Perkembangan tata kelola BUMN terus dinamis. Hal ini bisa disebabkan karena
BUMN memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian dan laju usaha
yang berkaitan dengan kepentingan publik. Seiring dengan berjalannya waktu,
BUMN dituntut untuk terus bertransformasi menjadi perusahaan yang memiliki daya
saing dan daya cipta atau kreasi tinggi. Setidaknya dalam diskursus tentang BUMN
ada tiga ukuran yang seringkali digunakan unruk mengubah kegiatan perusahaan
yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi.1 Tulisan pada makalah ini akan fokus
pada restrukturisasi yang seringkali dianggap sebagai kunci dari perubahan kegiatan
perusahaan.
1
Setyanto Santosa, Pembentukan Holding Company BUMN Peluang dan Tantangan,
http://www.pacific.net.id/pakar/setyanto/tulisan 03.html diakses pada 25 April 2018 Pk. 12.23 WIB
2
Hassan Shadily, 1987, Ensiklopedi Indonesia, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, hal 1850
3
M. Manullang, 1984, Pengantar Ekonomi Perusahaan, BLKM, Yogyakarta, hal 70
4
Ibid, hal 83-84
1998. Menteri BUMN saat itu, Tanri Abeng, mengusulkan pembentukan holding
company BUMN dengan pertimbangan optimalisasi manajemen. Namun gagasan ini
belum dapat direalisasi sepenuhnya. Tercatat hanya sektor industri pupuk dan semen
yang sudah menjalankan hingga saat ini.5
“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.6
Kronik yang ada kemudian adalah apakah frase secara langsung dapat berarti
perusahaan yang masuk kategori nantinya adalah perusahaan holding saja
(perusahaan induknya), sementara anak perusahaan di masing-masing sektor tidak
5
Pringadi Abdi Surya, Quo Vadis Holding BUMN dalam Tata Kelola Keuangan Negara,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/quo-vadis-holding-bumn-dalam-tata-kelola-
keuangan-negara/, diakses pada tanggal 25 April 2018 Pk. 12.31 WIB
6
Pasal 1 angka (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara
termasuk dalam pendefinisian BUMN, dan dengan demikian tidak mendapat modal
dari keuangan negara karena diartikan sebagai anak perusahaan BUMN.
Kronik yang kedua adalah mengenai pengertian kekayaan negara yang dipisahkan.
Frasa ini menimbulkan perdebatan tafsir antara hak dan kewajiban Negara terhadap
BUMN. Pertanyaannya kemudian apakah Negara hanya berfungsi sebagai
penatausahaan, atau juga ikut bertanggungjawab penuh atas pengelolaan kekayaan
negara tersebut.
Berkaitan dengan permasalahan harta kekayaan BUMN yang berasal dari Negara,
terdapat ketentuan yang berbeda terkait dengan kekayaan BUMN sebagaimana diatur
dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ketentuan yang kami
maksud adalah Pasal 2 huruf g dan i yang menyatakan bahwa keuangan negara
meliputi:8
“g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.”
7
Sulistiowati, 2010, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta,
Erlangga, hal 96
8
Pasal 2 huruf g dan I Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
dengan Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945 oleh Center for Strategic Studies University
of Indonesia (CSS-UI) yang bertindak sebagai Pemohon.
9
Pasal 23 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
10
Sumber Putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 48/PUU-XI/2013
“Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain,
maka memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran
dasar.”BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan
negara wajib”.11
Substansi PP Nomor 72 Tahun 2016 adalah pergeseran investasi Pemerintah dalam
rangka pembentukan holding BUMN. Pokok-pokok penting PP Nomor 72 Tahun
2016 yaitu mempertegas pelaksanaan Holding BUMN, meningkatkan kontrol
pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan Holding BUMN, dan tidak mengatur
privatisasi BUMN. Holding dalam hal ini menjadi jelas letak perbedaannya dengan
privatisasi BUMN, bahwa Holding adalah restrukturisasi perusahaan dengan
membentuk satu grup yang menginduk pada salah satu perusahaan BUMN.
Sedangkan privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh saham BUMN kepada
pihak lain. Dengan demikian secara absolut nilai saham negara pada perusahaan yang
tergabung dalam holding tetap sama dan tidak berkurang.
11
Pasal 2A ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas