian umum kadang - kadang perlu digunakan tanpa

mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan

tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut

adalah kelarutan pada suhu 200C dan kecuali dinyatakan lain

menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume

zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut, pernyataan

kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu

kamar, kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan

sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran
debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat

atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut.

Banyak yang melatar belakangi penelitian tentang kelarutan

suatu senyawa, khususnya dalam bidang farmasi, pengetahuan akan

kelarutan suatu zat sangat penting karena menyangkut efek

farmakologi yang akan diberikan oleh suatu obat. Oleh karena itu,

kelarutan sangat berperan penting dalam penentuan sediaan farmasi

yang akan digunakan.

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :

1. Menentukan kelarutan dari asam salisilat secara kuantitatif.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia

tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut

(solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut

yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil

disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan

perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi. 2003).

Larutan adalah campuran yang homogen yang terdiri dari dua

zat atau lebih yaitu pelarut (solven) dan zat terlarut (solute). Larutan

bermacam-macam diantaranya (Sukarjo, 1997) :

a. Larutan jenuh yaitu larutan dimana zat terlarut berada dalam

kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).

b. Larutan tidak jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah

solute yang kurang dari larutan jenuh.

c. Larutan lewat jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung zat

terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang

seharusnya ada pula yang temperatur tertentu.

Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai

konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur

tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan


dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler

homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah

larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah

konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna

pada temperatur tertentu.Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana

zat terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat.

Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang

seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang

tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat

terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih

mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya

inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat

terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh faktor

temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil

bergantung pada terbaginya zat terlarut (Martin, 1993).

Dalam satuan kimia, konsentrasi larutan dinyatakan dalam :

(Rosenberg, 1992).

1. Konsentrasi molar

Yaitu jumlah mol zat terlarut yang terkandung didalam satu liter

larutan.
2. Normalitas

Adalah jumlah gram-ekivalen zat terlarut yang terkadung didalam

satu liter larutan.

3. Molalitas

Banyaknya mol zat terlarut per kilogram pelarut yang terkandung

dalam suatu larutan.

4. Fraksi mol

Adalah suatu komponen dalam laruan, didefenisikan sebgai

banyaknya mol (n) kompone itu sendiri dibagi denan jumlah mol

keseluruhan komponen dalam larutan itu.

Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu

larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran

homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas,

cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan

dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran)

(Voight, 1994).

Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya

selalu terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat

terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu

sampai membentuk larutan jenuh (Yazid, 2005).

Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain,

terutama ion-ion dalam campuran itu (Hardjaji, 1993).


Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan

konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut

tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat

terlarut sampai batas daya melarutnya, larutan ini disebut larutan jenuh.

Agar supaya diperhatikan berbagai kemungkinan kelarutan diantara dua

macam bahan kimia yang menentukan jumlah masing-masing yang

diperlukan untuk membuat larutan jenuh, disebutkan dua contoh sediaan

resmi larutan jenuh dalam air, yaitu larutan Topical Kalsium HIdroksida,

USP (Calcium Hydroxide Topical Solution, USP), dan larutan oral Kalium

Iodida, USP (Potassium Iodida Oral Solution, USP). Larutan yang

pertama dibuat dengan mencampur kalisihidroksida dalam jumlah yang

tepat dengan air murni, mengandung hanya 140 mg zat terlarut yang

larut per 100 ml. Lrutan pada suhu 250 C, sedangkan larutan yang

berikutnya mengandung kira-kira 100 g zat terlarut per 100 ml larutan,

lebih dari 700 kali sebanyak zat terlarut yang terdapat dalam larutan

topikal kalsium hidroksida (Ansel, 1989).

Suatu sifat fisika dan kimia yang penting dari suatu zat obat

adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus

mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi, agar suatu

obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik,

ia pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa yang

relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna

atau tidak menentu. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang
diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki

kelarutannya (Ansel. 1989).

Metode untuk membantu ini tergantung pada sifat kimia dari obat

tersebut dan tipe produk obat dibawah pertimbangan. Sebagai contoh,

jika zat obat adalah asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan dalam pH. Tetapi, untuk banyak zat penyesuaian

pH bukan merupakan suatu cara efektif dalam memperbaiki kelarutan.

Obat asam lemah atau basa lemah mungkin membutuhkan pH yang

ekstrem yang diterima diluar batas-batas fisiologis atau mungkin

menyebabkan masalah-masalah kestabilan dengan bahan-bahan

formulasi. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek kecil terhadap

kelarutan nonelektrolit. Dalam banyak hal, dikehendaki untuk

menggunakan konsolven atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi,

mikronisasi, atau dispersi padatan untuk memperbaiki kelarutan dalam

air. Kelarutan obat biasanya ditentukan dengan metode kelarutan

kesetimbangan, dengan mana kelebihan obat ditempatkan dalam suatu

pelarut dan diaduk pada suatu temperatur konstan selama periode waktu

yang diperpanjang sampai kesetimbangan diperoleh (Ansel. 1989).

Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan

dalam pengertian umumkadang-kadang perlu digunakan tanpa

mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan

tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah

kelarutan pada suhu 200 dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan


bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu bagian volume zat cair larut

dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak

disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan

lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik

seperti bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian

dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam

sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan

pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah (Ditjen POM, 1979).

Jumlah bagian pelarut


Istilah kelarutan diperlukan untuk melarutkan 1
bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000


Faktor yang mempengaruhi kelarutan

- Sifat dari zat terlarut dan pelarut

Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan

substansi polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk

miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible

dengan substansi polar lainnya Sifat pelarut (Sukardjo, 1977)

- pH

Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena

tidak mudah terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat

semakin sukar larut, sedangkan semakin besar pKa maka suatu

zat akan akan mudah larut (Lund, 1994).

- Suhu

Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang

proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi

endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses

melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik).

(Lund, 1994).

- Bahan tambahan

Bahan tambahan baik dapat meningkatkan atau mengurangi

kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu (Lund, 1994).

Suhu merupakan faktor yang penting dalam menentukan

kelarutan suatu obat dan dalam mempersiapkan larutannya. Kebanyakan

bahan kimia menyerap panas bila dilarutkan dan dikatakan mempunyai


panas larutan negative, yang menyebabkan meningkatnya kelarutan

dengan menaikkan suhu . Segolongan kecil bahan kimia mempunyai

panas larutan positif dan menunjukkan berkurangnya kelarutan dengan

suatu kenaikan suhu. Disamping suhu, faktor-faktor lain juga

mempengaruhi kelarutan. Ini meliputi bermacam-macam bahan kimia dan

sifat-sifat fisika lainnya dari zat terlarut dan pelarut, faktor tekanan,

keasaman atau kebasaan dari larutan, keadaan bagian dari zat terlarut,

dan pengadukan secara fisik yang dilakukan terhadap larutan selama

berlangsungnya proses melarut. Kelarutan suatu zat kimia murni pada

suhu dan tekanan tertentu adalah tetap; tetapi, laju larutnya yaitu

kecepatan zat itu melarut, tergantung pada ukuran partikel dari zat dan

tingkat pengadukan. Makin halus bubuk makin luas permukaan kontak

dengan pelarut, makin cepat proses melarut. Juga makin kuat

pengadukan, makin banyak pelarut yang tidak jenuh bersentuhan dengan

obat, makin cepat terbentuknya larutan (Ansel, 1989).

Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan

dalam wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat

pengompleks dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak

pada temperatur konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan

supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Martin, 1993).

Higuchi dan Lach menggunakan metode kelarutan untuk

menyelidiki kompleksasi dari p-amino asam benzoat (PABA) oleh kafeina.

Hasil diplot seperti pada gamar dimana titik A garis memotong sumbu
tegak adalah kelarutan obat dalam air. Dengan penambahan kafeina,

kelarutan p-amino asam benzoat naik secara linear disebabkan karena

kompleksasi. Pada titik B, larutan dijenuhkan terhadap kompleks dan

obat itu sendiri. Kompleks terus terbentuk dan mengendap dari sistem

jenuh apabila semakin banyak kafeina ditambahkan. Pada titik C, semua

kelebihan zat padat PABA telah masuk dalam larutan dan telah diubah

menjadi kompleks (Martin, 1993).

II.2 Uraian Bahan

1. Asam Salisilat ( Dirtjen POM, 1979 ; 56 )

Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM

Nama lain : asam salisilat

Rumus molekul : C7H6O3

Berat molekul : 138,12

Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau

serbuk berwarna putih, rasa agak

manis, tajam

Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam

4 bagian etanol (95%) P. Mudah larut

dalam kloroform dan eter.

Berat setara : 1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara

dengan 69,06 mg C7H6O3

Rumus bangun :
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,5 %

C7H6O3

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : sebagai sampel

2. Air suling ( Dirtjen POM, 1979 ; 96 )

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling, aquadest

Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Alkohol ( Dirtjen POM, 1979; 65 )

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Alkohol

Rumus molekul : C2H6O

Berat molekul : 46,07

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah

menguap, bau khas, rasa panas

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroform P dan dalam eter P


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : sebagai kosolven

4. Propilen glikol (Dirtjen POM, 1979 : 534)

Nama Resmi : PROPYLEN GLYCOLUM

Nama Lain : Propilen glikol

RM/BM : C3H8O2/76,10

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, rasa agak manis,

Higroskopik.

Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan

etanol (95%) P. Dan dengan kloroform

P., larut dalam 6 bagian eter P. Tidak

dapat campur dengan eter minyak

tanah P. Dan dengan minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai Kosolven

5. Polisorbat 80 (Dirtjen POM, 1979: 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80

Nama lain : Polisorbat 80, tween


Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak

berwarna,hampir tidak mempunyai

rasa.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol

(95%)P, dalam etil asetat P dan dalam

methanol P,sukar larut dalam parafin

cair P dan dalam biji kapas P

Kegunaan : Sebagai surfaktan

6. Natrium hidroksida (Dirtjen POM, 1979: 412)

Nama resmi : Natrii Hidroxydum

Nama lain : Natrium hidroksida

Rumus molekul : NaOH

Berat molekul : 40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur

atau keping, kering, keras, rapuh dan

menunjukan susunan hablur; putih,

mudah meleleh basah, Sangat alkalis

dan korosif, Segera menyerap

karbondioksida.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan

etanol (95%) P

Kegunaan : Zat Tambahan


1. Prosedur Kerja (Anonim,2013)

A. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif

1. Masukan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan kocok selama

1,5 jam dengan stirer, jika ada endapan yang larut selama

pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat

sampai diperoleh latutan yang jenuh.

2. Saring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam

masing-masing larutan.

B. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

1. Buat 100 ml campuran bahan pelarut

2. Ambil 50 ml campuran pelarut, larutkan dalam asam salisilat

sebanyak 1 g ke dalam masing-masing campuran pelarut.

3. Kocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan

yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah

tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh

kembali.

4. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut

5. Buat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konstanta

dieletrik

C. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

1. Buat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 0 ; 0,1 ; 0,5 ;

1,0 ; 5,0 ; 10,0 ; 50,0 ; dan 100 mg/ 100 ml.

2. Tambahkan 1 g asam salisilat kedalam masing-masing larutan


3. Kocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan

yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah

tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh

kembali.

4. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut

5. Buat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentri

tween 80 yang digunakan

6. Tentukan konsentrasi misel kritik (KMK) tween 80.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

Alat

Adapun alat yang akan digunakan adalah Botol

semprot,Corong, Gelas erlemeyer 25 ml, Gelas ukur 50 ml, Gelas

kimia 50 ml, Kertas timbang, Pipet volum 10 ml, Pipet pendek dan

panjang.

Bahan

Adapun bahan yang akan digunakan adalah Asam salisilat 1 g,

Alkohol, Aquades, KH2PO4, NaOH, Propelin glikol, dan Tween 80.

III.2 Langkah Kerja

A. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif

1. Dimasukan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan kocok

selama 1,5 jam dengan stirer, jika ada endapan yang larut

selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu asam

salisilat sampai diperoleh latutan yang jenuh.

2. Disaring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam

masing-masing larutan.

B. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

1. Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut


2. Diambil 50 ml campuran pelarut, larutkan dalam asam salisilat

sebanyak 1 g ke dalam masing-masing campuran pelarut.

3. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada

endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi

sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang

jenuh kembali.

4. Disaring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut

5. Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konstanta

dieletrik

C. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

1. Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 1%, 2%,

3%, 4%, 5%, 6%, 7% dan 8%

2. Ditambahkan 1 g asam salisilat kedalam masing-masing

larutan

3. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada

endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi

sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang

jenuh kembali.

4. Disaring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut

5. Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentri

tween 80 yang digunakan


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data Pengamatan

a. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif

Berat Berat Sampel dan Residu Sampel


sampel kertas kertas sampel yang larut
saring saring
1g 0,82 g 1,54 g 0,72 0,28 g

b. pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat

Pelarut Berat Berat Sampel dan Residu Sampel

sampel kertas kertas sampel yang

saring saring larut

A 1,5 g 0,81 g 1,6512 g 0.8412 g 0,6588 g

B 2g 0,81 g 1,41 g 0,6 g 1,4 g

C 1,5 g 0,80 g 0,9646 g 0,1646 g 1, 3354 g

D 2g 0,81 g 0,9620 g 0,152 g 1,848 g

E 2g 0,81 g 0,9583 g 0,1483 g 1,8517 g

F 2g 1g 2,06 g 1,06 g 0,94 g

G 2g 1g 2,05 g 1,05 g 0,95 g

H 2g 1g 1,79 g 0,79 g 1,21 g


c. pengaruh penambahan surfaktan terhadap suatu zat

% tween Berat Berat Sampel Residu Sampel

sampel kertas dan kertas sampel yang

saring saring larut

Tween 1 % 1g 1,05 g 3,17 g 2,12 g 0,38 g

Tween 2 % 1g 1,05 g 3,19 g 2,14 g 0,36 g

Tween 3 % 1g 1,05 g 2,86 g 1,81 g 0,69 g

Tween 4 % 1,5 g 0,4340 g 0,8882 g 0,4542 g 1,0458 g

Tween 5 % 1g 1,29 g 2,19 g 0,9 g 1,1 g

Tween 6 % 1g 1,29 g 2,59 g 1,3 g 1,2 g

Tween 7 % 1g 1,35 g 2,78 g 1,43 g 1,07 g

Tween 8 % 1g 1,08 g 2,64 g 1,56 g 0,44 g

d. pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

pH Berat Berast Sampel Residu Sampel

larutan sampel kertas dan kertas sampel yang

saring saring larut

5 1g 0,42 g 1,04 g 0,62 g 0,38 g

6 1,5 g 0,40 g 1,35 g 0,95 g 0,55 g

7 2g 0,36 g 1,63 g 1,27 g 0,73 g

8 1,5 g 0,33 g 1,07 g 0,74 g 0,76 g


Perhitungan:

Ket: residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring

Sampel yang larut = berat sampel- residu sampel

a. menentukan kelarutan secara kuantitatif

Residu sampel = 1,54 - 0,82

= 0,72 g

Sampel yang larut = 1 – 0,72

= 0,28 g

50
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,28

= 178,57 (𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

b. pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat

Konstanta dielektrik Air= 80,4 , Alkohol= 24,3 , propilenglikol=32

 Pelarut A = 60 : 0: 40

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100
0
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 0
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 40 x 32 = 12,8
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 0 + 12,8 = 61,04

 Pelarut B = 60 : 5: 35

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

5
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 1,125
100
𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 35 x 32 = 11,2
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 1,125 + 11,2 = 60,415

 Pelarut C = 60 : 10: 30

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

10
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 2,43
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 30 x 32 = 9,6
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 2,43 + 9,6 = 60,27

 Pelarut D = 60 : 15: 25

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

15
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 3,645
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 25 x 32 = 8
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 3,645 + 8 = 59,885

 Pelarut E = 60 : 20: 20

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

20
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 4,84
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 20 x 32 = 6,4
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 4,84 + 6,4 = 59,48


 Pelarut F = 60 : 30: 10

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

30
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 7,29
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 10 x 32 = 3,2
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 7,29 + 3,2 = 58,73

 Pelarut G = 60 : 35: 5

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

35
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 8,505
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 5 x 32 = 1,60
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 8,505 + 1,60 = 58,345

 Pelarut H = 60 : 40: 0

60
𝐴𝑖𝑟 = x 80,4 = 48,24
100

40
𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = x 24,3 = 9,72
100

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙𝑒𝑛𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 = 0 x 32 = 0
100

Jumlah konstanta dielektrik = 48,24 + 9,72 + 0 = 57,51


Perhitungan istilah Kelarutan

 Pelarut A

Residu sampel = 1,6512 - 0,81

= 0,8412 g

Sampel yang larut = 1,5 – 0,8412

= 0,6588 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,6588

= 151,79 (𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut B

Residu sampel = 1,41 - 0,81

= 0,6 g

Sampel yang larut = 2 – 0,6

= 1,4 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,4

= 71,42 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut C

Residu sampel = 10,9646 - 0,80

= 0,1646 g

Sampel yang larut = 1,5 – 0,1646

= 1,3354 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,3354
= 74,88 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut D

Residu sampel = 10,9620 - 0,81

= 0,152 g

Sampel yang larut = 2 – 0,152

= 1,848 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,848

= 54,11 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut E

Residu sampel = 0,9583 - 0,81

= 1,483 g

Sampel yang larut = 2 – 0,1483

= 1, 8517 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,8517

= 54,00 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut F

Residu sampel = 2,06 - 1

= 1,06 g

Sampel yang larut = 2 – 1,06

= 0,94 g
100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,94

= 106,38 (𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut G

Residu sampel = 2,05 - 1

= 1,05 g

Sampel yang larut = 2 – 1,05

= 0,95 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,95

= 105,26 (𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Pelarut H

Residu sampel = 1,79 - 1

= 0,79 g

Sampel yang larut = 2 – 0,79

= 1,21 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,21

= 82,64 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

c. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

 Tween 1 %

Residu sampel = 3,17 g – 1,0 g

= 2,12 g

Sampel yang larut = 2,5 g – 2,12 g


= 0,38 g

Kelarutan = 100 ml

0,38 g

= 263,15 ml/g ( sukar larut).

 Tween 2 %

Residu sampel = 3,19 g – 1,05 g

= 2,14 g

Sampel yang larut = 2,5 g – 2,14 g

= 0,36 ml/g ( sangat mudah larut)

Kelarutan = 100 ml

0,36 g

= 277,77 ml/g (sukar larut).

 Tween 3 %

Residu sampel = 2,86 g – 1,05 g

= 1,81 g

Sampel yang larut = 2,5 g – 1,81 g

= 0,69 g

Kelarutan = 100 ml

0,69 g

= 144,92 ml/g (sukar larut).


 Tween 4 %

Residu sampel = 0,88882 – 0,4340

= 0,4542 g

Sampel yang larut = 1,5 – 0,4542

= 1,0458 g

Kelarutan = 100 ml

1,0458 g

= 95,62 ml/g ( agak sukar larut).

 Tween 5 %

Residu sampel = 2,19 g – 1,29 g

= 0,9 g

Sampel yang larut = 2 g – 0,9 g

= 1,1 g

Kelarutan = 100 ml

1,1 g

= 90,90 ml/g ( agak sukar larut).

 Tween 6 %

Residu sampel = 0,607 – 0,434

= 0,713 g

Sampel yang larut = 2,5 – 0,713

= 2,327 g
Kelarutan = 100 ml

2,327 g

= 42,97 ml/g (agak sukar larut).

 Tween 7 %

Residu sampel = 2,78 g – 1,35 g

= 1,43 g

Sampel yang larut = 2,5 g – 1,43 g

=1,07 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
1,07

= 93,45 𝑔𝑟 (agak sukar larut)

 Tween 8 %

Residu sampel = 2,64 g – 1,08 g

= 1,56 g

Sampel yang larut = 2 g – 1,56 g

= 0,44 g

100
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,44

= 227,27 𝑔𝑟 (sukar larut)


d. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

 pH 5

Residu sampel = 1,04 - 0,42

= 0,62 g

Sampel yang larut = 1 – 0,62

= 0,38 g

50
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 0,38

= 131,57 (𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 pH 6

Residu sampel = 1,35 - 0,40

= 0,95 g

Sampel yang larut = 1,5 – 0,95

= 0,55 g

50
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 0,55

= 90,90 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 pH 7

Residu sampel = 1,63 - 0,36

= 1,27 g

Sampel yang larut = 2 – 1,27

= 0,73 g

50
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,73
= 68,49 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 pH 8

Residu sampel = 1,07 - 0,33

= 0,74 g

Sampel yang larut = 1,5 – 0,74

= 0,76 g

50
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 =
0,76

= 65,78 (𝑎𝑔𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

Pengaruh Pelarut Campur


2.5
ASAM SALISILAT TERLARUT

1.5

1
jumlah yang
0.5 larut

0
57 58 59 60 61 62

konstanta Dielektrik

Grafik pengaruh pelarut campur pada kelarutan Asam salisilat


Pengaruh Surfaktan Tween 80
2.5
ASAM SALISILAT TERLARUT

1.5

1
jumlah yang
larut (g)
0.5

0
0 5 10 15

KONSENTRASI TWEEN 80

Grafik pengaruh penambahan surfaktan pada kelarutan Asam salisilat


IV.2 Pembahasan

Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai

konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan

tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut

yang dapat melarutkan suatu gram zat. Misalnya 1 g asam salisilat

akan larut dalam 550 ml air. Kelarutannya dapat juga dinyatakan

dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.

Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai

konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu,

sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan

dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler

homogen. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary

definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1

gram zat terlarut

Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk

diketahui dalam pembuatan sediaan farmasi. Sediaan farmasi cairan

seperti sirup, eliksir, obat tetes mata, injeksi dan lain-lain dibuat

dengan menggunakan pembawa air. Bahkan untuk bentuk sediaan

obat lainnya seperti suspense, tablet atau kapsul yang diberikan

secara oral, data ini tetap diperlukan karena dalam saluran cerna

obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna yang

komponen utamanya adalah air agar dapat diabsorbsi.


Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat

terlarut. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat melarut dalam

pelarut tertentu. Larutan pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu

larutan jenuh adalah larutan yang zat terlarutnya dapat melarut

dalam zat pelarutnya dalam konsentrasi yang maksimal. Larutan

lewat jenuh terjadi pada saat zat terlarut sudah melewati batas

maksimal zat pelarut untuk melarutkannya yang biasanya ditandai

dengan terbentuknya endapan. Lautan tak jenuh terjadi saat zat

terlarut belum mencapai batas maksimal zat pelarut untuk

melarutkannya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain

adalah suhu, pH, ukuran partikel, tetapan dialektrik, dan

penambahan zat-zat tertentu misalnya surfaktan.

Aplikasi dari materi percobaan ini sangat penting dalam

bidang farmasi, sebab dapat membantunya memilih medium pelarut

yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu

mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu

pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi, dapat bertindak

sebagai standar atau uji kemurnian.

Pengatahuan tentang kelarutan sangat penting, karena dapat

digunakan sebagai proses pemilihan medium pelarut yang paling

baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-


kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan

farmasetis, dapat bertindak sebagai standar baku kemurnian.

Pada percobaan ini sampel yang digunakan yaitu asam

salisilat yang memiliki sifat sukar larut dan melakukan 4 macam

percobaan yaitu, menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif,

pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat, pengaruh

penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat dan pengaruh

pH terhadap kelarutan suatu zat.

Penentuan kelarutan suatu zat secara kuantitatif dilakukan

dengan cara dimasukkan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan

dikocok selama 1 jam dengan menggunakan stirrer, Jika setelah

dikocok masih ada endapan larut maka ditambahkan lagi asam

salisilat hingga terbentuk endapan. Kemudian difiltrat lalu hasil

filtratnya di keringkan dan timbang lah hasil filtratnya dan dperoleh

hasil bahwa kelarutan asam salisilat adalah 178,57 (sukar larut).

Pada penentuan pengaruh pelarut terhadap kelarutan suatu

zat, dilakukan dengan mengambil 100 ml pelarut campur yaitu

pelarut A,B,C,D,E,F,G,dan H yang telah ditentukan terlebih dahulu

konstanta dialektriknya kemudian dimasukkan 1 gram asam salisilat.

Dikocok dengan menggunakan strirer selama 1 jam. Jika setelah

dikocok masih ada endapan larut maka ditambahkan lagi asam

salisilat hingga terbentuk endapan. Kemudian difiltrate lalu hasil

filtratnya di keringkan setelah itu timbanglah hasil filtratnya.


Konstanta dielektrik yang diperoleh yaitu, untuk pelarut A yaitu

61,04, konstanta dielektrik pelarut B yaitu 60,415, konstanta dielektrik

pelarut C yaitu 60,27, konstanta dielektrik pelarut D yaitu 59,885,

konstanta dielektrik pelarut E yaitu 59,48, konstanta dilektrik pelarut F

yaitu 58,73, konstanta dilektrik pelarut G yaitu 58,345, konstanta

dielektrik pelarut H yaitu 57,51

Hasil yang diperoleh dengan pengaruh pelarut campur yaitu

pelarut A kelarutannya adalah 151,79 (sukar larut), pelarut B adalah

71,42 (agak sukar larut), pelarut C adalah74, 88(agak sukar larut),

pelarut D adalah 54,11 (agak sukar larut), pelarut E adalah54,00

(sukar larut), pelarut F adalah106,38 (sukar larut), pelarut G adalah

105,26 (sukar larut) dan pelarut H adalah 82,64 (agak sukar larut).

Berdasarkan grafik terhadap pengaruh pelarut campur dengan

konstanta dielektrik, diketahui bahwa kelarutan Asam salisilat dari

pelarut A ke pelarut C mengalami penurunan, namun pada pelarut C

ke pelarut E mengalami peningkatan, dan pada pelarut E ke pelarut F

kembali mengalami penurunan, sedangkan dari pelarut F ke pelarut

G mengalami peningkatan, kemudian dari Pelarut G ke pelarut H

kembali mengalami penurunan, hal ini tidak sesuai dengan literature

dimana literatur mengatakan bahwa Asam salisilat dengan semakin

tingginya konstanta dielektrik maka kelarutannya akan semakin

kurang.
Penentuan pengaruh penambahan surfaktan terhadap

kelarutan suatu zat dilalukan dengan pembuatan larutan tween 80

yang digunakan sebagai surfaktan dengan variasi konsentrasi.

Kemudian ditambahkan 1 g asam salisilat ke dalam masing-masing

larutan tween tersebut. Kemudian dikocok dengan menggunakan

stirrer selama 1 jam. Jika endapannya larut maka tambahkan asam

salisilat berlebih kemudian difiltrate dengan menggunakan kertas

saring.

Hasil yang diperoleh dari penambahan surfaktan yaitu pada

tween 1 % kelarutannya adalah 263,15 ( sukar larut), Tween 2 %

yaitu 277,77 (sukar larut), Tween 3 % yaitu 144,92 (sukar larut),

Tween 4 % yaitu 95,62 ( agak sukar larut), Tween 5 % yaitu 90,90 (

agak sukar larut), Tween 6 % yaitu 42,97 (agak sukar larut), Tween 7

% yaitu 93,45 (agak sukar larut), Tween 8 % yaitu 272,27 (sukar

larut), Tween 9 % yaitu 192,30 (sukar larut), dan Tween 10 % yaitu

42,97 ml/g ( agak sukar larut).

Berdasarkan grafik pada pengaruh surfaktan,kelarutan Asam

salisilat dari tween 1 % ke tween 2 % mengalami penurunan

kelarutan, dan dari tween 2 % sampai ke tween 6 % mengalami

peningkatan kelarutan, kemudian dari tween 6 % sampai tween 8 %

kembali mengalami penurunan kelarutan, dan pada tween 8 %

sampai tween 10 % mengalami peningkatan kelarutan sehingga dari


data yang dihasilkan dari grafik ini tidak dimungkinkan untuk

mendapatkan nilai KMK (konsentrasi Misel Kritik).

Untuk pengaruh pH dilakukan dengan mengambil 50 mL

larutan dapar posfat dengan beberapa pH tertentu lalu dilarutkan 1 g

Asam salisilat dan kocok dengan stirrer selama 1 jam sampai

terbentuk larutan jenuh. Setelah itu, disaring kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 50o C lalu ditimbang dan diperoleh hasil pH 5

kelarutannya yaitu 131,57 (sukar larut), pH 6 yaitu 90,90 (agak sukar

larut), pH 7 yaitu 68,49 (agak sukar larut), dan pH 8 yaitu 65,78 (agak

sukar larut).

Berdasarkan grafik untuk pengaruh pH terlihat bahwa

kelarutan Asam salisilat dari pH 5 sampai pH 7 mengalami

peningkatan kelarutan, sedangkan pada pH 7 ke pH 8 mengalami

sedikit penurunan kelarutannya.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1. Kelarutan suatu zat secara kuantitatif yaitu 0,28 gr.

2. a. Pengaruh penambahan surfaktan

Pada hasil percobaan yaitu pengaruh penambahan

surfaktan menunjukan grafik yang tidak stabil dan nilai KMK

(Konsentrasi Misel Kritik) pada pengaruh surfaktan (tween 80)

tidak diperoleh.

b. pengaruh pH terhadap kelarutan Asam salisilat yaitu:

Semakin tinggi pH suatu zat maka semakin cepat pula

kelarutan suatu zat.

c. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan Asam salisilat yaitu:

Pada penambahan pelarut dengan perbandingan tertentu,

hal ini dapat ditunjukan pada grafik yang tidak konstan/tetap. Hal

ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

besarnya konstanta dieletrik dapat mempengaruhi kelarutan.

Dimana untuk pelarut polar memiliki konstanta dialetrik yang

tinggi sedangkan untuk pelarut non-polar memiliki konstanta

dieletrik yang rendah.

V.2 Saran

Sebaiknya asisten selalu mendampingi praktikan dalam

melakukan praktikum supaya mengurangi kesalahan yang akan terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.Makassar :


Universitas Muslim Indonesia.

Ansel C. Howard. 1989. “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”.


Universitas Indonesia Press : Jakarta

Ditjen. POM. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen


Kesehatan RI : Jakarta

Ditjen. POM. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen


Kesehatan RI : Jakarta

Effendi, Idris. 2003. “Materi Kuliah Farmasi Fisika”.UNHAS : Makassar.

Estien, Yazid , 2005. “Kimia Fisika Untuk Paramedis”. Hipokrates :


Jakarta.
Hardjadi. 1993.’’Ilmu Kimia Analitik Dasar’’. PT Gramedia Pestaka :
Jakarta

Lund, Walter. 1994. “The Pharmaceutical Codex”. The Pharmaceutical


Press : London.

Martin, Alfred, 1993. “Farmasi Fisika”. Universitas Indonesia : Jakarta

R. Voight., 1994, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Edisi Kelima,


Penerbit Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Rosenberg. 1992. “Kimia Fisika”. Penerbit Intan pariwara. Jakata.

Sukardjo. 1997.’’ Kimia Fisika I’’. Universitas Indonesia : Jakarta

Voigt, R.1994. Buku Pelajaran teknologi Farmasi.Edisi V. Cetakan I.


Yogyakarta: UGM Press.

Wiroatmojo.1988. Kimia Fisika . Jakarta: Depdikbut.

Anda mungkin juga menyukai