Anda di halaman 1dari 36

BAB I

STATUS PASIEN
Indentitas
Nama : Ny.S

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bakung

Tanggal Pemeriksaan : 12-07-2012

NO. DMK : 518019

AUTHO/HETEROANAMNESA :

− Keluhan Utama : Tangan dan kaki kiri lemah


− Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama : kejadian mendadak, pelo
− Perjalanan penyakit :7 hari yang lalu, pasien pusing dan gringgingan
saat ke kamar mandi kemudian lemah tangan dan kaki kanan, pasien tidak sadar
sebentar setelah itu pelo dan segera di bawa ke rumah sakit, riwayat kejang (-),
muntah (-), BAB (+), BAK (+)

− Penyakit penyakit terdahulu: Hipetensi (+), DM disangkal


− Intoksikasi : disangkal
− Famili : disangkal
− Keadaan psiko-sosial : menengah kebawah

*) STATUS INTERNE SINGKAT :

B.B : tidak dilakukan ,T.B tidak dilakukan , Tekanan darah : 230/130


pemeriksaan

1
pemeriksaan

− Suhu Badan 36 C Nadi 74 Pernafasan (memakai kanul oksigen)

− Gizi − Hati: tidak teraba

− Paru- paru : wh: tidak − Limpa: tidak membesar


di temukan, rh: tidak
ditemukan
− Jantung : S1, S2
reguler tunggal

*) STATUS PSIKIATRI SINGKAT :

− Emosi dan affek : Sulit dievaluasi − Penyerapan : Tidak dapat dievaluasi

− Proses berfikir : Sulit dievaluasi − Kemauan : menurun

− Kecerdasan : Sulit dievaluasi − Psikomotor : menurun

*) STATUS NEUROLOGIK :

A. KESAN UMUM :
− Kesadaran : G.C.S. : 4X6 (disatria)
− Pembicaraan : (- Disartri : (+)
(- Monoton :

(- Scanning : (- Motorik :

(- Afasi (- Sensorik :

(- Amnesik (Anomik) :

2
− Kepala : (- Besar :- - Muka : (- Mask (topeng) : (-)
(- Asymmetri :+ (- Myopathik : (-)
(- Sikap paksa : (-) (- Fullmoon : (-)
(- Torticollis : tidak dilakukan pemeriksaan

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. RANGSANGAN SELAPUT OTAK :
− Kaku Tengkuk : (-) − Brudzinski : (-)
I
− Laseque : (-) − Brudzinski : (-)
II
− Kernig : (-)

2. SARAF OTAK :
NI KANAN KIRI N II KANAN KIRI

Hyp/Anosmi : Tidak Tidak Visus : >1/60 >1/60


dilakukan dilakukan
N III, IV, VI : KANAN KIRI

Kedudukan bola mata : simetris

Pergerakan bola mata ( Kenasal : (+) (+)

( Ketemporal : (+) (+)

( Keatas : (+) (+)

(Kebawah : (+) (+)

3
(Ketemporal bawah : (+) (+)

Exophthalmus : (-) (-)

Celah mata (Ptosis) : (-) (-)

PUPIL

Bentuk : bundar Bundar

Lebarnya : 2mm 2mm

Perbedaan lebar : Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

Reaksi cahaya langsung : (+) (+)

Reaksi cahaya : Tidak Tidak


konsensuil dilakukan dilakukan

Reaksi akomodasi : (+) (+)

Reaksi konvergensi : Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

N V. KANAN KIRI

Cabang Motorik : (+) (+)

Otot Masseter : (+) (+)

Otot temporal : (+) (+)

Otot pterygoideus int/ext : (+) (+)

Cabang Sensorik : ( I : (+) (+)

4
( II : (+) (+)

( III : (+) (+)

Refleks kornea langsung : Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

Refleks kornea konsensuil : Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

N VII KANAN KIRI KANAN KIRI

Waktu Waktu Gerak :


Diam :
− Kerutan : (-) (-) − Mengerut dahi : (+) (+)
dahi
− Tinggi : Tidak Tidak − Menutup mata : (+) (+)
alis dilakukan dilakukan
− Sudut : Tidak Tidak − Bersiul : Tidak Tidak
mata dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan

− Lipatan − Memperlihatkan
Naso-
labial : …………... …………... gigi : (+) (+)

Pengecapan
2/3-
Depan lidah : Tidak
dilakukan

5
VIII
Vestibular Cochlear KANAN KIRI

(- Vertigo : Tidak dilakukan − Weber : Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

(- Nystagmus − Rinne : Tidak Tidak


ke dilakukan dilakukan

(- Tinnitus : KA (-) KI (-) − Schwabach : Tidak Tidak


Aureum dilakukan dilakukan

(- Test Kalori : Tidak dilakukan − Tuli : Tidak Tidak


konduktip dilakukan dilakukan

− Tuli : Tidak Tidak


perseptip dilakukan dilakukan

N IX, X

Bagian Motorik :

− Suara biasa/parau/tak : parau Menelan :


bersuara (+)
− Kedudukan arcus : Kanan : Tidak Kiri : Tidak
pharynx dilakukan dilakukan

− Kedudukan uvula : Tidak


dilakukan
− Pergerakan arcus : Kanan Tidak Kiri : Tidak
pharynx/ uvula dilakukan dilakukan

− Vernet – Rideau : Tidak


phenomenon dilakukan
− Detik Jantung : (+) Bising usus:
(+)

6
Bagian sensorik : Pengecapan 1/3 belakang lidah

Refleks Oculo – : Tidak Refleks muntah


Cardiac dilakukan (pharynx) Tidak
dilakukan

Refleks Carotica – : Tidak Refleks palatum moile :


Cardiac dilakukan Tidak dilakukan

N − Mengangkat Bahu : : (+) Kiri : (+)


XI. Kanan
− Memalingkan kepala, : (+) Kiri : (+)
kanan

N − Kedudukan lidah waktu istirahat ke (pasien sulit diminta membuka mulut)


XII
− Kedudukan lidah waktu gerak ke (kesan) kiri

3. SISTEM MOTORIK
(N.B. : 0 = normal, - 1 = Parase ringan sekali, (25%) -2 = Parase moderat
(50%)
-3 = Parase hebat (75%), -4 = Paralysis).
Kekuatan Otot:
− Tubuh : Otot perut : Tidak dilakukan
Otot pinggang : Tidak dilakukan
Kedudukan diagfragma : - Gerak ..............................................:
Tidak dilakukan
- Istirahat : Tidak dilakukan
− Lengan : (Kanan/Kiri) - Tungkai : (Kanan/Kiri)
− M. Deltoid (Abduksi : Flex −artic coxae (Tungkai atas) :

7
lengan atas ) 5/2 5/2
− M. Biceps (Flexi lengan : − artic coxae (Tungkai :
Extensi
atas) 5/2 atas) 5/2
− M. Triceps (Extensi lengan : Flexi− sendi lutut (Tungkai :
atas) 5/2 Bawah) 5/2
− Flexi sendi pergelangan : − sendi lutut (Tungkai :
Extensi
tangan 5/2 bawah)5/2
− Extensi sendi pergelangan :5/2 Flexi− plantar : 5/2
tangan kaki
− Membuka jari – jari tangan :5/2 −
Extensi dorsal : 5/2
kaki
− Menutup jari – jari tangan :5/2 −
Gerakan jari - : 5/2
jari
Besar Otot (Sebutkan otot mana) Response terhadap
perkusi
- Atrofi : (-) - Normal

- Pseudohyperfi : (-) - Reaksi : Tidak


myotonik dilakukan
Palpasi otot : Tonus Otot Lengan Tungkai
- Nyeri : (-) Ka. Ki. Ka. Ki.

- Kontraktur : (-) Hypotoni : -/-

- Konsistensi : lunak Spastik : -/-

Rigid : -/-

Rebound phenomen : Tidak


dilakukan
Gerakan – gerakan Involunter

8
- Tremor : Waktu istirahat
(-)
Waktu gerak (-)
- Chorea (-)
- Athetose (-)
- Myokloni
Tidak
dilakukan
-

Gait: Station

Gait : - Jalan diatas tumit : Tidak -


dilakukan
- Jalan diatas jari kaki : Tidak -
dilakukan
- Tandem Walking : Tidak -
dilakukan
- Jalan lurus lalu putar : Tidak -
dilakukan
- Jalan mundur : Tidak -
dilakukan
4. SISTEM SENSORIK
Rasa eksteroceptik Kanan Kiri

- Rasa nyeri (+) (+)


superficial
- Rasa suhu Tidak Tidak
(panas/dingin) dilakukan dilakukan
- Rasa raba ringan (+) (+)

5. REFLEKS – REFLEKS

9
Refleks kulit Refleks :
tendon/Periost
Refleks dinding Tidak dilakukan - Refleks mandibula : Tidak
perut dilakukan

- Refleks biceps :+3/+2

- Refleks : Tidak - Refleks triceps :+2/+2


cremaster dilakukan

- Refleks : Tidak - Refleks periosto - : Tidak


interscapular dilakukan radial dilakukan
- Refleks gluteal : Tidak - Refleks periosto – : Tidak
dilakukan ulnar dilakukan
- Refleks anal : Tidak - Refleks patella : +1/+1
dilakukan
- Refleks achilles :+3/+2

(N.B. : 0 = tidak ada gerakan, +1 = ada kontraksi tidak ada gerakan sendi, +2
=normal, +3 = meningkat berlebihan, +4 = clonus )
Refleks Patologik
Tungkai Kanan Kiri Lengan :

- Babinski : - + - Hoffmann
Tromner
- Chaddock : - - -/-

- Oppenhein : - -

- Rossolimo : Tidak
dilakukan
- Gordon : - -

10
- Schaefer : - -

- Mendel – : Tidak
Bechterew dilakukan
- Stransky : Tidak
dilakukan
- Gonda : - -

6. SUSUNAN SARAF OTONOM


- Miksi : - Defekasi :(+)
(+)

11
Siriraj Skror

(2.5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 130) - (3 x 0) - 12 = 5.5 , nilai lebih dari 1

Diagnosa
Kesan stroke hemoragik
Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap :
Hemoglobin : 14, 7
Leukosit : 10.600
LED: 12-35
Hitung Jenis: -/-/2/80/15/3
Eritrosit: 5.030.000
Trombosit: 236.000
Hematokrit: 43, 6
MCV/MCH/MCHC: 86,7/ 29,2/ 33,7
GDA: 184
Kolesterol: 151
Trigliserida: 78
HDL kolesterol: 31
LDL kolesterol: 104
- Faal Ginjal:
Creatinin: 0,6
BUN:18
Uric Acid:5,8
- Faal Hati
Bilirubin Total: 0,75
Bilirubin Direk: 0.19
Bilirubin Indirek: 0,56
SGOT:25

12
SGPT:16
Albumin: 17
- CT scan: tampak gambaran hiperden, dengan volume sekitar 3,6 ml, dengan
mid line sift tergerser 25, 7
Working Diagnosa
Diagnosa:
Klinis Hemiparese kiri sejak 7 hari tipe UMN dengang krisis hipertensi
Topis: Hemisfer dextra
Etiologis: CVA Bleeding Intracerebral
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- Gentamicin 2x80 mg
- Ranitidin 2x 1
- Neurosanbe 1x1
Nonmedikamentosa:
- O2 nasal 2 lt/mnt
- IVFD NS 20 tetes/ menit
- Monitoring GCS ,vital sign dan keluhan pasien
- Posisi setengah duduk
- Fisioterapi
- Diet cair

13
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Cerebrovascular Disease (CVD)


2.1.1. Definisi
Cerebrovascular disease adalah abnormalitas otak yang disebabkan oleh
proses patologi pembuluh darah. Proses patologi meliputi oklusi lumen karena
emboli atau thrombus, pecah pembuluh darah, perubahan permealibilitas
dinding pembuluh darah, atau peningkatan viskositas darah yang mengalir di
pembuluh darah otak. Proses patologi pembuluh tidak hanya aspek umum
(emboli, thrombosis, atau pecah pembuluh), juga menganai gangguan dasar,
seperti aterosklerosis, hipertensi, perubahan aterosklerosis, arteritis,
aneurysmal dilatation, dan pembentukan malformasi. Terdapat dua tipe lesi
pembuluh yang menyebabkan perubahan parenkim otak, yaitu iskemik
(dengan atau tanpa infark) dan pendarahan (Adams).
Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain
dari pada gangguan vascular (WHO).
.
2.1.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat stroke menduduki peringkat ke-3. Setiap tahunnya
700.000 orang Amerika terserang stroke -- 600.000 orang terserang stroke
iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan
intraserebral dan subarachnoid) -- dengan 175.000 di antaranya mengalami
kematian.

2.1.3. Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya stroke, antara lain:

Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke

14
Non-modifiable Modifiable
Umur Hipertensi
(semakin tua, semakin berisiko) (gunakan antihipertensi)
Jenis kelamin Penyakit jantung
(Laki-kali > Perempuan) (antiplatelet, antikoagulan,
antiaritmia)
Ras & etnik DM
(banyak pada kulit hitam karena (control glukosa)
berpotensi untuk terkena hipertensi,
diabetes mellitus dan obesitas)
Herediter Hiperkolesterolemia
(terdapat stroke di kalangan (obat penurun lipid)
anggota keluarga)
Merokok
(berhenti merokok)
Alkohol
(berhenti mengkonsumsi)
TIA atau stroke sebelumnya
(antiplatelet, antikoagulan)
Stenosis karotis asimtomatik
(antiplatelet, endarterektomi)

2.1.4. Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya.
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara lain :

2.1.4.1 Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebab


A. Stroke Infark
1. Infark trombotik
Trombus terbentuk pada arteri otak yang sklerotik, sehingga sering
terdapat pada usia lanjut dengan hipertensi atau faktor risiko lain.
2. Infark emboli
Kelainan jantung seperti infark miokard, endokarditis bakterialis sub
akut, fibrilasi atrium, kelainan katup, dan lain-lain merupakan sumber
emboli otak di samping sumber emboli lain seperti frakura tulang
panjang, abses paru, dan sebagainya
3. Infark lakuner

15
Terdapat infark kecil yang multiple, sehingga menyebabkan stenosis
pada pembuluh darah kecil yang sifatnya terbatas.
B. Stroke Hemoragik
1. Perdarahan intra serebral (PIS)
2. Perdarahan subarachnoid (PSA)

Gambar 2.1. Perbandingan hemorrhagic strokedan ischemic stroke

Gambar 2.2 Perbandingan antara thrombotic, embolic stroke, dan cerebral


hemorrhage

16
2.1.4.2 Berdasarkan Gambaran Waktu
A. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang dalam waktu <24 jam
B. Improving Stroke
Dahulu disebut reversible ischemic neurologist deficits (RIND), gangguan
neurologis setempat yang akan hilang dalam waktu 1 minggu dan
maksimal 3 minggu.
C. Worsening Stroke
Dahulu disebut strokein evolution (SIE), yaitustroke yang terjadi masih
terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan
bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau
beberapa hari.
D. Stable Stroke
Dahulu disebut completed stroke, yaitu gangguan neurologis yang timbul
bersifat menetap atau permanen.

2.1.4.3 Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah


A. Sistem Karotis
B. Sistem vertebro-basiler.

2.1.5 Patofisiologi dan Gambaran Klinis


2.1.5.1 Stroke Infark
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan
dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik,
maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi
neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit
(normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat
menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai
tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal
(ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP

17
dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila
sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion
kalium dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan
menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport
oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat
dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium
intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan
menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas,
antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari
prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang
kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2
merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin
dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit
tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein
dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema
seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik
terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan
glikolisis dalam keadaan iskemia.

A. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan
atherosklerosis dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi.
Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis
atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat mengakibatkan
tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan ”mendorong”
atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada
aorta, arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan
progresif, berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat
dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein
darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah

18
dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat
proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok,
yang akan menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada
percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
a) A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
b) A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a.
basiler
c) Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
d) Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
e) A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum
Gambaran Klinis
a) Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan
diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan
reversibel.
b) Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan
lain-lain.
c) Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,
diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.
d) Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
e) Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:
- Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa
jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap.
Episode awal dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum
terjadi stroke yang lengkap.
- Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien
lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari
tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
- Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga
menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk
menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit
terdahulu harus didapat dengan lengkap.
f) Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi
nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak

19
parah dan rlebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral
maupun perdarahan subarachnoid.
g) Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum
ditemukan apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

B. Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di
jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah
sampai pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
a) Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,
atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)
b) Infark miokard dengan trombus mural
c) Endokarditis bakterial akut dan sub aut
d) Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,
miokarditis)
e) Komplikasi bedah jantung
f) Katup jantung buatan
g) Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
h) Prolaps katup mitral
i) Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent
foramen ovale)
j) Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
a) Atherosklerosis aorta dan a. carotis
b) Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
c) Trombus pada v. pulmonalis
d) Lemak, tumor, udara
e) Komplikasi bedah leher dan thoraks
f) Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac
shunt
Gejala Klinis
a) Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang
paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul
mendadak, seperti saat di kamar mandi.
b) Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated
aphasia

20
c) Pada pencitraan otak :
- Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri
medial
- Terdapat kemungkinan infark perdarahan

2.1.5.2 Infark Lakuner


Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah
kecil yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah
tunggal yaitu pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus
kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah
paramedian dari batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala
klinisnya yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy
hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.

2.1.5.3 Stroke Perdarahan Intraserebral (Stroke PIS)


Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri
ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil–kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm
disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat
pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke
dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan
subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh
darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia

21
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid
angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati
kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol
dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas
hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam
ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga
subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup,
adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit.
Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan
pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal
dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih
dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit
neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada
CT Scan.

2.1.5.4 Stroke Perdarahan Subarachnoid (Stroke PSA)


Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.
Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan
kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada
usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi
arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di
sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera
mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang
letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya
aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan

22
kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk
akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada
funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa
vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya
infark otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian
cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali
muncul.

2.1.6 Penegakan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi
pengertian stroke sendiri :
a. Defisit neurologis fokal atau global.
b. Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian.
c. Akut atau mendadak.
d. Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak.
Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa
pasien mengalami stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis
etiologi, lokalisasi, dan faktor resiko stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, neurologis. Berkut tabel yang menampilkan perbedaan
masing-masing jenis stroke:

Tabel 2.1. Diagnosis Banding Stroke Infark, PIS dan PSA


Kriteria Infark PIS PSA
Anamnesa
TIA + - -
Istirahat + - -
Aktivitas - + +
Nyeri kepala - + ++
Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologik + + +/-
Penurunan kesadaran - + +/-
Kaku kuduk - + +
Tekanan darah Sedang variasi sedang
Pemeriksaan tambahan
Punksi lumbal Jernih Xantochrome Gross
haemorrhagic

Tabel 2.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Anamnesis

23
Anamnesa Thrombosis Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun Tak tentu
(20-30 tahun)
Awitan Istirahat Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Peringatan + + - -
Nyeri kepala - - + ++
Muntah - - + ++
Kejang - - + ++
Vertigo +/- - - -

Tabel 2.3. Diagnosis Banding Berdasarkan Gambaran Klinis


Klinis Trombosis Emboli PIS PSA
Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun/Normal
GCS >7 >7 <6 <6
Kaku kuduk - - -/+ +
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiplegia
Aphasia ++/- ++/- - -
Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Midline shift Aneurisma/AVM
Parese - - + +/-
N 3,4,6
LP Gross
Jernih Jernih Xantochrome
hemorrhagic
CT Scan Hipodens ke Hipodens Hiperdensitas Hiperdensitas di
sentral setelah perifer khas seperti massa subarachnoid
4-7 hari seperti baji darah
setelah 4-7 hari

Tabel 2.4. Diagnosis Banding Gejala Klinis Sistem Karotis dengan


Sistem Vertebrobasiler
Sistem
Sistem Karotis
Vertebrobasilar
Ipsilateral terhadap Kontralateral terhadap
Gangguan Motorik
saraf otak gangguan saraf otak
Hemiparese
Kelumpuhan Hemiparese alternans
kontralateral
Amourosis fugax
Gangguan Mata Amourosis Black out
Diplopia
Tinnitus
Vertigo
Keseimbangan -
Drop attack
Nystagmus

24
Gangguan Bahasa Disarthria Disarthria
Gangguan Hemihipestesi
Hemihipestesi alternans
Sensorik kontralateral

2.1.7 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dari:
a. Anamnesis yang teliti dan tepat
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik yang baik
c. Pemeriksaan penunjang
d. Dari penentuan lokalisasi lesi
e. Mencari etiologi serta faktor resiko

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke infark, gambaran CT
scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada
stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

2.1.8.2 Pemeriksaan MRI


Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).

2.1.8.3 Pemeriksaan Angiografi.


Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.

25
Angiografi

Gambar 2.3 Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke

2.1.8.4 Pemeriksaan USG


Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

Gambar 2.4 Gambaran USG pada Penderita Stroke

2.1.8.5 Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada
stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

2.1.8.6 Pemeriksaan Penunjang Lain.

26
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi
hepar), elektrolit darah, thoraks foto, EKG, echocardiografi.

Tabel2.5. Siriraj Stroke Score (SSS)


Jenis Poin
Pemeriksaan
Kesadaran Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen & Stupor 1
Semikoma & Koma 2
Muntah dalam Tidak ada 0 X2
waktu 2 jam Ada 1
Nyeri kepala Tidak ada 0 X2
dalam 2 jam Ada 1
Atheroma Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah
Cara penghitungan :
SSS=(2,5x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma)-12
Nilai SSS Diagnosa
>1 : Perdarahan otak
< -1 : Infark otak
-1 < SSS < 1 : Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Tabel2.6. Skor Gajah Mada (SGM)


Gejala Diagnosa
Terdapat ketiga gejala (+) dari 3 (+) Stroke PIS
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-) Stroke PIS
Refleks Babinski (-)
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-) Stroke PIS
Refleks Babinski (-)
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (+) Stroke Infark
Refleks Babinski (-)
Penurunan kesadaran (-)
Stroke Infark
Nyeri kepala (-)

27
Refleks Babinski (-)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan, yaitu :
– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

2.1.9 Penatalaksanaan Umum


2.1.9.1 Penatalaksanaan Umum Stroke Akut Di IGD
Terapi Umum (Suportif)
A. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
• Perbaikan jalan napas dengan pemasangan pipa orofaring
• Pada pasien hipoksia  beri suplai oksigen
• Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan
suplemen oksigen
• Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 <60 mmHg
atau pCO2 >50 mmHg) atau stok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi
• ETT diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu, kalau >2 minggu
dianjurkan dilakukan tracheostomy.
B. Stabilisasi hemodinamik
• Berikan cairan kristaloid atau koloid IV (hindari cairan hipotonik
seperti glukosa)
• Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) dengan
tujuan disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga untuk
memasukkan cairan dan nutrisi
• Usahakan CVC 5-12 mmHg
• Optimalisasi Tekanan darah
• Bila TD sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat vasopresor secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target TD sistolik
berkisar 140 mmHg
• Pemantauan jantung selama 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke iskemik
• Bila terdapat CHF konsul kardiologi
• Hipotensi arterial harus dihindari darn dicari penyebabnya
C. Pemeriksaan awal fisik umum
• Perbaikan jalan napas dengan pemasangan orofaring
• Pada pasien hipoksia  beri suplai oksigen

28
• Pemeriksaan jantung
• Pemeriksaan neurologi umum
- Derajat kesadaran
- Pemeriksaan pupil okulomotor
- Keparahan hemiparesis
D. Pengendalian peningkatan TIK
• Pemantauan risiko edema serebri (perhatikan : perburukan gejala &
tanda neurologi pd hari pertama setelah serangan stroke)
• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
• Sasaran terapi  TIK <20 mmHg
• Pasien dengan peningkatan TIK
- Tinggikan posisi kepala 20o-30o
- Posisi pasien : hindari penekanan vena jugularis
- Hindari pemberian cairan glukosa / cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi atas indikasi
• Intubasi utk menjaga normoventilasi
• Dranase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar
E. Pengendalian kejang
• Kejang : beri diazepam bolus lambat IV 5-20 mg & diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/mnt
• Stroke PIS : beri obat anti epilepsi profilaksis selama 1 bulan &
kemudian diturunkan & dihentikan bila kejang tidak ada
F. Pengendalian suhu tubuh
• Stroke disertai demam : beri antipiretik dan atasi penyebab
• Beri asetaminofen 650 mg bila suhu >38,5oC

2.1.9.1 Penatalaksanaan Umum Stroke Akut di Ruang Rawat

A. Cairan
 Beri cairan isotonis seperti 0,9% saline dengan tujuan menjaga
euvolemik. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg
 Umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral/enteral)
 Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksa dan diganti bila
terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal

29
 Asidosis dan alkalosis harus diganti
 Hindari cairan hipotonik atau mengandung glukosa kecuali dalam
keadaan hipoglikemik
B. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi
hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, makanan
diberikan melalui NGT
 Kebutuhan kalori pada keadaan akut 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi
- karbohidrat 30-40% dari total kalori
- lemak 20-30% (pada gangguan nafas >35-55%)
- protein 20-305 (pada keadaan stress 1,4-2,0 gr/kgBb/hari) ; pada
gangguan fungsi ginjal <0,8gr/kgBB/hari
- apabila kemungkinan pemakaian pipa NGT >6minggu
pertimbangkan untuk gastronomi
C. Pencegahan & mengatasi komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
 berikan antibiotic sesuia indikadi dan sesuai tes kultur dan sensitivitas
kuman atau minimal terpi empiris
 Pencegahan 30ender30us dengan mobilisasi
D. Penatalaksanaan 30ende yang lain
 Hiperglikemik pada stroke akut harus diobati. Targetnya
normoglikemia
 Jika gelisah lakukan terapi psikologi atau beri benzodiazepine
 Analgesic dan antimuntah sesuai indikasi
 Berikan H2-antagonis bila ada indikasi (pendarahan lambung)
 Hati-hati dalam menggerakan, penyedotan 30ender atau memnadikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK
 Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil
 Kandung kemih yang penuh perlu dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermitten.
 Pemeriksaan penunjang lainnya
 Rehabilitasi
 Edukasi keluarga
 Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar RS)

2.1.10 Penatalaksanaan Khusus

30
2.1.10.1 Penatalaksanaan Stroke Iskemik
Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke
iskemik akut kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap, yaitu tekanan
darah sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg. Pendapat lain
menyebutkan obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada sebelum serangan
stroke, diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat anti-
hipertensi yang baru sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
1. Tekanan darah diastolik >140 mmHg atau >110 mmHg bila akan
dilakukan terapi trombolisis, diperlakukan sebagai penderita hipertensi
emergensi, berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll.
2. Tekanan darah sistolik >230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140
mmHg, diberikan labetalol IV selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat
diulang tiap 10-20 menit sampai penurunan darah yang memuaskan.
Setelah pemberian dosis awal, labetalol dapat diberikan 6-8 jam, bila
diperlukan (bila emergensi).
3. Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik 105-120 mmHg terapi darurat harus ditunda tanpa adanya tanda
perdarahan intraserebral atau gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan
darah menetap pada dua kali pengukuran selang 60 menit, maka diberikan
200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari. Pengobatan alternative, selain
labetalol, adalah nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau captopril 6,25-12,5
mg tiap 8 jam (urgensi).
4. Tekanan sistolik <180 mmHg dan atau tekanan diastolik <105 mmHg,
terapi hipertensi biasanya tak diperlukan.

A. Obat Trombolitik rtPA


Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan
bekuan darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses
stroke iskemik. Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera
mungkin setelah stroke iskemik terjadi (<3 jam), agar belum terjadi perubahan
sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah
otak yg diperdarahinya. Kriteria eksklusi penggunaan obat ini diantaranya:
1. Bila ada riwayat penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa
tromboplastin partial memanjang.
2. Trombosit <100.000/mm.
3. Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat 3 bulan sebelumnya.
4. Operasi besar dalam waktu 14 hari.
5. Sistolik sebelum pengobatan >185 mmHg atau diastolik >110 mmHg.
6. Defisit neurologis ringan.

31
7. Riwayat perdarahan intracranial.
8. Glukosa darah <50 mg/dL atau >400 mg/dL.
9. Kejang pada permulaan stroke.
10. Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari.
11. Infark miokard baru.
12. Permulaan stroke tidak dapat dipastikan.
Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai
bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit. Monitor
terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.

B. Peranan Neuroprotektif pada Stroke Iskemik Akut


Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif
yang dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal,
seperti glutamat, kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping
itu kerusakan sel-sel neuron dapat menyebabkan gangguan membran sel
akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis neuroproteksi :
1. Neuroproteksi yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:
a. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)
b. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)
2. Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury: Abelximab
Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:
a. Piracetam
b. Citicholin

Terapi bedah :
1. Carotid endarterectomy
2. Angioplasty
3. Catheter embolectomy
Merupakan terapi terpilih saat ini. Kriteria inklusinya adalah: NIHSS > 10,
maksimal 8 jam sejak onset serangan.

2.1.10.2 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan


Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan
banyak penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya
gangguan pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan
tindakan bedah.

32
A. Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 20o-30o, paling
sedikit dua minggu.
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan
dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital

B. Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital
30-60 mg/p.o atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk
nyeri kepala.
2. Nyeri kepala hebat  narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4
jam. Dapat digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam
3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari
karena dapat memperpanjang perdarahan.
4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25
gr/kgBB tiap 4 jam untuk edema serebri.
5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak
harus dipertahankan lebih dari 70 mmHg.
6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti
propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan
NaCl, transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress
ulcer.
9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV
(loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau
phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
C. Terapi Pembedahan
Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau deficit neurologis
minimal
 Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan
serebelar disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving
Dioperasi bila (surgical candidate)

33
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah
 PIS dengan lesi strktural seperti aneurisma, malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau/accessible
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar yang
memburuk
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (≥50 cm3) masih
menguntungkan

2.1.11 Komplikasi Stroke


Komplikasi stroke, yaitu :
1. Komplikasi neurologik
a. Edema otak  herniasi  kematian
b. Infark berdarah
c. Vasospasme
d. Hidrosefalus
e. Higroma
2. Komplikasi non-neurologik
Akibat proses di otak
a. Peningkatan tekanan darah
b. Hiperglikemia
c. Edema paru-paru
d. Kelainan jantung
Akibat imobilisasi
a. Bronkhopenumonia
b. Tromboplebitis
c. Radang kandung kemih
d. Dekubitus
e. Kontraktur

2.1.12 Prognosis
Lokasi dari stroke perdarahan sangat penting dalam menentukan
prognosis, karena stroke perdarahan prognosisnya lebih buruk dari pada
stroke karena infark.Sebanyak 25% pasien meninggal akibat stroke
perdarahan.

34
Kebanyakan pasien pada post stroke akan mengalami gangguan fungsi
luhur yang mempengaruhi cara berjalan, bicara, penglihatan, daya mengerti,
mengambil keputusan dan daya ingat.

BAB III
Penutup

Tujuan penatalaksanaan komprehensif padakasus strokeadalah: (1)


meminimalkanjumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringanpenumbra dan
mencegah perdarahan lebihlanjut pada perdarahan intraserebral, (2) mencegahsecara
dini komplikasi neurologik maupunmedik, dan (3) mempercepat perbaikanfungsi
neurologis secara keseluruhan. Jikasecara keseluruhan dapat berhasil baik,
prognosispasien diharapkan akan lebih baik.Pengenalan tanda dan gejala dini stroke
danupaya rujukan ke rumah sakit harus segeradilakukan karena keberhasilan terapi
strokesangat ditentukan oleh kecepatan tindakanpada stadium akut; makin lama
upaya rujukanke rumah sakit atau makin panjang saat antaraserangan dengan
pemberian terapi, makinburuk prognosisnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison P. Lewis. Harrison principles of internal medicine. 16th Edition.


Pennsylvania: Mc Graw Hill. 2006.

2. Adams & Victor's. Principles of neurology. 7th edition. 2000.

3. Diktat neurologi klinis, Bagian ilmu penyakit saraf,1993.

4. Brookes L. The updated WHO/ISH hypertension guidelines. Tersedia di:


www.who.int ‘

36

Anda mungkin juga menyukai