Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi ROM
Range Of Motion (ROM) merupakan luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh
suatu sendi dan merupakan ruang gerak/batas-bata gerakan dari suatu kontraksi otot dalam
melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh atau
tidak.
ROM merupakan istilah untuk menggambarkan seberapa luas sendi dapat bergerak.
Selain itu, ROM adalah jarak pergerakan penuh dari sebuah sendi yang dapat terjadi antara
atau beberapa tulang.
Struktur yang terlibat di dalam ROM sendi adalah jaringan otot, permukaan sendi,
kapsul, ligamen, fasciae, pembuluh darah dan saraf.

B. Tujuan Pengukuran ROM


Tujuan pengukuran ROM adalah :
1. Mengetahui lingkup gerak satu sendi dibandingkan sendi lainnya. Misalnya antara sendi
yang sakit dengan sendi yang normal
2. Mengevaluasi keberhasilan intervensi atau pemberian terapi
3. Mendokumentasikan kemajuan lingkup gerak suatu sendi
4. Membantu meningkatkan motivasi pasien
5. Dapat digunakan untuk penelitian
C. Jenis Pengukuran ROM
1. Metode pengukuran ROM
Metode dalam pengukuran ROM dapat dilakukan secara :
a. Aktif ROM
Gerakan sendi yang sepenuhnya dikontrol oleh otot pada sendi yang bersangkutan
sehingga dikenal dengan internal force ROM.
b. Pasif ROM
Gerakan sendi yang sepenuhnya ditimbulkan oleh usaha dari luar dengan bantuan orang
lain/fisioterapis, pengaruh gravitasi, dan atau alat tertentu, sehingga dinyatakan
sebagai eksternal force ROM.
c. Aktif-Assistif ROM
Perubahan ruang lingkup gerak sendi yang terjadi karena selain dikontrol oleh otot
disekitar sendi juga dibantu dari luar/fisioterapis.
2. Jenis Pengukuran ROM
a. ZSP (zero starting position)
Posisi awal gerakan (sendi lurus) dikatakan sebagai 0 derajat bukan 180 derajat, berarti
awal gerakan dimulai dan menjauhi tubuh ke arah mendekati tubuh.
Metode tersebut dikenal juga dengan sebutan ISOM (International Standard Orthopedic
Measurement). Beberapa kekhususan metode pengukuran ROM dengan ISOM adalah :
1) Cara penulisan yang disingkat : F 0 . 0 . 135° akhir gerakan ke arah mendekati tubuh (dibuat
dalam 3 kategori angka numerik).
a) Huruf F menunjukkan bidang gerak yaitu frontal
b) Angka numerik 0 yang pertama menunjukkan angka hiperekstensi, contoh -15° adalah
hiperekstensi elbow joint
c) Angka numerik 0 yang kedua menunjukkan angka posisi netral elbow joint
d) Angka numerik yang ketiga (misalnya 135°) menunjukkan full fleksi elbow joint.
2) Makna dari penulisan
a) Ada atau tidaknya hiperekstensi
b) Ada atau tidaknya stiffness joint yang dinyatakan dalam derajat tertentu.
c) Ada atau tidaknya posisi lingkup gerak sendi yang ada yang dinyatakan dalam derajat tertentu
3) Makna dari cara pengukuran
Diukur berdasarkan derajat-derajat dari limitasi dan atau lingkup gerak sendi yang ada,
sehingga pengukuran ZSP/ISOM tersebut praktis namun memiliki multi interpretasi.
b. Metode pengukuran konvensional
Pengukuran ROM yang dimulai dan diakhiri sesuai dengan arah dan bidang gerak sendi.
Misalnya dari arah fleksi elbow ke ekstensi dan atau arah ekstensi elbow ke fleksi, sehingga cara
membacanya harus selalu dicantumkan arah gerakan sendi, misalnya arah gerakan dari ekstensi
ke fleksi elbow atau dari fleksi ke ekstensi elbow. Pada metode pengukuran tersebut ditentukan
lingkup ROM yang limitasi yang kemudian digabung dengan lingkup ROM yang tersedia serta
tidak ditentukan bidang gerak sendi yang ada.
c. Metode pengukuran lingkup multisendi
Metode pengukuran lingkup multisendi berdasarkan teori dari Djohan Aras. Metode
pengukuran beberapa sendi yang dilakukan sekaligus secara bersamaan dengan menggunakan
meteran untuk mengetahui seberapa besar perubahan lingkup sendi yang terjadi secara bersama-
sama. Pada umumnya digunakan pada sekumpulan sendi yang posisinya saling berdekatan
misalnya pada kolumna verttebralis, karena pada kolumna vertebralis sulit diukur lingkup
sendinya pada setiap ruas sendi vertebra. Contoh pengukuran lingkup sendi fleksi pada regio
lumbosakral.
3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ROM
a. Rehabilitas :
Hilangkan faktor penghambat seperti pakaian, variasi posisi, jam, dsb.
b. Umur:
1). Pada umur 20-30 tahun terjadi perubahan ROM
2). ROM stabil pada usia >30-60 tahun dalam artian perubahan lingkup gerak sendi relatif stabil
3). Usia >60 tahun akan terjadi perubahan-perubahan berupa penurunan ROM karena faktor
degeneratif.
c. Jenis Kelamin:
Wanita cenderung lebih besar ROMnya dibandingkan pria
d. Sisi dominan:
Normal gerak sendi tidak ada perbedaan kanan dan kiri
e. Tipe gerakan:
Gerakan yang dilakukan apakah gerakan aktif, pasif, ataupun aktif-assistif
f. Validitas alat ukur:
Alat ukur yang digunakan adalah goniometer yang sesuai dengan ciri sendi. Misalnya sendi yang
besar menggunakan goniometer yang besar, dsb.
g. Tingkat pengetahuan dan penguasaan fisioterapis
Melakukan pengukuran dengan cara menentukan titik ukur yang akurat, dan melakukan
interpretasi berdasarkan parameter alat ukur ROM yang baku pada setiap sendi.
4. Prinsip pengukuran ROM
a. Positioning pasien
b. Ketersediaan alat ukur (jenis-jenis goniometer) dan parameter
c. Akurasi fisioterapis yang melakukan pengukuran
5. Praktek melakukan pengukuran ROM
a. Persiapan
1). Siapkan pasien dalam tanpa penghalang
2). Mempersiapkan alat/jenis-jenis goniometer
3). Mempersiapkan protap pengukuran ROM
b. Pelaksanaan
1). Fisioterapis memposisikan pasien sedemikian rupa, mempersiapkan goniometer sesuai
dengan sendi yang akan di ukur serta parameter pengukuran berdasarkan protap
2). Berkomunikasi kepada pasien tentang tujuan pengukuran
3). Fisioterapi menentukan titik fulcrum pada sendi yang akan diukur, tangkai fixator pada
goniometer diletakkan pada medial lain bagian sendi inmobile, sedangkan tungkai goniometer
yang lainnya diposisikan pada medial line bagian sendi yang mobile, selain itu jika
menggunakan meteran, maka pasien diposisikan berdiri pada posisi ekstensi mulai dari C0 ke S1
(dapat dimodifikasi) kemudian pasien dihiperfleksikan lalu fisioterapis membandingkan antara
posisi terpendek pada hiperekstensi ke posisi terpanjang pada posisi hiperfleksi kolumna
vertebralis. Parameter normal jika mencapai selisih 10 cm. Kurang dianggap hipo, dan lebih
dianggap hiper. Sedangkan penggunaan inklinometer , yakni posisi pasien sedemikian rupa, lalu
inklinometer diletakkan pada titik fulcrum yang telah ditentukan (posisi netral) kemudian pasien
melakukan gerakan aktif atau pasif lalu diliat pada angka inklometer kemudian membandingkan
dengan parameter yang ada untuk diinterpretasikan, kemuian dicatat.
4). Fisioterapis memberikan instruksi kepada pasien sesuai dengan jenis pengukuran ROM yang
dikehendaki (misalnya gerakan aktif, pasif, atau aktif-asisstif) dan pada akhir lingkup gerak sendi
fisioterapis membaca nilai yang tertera pada goniometer.
5). Fisioterapis menginterpretasikan nilai akhir pada ROM yang dicapai dengan membandingkan
parameter pengukuran sendi yang tersedia, lalu didokumentasikan.
6. ROM normal setiap regio

GERAKAN LETAK GONIOMETER ROM NORMAL

CERVICAL
Ekstensi/Fleksi Temporomandibular joint Garis S.45° - 0° - 40°
Lat,Fleksi Destra/Sinistra tengah proc.mastoideus F.45° - 0° - 45°
Rotasi Destra/Sinistra Garis tengah hidung R.50° - 0° - 50°
THORACAL & LUMBAL
Ekstensi/Fleksi Garis tengah tubuh S.30° - 0° - 85°
Lat,Fleksi Destra/Sinistra Garis tengah vertebra F.30° - 0° - 30°
Rotasi Destra/Sinistra Garis tengah sutura frontalis R.45° - 0° - 45°
SHOULDER
Ekstensi/fleksi Titik tengah aspek lat.acromion S.50° - 0° - 170°
Abduksi/Adduksi Titik tengah aspek ant.acromion F.170° - 0° - 75°
Abd/Add Horizontal Titik tengah aspek lat.acromion T.30° - 0° - 135°
Ekso/Endorotasi Olecranon os ulna R.90° - 0° - 80°
ELBOW
Ekstensi/fleksi Epicondylus lateran humerus S.0° - 0° - 150°
Supinasi/Pronasi Jari ke tiga R.90° - 0 - 80°
WRIST
Ekstensi/Fleksi Os Triquetrum S.50° - 0° - 60°
Radial/ulnar Deviasi Os capitatum F.20° - 0° - 30°
CARPOMETACARPAL 1
Ekstensi/Fleksi Proc. Styloideus radi S.0° - 0° - 50°
Abduksi/Adduksi Proc. Styloideus radi F.30° - 0 - 70°
METACARPAL PHALANGS
Ekstensi/fleksi Tumb Bagian dorsum MCP S,90° - 0° - 55°
Ekstensi/Fleksi Jari 2-5 Bagian dorsum MCP S.45° - 0° - 90°
Abduksi/Adduksi Bagian dorsum MCP F.30° - 0° - 0°
PROKS. INTERPHALANGS
Ekstensi/fleksi tumb Bagian dorsum IP S.5° - 0° - 90°
Ekstensi/fleksi jari 2-5 Bagian dorsum IP S.0° - 0° - 115°
DIS, INTERPHALANGS
Ekstensi/fleksi jari 2 – 5 Bagian dorsum IP S.20° - 0° - 90°
HIP
Ekstensi/fleksi Trokhantor mayor S.15° - 0° -125°
Abd/Adduksi SIAS F.45° - 0° - 15°
Ekso/Endorotasi Titik tengah Os.Patella R.45° - 0° - 45°
KNEE
Ekstensi/Fleksi Epicondylus Lat.Femur S.0° - 0° - 135°
Ekso/Endorotasi Calcaneus R.40° - 0° - 35°
ANKLE
Plantar/Dorso fleksi Maleolus Lat.Fibula S.20° - 0° - 35°
Eversi/Inversi Garis tengah jari kedua R.30° - 0° - 20°
METATARSAL PHALANGS
Ekstensi/Fleksi Bagian dorsum MTP S.40° - 0° - 40°
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Range Of Motion (ROM) merupakan luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh
suatu sendi dan merupakan ruang gerak/batas-bata gerakan dari suatu kontraksi otot dalam
melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh atau
tidak.
B. Saran
Dalam penulisan protap ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan, maka untuk itu
saya sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan dari Bapak Dosen
pengajar serta teman-teman, sehingga dapat saya gunakan sebagai acuan dalam penulisan
protap berikutnya.
Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu tersebut dalam praktek fisioterapi dan
bagi para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan protap ini dengan sebaik – baiknya sebagai
penambah ilmu pengetahuan.

Ada 3 metode yang umumnya digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri yaitu Verbal
Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scala (VAS), dan Numerical Rating Scale (NRS).

VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level
intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain).
VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. VRS
biasanya diskore dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat
intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak
ada nyeri) dengan skore “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang
sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri yang
sangat keras) dengan skore “4”. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS,
kemudian digunakan untuk memberikan skore untuk intensitas nyeri pasien. VRS ini
mempunyai keterbatasan didalam mengaplikasikannya. Beberapa keterbatasan VRS
adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok
untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk
memahami kata sifat yang digunakan

Numeral Rating Scale adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa
nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10 atau 0 –
100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat).
Dengan skala NRS-101 dan skala NRS-11 point, dokter/terapis dapat memperoleh data
basic yang berarti dan kemudian digunakan skala tersebut pada setiap pengobatan
berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan.
VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan
secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad
pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai
dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas
kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang
menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat
kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap
intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya
yang lebih terbatas. Begitu pula, VAS lebih sensitif terhadap perubahan pada nyeri kronik
daripada nyeri akut (Carlson, 1983 ; McGuire, 1984). Ada beberapa keterbatasan dari
VAS yaitu pada beberapa pasien khususnya orang tua akan mengalami kesulitan
merespon grafik VAS daripada skala verbal nyeri (VRS) (Jensen et.al, 1986; Kremer et.al,
1981). Beberapa pasien mungkin sulit untuk menilai nyerinya pada VAS karena sangat
sulit dipahami skala VAS sehingga supervisi yang teliti dari dokter/terapis dapat
meminimalkan kesempatan error (Jensen et.al, 1986). Dengan demikian, jika memilih VAS
sebagai alat ukur maka penjelasan yang akurat terhadap pasien dan perhatian yang serius
terhadap skore VAS adalah hal yang vital (Jensen & Karoly, 1992).
Kini modifikasi VAS disertai gardasi warna dari putih sampai merah
terang.

Anda mungkin juga menyukai