Anda di halaman 1dari 19

“SUMATERA SIAPA PUNYA?

PIDATO WALI NEGARA ACEH SUMATERA MERDEKA


DR. TEUNGKU HASAN MUHAMMAD DI TIRO
STOCKHOLM, 01 FEBRUARI 1991

KATA PENGANTAR

Mengakui dan merelakan diri kita tunduk kepada penguasa yang datang
dari seberang lautan (Jawa), adalah tindakan bunuh diri. Untuk mengelakkan
keadaan ini, maka kita harus membangun satu kesadaran baru dan
mencampakkan segala pikiran kita yang salah dan sesat selama ini, serta
memastikan bahwa penjajahan “regime Indonesia/ Djawa” ke atas bangsa
Sumatera adalah suatu perbuatan yang dilarang, karena bertentangan dengan
HAK suatu bangsa untuk MENENTUKAN NASIB DIRI SENDIRI dan HUKUM
INTERNASIONAL. Apabila kita berbicara tentang penjajahan, maka secara
ringkas dapat dikemukakan di sini bahwa makna dari suatu penjajahan dapat
dirumuskan dalam kalimat yang paling singkat: “KEHADIRAN ORANG ASING
DARI SEBERANG LAUTAN DAN MEREKA MEMERINTAH SEGALA SEGI KEHIDUPAN
ORANG YANG DIJAJAH MENURUT KEHENDAKNYA.”
Untuk mendudukakan dan memastikan bahwa bangsa Sumatera yang
berhak berkuasa di tanah pusakanya, maka “SUMATERA, SIPA PUNYA?” satu
pidato tertulis dari Teungku Hasan Muhammad di Tiro, Presiden Angkatan Aceh-
Sumatera yang mengungkapkan, membongkar dan melucuti semua rahasia
penjajah “Indonesia/ Djawa” sebagai gerakan pen-Jawa-an (Javanization) di
seluruh Pulau Sumatera. Untuk itu, tulisan ini mengajak pembaca merenungi
maknanya yang begitu mendalam dan sambutlah ajakan ini untuk melihat fakta
sejarah yang diuraikan secara singkat, tepat dan padat, berpijak pada Hak yang
diakui oleh Hukum Internasional sehingga mengantarkan kita kepada lapangan
diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Sumatera – ‘Konfederasi

1
Sumatera Merdeka’ yang terdiri dari: Negara Aceh Merdeka, Negara Batak
Merdeka, Negara Minang Merdeka, Negara Riau Merdeka, Negara Jambi
Merdeka, Negera Lampung Merdeka, Negara Palembang Merdeka dan lain-lain.
Masing-masing Negara tersebut mempunyai kedaulatan sendiri.
Itulah tujuan akhir kita. Oleh karena itu, kehadiran tulisan ini di
hadapan pembaca, khususnya bangsa Sumatera, tidak lain kecuali untuk
merumuskan, menentukan dan memastikan diri kita; dari seorang yang awalnya
merenung dan menghayati berubah menjadi orang yang berfikir, berbuat dan
bertindak.

Terima kasih
Wassalamu’alaikum.
Dari Penerbit

Biro Penerangan
Angkatan Aceh-Sumatera Merdeka

2
“SUMATERA, SIAPA PUNYA?”

Ucapan ini kami tujukan kepada Saudara-saudara kami bangsa Sumatera,


dari Aceh sampai ke Lampung, dari Sabang sampai ke Bangka dan Belitung.
Perjumpaan kali ini bermakna: Kami sudah datang untuk mengunjungi Saudara-
saudara sekalian, dan masing-masing, di mana saja Saudara-saudara berada: di
rumah, di kantor, di pasar, di atas tanah ibu Sumatera, atau di perantauan.
Mengapa kami lakukan ini? Sebab kami menghargai dan memuliakan Saudara-
saudara saya se-Sumtatera: Setiap anak Sumatera mempunyai nilai yang tinggi
dalam perhitungan kami. Setiap orang Sumatera berat yang menentukan dalam
neraca kami. Saudara-saudara bukan hanya satu angka yang tidak berarti apa-
apa dalam statistik, sebagaimana dibuat oleh perampok-perampok Jawa selama
46 tahun akhir-akhir ini, yakni sejak tahun 1945. Dalam statistik mereka, kita
semua akhirnya jatuh dalam keranjang sampah minoriti yang tetap walaupun
kita berjumlah 25 juta jiwa. Kita yang hidup atas tanah kita sendiri tetapi
dinamakan minoriti dari satu bangsa lain, yang hidup di pulau/ negeri lain, di
seberang lautan, yang tidak ada hubungan apa-apa dengan kita. Bangsa Jawa
tidak ada hak untuk memerintah di pulau Sumatera. Walaupun mereka lebih
banyak dari pada kita, sebagaimana bangsa China tidak ada hak untuk
memerintah bangsa-bangsa lain di Asia, walaupun mereka berjumlah lebih 1000
juta jiwa. Hak kita untuk merdeka sendiri di Sumatra adalah mutlak, tidak ada
sangkut-pautnya dengan bangsa Jawa. Mereka tidak boleh meminoriti-kan kita
di atas Tanah Ibu kita sendiri, Sumatera. Dalam sistem demokrasi, konsep
minoriti itu diterima dengan syarat bahwa minoriti itu dapat menjadi mayoriti
sesewaktu dan dengan pasti-pasti. Tetapi di bawah penjajahan Jawa yang
bernama ‘Indonesia’, ini tidak bisa terjadi sebab bangsa Jawa mahu menjadi
mayoriti yang tetap selama-lamanya. Mereka memakai nama ‘demokrasi’
hanya untuk propaganda dan penipuan politik semata-mata.
Pada 4 Desember 1976, 26 tahun yang lalu, kami sudah menyatakan diri
kepada dunia bahwa Aceh mahu merdeka kembali sebagaiman sedia kala:
bahwa penjajahan bandit Jawa dari Jakarta yang sudah terjadi 56 tahun yang

3
akhir-akhir ini tidak dapat menghapuskan Sejarah Negara Aceh Merdeka yang
sudah lebih 1000 tahun itu, dan diakui oleh dunia! 46 tahun penjajahan bandit-
bandit Jawa tidak mungkin dapat menghapuskan 1000 tahun sejarah Aceh
Merdeka! Dan sejarah Aceh Merdeka sama dengan sejarah Sumatera Merdeka!.
Sejarah Aceh Merdeka tidak dapat dihapuskan lagi sebab sejarah ini
sudah berurat dan sudah berakar sampai ke hati bumi! Ini ditangan kami ada
satu dokumen yang diterbitkan dalam surat kabar Inggris, THE TIMES (London),
pada 28 januari 1991, tiga hari yang lalu. Dokumen ini ditandatangani oleh 4
orang anggota Parlemen Inggris yang paling terkemuka yaitu; Lord Avebury,
Anggota House of Lords, Majlis Tinggi Parlemen Inggris. Beliau adalah Ketua
dari pada Badan Urusan Hak Azazi Manusia dari Parlemen Inggris. Kemudian
dokumen ini ditandatangani oleh Sir Bernard Braine, Wakil ketua I dari pada
Badan Urusan Hak Azazi Manusia Parlemen Inggris itu; kemudian ditandatangani
oleh Mr. Tony Lloyd, Wakil Ketua II dari Badan Parlemen itu; dan oleh Mr.
Anthony Coombs, Sekretaris Jendral dari Badan Parlemen itu. Dokumen resmi
ini menghukum perbuatan-perbuatan kejam yang dibuat oleh bandit-bandit
Jawa, Joko Pramono dan kaki-tangannya atas bangsa Aceh sekarang ini. Dan
dalam dokumen ini dikatakan:
“in view of the long history of friendship between Britain and Acheh-including
a Treaty of ‘Permanent Peace, Friendship and Defensive Alliance’ in 1819-
before the territory was invaded by the Dutch in 1873, it would be fitting if
we invited the United natioan Human Rights Commision to review the
available evidence…”
Artinya: “Mengingat kepada sejarah persahabatan yang lama sekali
antara Inggris dan Acheh-termasuk adanya suatu Perjanjian Persahabatan yang
kekal dan Persekutuan Pertahanan tahun 1819- sebelum Acheh diserang oleh
Belanda di tahun 1873, maka adalah satu hal yang patut sekali bagi kita untuk
mengundang Badan Urusan Hak Manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(United Nations Human Rights Commision) untuk memasukan perkara
kekejaman Jawa di Acheh ini dalam acara sidangnya bulan di Geneva dengan
menimbang bukti-bukti yang ada pad kita…”

4
Surat resmi ini dikeluarkan dari Istana Westminster, pada 18 Januari,
1991.
Ini membuktikan bahwa sebenarnyalah bahwa kedudukan Aceh sebagai
satu bangsa yang merdeka dan berdaulat tidaklah pernah dilupakan dunia. Dan
sejak kita menyatakan kembali Aceh Merdeka, maka kedudukan Aceh di dunia
internasional sudah kita kembalikan sebagai sedia kala. Sekarang saja kita
sudah mendapat satu kekuasaan besar (Kerajaan Inggeris) untuk menjadi
pembuka-pintu bagi kita masuk langsung ke Sidang Human Rights Commision
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari sini hanya satu langkah lagi untuk
membuat PBB campur tangan dalam soal pembubaran kolonialisme Jawa di
Aceh-Sumatera, misalnya dengan mengadakan pemilihan, dibawah pengawasan
PBB, apakah bangsa Aceh-Sumatera mahu Merdeka atau tetap menjadi jajahan
Jawa? Kita akan ambil langkah ini kalau kita anggap waktunya sudah tiba. Yang
sudah terang benderang sekarang ialah bahwa bandit-bandit Jawa tidak dapat
lagi menguasai politik dan hubungan luar negeri Aceh. Usaha Angkatan Aceh-
Sumatera Merdeka untuk mengembalikan kedudukan lama Aceh di dunia
internasional sudah berhasil dengan gilang-gemilang, dan tidak dapat disangkal
lagi walaupun oleh bandit-bandit Jawa!
Penjajahan bandit-bandit Jawa di Sumatera sudah dilakukan secara
illegal, tidak sah. Menurut Hukum Internasional, sah atau tidaknya sesuatu
wilayah masuk sesuatu negara bergantung pada bagaimana asal mulanya
wilayah itu maenjadi bagian dari negara itu. Kalau melalui jalan yang sah,
maka sah; kalau melalui jalan yang tidak sah, maka wilayah itu tidak sah
menjadi bagian dari negara itu. Maka yang wajib kita tanya sekarang ialah:
Apakah negara penjajah Indonesia/ Jawa memperoleh secara legal? Mungkin
Saudara-saudara sudah tahu bahwa Sumatera telah jatuh menjadi satu bagian
Indonesia/ Jawa ialah sebagai akibat dari pada ‘penyerahan kedaulatan’ dari
Belanda kepada Indonesia/ Jawa pada 27 Desember 1949. Tetapi menurut
Hukum Internasional Belanda tidak mempunyai kedaulatan atas Sumatera.
Maka bagaimana Belanda boleh memberikan kepada Indonesia/ Jawa apa yang
Belanda sendiri tidak punya?

5
Yang ke dua, juga menurut Hukum Internasional, negara-negara
penjajah tidak mempunyai hak untuk ‘menyerahkan kedaulatan’ atas tanah
jajahan kepada negara lain. Jadi Belanda tidak mempunyai hak untuk
menyerahkan kedaulatan atas Sumatera kepada Indonesia/ Jawa. Teranglah
sudah apa yang dibuat oleh Belanda dan Indonesia/ Jawa adalah 200% illegal.
Sebab itu negara penjajahan Indonesia/ Jawa tidak mempunyai tidak
mempunyai hak yang sah di pulau Sumatera: Negara penjajah Indonesia/ Jawa
adalah illegal di sini! Sumatera telah jatuh ke tangan mereka tidak menurut
Hukum Internasional.
Atas pertanyaan: “SUMATERA, SIAPA PUNYA?” hanya ada satu jawaban
yang tegas, terang dan tidak samar-samar lagi, yaitu kepunyaan kita bangsa
Sumatera sendiri, dari Aceh sampai ke Lampung, dari Sabang ke Bangka dan
Belitung! Bandit-bandit Jawa: Suharto, Sudomo, Sutrisno, Murdani, Pramono,
Prawiro dan lain sebagainya, tidak mempunyai hak untuk datang ke Sumatera
kalau minta izin masuk dari Saudara-saudara lebih dahulu; apalagi kalau
mereka dating untuk ‘memerintah’ ke Sumatera. Ini membuat mereka, dengan
serta merta menjadi ‘Penjahat Internasional’ sebab perbuatan pergi
‘memerintah ke-seberang-lautan’ bermakna menjajah, dan si penjajah
sekarang dinamakan dalam istilah Hukum Internasional sebagai ‘International
Criminals’ (Penjahat Internasional), yang kita bangsa Sumatera, yang
berdaulat dan yang di-pertuan di sini, berhak menghukum mereka.
Hak Bersama (Collective rights) yang paling penting dari sesuatu bangsa
ialah Hak Daulat atas Tanah Ibu dan Bapaknya, yang tidak boleh diganggu-
gugat oleh bangsa-bangsa lain dari seberang lautan. Hak Daulat kita bangsa
Sumatera atas pulau Sumatera tidak boleh diganggu-gugat oleh bangsa Jawa
dari seberang lautan. Hak kita atas Tanah Ibu dan Tanah Bapa ini dilindungi dan
dijamin oleh Hukum Internasional dengan Tujuh buah Ketentuan Hukum.
Pertama, Ketentuan Hukum Tanah (Jus Soli) yang memelihara hak
seseorang atau sesuatu bangsa atas Tanah-Tumpah-Darahnya. Inilah satu hak
dasar yang penting sekali, yang tidak boleh diikut-sertakan orang/ bangsa lain
yang tidak memenuhi syarat-syarat ketentuan. Ini bermakna bahwa di Sumatera

6
hanya kita bangsa Sumatera asli yang mempunyai Hak Tanah ini. Bangsa Jawa
tidak mempunyai hak ini di Sumatera. Inilah pagar hukum yang pertama, yang
melindungi hak Saudara-saudara atas Tanah Ibu Sumatera. Bangsa Jawa tidak
boleh masuk kemari lalu menuntut hak yang sama dengan kita, apalagi untuk
bertindak sebagai ‘pemerintah’ atas kita.
Kedua, Ketentuan Hukum Internasional yang disebut Jus Sanguinis
(Hukum Darah) yang menentukan bahwa hanya mereka yang berdarah Sumatera
dalam badannya mempunyai Hak Tanah atas pulau Sumatera. Hak Darah ini
memperkuat Hak Tanah yang baru kami sebut tadi.
Ketiga, Ketentuan Hukum Internasional perkara Hak Daulat
(Sovereignty). Di Sumatera, yang mempunyai kedaulatan adalah bangsa
Sumatera sendiri. Bangsa Jawa tidak boleh berdaulat di Sumatera. Kalau
mereka mengatakan bahwa mereka berdaulat di Sumatera, itu bermakna
mereka sudah menjajah kita. Dan karena penjajahan adalah satu kejahatan,
maka kita wajib mengusir mereka dari Tanah Sumatera.
Ke-empat, Ketentuan Hukum Internasional yang melarang penjajahan
(Colonialism) dalam segala bentuk dan macamnya. Makna yang setegas-
tegasnya dari penjajahan ialah perbuatan sesuatu bangsa yang pergi
memerintah bangsa lain di seberang laut; seperti apa yang dibuat oleh bangsa
Jawa atas bangsa Sumatera selama 56 tahun yang akhir-akhir ini, walaupun apa
yang dipropagandakan oleh bandit-bandit Jawa itu! Penjajahan adalah satu
kenyataan yang tidak dapat ditutup-tutupi dengan propaganda atau
‘penerangan.’
Kelima, Ketentuan Hukum Internasional yang menjamin Hak Hukum
Tersendiri (Separate Jurisdiction) kepada segala negeri terjajah supaya tidak
‘disatukan’ oleh si penjajah, seperti Jawa membuat negara ‘kesatuan’ nya dari
pulau-pulau yang dijajahnya. Ini memperlihatkan bahwa perbuatan bandit-
bandit Jawa memasukkan Sumatera dalam ‘negara kesatuan’ mereka adalah
perbuatan illegal, yang melanggar Hukum Tersendiri dari Sumatera.
Ke-enam, Ketentuan Hukum Internasional yang menjamin Hak
Menentukan Nasib Diri-Sendiri (Self Determination) kepada bangsa-bangsa

7
terjajah adalah satu jaminan lagi atas Hak Tanah dan Hak Darah mereka yang
tidak boleh diperkosa oleh bangsa-bangsa lain dari seberang lautan. Hak ini
adalah satu hak mutlak juga bagi kita bangsa Sumatera.
Ketujuh, Ketentuan Hukum Internasional yang mengakui Hak bangsa-
bangsa terjajah untuk berperang melawan bangsa penjajah mereka (The
legality of liberation struggle). Tegasnya kita bangsa Sumatera mempunyai hak
penuh untuk melawan si penjajah Jawa yang sudah menggantikan Belanda
sebagai penjajah atas bumi Sumatera.
Ketujuh ketentuan Hukum Internasional ini sudah lebih dari cukup untuk
memelihara Hak Tanah, Hak Darah, Hak Daulat, dan Hak Diri-Sendiri, Hak
Terpisah, Hak Merdeka dan Hak Berperang dari segala bangsa yang mengawal
kemerdekaannya, termasuk kita bangsa Sumatera, asal kita bersikap dan
bertindak menurut ketentuan-ketentuan ini. Tetapi ketentuan-ketentuan
hukum ini, seperti semua ketentuan hukum yang lain, tidaklah menjalankan
dirinya sendiri. Kita yang punya Tanah, yang punya Darah, yang punya Daulat,
yang wajib menegakkan ketentuan-ketentuan Hukum Internasional ini. Kita
telah diberikan Tujuh lapis pagar yang dapat memelihara Hak kita atas Tanah
Ibu Sumatera. Tetapi alangkah ganjilnya: walaupun telah ada tujuh lapis pagar
ini, babi-babi Jawa masih dapat masuk ke kebun kita Sumatera dan memakan
segala hasilnya!
Sebenarnya Sumatera sudah wajib merdeka 56 tahun yang lalu, sewaktu
Belanda sudah pergi. Demikinalah ketentuan-ketentuan Hukum Internasional
dan Aturan-aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adapun pemimpin-pemimpin
Sumatera yang mengetahui hal ini dan telah berusaha mendirikan Negara
Sumatera Merdeka di tahun 1945 dan di tahun-tahun sesudahnya. Mereka itu
adalah Dr. Teungku Mansur dari Medan dan Tuan Abdul Malik dari Palembang.
Mereka adalah putra-putra Sumatera yang tahu siapa diri mereka, apa
kepentingan Nasional Sumatera mereka, dan menghormati diri dan nenek
moyang mereka. Mereka menolak menerima ‘perintah’ dari bandit-bandit
Jawa, dari seberang lautan itulah penjajahan! Merreka tidak membenarkan
pergantian penjajahan Belanda kepada Jawa atas bumi Sumatera! Mereka

8
mahu Sumatera Merdeka! Hari ini kita ratapi meraka itu! Hari ini kami
nyatakan kedua patriot Sumatera itu sebagai Pahlawan Nasional Sumatera!
Ada satu lagi golongan pengkhianat-pengkhianat Sumatera yang tidak
boleh kita lupakan. Sebab kalau kita lupakan, maka mereka akan dapat
menggagalkan perjuangan kemerdekaan kita sekali lagi, kali ini. Mereka itu
ialah orang-orang Sumatera yang sudah pindah ke Jawa dan menjadi kai-
tangan, kuda-beban, jangos dan pesuruh bandit-bandit Jawa; mereka sudah
lama menjual murah kepentingan nasional Sumatera dan Tanah Ibu kita kepada
bandit-bandit Jawa, untuk kepentingan pribadi mereka sendiri, asal diberi
sedikit gaji atau jabatan-jabatan menteri boneka yang tidak berkuasa apa-apa.
Untuk itu mereka bersedia membenarkan penjajahan bandit-bandit Jawa atas
bangsa dan negeri mereka. Kebanyakan mereka mengidap penyakit ‘Identy
Crisis’ dan ‘Infeority Complex’. Tanda mereka ini, dan jangan lagi terpengaruh
dengan perkataan dan tulisan mereka!
Bangsa-bangsa, pulau-pulau, benua-benua, adalah kenyataan alam
bikinan Tuhan, yang tidak dapat dibuat-buat atau dibikin-bikin oleh manusia.
Berpegang teguh-teguhlah pada kenyataan-kenyataan ini, dan pada
kebenaran-kebenaran yang lain: sebab di Indonesia/ Jawa kenyataan dan
kebenaran bisa ditiadakan dengan propaganda; pulau-pulau dan bangsa-bangsa
bisa dihilang dengan ‘tukar nama’. Tuhan telah membuat pulau Sumatera dan
bangsa Sumatera untuk menduduki dan memiliknya dan mempusakakannya
kepada anak cucu mereka. Demikian juga Tuhan telah membuat pulau Jawa
dan bangsa Jawa atas pulau itu. Ini adalah kenyataan dan kebenaran. Bangsa
Jawa harus menerima kenyataan dan kebenaran ini juga, mereka tidak boleh
pergi ke Sumatera merampas Tanah kita, Untuk menjamin keadilan dan
kebenaran inilah maka dalam Hukum Internasional telah dibuat Tujuh buah
Ketentuan Hukum yang menjaga Hak setiap bangsa atas Tanahnya; supaya satu
tidak dapat merampas Tanah bangsa lain; Untuk itulah maka telah diadakan
Tujuh Ketentuan Hukum-Tujuh Lapis Pagar!- Untuk menjaga hak bangsa-
bangsa atas Tanah Ibu mereka; Ketujuh Ketentuan Hukum Internasional itulah:

9
Jus Soli, Jus Sanguinis, Sovereignty, Separate Jurisdiction, Self-Determination,
No-To-Colonialism, Right of Liberation.
Tetapi apa yang sudah terjadi dan sedang terus terjadi atas kita bangsa
Sumatera, di pulau Sumatera? Bandit-bandit Jawa: Suharto, Murdani, Sutrisno,
Sudomo, Pramono dan lain sebagainya sudah merangkak masuk ke Tanah
Pusaka kita Sumatera, dengan meloncat ketujuh pagar Hukum Internasional itu,
dengan pistol di tangan, mereka mengancam kita untuk menukar nama bangsa
kita, untuk menukar nama Tanah kita, dari bangsa Sumatera menjadi satu
bangsa lain yang diada-adakan oleh mereka, yaitu bagi bangsa Sumatera
menjadi “bangsa pulau Hindu” (itulah makna kata-kata “Indonesia” dari
bahasa Yunani), dan kalau tidak mahu maka mereka menembak mati bangsa
kita seketika itu juga! Yang mereka lakukan atas kita ini adalah perampokan di
tengah hari! Kalau kita mahu menurut ‘perintah’ dari penyamun-penyamun
Jawa ini, yakni menukar nama kita dari bangsa Sumatera menjadi bangsa pura-
pura “Indonesia” maka pada detik itu juga kita sudah menghapuskan diri kita
sebagai bangsa Sumatera (sebagai Tuhan telah membuat kita!); sudah
melenyapkan Hak kita atas pulau Sumatera; sudah melemparkan ke dasar laut
Hak milik kita atas pulau Emas; sudah membatalkan sendiri ketujuh Ketentuan
Hukum Internasional yang menjamin Hak bangsa Sumatera itu, Dalam dunia ini
tidak ada satu hak pun dapat berdiri atau selamat, kalau bangsa yang
mempunyai hak itu tidak mahu mempertahanka Haknya.
Seluruh kehidupan manusia dan bangsa-bangsa adalah perselisihan
mengenai ‘ukuran’ dan ‘timbangan’ dan ‘siapa yang patut memegang
timbangan’ itu, di dalam setiap negeri, di kalangan setiap bangsa-bangsa yang
membiarkan ‘neraca’-nya dipegang oleh bangsa asing yang datang dari
seberang lautan, bangsa itu akan mampus sebagai satu bangsa. Bangsa-bangsa
yang mahu hidup, tetapi tidak mahu berselisih, tidak mahu bertengkar, tidak
mahu berkelahi, tidak mahu berperang, dalam perkara ‘ukuran’ dan
‘timbangan’-nya dan dalam perkara menentukan ‘siapa yang berhak memegang
neraca’ di negerinya, maka bangsa itu akan hilang lenyap dari permukaan

10
bumi. Sebab itu, setiap bangsa merdeka haruslah bersedia berperang dalam
menentukan perkara-perkara ‘ukuran’, ‘timbangan’ dan ‘penimbang’ ini.
Apa yang sebenarnya yang wajib kita lakukan di Sumatera atas bandit-
bandit Jawa penjajah ini? Kita wajib mengusir mereka dari bumi Sumatera
dalam detik ini juga! Bandit-bandit Jawa ini adalah orang-orang bodoh, tidak
berpendidikan, tidak berperadaban, mereka tidak pandai memerintah, mereka
hanya tahu merampok dan membunuh. Mereka tidak berhak memegang
‘ukuran’, ‘timbangan’, dan ‘neraca’ kita di Sumatera. Mereka tidak mempunyai
kesanggupan dalam hal-hal semacam ini, sebab ‘korupsi’ adalah bagian yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dari kebudayaan dan peradaban mereka itu. Ahli
FIlsafat Jerman, Friedrich Nietzsche, selalu memperingatkan kita bahwa
“sangatlah berbahaya apabila suatu golongan memperoleh kekuasaan politik,
padahal mereka ini tidak mempunyai nilai peradaban yang benar-benar lebih
tinggi dari golongan lain yang diperintahnya…maka kekuasaan politik di tangan
mereka ini akan menjadi penindasan yang paling kejam dan di luar peri-
kemanusiaan.”
(“Political superiority without any real human superiority is most
harmful…any slackening of cultural tasks would turn this power into the most
revolting tyranny”).
Inilah yang sedang terjadi di Tanah Ibu kita Sumatera di bawah
penjajahan bandit-bandit Jawa yang tidak mempunyai peradaban ini. Kita
wajib mengusir mereka dari persada Tanah Ibu kita sekarang juga! Orang
Sumatera yang tidak berani berbuat begitu berarti ia sudah hilang sifat-sifat
kemuliaannya, sudah tidak berkarakter lagi dan akan sah hilang Haknya atas
pulau Emas ini! Karena banyak sekali orang-orang Sumatera yang sudah menjadi
beginilah maka sekarang Emas kita sudah menjadi borg/ modal bank-bank
China-Jawa sebagai rekening/ account dari bandit-bandit Jawa; Suharto,
Murdani, Sudomo, Sutowo, Sutrisno, dan lain sebagainya.
Selama ini bandit-bandit Jawa bergantung hampir 100 % pada kita
bangsa Sumatera untuk melakukan penjajahannya. Inilah penjajahan yang kita
biayai sendiri dengan uang Sumatera, dengan bantuan tenaga boneka-boneka

11
Sumateranya. Bandit-bandit Jawa tidak akan pernah berhasil mendirikan
penjajahan mereka di Sumatera dengan tidak ada kerja sama dari kaki-tangan
mereka yang terdiri dari bangsa Sumatera. Sebab itu sebegitu lekas kita
memberi kesadaran kepada bangsa Sumatera perkara kepentingan Nasional
Sumatera-nya sendiri, sebegitu lekas kita dapat mengahancurkan penjajahan
bandit-bandit Jawa di pulau kita. Sebenarnya Imperialisme Jawa adalah suatu
Imperialisme yang paling lemah di dunia. Ia adalah Imperialisme orang-orang
bodoh dan miskin yang mustahil dapat dipertahankan oleh mereka apabila
bangsa Sumatera sudah terbuka kembali matanya, sudah bangun dari tidurnya,
dan sudah sadar kembali kepada kepentingan nasional Sumateranya.
Imperialisme Jawa sudah didirikan atas dasar penipuan umum di dalam negeri
dan di luar negeri dengan meniadakan bangsa Aceh-Sumatera dan lain-lain,
dan dengan meniadakan ketujuh buah Ketentuan Hukum Internasional
mengenai hak bangsa-bangsa untuk merdeka atas tanah pusaka mereka masing-
masing.
Bila rahasia penipuan itu terbuka, di dalam dan di luar negeri,
sebagaimana sudah mulai terjadi sekarang, maka imperialisme si miskin dan si
pembual ini akan harus gulung tikar! Sebab itulah mereka takut sekali kepada
apa yang ditulis dalam surat-surat kabar luar negeri mengenai kekejaman dan
korupsi mereka. Sebab isi-isi surat kabar luar negeri itu lambat laun akan
sampai juga ke telinga bangsa Sumatera dan bangsa-bangsa lain yang mereka
jajah atas nama bangsa pura-pura ‘Indonesia/ Jawa’.
Sebenarnya Imperialisme bandit-bandit Jawa ini begitu lemahnya
sehingga kita bisa mengusirnya dari Sumatera dengan ‘gesture’ saja, yakni
dengan memberi ‘isyarah’ saja. Camkan ini; seluruh dunia tahu bahwa di pulau
Jawa tidak ada apa-apa. Apa yang dikehendaki oleh bangsa-bangsa dunia
adalah kekayaan Sumatera. Orang-orang luar negeri datang ke Jawa adalah
sebab Sumatera: sebab saudara-saudara di Sumatera sudah memberi kesan
kepada dunia luar bahwa Saudara-saudara benar-benar memandang bandit-
bandit Jawa di Jakarta sebagai ‘pemerintah pusat’mu, ‘sebagai yang
dipertuan’mu yang kamu ta’ati! Sebegitu lekas Saudara-saudara beritahu

12
kepada dunia luar bahwa Saudara-saudara tidak mahu lagi menerima ‘perintah’
dari bandit-bandit itu, orang-orang luar negeri tidak lagi datang ke Jawa,
tetapi akan datang langsung ke Sumatera membuat urusan dengan kita! Dan hal
ini bisa kita beritahukan kepada dunia luar dengan dua (2) cara: baik dengan
dentuman peluru, atau dengan berbisik saja ke telingan para diplomat-
diplomat luar negeri. Saudara-saudara boleh memilih antara dua jalan ini untuk
mengusir bandit-bandit Jawa dari Tanah Ibu kita: kapan saja dan begitulah
mudahnya!
Kedudukan bandit-bandit Jawa adalah dalam keadaan yang sukar sekali
sekarang. Di mana yang lampau mereka berhasil memegang monopoli hubungan
luar negeri kita. Di masa yang sudah hanya mereka saja yang pandai bergerak
dalam lapangan yang menentukan segala-galanya ini; sebab di bagian dunia
kita, politik luar negerilah yang menentukan politik dalam negeri! Sekarang
monopoli mereka dalam urusan hubungan luar negeri sudah kita hancur
leburkan, seperti mereka mempunyai perwakilan di luar negeri, kita pun, yakni
Angkatan Aceh-Sumatera Merdeka mempunyai perwakilan luar negeri di mana-
mana. Sekarang bandit-bandit Jawa tidak dapat lagi berbicara ‘atas nama’ kita
di luar negeri, atau bertindak sebagai ‘juru bicara’ kita, sebab kita tidak
izinkan lagi mereka berbuat demikian: sebab kita sudah berbicara dan
berhubungan sendiri dengan luar negeri- kembali seperti di masa Aceh dan
Sumatera masih merdeka. Sekarang bandit-bandit Jawa sudah tidak dapat lagi
menjual harta kekayaan Sumatera ke luar negeri denga tidak diketahui dan
akan kita ambil kembali sesewaktu.
Bnadit-bandit Jawa penjajah mengatakan bahwa masalah kemerdekaan
Aceh-Sumatera adalah soal ‘dalam negeri’ mereka. Bagaimana bodohnya
mereka ini. Pulau Sumatera tiga lebih besar dar pulau Jawa: bagaimana ada
jalan untuk memasukan pulau Sumatera yang ketiga kali lebih besar itu
kedalam pulau Jawa? Dan apakah mereka tidak tahu ke tujuh Ketentuan Hukum
Internasional yang mengatakan mereka tidak berhak campur tangan dalam soal
kemerdekaan Sumatera? Kalau mereka tidak tahu, maka kitalah yang wajib
mengajar mereka yang kurang ajar ini.

13
Selama 46 tahun belakangan ini, yakni sejak tahun 1945, bandit-bandit
Jawa sudah melakukan penipuan-penipuan politik yang luar biasa ke atas
bangsa Sumatera yang belum mempunyai kesadaran politik itu sampai sekarang
antara lain:
Pertama, pemalsuan sejarah: nama ‘Indoneisa’ yang baru berumur 46
tahun, sekarang dipropagandakan seakan-akan sudah berumur beribu-ribu
tahun, bahkan ada ‘prehistory’nya. Bagaimana satu bangsa pura-pura, yang
‘history’nya pun tidak ada, bisa ada ‘prehistory’nya? Propaganda ini dibuat
oleh bandit-bandit Jawa untuk mempengaruhi orang-orang Sumatera yang tidak
mempunyai sejarah.
Kedua, pemalsuan kenyataan: sudah kita tahu Tuhan-lah yang membuat
pulau dan bangsa sebagaimana yang sudah dibuatnya pulau Sumatera dan
bangsa Sumatera; pulau Jawa dan bangsa Jawa. Tetapi Tuhan tidak membuat
pulau ‘Indonesia’ dan tidak membuat bangsa ‘Indonesia’ di dunia ini. Ini hanya
propaganda bandit-bandit Jawa belaka supaya mereka boleh datang ke
Sumatera untuk merampok (menjajah) kita. Tetapi orang Sumatera yang
bodoh-bodoh, yang tidak tahu kepentingan ekonomi dan kepentingan politiknya
sendiri menerima propaganda bandit-bandit Jawa ini.
Ketiga, dengan propaganda lain yang bukan-bukan, yang kalau kita kupas
dengan akal dengan akal sehat akan ternyata kepalsuan dengan terang
benderang, misalnya propaganda mereka tentang ‘Sumpah Pemuda’ yang konon
telah ‘membuat’ bangsa Indonesia mereka. Pikirlah! ‘Sumpah Pemuda’ tidak
bisa membuat pulau dan dan tidak bisa membuat bangsa, sebab yang membuat
pulau dan bangsa adalah ALLAH semata-mata. Sumpah itu hanyalah satu istilah
hukum, yang mepunyai makna dan akibat yang pasti-pasti dan ada batas-
batasnya. Sumpah hanya mengikat mereka yang bersumpah saja dan bukan
orang lain, apa lagi seluruh bangsa. Sumpah itu ada yang legal dan illegal, ada
yang boleh, ada yang tidak boleh. Semua tergantung pada apa isi sumpah itu;
apa yang disumpahkan. Kalau ada pemuda-pemuda yang bersumpah untuk
membuat pulau Sumatera (yang mana adalah harta pusaka bangsa Sumatera)
untuk menjadi milik bangsa Jawa dari seberang lautan, maka sumpah pemuda

14
itu hukumnya illegal, haram, bersifat kejahatan (criminal). Itu artinya sumpah
untuk merampok harta orang lain. Pikirlah! Itulah hakikat dan akibat dari
‘sumpah pemuda’ yang diagung-agungkan itu. Kalau ada pemuda-pemuda
Sumatera yang turut membuat sumpah itu, maka ia sudah menjadi pengkhianat
kepada bangsa sendiri; sebab telah menjual Tanah Ibunya kepada bangsa asing
dari seberang lautan, di samping itu wajib kita bertanya pula: apakah pemuda-
pemuda itu ada mendapat mandat (surat kuasa) dari kita bangsa Sumatera
untuk membuat sumpah bodoh dan haram itu atas nama kita? Siapakah yang
sudah memilih mereka? Kita tahu: tidak ada yang memilih mereka. Sebab itu,
sumpah pemuda itu tidak dapat dijadikan sebagai dasar poliitk negara
sebagaimana dipropagandakan oleh bandit-bandit Jawa. Sebenarnya dalam apa
yang disebut ‘sumpah pemuda’ itu terlibat satu komplot Jawa untuk
mengancurkan Hak Tanah (Jus Soli) dari bangsa Sumatera atas pulau Sumatera;
untuk menghacurkan Hak Darah (Jus Sanguinis) dari bangsa Sumatera atas
pulau Sumatera; untuk menhilangkan Hak Daulat (Sovereignty) bangsa
Sumatera atas pulau Sumatera; dan untuk memberikan pulau Sumatera kepada
bangsa Jawa.
Maka dari sudut hokum, ‘sumpah pemuda’ ini adalah illegal, haram,
sebab dalam sumpah ini terlibat pencurian tanah dan perampasan kekayaan
bangsa Sumatera oleh pemuda-pemuda Jawa. Pemuda-pemuda Sumatera yang
ikut turut serta dalam sumpah yang terang-terangan merugikan kepentingan
nasional mereka itu, sadar atau tidak mereka sudah berkhianat. Patutkah satu
sumpah haram, illegal dan bodoh ini diterima sebagai dasar ‘Kebangsaan
Indonesia’? Sudah terang tidak patut! Selain dari itu, ‘sumpah pemuda’ ini juga
melanggar tujuh Ketentuan Hukum Internasional yang melindungi Hak bangsa
Sumatera atas tanah yang telah dikarunia Allah kepada mereka.
Di samping melanggar Hukum Internasional, dan Kepentingan nasional
Sumatera, ‘sumpah pemuda’ itu juga melanggar Hukum Pusaka dan Hukum
Harta Benda dalam Islam, sebab membenarkan perampasan harta pusaka dari
berjuta-juta bangsa Sumatera dan memindahkannya secara tidak sah ke tangan
bangsa Jawa. Firman Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, Ayat 188

15
dengan artinya: “Janganlah kamu memakan harta sesamamu diantara kamu
dengan tidak adil, dan memakai pemerintah untuk merampas harta
manusia secara haram dan kamu tahu”.
Sebab itu ‘sumpah pemuda’ yang dimaksud itu adalah illegal, haram,
dan satu jinayah sebab ia merampas hak milik dan hak pusaka bangsa Sumatera
dengan tidak adil, untuk memberikannya kepada bangsa Jawa dari seberang
lautan.
Apakah yang sudah dilakukan oleh bandit-bandit Jawa atas Tanah Ibu
kita Sumatera dari tahun 1945 sampai sekarang ini (1991); sudah masuk 46
tahun?.
Sudahlah terang benderang bahwa bangsa Jawa sudah mengambil pulau
Sumatera secara haram, illegal. Dan sejak itu mereka sudah mendirikan
pemerintahan dengan pembunuhan sampai hari ini. Kita tidak boleh lupa
bahwa yang pertama sekali dilakukan oleh bandit-bandit Jawa ini, sebegitu
lekas mereka berhasil merebut Sumatera di tahun 1945, ialah membunuh
semua sulthan-sulthan kita di Sumatera; seperti Sultan Langkat, Sultan
Asahan, Sultan Deli, Sultan Siak, Sultan Serdang, Sultan Panai, Sultan Kutai,
dan lain-lain. Dengan membunuh sultan-sultan kita, merak memenggal
kepala Sumatera! Sebab sultan-sultan kita adalah lambing kemulian bangsa
Sumatera! Kita punya prestige simbols? Selama sultan-sultan kita masih ada di
Sumatera, maka bandit-bandit Jawa tidak dapat membaut bangsa Sumatera
menyembah kepada mereka. Itu sebabnya mengapa bandit-bandit Jawa tidak
dapat membuat bangsa Sumatera menyembah kepada mereka. Itulah sebabnya
mengapa bandit-bandit Jawa telah membunuh sultan-sultan Sumatera. Oleh
bandit-bandit Jawa telah dipropagandakan bahwa sultan-sultan kita di
Sumatera sudah terbunuh sebab adanya ‘revolusi sosial’ di Indonesia. Tetapi
sultan-sultan kita tidaklah dibunuh oleh rakyat Sumatera tetapi oleh bandit-
bandit Jawa transmigarants yang keluar dari kebun-kebun karet di sekitar
Medan, atas perintah dari pemimpin-pemimpin mereka dari Jawa. Jika benar
ada ‘revolusi sosial’ di Indonesia, mengapa sultan-sultan di Jawa tidak dibunuh
juga? Mengapa sultan Jogja, Sultan Solo, dan lain-lain tidak dibunuh? Hanya

16
sultan-sultan kita di Sumatera yang mereka bunuh. Bukan sultan-sultan saja,
tetapi juga semua keluarga; ini berarti semua orang-orang terpelajar dan
paling terkemuka di kalangan bangsa Sumatera?
Pemerintahan dengan pembunuhan ini masih terus dijalankan oleh
bandit-bandit Jawa sampai hari ini: Saudara-saduara tahu apa yang sedang
mereka lakukan di Aceh sekarang ini. Tetapi kita tidak takut kepada bandit-
bandit Jawa ini: kita akan beriakn hukuman yang setimpal kepada mereka atas
segala pembunuhan yang telah mereka lakukan di Sumatera sejak tahun 1945:
dari pembunuhan atas sultan-sulatan sampai kepada pembunuhan atas
pemimpin-pemimpin Aceh merdeka!
Kami memanggil semua patriot-patriot Sumatera. Ninik-Mamak di
Minangkabau, Kepala-kepala Marga di Tapanuli, Teungku-Teungku di Sumatera
Timur, Pangeran-pangeran di Sumatera Selatan, dan pemuda-pemuda di
seluruh Sumatera supaya bangun serentak, sekarang, susun pemerintahan
sendiri di wilayah masing-masing. Pemerintah yang Saudara-saudara dirikan
itulah pemerintah yang sah, sebab ‘pemerintah’ bandit-bandit Jawa dan kaki-
tangannya mereka tidak sah di bumi Sumatera. Saudara-saudaralah yang
berdaulat di sini bukan bandit-bandit Jawa: Suharto, Pramono, Sutrisno,
Murdani, Sudomo, dan lain sebagainya. Jangan lagi menerima ‘perintah’ dari
seberang lautan: sebab itulah yang bernama penjajah! Kalau pemerintah
setempat oleh bangsa Sumatera, untuk bangsa Sumatera sudah berdiri, maka
kita akan mempersatukan diri dalam satu gabungan Negara-negara Sumatera
atau Confederation of Sumatera States (Konfederasi Sumatera Merdeka)
dengan memakai sistem negara Swiss. Lakukan di wilayah Saudara-saudara apa
yang telah dilakukan oleh Saudara-saudaramu di Aceh. Jika Saudara-saudara
sudah bergerak dan membutuhkan bantuan, kami akan mengirim tentara kita
dari Aceh untuk membantu Saudara-saudara. Pada akhir tahun kita adakan satu
Konferensi Sumatera di Switzerland untuk menulis dan mengesahkan Undang-
Undang Dasar Konfederasi Sumatera Merdeka. Sekarang waktunya sudah tiba
untuk bertindak. Waktu untuk pidato-pidato saja sudah habis. Hanya mereka

17
yang berani bertindak –man of action- yang mendapat undangan hadir ke
Konfederasi Sumatera Merdeka di Geneva akhir tahun ini.
Kalau Saudara-saudara perlukan ‘kertas kerja’ (working papers) sebagai
pedoman bagaimana kita akan atur Konfederasi Sumatera Merdeka nanti, maka
kami anjurkan Saudara memakai buku saya Demokrasi Untuk Indonesia, yang
sudah saya tulis di tahun 1956, 35 tahun yang silam. Apa yang saya katakan
kepada Saudara-saudara sekarang sudah saya katakan dan saya tulis sejak 35
tahun yang lalu dengan terang-terangan. Ini adalah semua kebenaran yang
disembunyi-sembunyi oleh bandit-bandit Jawa selama 46 tahun ini, untuk
memungkinkan penjajahan mereka. Tetapi kebenaran yang disembunyikan
menajdi racun, yang akhirnya akan mematikan pihak-pihak yang
menyembunyikan kebenaran itu sendiri. Satu buku saya lagi yang saya anjurkan
Saudara-saudara baca: Masa-depan Politik Dunia Melayu, yang saya tulis
dalam tahun 1965, 26 tahun yang lalu. Ucapan Hang Tuah, “Tak Melayu hilang
di dunia”. Berlaku di keduabelah pantai Selat Malaka. Hak pertuanan bangsa-
bangsa Melayu juga berlaku di Sumatera. Bangsa Jawa bukanlah bangsa Melayu
sebab adab, budaya, dan cultural mereka bukanlah adab, budaya dan cultural
Melayu. Demikian juga bahasa Jawa bukanlah bahasa Melayu. Ingat bahasa
tanda bangsa!
Saya panggil semua pemuda-pemuda Sumatera supaya berpegang tangan
dengan pemuda-pemuda Aceh Merdeka untuk memerdekakan Tanah Pusaka kita
bersama dari cengkraman bandit-bandit Jawa dan kaki-tangan mereka. Jangan
hormati mereka itu lagi sebab menghormati mereka berarti menunjang
mereka! Menghormati mereka berarti menghina diri-sendiri!
Jangan lagi terima ‘perintah’ dari seberang lautan! Pemerintah Pusat
Sumatera tidak bisa di seberang lautan dan tidak bisa di Pulau Jawa.
Pemerintah pusat Sumatera mesti terletak si atas bumi Sumatera dan di bawah
pimpinan bangsa Sumatera sendiri yang tidak menerima ‘perintah’ dari
seberang lautan!
Camkan, saudara-saudaralah yang di-pertuan di Sumatera, bukan bandit-
bandit Jawa. Berikan solidaritiet kepada Saudara-saudaramu di Aceh yang

18
sudah masuk dalam medan perang: segala bantuan yang saudara-saudara
perlukan akan datang dari Aceh.
Jangan ada lagi bangsa Sumatera yang membuat dirinya sebagai anjing
Jawa!
Memerdekakan Sumatera dari penjajahan bandit-bandit Jawa sangat
mudah kalau kita bangsa Sumatera bersatu dan membantu satu-sama lain.
Kalau bersatu, kita dapat memerdekakan Sumatera tahun ini juga!
Jangan dengar lagi orang-orang Sumatera yang telah pindah je Jawa;
yang masih menerima ‘perintah’ dari bandit-bandit jawa; yang masih
membenarkan pulau Jawa sebagai ‘pusat’ Sumatera.
Dengan menamakan dirinya ‘bangsa Indonesia’, orang Jawa menjadi
kaya dengan dapat merampas kekayaan bangsa Sumatera; tetapi bangsa
Sumatera dengan menerima nama ‘Indonesia’ saudara-saudar menjadi miskin,
hina dan hilang dalam dunia! Sadarlah dengan apa yang sudah terjadi. Kitalah
yang dapat selamatkan pusaka kaya keturunan Sumatera yang akan datang, dari
cengkraman bandit-bandit jawa.
Inilah tanggung jawab kita yang masih hidup sekarang kepada nenek
moyang yang sudah berpulang!

WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB.

19

Anda mungkin juga menyukai