Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Pada garis besarnya banyak faktor yang menentukan maju tidaknya suatu daerah
yang salah satunya adalah menyangkut keunggulan komparatif yang dimiliki oleh daerah
itu sendiri. Hal ini akan tercermin dalam Product Domestik Regional Bruto yang tidak
lain merupakan suatu parameter yang menggambarkan kegiatan ekonomi produktif yang
berlangsung di suatu daerah. Akan tetapi dalam perkembangannya, tidak semua kota
kuantitas faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam, manusia dan modal
tersebut.
menyebabkan terjadinya fenomena supply and demand dikarenakan suatu daerah dituntut
untuk melepaskan kelebihan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan akan
sumber daya yang tidak dimiliki oleh daerah tersebut. Proses pertukaran faktor-faktor
produksi antar daerah yang memicu terjadinya interaksi tersebut, secara tidak langsung
akan dapat menggambarkan seberapa besar keberadaan potensi sumber daya daerah yang
bersangkutan, sehingga dapat dikatakan bahwa intensitas interaksi antar daerah yang
terjadi akan sangat tergantung pada besaran kebutuhan dari masing-masing daerah akan
faktor-faktor produksi yang ada. Pemenuhan akan kebutuhan sumber daya bagi suatu
daerah melalui proses interaksi tersebut sangatlah wajar dikarenakan kemampuan suatu
1
daerah untuk dapat berkembang akan sangat ditentukan oleh seberapa besar potensi
sumber daya yang dimiliki sebagai sector basis (Alkadri et al., 1999).
Potensi sumber daya dapat dikatakan sektor basis apabila eksistensinya telah
daerah yang bersangkutan, sehingga kelebihan kapasitas produksi dari sektor ini dapat
tidak dimiliki.
Keberadaan sektor basis di suatu daerah juga akan memberikan pengaruh yang
tidak sedikit baik ke dalam maupun keluar daerah tersebut. Hal tersebut dikarenakan
munculnya unit-unit produksi baru yang mendukung sektor basis akan membutuhkan
pasokan bahan baku, manusia, modal dan teknologi yang tidak sedikit (Alkadri et
al.,1999), sehingga adakalanya unit-unit produksi baru tersebut juga akan berkembang
menjadi sector basis yang juga dapat memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan
daerah.
pelayanan bagi wilayah belakangnya, sektor basis didominasi oleh kegiatan berbasis non
agraris seperti manufaktur, perdagangan dan jasa yang melibatkan sumber daya alam,
manusia, modal dan teknologi yang relative besar, sehingga dampak dari kegiatan ini
akan memberikan pengaruh yang besar pula, tidak hanyac pada daerah yang
2
tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur serupa pada sektor-sektor agraris di
antara daerah perkotaan yang berfungsi sebagai pusat dan daerah perdesaan sebagai
perkotaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kalangan yang bergerak di sektor
agraris, sedangkan disisi lain faktor-faktor produksi yang ada di daerah perdesaan
cenderung mengalir ke daerah perkotaan guna memenuhi kebutuhan akan sektor basis di
daerah perkotaan tanpa memberikan efek balik positif (spread effect) yang seimbang
karakteristik yang unik dibandingkan dengan daerah lain yang ada di Propinsi Sulawesi
Utara. Pilar-pilar ekonomi yang dibangun lewat keunggulan sector pertanian sebagai
sektor pemimpin (Leading Sector), telah membuka beragam peluang yang dapat
mendorong aktivitas ekonomi serta pengembangan etos kerja masyarakat. Dimensi itu
pencarian utama di sector pertanian. Dengan dukungan sector pertanian tersebut yang
sangat besar itu telah menyebabkan sector sektor yang mempunyai keterkaitan langsung
Struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) itu sendiri terdiri dari
listrik dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
3
komunikasi, keuangan-persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Dalam bidang
ekonomi regional yang merupakan sempalan ekonomi makro regional, melalui berbagai
metode analisis yang dimiliki oleh bidang ilmu ini, mampu mengidentifikasi sektor-
sektor basis dan non basis dalam perekonomian regional atau nasional.
Pengertian sektor basis atau unggulan pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu
nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sector dikatakan basis
atau unggulan jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sector yang sama dengan
negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sector dapat dikategorikan sebagai
sektor basis apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama
yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik. Apabila sektor tersebut
menjadi sektor basis atau unggulan, maka sektor tersebut harus mengekspor produknya
ke daerah lain. Apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan), maka
sector tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut dari daerah lain.
ditetapkan atau diidentifikasi tentu diperlukan sumber pembiayaan atau investasi yang
cukup, terlebih lagi di tengah krisis ekonomi global yang turut berpengaruh pada
untuk sektor-sektor basis tersebut sangat perlu dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian ”Analisis Sektor Basis Dalam Rangka Pertumbuhan Ekonomi Kab. Bolaang
Mongondow”.
4
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraian sebelumnya maka, tujuan
1. Mengidentifikasi sektor-sektor basis dan non sektor basis dalam perekonomian Kab.
Bolaang Mongondow.
5
BAB II
KERANGKA TEORI
pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-Undang No. 32 tahun
2003 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2003 tentang
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama,
otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa
daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan
langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan
6
pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan,
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk
peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU ini
memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk
dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat
pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada
tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar
baik. Tetapi benarkah ia dapat mewujudkan pemerintah daerah otonom yang efisien,
pada formula atau rumusan yang diberikan oleh peraturan-peraturan pemerintah dan
7
2.2 Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkuat Basis Perekonomian Daerah
Saat ini, hampir tiap negara bersiap-siap untuk menyambut dan menghadapi era
perdagangan bebas, baik dalam kerangka AFTA, APEC maupun WTO. Setiap negara
meningkatkan investasi dalam negeri serta mampu mendorong masyarakat untuk bermain
di pasar global. Salah satu implikasi dari kondisi di atas adalah adanya tuntutan
masyarakat yang semakin tinggi terhadap efisiensi, dan efektivitas sektor publik
(pemerintahan). Hal tersebut disebabkan pasar tidak akan kondusif jika sektor publiknya
tidak efisien.
dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, Daerah dituntut untuk
adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana
publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini,
peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu
utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth). Daerah juga
daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi
8
1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
dan produktivitas kerja. Sebagai langkah awal untuk meningkatkan efisiensi dan
menuju ekonomi modern yang berorientasi pada pasar. Untuk mendukung perubahan
struktural dari ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi moderen diperlukan
a. Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi, yang paling
yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi
9
industri-industri kecil dan menengah yang kuat harus menjadi tulang punggung
industri nasional.
sebagai cikal bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi wirausaha
penjuru tanah air, oleh karena itu pemerataan pembangunan daerah diharapkan
dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah
dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan
dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga
masyarakat.
eksekutif maupun legislatif) yang berkualitas tinggi, bervisi strategik dan mampu berpikir
strategik, serta memiliki moral yang baik sehingga dapat mengelola pembangunan daerah
dengan baik. Partisipasi aktif dari semua elemen yang ada di daerah sangat dibutuhkan
berkaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi daerah. Dari aspek pelaksanaan,
10
Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu
daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah
dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit
kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya
difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang
dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value for money), perlu dilakukan
evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak
internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun oleh eksternal auditor,
pemerintah daerah perlu membuat Laporan Keuangan yang disampaikan kepada publik.
11
Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan khususnya dari DPRD mutlak
diperlukan agar otonomi yang diberikan kepada daerah tidak “kebablasan” dan dapat
mencapai tujuannya.
Ekonomi rakyat sering disebut dengan berbagai istilah lain yang terkait, yaitu
perekonomian rakyat ataupun ekonomi kerakyatan. Ini mengandung makna yang spesifik.
rakyat lebih menunjuk pada objek atau situasinya. Makna yang lebih luas ada dalam
ekonomi kerakyatan yang mencerminkan suatu bagian dan sistem ekonomi. Ekonomi
kerakyatan dapat dikatakan sebagai subsistem dari Sistem Ekonomi Pancasila (Hamid,
2006:33).
Dilihat secara harfiah, kata rakyat merujuk pada semua orang dalam suatu
wilayah atau negara. Dengan demikian, jika dilihat dari terminologi ini, maka yang
dimaksud dengan ekonomi rakyat adalah ekonomi seluruh rakyat Indonesia. Namun
demikian, dalam konteks yang berkembang, istilah ekonomi rakyat muncul sebagai
akibat ketidakpuasan terhadap perekonomian nasional yang bias kepada unit-unit usaha
besar. Oleh karena itu, makna ekonomi rakyat lebih merujuk pada ekonomi sebagian
besar rakyat Indonesia, yang umumnya masih tergolong ekonomi lemah, bercirikan
subsisten (tradisional), dengan modal dan tenaga kerja keluarga, serta teknologi
Ekonomi rakyat berbeda dengan ekonomi konglomerat dalam sifatnya yang tidak
keuntungan tanpa batas dengan cara bersaing, kalau perlu bahkan saling mematikan (free
12
fight competition). Sebaliknya dalam ekonomi rakyat semangat yang lebih menonjol
adalah kerjasama, karena hanya dengan kerjasama berdasarkan asas kekeluargaan tujuan
economics) sekaligus istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak zaman
penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno
menyebutnya sebagai kaum marhaen. Kegiatan produksi dan bukan konsumsilah yang
menjadi titik tekan dalam hal ini, sehingga buruh pabrik tidak termasuk dalam profesi
atau kegiatan ekonomi rakyat, mengingat buruh adalah bagian dari unit produksi yang
lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Dengan demikian meskipun pelaku usaha
UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dapat dimasukkan dalam kategori ekonomi
rakyat, namun bukan berarti bahwa sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat
disebut sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu
Ini menunjukkan bahwa ekonomi rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi bagi
masyarakat kecil, orang kecil, wong cilik, yang karena merupakan kegiatan keluarga,
tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak juga secara resmi diakui sebagai
sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur
economy”, atau “extralegal sector”. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia produksi tidak
hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya
dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (Mubyarto, 2002).
13
Namun demikian jika paradigma yang digunakan dirubah dan melihat bahwa peran
ekonomi rakyat tidak terbatas pada peran-peran di sektor formal yang terdokumentasi
oleh data pemerintah, maka peran ekonomi rakyat dalam ekonomi nasional, tidak hanya
dalam pertumbuhan akan tampak lebih nyata. Hal ini dapat dilihat dari besarnya porsi
pelaku ekonomi rakyat dalam struktur ekonomi Indonesia. Dengan jumlah mancapai
hampir 100% dari total unit usaha yang ada di Indonesia, maka dengan sendirinya
ekonomi rakyat terbukti memiliki peran dalam membentuk ‘kue pembangunan’ nasional,
Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu daerah. Aktivitas
pemerintah akan terlaksana dengan lebih baik jika seluruh tahapan proses perencanaan
dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yang akan datang. Barry (1986)
organisasi besar maupun kecil, jauh melampaui organisasi lainnya yang tidak
menggunakan perencanaan strategik. Hal ini antara lain karena perencanaan itu
didasarkan atas visi dan misi strategik yang jelas. Visi dan misi strategik itu sendiri
karena di sanalah terlihat dengan jelas peranan Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan
semua unit kerjanya. Bagi kebanyakan pemerintah daerah, perencanaan strategik akan
membantu dalam menentukan arah masa depan daerahnya, kecamatannya dan desanya
(Mercer, 1991). Dengan melaksanakan perencanaan strategik secara benar, para eksekutif
14
daerah dapat meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat terasnya dalam mengevaluasi,
membicarakan hubungan antara lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Konsep ini
lingkungan eksternal melalui serangkaian tindakan di lingkungan internal. Lebih dari itu,
perencanaan strategik bahkan mampu memberikan petunjuk bagi para eksekutif dalam
upaya mempengaruhi dan mengendalikan lingkungan itu dan tidak hanya sekedar
de corps, yaitu semangat korp yang penuh integritas, sehingga dapat melicinkan jalan
mengantisipasi tantangan seoptimal mungkin. Hal ini pada akhirnya akan berdampak
pada semakin baiknya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan dunia usaha.
dalam menyusun perencanaan strategic harus secara baik dan benar serta tepat sasaran
15
Untuk itulah perlu di ketahui sector-sektor unggulan (basis) yang di harapkan mampu
Dalam sudut pandang teori ekonomi makro regional, sektor basis (unggulan)
inilah yang memiliki potensi dikembangkan, karena akan mampu menghasilkan surplus
peranan relatif sektor atau subsektor regional terhadap nilai tambah total regional
PDRB) dengan peranan relatif sektor atau subsektor yang sama di tingkat nasional
dengan nilai tambah total nasional (PDB). Jika LQ > 1 berati sektor atau subktor
tersebut adalah sektor basis dan sebaliknya jika LQ < 1 berarti sektor tersebut adalah
sektor non basis. Jika telah diidentifikasi sektor-sektor basis dalam perekonomian Kab.
masing sektor basis dan non basis tersebut. Dari hasil analisis ini akhirnya akan dapat
Mongondow.
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Teoritik ”Analisis Kebutuhan Investasi Sektor Basis
16
Perekonomian Makro Regional .
Bol-Mong
ICOR = ΔKt/ΔYt
ΔKt = It = ICOR x ΔYt
ΔYt = gt x Y t-1
gt = ΔYt / Y t-1
ΔKt = It = ICORx gt x Y t-1
Rekomendasi kebijakan
17
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif ekonomi makro regional yang
Dengan demikian tidak dikenal istilah populasi dan pengambilan sampel seperti halnya
penelitian-penelitian bersifat mikro yang bertumpu pada data primer tingkat lapang.
dibandingkan dengan daerah lainnya, karena banyak sektor terkait dengan pertanian, (2)
a. Sumber Data. Data yang dikumpulan untuk penelitian ini adalah data sekunder
bersifat makro regional Kab. Bolaang Mongondow, yang bersumber dari beberapa
instansi pemerintah, antara lain: Bappeda Kab. Bolaang Mongondow, Badan Pusat
Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Provinsi, Badan Pusat Statistik Kab. Bolaang
18
Mongondow, Dinas-Dinas Teknis Lingkup Pemkab Kab. Bolaang Mongondow dan
lain-lain.
b. Jenis data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
laporan Produk Domestik Bruto Kab. Bolaang Mongondow secara time series,
laporan Produk Domestik Bruto Propinsi Sulawesi Utara secara time series, target-
target pertumbuhan ekonomi Kab. Bolaang Mongondow dan Propinsi Sulut dll.
tahunan yang tersebar di berbagai instansi Pemerintah Kab. Bolaang Mongondow dan
menentukan sektor basis atau sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Kab.
Bolaang Mongondow, mengacu pada pada formula Hoover (1975: 147), Azis (1994:
dengan persentase sumbangan sektor yang sama pada PDRB Propinsi Sulawesi Utara.
vi /vt
LQ =
Vi /Vt
Di mana :
LQ = Location Quotient
19
vt = Nilai tambah total di Kab. Bolaang Mongondow
Kriterianya adalah :
1. Jika LQ > 1 menunjukkan sektor ke-i di Kab. Bolaang Mongondow tergolong sektor
basis, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow lebih spesialis dari pada sektor yang
sama di Indonesia.
2. Jika LQ < 1 menunjukkan sektor ke-i di Kab. Bolaang Mongondow tergolong sektor
non basis, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow kurang spesialis dari pada sektor
Mongondow, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow memiliki spesialis yang sama
kebutuhan tambahan kapital atau investasi sektor-sektor basis dan non basis dalam
memperkirakan besarnya kebutuhan investasi, mengacu pada Kadariah (1981: 27) dan
ICOR = ΔKt/ΔYt
ΔYt = gt x Y t-1
gt = ΔYt / Y t-1
20
Jadi: ΔKt = It = ICORx gt x Y t-1
di mana:
ICOR = Rasio pertambahan modal dan output (Incremental Capital Output Ratio)
ΔKt =It = Tambahan kapital/modal untuk investasi sektor ke-i tahun ke-t,
ΔYt = Tambahan nilai tambah atau output atau PDRB sektor ke-i tahun ke-t akibat
Yt-1 = nilai tambah bruto atau output atau PDRB sektor ke-i tahun ke-t-1,
gt = Pertumbuhan sektor ke-i tahun ke-t atau target pertumbuhan sektor ke-i tahun
ke-t.
3. Trend Linear
bruto (PDRB) suatu sektor periode 2004-2010 sebagai jangka waktu perencanaan
Y = a + bX + e
n ΣXY - ΣX ΣY
b =
n ΣX2 - (ΣX)2
_ _
a = Y-bX
di mana:
21
BAB IV
4.1. Identifikasi Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Regional Kab.
Bolaang Mongondow
terlebih dahulu dilakukan identifikasi sektor basis dan non basis dalam perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow. Identifikasi ini penting dilakukan sebagai dasar perencanaan
pengalokasian alokasi sumberdaya investasi, karena sektor basis adalah sektor yang
atau devisa dari ekspor atas kelebihan (surplus) produk yang dihasilkan oleh sektor basis
yakni membandingkan secara relatif nilai tambah suatu sector (PDRB sektor) terhadap
nilai tambah total (PDRB Kab. Bolaang Mongondow) dengan nilai tambah sector yang
sama (PDRB Propinsi Sulut ) terhadap nilai tambah total PDRB Propinsi Sulut.
Hasil identifikasi secara umum menemukan bahwa dari 9 sektor yang ada dalam
yang ditunjukkan oleh nilai LQ kurang dari 1 (satu). Artinya secara umum perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow belum mampu memenuhi segala kebutuhannya dari produksi
22
sendiri (lihat tabel 4.1). Hanya terdapat 1 sektor yakni sector pertanian yang merupakan
Temuan ini sejalan dengan fakta empirik bahwa Kabupaten Bolaang Mongondow
terkenal dengan branding sebagai daerah lumbung beras untuk Propinsi Sulawesi Utara.
Jika dilacak per subsektor, yakni subsektor yang menjadi sektor basis dan non basis
ditemukan bahwa dari sembilan sektor dalam perekonomian Kab. Bolaang Mongondow,
hanya 5 (lima) sektor adalah sektor basis yang ditunjukkan oleh nilai LQ > 1. Sektor-
sektor tersebut yaitu: sektor pertanian (LQ = 13,54) dengan sub sector basisnya adalah
Pertambangan dan penggalian secara agregat tidak termasuk dalam sector basis yang
ditunjukkan dengan perolehan LQ = -2,02. Namun jika di analisis secara sub sector maka
sector pertambangan tanpa migas adalah merupakan sector basis (LQ=3,82). Hal yang
sama terjadi dalam sektor keuangan persewaan bangunan dan jasa perusahaan di mana
secara agregat tidak termasuk dalam kategori sector basis (LQ = 0,63), namun jika di
telaah secara sub sector maka sewa bangunan merupakan sector basis.
memenuhi kebutuhan sendiri serta , mampu juga memasok ke daerah lain sehingga
pertanian tersebut. Adapun sektor pertambangan tanpa migas yang di kategorikan sebagai
sector basis mencerminkan bahwa total produksi yang dihasilkan sector tersebut terjadi
dalam jumlah maksimum walau untuk itu tidak di ikuti dengan peningkatan penggalian.
23
Tabel 4.1
Sektor-Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Kab. Bolaang
Mongondow, 2004-2008
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0.48 0.19 0.17 0.41 0.57 NonBasis
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 0.79 0.79 1.5 0.37 0.43 Non basis
a. Perdagangan Besar & Eceran 0.65 0.77 1.79 0.32 0.5 NonBasis
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUS 0.37 0.27 0.27 0.49 0.63 NonBasis
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.19 0.05 0.09 0.09 0.35 NonBasis
24
Perhitungan LQ menggunakan formula, yaitu:
Vi/Vt
LQ =
vi/vt
Kriterianya adalah :
1. Jika LQ > 1 menunjukkan sektor ke-i di Kab. Bolaang Mongondow tergolong sektor
basis, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow lebih spesialis dari pada sektor yang
sama di Indonesia.
2. Jika LQ < 1 menunjukkan sektor ke-i di Kab. Bolaang Mongondow tergolong sektor
non basis, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow kurang spesialis dari pada sektor
Mongondow, atau sektor i di Kab. Bolaang Mongondow memiliki spesialis yang sama
4.2. Kebutuhan Investasi Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Regional
Dalam perhitungan kebutuhan investasi sektor basis (juga sektor non basis), ada
tiga determinan utama yang menentukan besarnya kecilnya kebutuhan investasi atau
tambahan modal setiap tahun, yaitu: (1) rasio tambahan kapital dan output (Incremental
Capital Output Ratio, ICOR) suatu sektor, (2) target pertumbuhan sector yang
25
direncanakan tahun ke-t (gt), dan (3) nilai tambah bruto (PDRB) sektor sebelum tahun
ke-t (Yt-1). Jika ketiganya diungkapkan dalam bentuk formula matematika sederhana,
ΔYt = gt x Y t-1
gt = ΔYt / Y t-1
Dalam realitanya, tidak semua investasi tahun ke-t menghasilkan output (nilai
tambah bruto) pada tahun ke-t, karena ada beberapa sifat investasi yang membutuhkan
tenggang waktu (time lag) mulai awal investasi sampai mampu berproduksi. Misal,
perhitungan kebutuhan investasi atau tambahan modal tahun ke-t (ΔKt=It), maka
tersebut mampu menghasilkan tambahan nilai tambah bruto pada tahun ke-t (ΔYt) juga,
atau dengan kata lain tambahan nilai tambah bruto tahun ke-t (ΔYt) dihasilkan sebagian
besar oleh investasi tahun ke-t (ΔKt=It) dan sebagian kecil mungkin dihasilkan oleh
Sedangkan pembagian tambahan nilai tambah bruto tahun ke-t (ΔYt) oleh nilai
tambah bruto sebelum tahun ke-t (Y t-1) akan diperoleh pertumbuhan ekonomi atau
pertumbuhan sektor tahun ke-t (gt). Jadi berdasarkan formula ICOR, secara sederhana
dapatlah dipandang ada korelasi positif antara kebutuhan investasi tahun ke-t (It) dengan
26
pertumbuhan ekonomi tahun ke-t (gt) atau tambahan nilai tambah bruto yang dihasilkan
baik untuk sektor basis maupun sektor non basis didasarkan atas trendlinear (tabel
4.2).
Tabel 4.2
Proyeksi Target Pertumbuhan Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow
Atas Dasar Harga Konstan 2003 untuk periode Tahun 2009-2014 (%)
(Skenario-1)
2. Proyeksi target pertumbuhan sektor basis dan non basis menggunakan metode Trend
27
3. Proyeksi Nilai Tambah Bruto (PDRB) sektor-sektor ekonomi sebelum tahun ke-t
(Yt-1), baik sektor basis maupun non basis didasarkan atas trend linear.
Dari proyeksi nilai tambah sektor-sektor ekonomi (Yi t) berdasarkan trend linear, baik
basis maupun non basis basis periode 2009-2014, akan diperoleh nilai tambah sektor
sebelum tahun ke-t (Yit-1) atau pertambahan nilai tambah setiap sector ekonomi (ΔYit)
basis dan juga sektor non basis dalam perekonomian Kab. Bolaang Mongondow seperti
Tabel 4.3
Proyeksi Nilai Tambah Bruto Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow Atas Dasar Harga Konstan 2003,
periode Tahun 2009-2014 ( juta rupiah)
(Skenario-1)
28
Tabel 4.4
Proyeksi Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto Sektor Basis dan Non Basis dalam
Perekonomian Kab. Bolaang Mongondow Atas Dasar Harga Konstan 2003,
periode Tahun 2009-2014 ( juta rupiah)
(Skenario-1)
Tabel 4.5
Proyeksi Kebutuhan Investasi Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow, 2010-2014 (Dalam juta rupiah)
(Skenario-1)
29
4.2.3. Kebutuhan Investasi Sektor Basis dan Non Basis: Skenario-2
untuk sektor basis didasarkan atas target optimistik (lebih tinggi dari pada target trend
linear pada skenario-1, sedangkan untuk sektor non basis didasarkan atas trend linear
(tabel 4.6);
Tabel 4.6
Proyeksi Target Pertumbuhan Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow Atas Dasar Harga Konstan 2003
Periode Tahun 2009-2014 (%)
(Skenario-2)
30
2. Pertumbuhan sektor basis didasarkan atas target optimistik (lebih tinggi dari pada
target Trend Linear),sedangkan sektor non basis didasarkan atas metode Trend Linear
3. Nilai tambah (PDRB) sektor-sektor ekonomi sebelum tahun ke-t (Y t-1), baik untuk
sektor basis maupun sektor non basis mengikuti asumsi 2, sehingga dari hasil
perhitungan diperoleh hasil seperti disajikan pada tabel 4.7 dan 4.8. Asumsi 2
Asumsi 2 pada skenario 2, target-target pertumbuhan sektor basis dibuat atau sengaja
dipasang lebih tinggi dengan interval teratur, sedangkan sektor-sektor non basis
sektor basis sebelum tahun ke-t lebih tinggi dari pada proyeksi nilai tambah bruto sektor
basis sebelum tahun ke-t pada skenario-1 (bandingkan tabel 4.3 dan tabel 4.4). Perbedaan
kebutuhan investasi sektor basis dan total investasi pada skenario-2 lebih tinggi dari pada
skenario-1.
perhitungan, maka akan diperoleh kebutuhan investasi atau tambahan modal pertahun
pada periode perencanaan 2010-2014, seperti disajikan pada Tabel 4.9. Hasil
selengkapnya untuk pertambahan nilai bruto PDRB untuk periode tahun 2009 sampai
31
Tabel 4.7
Proyeksi Nilai Tambah Bruto Sektor Basis dan Non Basis dalam Perekonomian
Kab. Bolaang Mongondow Atas Dasar Harga Konstan 1993,
Tahun 2009-2014 ( juta rupiah)
(Skenario-2)
Hasil pengolahan sebagaimana pada tabel 4.7 sebelumnya dapat dilihat bahwa
Mongondow cukup cerah di mana sektor Pertanian masih menempati rangking tertinggi
Bruto (PDRB). Ini berarti bahwa sector pertanian adalah sector unggulan yang harus di
Mongondow.
32
Tabel 4.8
Proyeksi Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto Sektor Basis dan Non Basis dalam
Perekonomian Kab. Bolaang Mongondow Atas Dasar Harga Konstan 2003,
Periode Tahun 2009-2014 ( juta rupiah)
(skenario-2)
Tabel 4.9
33
4.2.4. Pembahasan
pertumbuhan sektor pertanian pada skenario-2 lebih tinggi dari pada skenario-1, dan ini
peningkatan nilai tambah bruto atau output sector pertanian pada tahun ke-t+n. Mungkin
muncul pertanyaan, kebutuhan dana investasi sektor basis pertanian pada tahun ke-t harus
dialokasikan ke subsektor mana, karena suatu sektor terdiri atas sub-subsektor, dan ke
diperoleh besaran angka sifatnya sangat relatif dan kurang fleksibel. Agar ada fleksibilitas
dalam alokasi dana investasi oleh para perencana pembangunan di tingkat kabupaten,
maka perhitungan kebutuhan dana investasi tingkat sektor sudah cukup memadai.
Untuk menjawab dari dua pertanyaan di atas, yakni: (i) Alokasi dana investasi
suatu sektor dapat diprioritaskan ke subsektor basis dan jika dalam sector tersebut
terdapat lebih dari satu subsektor basis, maka alokasinya dipertimbangkan secara merata
subsektor, prospek pemasaran produk (domestik atau ekspor), tingkat penyerapan tenaga
kerja, ketersediaan infrastruktur penunjang seperti jalan, pelabuhan, listrik, air minum,
34
peraturan-peraturan investasi termasuk prosedur pengurusan izin, dll.; (ii) Alokasi dana
investasi suatu sektor basis dapat diprioritaskan ke kecamatan yang memiliki sektor basis
yang sama dengan kabupaten, sehingga dana investasi menjadi tepat guna pada sektor
Dari lima subsektor pada sektor pertanian yang merupakan sektor basis dalam
pengembangan komoditi tanaman yang memiliki nilai tambah (added value) yang tinggi
seperti tanaman kelapa contohnya. Pada lahan-lahan perkebunan kelapa milik Pemerintah
Daerah yang berlokasi di Kecamatan Lolak, Bolaang perlu di adakan peremajaan kembali
mengingat umur tanaman kelapa pada daerah tersebut sudah tergolong kurang produktif
lagi. Terkait dengan hal tersebut maka manajemen Perusahaan Daerah Gadasera selaku
karena produk subsektor ini sebagian dibutuhkan oleh masyarakat umum dan pariwisata
seperti daging ayam, daging sapi, telur dan produk peternakan lainnya, dan sebagian lagi
diantar pulaukan,seperti sapi hidup dikirim ke Tarakan, telur ayam dikirim ke kota-kota di
35
Namun patut pula diingat bahwa anjuran investasi ke subsektor perkebunan dan
peternakan harus disertai dengan penciptaan iklim investasi yang kondusif oleh
dua subsektor ini. Kompas, Senin 29 Agustus 2005 halaman 18 menurunkan berita
menyoroti beberapa hal dalam kaitan dengan investasi, yaitu: (1) kepastian hukum
dijalankan setengah hati; (2) Biaya tinggi ekonomi semakin meresahkan; (3) Tarif listrik
dan harga bahan bakar minyak memberatkan; (4) Jatuhnya nilai tukar rupiah atas dollar
AS yang sulit doprediksi; (5) Kelompok tertentu (mafia) monopoli produk tertentu; dan
(6) Ada aksi teror dan perusakan pabrik. Jadi jika pemerintah serius meningkatkan
aspek yang kurang mendukung ini harus disingkirkan atau dikurangi, sehingga investor
tidak hengkang dan bahkan dapat menarik lebih banyak investor asing.
Investasi pemerintah daerah yang berkisar sekitar 40% dari total investasi yang
yang dianggap belum memadai seperti penyediaan jaringan listrik, air minum, dermaga
laut yang lebih luas dan memadai dll. Sedangkan investasi swasta dapat langsung
pengolahan, dsb. Subsektor basis lainnya pada sektor pertanian dalam arti luas adalah
subsektor tanaman bahan makanan yang memegang peranan penting dalam penyediaan
pangan. Pemberdayaan subsektor ini dapat dilakukan melalui investasi pada produk-
produk pangan organik yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti hortikultura dan
36
sayur-mayur yang dibutuhkan oleh hotel dan restoran, di samping akan mampu
ketahanan pangan daerah Kab. Bolaang Mongondow. Jadi jika tersedia dana yang
bersumber dari pemerintah (goverment expenditure) atau swasta juga dapat diarahkan
agar dialokasikan ke subsektor ini, karena subsektor tanaman bahan makanan sangat
menjanjikan keuntungan bagi suatu investasi. Penyediaan infrastruktur pada daerah basis
pertanian khususnya tanaman pangan perlu di lakukan secara berhati-hati mengingat nilai
tambah yang dihasilkan oleh komoditi tanaman pangan cenderung lebih rendah bila di
yang di hasilkan oleh daerah basis tanaman pangan perlu di jadikan sebagai salah satu
terminologi pertanian, maka ketiga subsektor basis yaitu tanaman bahan makanan,
peternakan dan hasil-hasilnya, dan perkebunan adalah motor penggerak agribisnis Daerah
masukan dan agroindustri hilir sebagai pengguna keluaran atau output, yang terkait erat
penduduk pasti akan terus bertambah secara absolut, maka permintaan akan produk-
produk agribisnis akan meningkat dan ini dapat direspon dengan meningkatkan pasokan
melalui peningkatan investasi, baik investasi swasta maupun dari investasi pemerintah.
37
Secara umum sector pertambangan dan penggalian tidak dalam kualifikasi sector
basis yang terbukti dari perolehan nilai LQ < 1 (tabel 4.1). Namun jika di telah secara sub
sector maka pertambangan tanpa migas adalah termasuk sector basis. Keadaan ini di picu
oleh adanya aktivitas pertambangan skala besar dari beberapa perusahaan asing
sebagaimana avocet dengan penggunaan tekhnologi tinggi, sehingga walau sub sector
pertambangan.
wilayah pertambangan baru terutama pada kawasan daerah yang tidak rawan banjir
seiring itu pula dengan penyediaan infrastruktur yang mendukung dalam aktivitas
sector-sektor basis dan sektor-sektor non basis. Jika dibandingkan antara kedua skenario,
tampak bahwa kebutuhan total investasi untuk seluruh sektor dalam perekonomian Kab.
Bolaang Mongondow lebih besar pada skenario-2 dari pada skenario-1. Hal ini
tinggi dari pada skenario-1 yang hanya menggunakan proyeksi trend linear. Jadi jika
lebih tinggi agar mampu menciptakan kesempatan kerja lebih banyak, maka
38
membutuhkan investasi lebih tinggi. Sedangkan jika menginginkan pertumbuhan
pada skenario-1 maupun skenario-2 jika dibandingkan dengan data historis Pembentukan
Modal Tetap Domestik Bruto (realisasi total investasi) pada PDRB Kab. Bolaang
Mongondow dari sisi penggunaan untuk periode 2003-2008 menurut harga konstan 2003,
897334,04 juta (2005), Rp 928820.13 juta (2006), Rp 959321.08 juta (2007), Rp.
985673.1 juta (2008). Sedangkan kebutuhan investasi periode 2009-2014 seperti telah
disinggung sebelumnya lebih tinggi dari pada realisasi investasi tahun 2008, dan
12485110.76 juta (2011), Rp 12499920.08 juta (2012), Rp 17759419.26 juta (2013) dan
Rp 12376094.51 juta (2014). Jadi realistik dan logisnya perhitungan ini terletak pada
kecenderungan yang meningkat secara perlahan, antara realisasi investasi periode 2003-
379,8 triliyun untuk tahun 2004 dan Rp 471,4 trilyun untuk tahun 2005 yang dibuat
investasi itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tahun 2004 dan 5,5%
tahun 2005?. Dibandingkan dengan data investasi nominal tahun 2003 yang dikeluarkan
oleh Bappenas sebesar Rp 285,12 triliyun (Kompas, 19/3), Basri menganggap perkiraan
kebutuhan investasi tahun 2004 dan 2005 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi masing-
39
masing sebesar 5% dan 5,5,% dianggap tidak realistik atau tidak logis karena dianggap
overestimate, yaitu peningkatan nilai investasi nominal yang sangat besar untuk tahun
2004 dan 2005 dibandingkan dengan nilai investasi nominal tahun 2003.
40
BAB V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dari sembilan sektor dalam perekonomian Kab. Bolaang Mongondow, hanya 1 sektor
teridentifikasi sebagai sektor basis yang ditunjukkan oleh nilai LQ > 1, yaitu sektor
pertanian (LQ = 13,54). Sedangkan delapan sektor adalah sektor non basis yang
ditunjukkan oleh LQ < 1, yaitu: sektor pertambangan dan penggalian (LQ= -2.02),
sektor industri pengolahan (LQ = 0,27), sektor listrik, gas dan airbersih (LQ = 0,57),
sektor bangunan (LQ = 0,39), sector perdagangan, hotel dan restoran (LQ=0.43),
sector pengangkutan dan komunikasi (LQ=0.22), sektor keuangan persewaan dan jasa
2. Berdasarkan ICOR, target pertumbuhan dan nilai tambah bruto (PDRB) sektor-sektor
basis sebelum tahun ke-t (Yt-1), maka dapat diperkirakan kebutuhan investasi masing-
masing sektor basis dan kebutuhan total investasi untuk perekonomian Kab. Bolaang
a. Skenario-1:
juta (2013); dan Rp 5073599.75 juta (2014), atau kebutuhan total investasi selama
41
2. Kebutuhan total investasi untuk perekonomian Kab. Bolaang Mongondow periode
(2014), atau total kebutuhan investasi selama enam tahun Rp 675843,12 juta, atau Rp
67.58 Milyar. Kebutuhan total investasi nominal ini untuk mendukung tercapainya
(2012) dan 2.95% (2013), dan 4.42% (2014), atau pencapaian nilai tambah bruto
b. Skenario-2:
juta (2010), Rp 7511966 juta (2011), Rp 8676321 juta (2012), Rp 9985656 juta (2013),
dan Rp 11466862 juta (2014), atau total kebutuhan investasi selama enam tahun Rp
(2014) atau total kebutuhan investasi selama lima tahun Rp 80.487.705,54 juta, atau
4 % (2012), 4.2 % (2013), dan 4.4 % (2010), atau pencapaian nilai tambah bruto
42
(2011), Rp 1,150,628.61 juta (2012), Rp 1,199,026.99 juta (2013) dan Rp
yang berbasis data dan informasi yang akurat, metode dan peralatan analisis ilmiah,
sehingga menghasilkan rencana (program dan kegiatan) yang layak diterapkan untuk
2. Sumberdaya investasi yang semakin terbatas, baik bersumber dari pemerintah maupun
swasta dalam dan luar negeri, agar alokasinya diprioritaskan untuk pengembangan
sektor-sektor basis, yaitu sektor pertanian dalam arti luas, terutama subsektor tanaman
sektor basis dalam perekonomian daerah kecamatan. Ini berkaitan dengan rencana
43
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Iwan Jaya. 1994. ‘Ilmu Ekonomi Regional dan beberapa Aaplikasinya di
Indonesia’. Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Bendavid-Val, Avrom. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practioners.
Praeger Publisher, New York and London, Foourt Edition.
Hamid, Edy Suandi,2005, ‘Sistem Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Isu-isu Ekonomi
Politik Indonesia’, UII Press: Yogyakarta.
Hoover, Edgar M. 1975. ‘An Introduction to Regional Economics. Alfred A. Knopf, New
York, Second Edition.
Mubyarto, 2002, Ekonomi Rakyat Indonesia, Jurnal Ekonomi Rakyat Th. 1 No. 1 Maret
2002, didownload dari http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_2.htm
44
45