Anda di halaman 1dari 5

B.

Holding BUMN Merupakan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Perkembangan tata kelola BUMN terus dinamis. Hal ini bisa disebabkan karena
BUMN memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian dan laju usaha
yang berkaitan dengan kepentingan publik. Seiring dengan berjalannya waktu,
BUMN dituntut untuk terus bertransformasi menjadi perusahaan yang memiliki daya
saing dan daya cipta atau kreasi tinggi. Setidaknya dalam diskursus tentang BUMN
ada tiga ukuran yang seringkali digunakan unruk mengubah kegiatan perusahaan
yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi.1 Tulisan pada makalah ini akan fokus
pada restrukturisasi yang seringkali dianggap sebagai kunci dari perubahan kegiatan
perusahaan.

Perusahaan holding company biasanya terbentuk karena adanya proses


konlomerasi yang dalam konteks ekonomi berarti proses pemusatan beberapa
perusahaan anak untuk kemudian bergabung dalam perusahaan induk.2 Sedangkan
istilah “holding company” sendiri berasal dari terminologi Amerika. Beberapa sarjana
seperti M. Manullang mengartikan holding company sebagai suatu badan usaha yang
berbentuk corporation yang memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan
usaha.3 Holding company juga dapat disebut parent company atau controlling
company. Holding company dalam definisi lebih lengkap juga dimaknai sebagai suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan
lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.4

Metode restrukturisasi, secara khusus pembentukan holding company yang baru-


baru saja dilakukan oleh BUMN di Indonesia memang tidak sepi dari perdebatan.
Khususnya jika kita meninjau dari perspektif keuangan negara. Gagasan untuk
melakukan holding BUMN secara historis sebenarnya sudah dimulai pada tahun

1
Setyanto Santosa, Pembentukan Holding Company BUMN Peluang dan Tantangan,
http://www.pacific.net.id/pakar/setyanto/tulisan 03.html diakses pada 25 April 2018 Pk. 12.23 WIB
2
Hassan Shadily, 1987, Ensiklopedi Indonesia, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, hal 1850
3
M. Manullang, 1984, Pengantar Ekonomi Perusahaan, BLKM, Yogyakarta, hal 70
4
Ibid, hal 83-84
1998. Menteri BUMN saat itu, Tanri Abeng, mengusulkan pembentukan holding
company BUMN dengan pertimbangan optimalisasi manajemen. Namun gagasan ini
belum dapat direalisasi sepenuhnya. Tercatat hanya sektor industri pupuk dan semen
yang sudah menjalankan hingga saat ini.5

Pada tahun 2016, Pemerintah melalui Kementerian BUMN mengajukan holding


baru secara sectoral yakni pada BUMN di sektor perbankan dan lembaga
pembiayaan, sektor konstruksi dan jalan tol, sektor perumahan, sektor ketahanan
energy, sektor pangan, sektor pertambangan dan sektor maritim. Pemerintah berdalil
bahwa holding pada keenam sektor tersebut penting dilakukan karena kondisi
infrastruktur yang belum merata dan belum terintegrasi, sehingga perlu penciptaan
nilai tambah untuk industri hilir. Semua ini kemudian akan bermuara pada persaingan
global yang mau tak mau harus diikuti oleh BUMN kita.

Letak persoalannya kemudian menguat ketika diskursus pembentukan holding


company dikaitkan dengan dasar hukum terkait. Potensi persoalan itu ada karena
definisi BUMN sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah penyertaan modal secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.6
Kronik yang ada kemudian adalah apakah frase secara langsung dapat berarti
perusahaan yang masuk kategori nantinya adalah perusahaan holding saja
(perusahaan induknya), sementara anak perusahaan di masing-masing sektor tidak

5
Pringadi Abdi Surya, Quo Vadis Holding BUMN dalam Tata Kelola Keuangan Negara,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/quo-vadis-holding-bumn-dalam-tata-kelola-
keuangan-negara/, diakses pada tanggal 25 April 2018 Pk. 12.31 WIB
6
Pasal 1 angka (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara
termasuk dalam pendefinisian BUMN, dan dengan demikian tidak mendapat modal
dari keuangan negara karena diartikan sebagai anak perusahaan BUMN.

Menyoal hubungan hukum antara anak perusahaan dengan induk perusahaan,


dalam konteks perusahaan grup (holding company) menurut Sulistiowati hubungan
hukum yang timbul antara induk perusahaan dengan anak perusahaan merupakan
hubungan antara pemegang saham.7

Kronik yang kedua adalah mengenai pengertian kekayaan negara yang dipisahkan.
Frasa ini menimbulkan perdebatan tafsir antara hak dan kewajiban Negara terhadap
BUMN. Pertanyaannya kemudian apakah Negara hanya berfungsi sebagai
penatausahaan, atau juga ikut bertanggungjawab penuh atas pengelolaan kekayaan
negara tersebut.

Berkaitan dengan permasalahan harta kekayaan BUMN yang berasal dari Negara,
terdapat ketentuan yang berbeda terkait dengan kekayaan BUMN sebagaimana diatur
dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ketentuan yang kami
maksud adalah Pasal 2 huruf g dan i yang menyatakan bahwa keuangan negara
meliputi:8

“g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.”

Kedua definisi keuangan negara tersebut kemudian menjadi landasan pengajuan


judicial review di Mahkamah Konstitusi. Kedua aturan itu dianggap bertentangan

7
Sulistiowati, 2010, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta,
Erlangga, hal 96
8
Pasal 2 huruf g dan I Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
dengan Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945 oleh Center for Strategic Studies University
of Indonesia (CSS-UI) yang bertindak sebagai Pemohon.

“Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan


keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.9
Hasil judicial review ini adalah, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan nomor
48/PUU-XI/2013 mengukuhkan status kekayaan negara yang bersumber dari
keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan
modal di BUMN tetap menjadi bagian dari rezim keuangan negara.10

Kekayaan negara telah bertransformasi menjadi modal BUMN sebagai modal


usaha yang pengelolaannya tunduk pada paradigm usaha, namun pemisahan
kekayaan negara tersebut tidak menjadikan beralihnya kekayaan negara menjadi
kekayaan BUMN yang terlepas dari kekayaan negara. Hal ini karena dari perspektif
transaksi yang terjadi jelas hanya pemisahan yang tidak dapat dikonstruksikan
sebagai pengalihan kepemilikan, karena itu tetap sebagai kekayaan negara dan
dengan demikian kewenangan negara di bidang pengawasan tetap berlaku.
Pengawasan ini dilakukan oleh Badan pemeriksa Keuangan terhadap Holding BUMN
dengan tetap berdasar pada paradigm usaha (business judgement rules) dan
memperhatikan penerapan Good Corporate Governance.

Setelah mendapat jawaban mengenai kedudukan hukum anak perusahaan terhadap


induk perusahaan sebagaimana diuraikan diatas, maka untuk menjawab apakah
tinjauan keuangan negara itu juga masuk sampai kepada anak perusahaan dalam
konsepsi Holding BUMN, menurut pandangan penulis seharusnya tetap iya. Secara
yuridis argument ini didasarkan pada ketentuan PP No. 72 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas.

9
Pasal 23 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
10
Sumber Putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 48/PUU-XI/2013
“Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain,
maka memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran
dasar.”BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan
negara wajib”.11
Substansi PP Nomor 72 Tahun 2016 adalah pergeseran investasi Pemerintah dalam
rangka pembentukan holding BUMN. Pokok-pokok penting PP Nomor 72 Tahun
2016 yaitu mempertegas pelaksanaan Holding BUMN, meningkatkan kontrol
pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan Holding BUMN, dan tidak mengatur
privatisasi BUMN. Holding dalam hal ini menjadi jelas letak perbedaannya dengan
privatisasi BUMN, bahwa Holding adalah restrukturisasi perusahaan dengan
membentuk satu grup yang menginduk pada salah satu perusahaan BUMN.
Sedangkan privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh saham BUMN kepada
pihak lain. Dengan demikian secara absolut nilai saham negara pada perusahaan yang
tergabung dalam holding tetap sama dan tidak berkurang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa induk perusahaan dan anak


perusahaan BUMN yang diatur dalam PP No. 72 Tahun 2016 Pasal 2A ayat (2),
dibiayai oleh saham milik negara, tidak berkurang sedikitpun dan nilai sahamnya
tetap sama (karena restrukturisasi berbeda dengan privatisasi), sehingga Holding
BUMN masih merupakan ruang lingkup keuangan Negara.

11
Pasal 2A ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas

Anda mungkin juga menyukai