Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus dites untuk semua
infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah.
Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien yang
dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkobasuntikan. Namun tes wajib ini tidak layak,
kurang efektif dan bahkan berbahaya untuk beberapa alasan:
1. Hasil tes sering baru diterima setelah pasien selesai dirawat
2. Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi
3. Jika hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang dianggap
tidak berisiko tidak diketahui
4. Hasil negatif palsu menyebabkan kurang kewaspadaan saat dibutuhkan
5. Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan petugas
layanan kesehatan
6. Tes hanya untuk HIV tidak melindungi terhadap infeksi virushepatitis dan kuman lain dalam
darah termasuk yang belum diketahui, banyak di antaranya lebih menular, prevalensinya
lebih tinggi dan hampir seganas HIV
7. Tes tidak menemukan infeksi pada orang yang dalam masa jendela,
sebelum antibodi terbentuk
8. Tes HIV tanpa konseling dan informed consent melanggar peraturan nasional dan hak asasi
manusia
Bila kewaspadaan universal hanya dipakai untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV, status HIV-nya pasti diketahui
orang lain, asas kerahasiaan tidak terjaga, dengan akibat hak asasinya terlanggar.
2. Sarung Tangan
a. Pakai sarung tangan bila mungkinterkontiminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh,
kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
b. Pakai sesuai ukuran tangan jenis tindakan.
c. Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan.
d. Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh bahan terkontaminasi dan
permukaan lingkungan,sebelum beralih ke pasien lain.
e. Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda.
f. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh tarkontaminasi ke area
bersih.
3. Masker,Goggle,Face Shield
a. Pakailah untuk melindungi mukus membran mata,hidung,mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktivitas perawatan pasien yang beresiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah,cairan tubuh, sekresi, ekskresi.
b. Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan.
c. Masker bedah dapat dipakai secara umumuntuk petugasRS untuk mencegah transmisi
melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat(<3m) dari pasien saat batuk/bersin.
d. Pakailah selama tindakan yang menimbulkan airosol walaupun pada apasien tidak diduga
infeksi.
4. Gaun
a. Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
kulit terkontaminasi selama prosedur/semprotan cairan tubuh pasien.
b. Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan
jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi.
c. Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi narkoba ke pasien lain
ataupun ke lingkungan.
d. Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan
keluar ke ruang pasien.
e. Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama
f. Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko tinggi seperti ICU,NICU.
5. Peralatan Perawatan Pasien
a. Buat aturan dan prosedur untuk menampung, transportasi peralatan yang mungkin
terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
b. Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai
dengan sebelum di DTT atau sterilisasi.
c. Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi ekresi dengan benar
sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan.Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dihancurkanmelalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses dengan benar.
d. Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.Peralatan semikritikal
didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan.
e. Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen.
6. Pengendalian Lingkungan
Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,
disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan
pinggirannya, permukaan yang sering disentuh dan pastikan kegiatan ini di monitor.
7. Penatalaksanaan Linen
Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi
dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus membran terekspos dan
terkontaminasi linen, sehingga mencegah transfer microba ke pasien lain, petugas dan
lingkungan.
8. Kesehatan Petugas Kesehatan
a. Berhati-hati dalam bekerja untukmencegah trauma saat menangani jarum, scapel dan alat
tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang
jarum.
b. Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk jarum,
mematahkan, melepas jarum dari spuit.Buang jarum,spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam
habis pakai kedalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke incenerator.
c. Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain pengganti metoda resusitasi
mulut ke mulut.
d. Jangan mengarahkan bagian tajam jarum kebagian tubuh selain akan menyuntik.
9. Penempatan Pasien
Temaptkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau tidak dapat diharapkan
menjadi kebersihan atau kontrol lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah. Bila ruang
isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan petugas pengendali infeksi.
10. Etika Batuk/Higiene Respirasi
a. Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk mencegah transmisi
pathogen dalam droplet dan fomite terutama selama musim/KLB virus respiratorik di
masyarakat.
b. Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan individu dengan gejala
klinik infeksi respiratorik, dimulai dari unit emergensi.
c. Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien rajal atau pengunjung
dengan gejala klinis infeksi saluran nafas harus menutup mulut dan hidung dengan tisu
kemudian membuangnya dan mencuci tangan.
d. Sediakan tisu dan wadah untuk lembahnya. Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci
tangan pada ruang tunggu pasien rajal, atau alkohol hundrub.
e. Pada musim infeksi saluran nafas, tawarkan masker pada pasien dengan gejala infeksi
saluran nafas, juga pendampingnya. Dorong untuk duduk berjarak ˃3 kaki dari yang lain.
f. Lakukan sebagai standar praktek.
g. Hygiene respirasi/etiket batuk dan praktek menyntik yang aman.
h. Penggunaan masker saat tindakan resiko tinggi tertentu, rposedur yang lama, termasuk
aspirasi pungsi cairan spinal, epidural anesthesia.
i. Efektif menurunkan transmisi patogen droplet melalui saluran nafas (influenza, adenovirus,
B perfusis, Mycoplasma pneumonia).
1) Penutup kapala
2) Sarung tangan/celemek plastik
3) Pelindung wajah/masker
4) Sepatu pelindung yang menutup seluruh punggung dan telapak kaki
d. Satu set Alat Pelindung Diri tersebut harus dikenakan untuk menangani satun pasien dan
tidak dibawa keluar kecuali untuk dicuci, termasuk tidak boleh dibawa ke ruang makan atau
tempat lainnya
5. Penanganan Bayi
a. Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan
b. Cara penghisapan lendir dengan mulut penolong harus ditinggalkan, sebagai gantinya
penghisapan lendir harus dilakukan dengan pipa penghisapan secara hati-hati agar tidak
terjadi luka pada jalan nafas
c. Bila bayi perlu resusitasi, sedapat mungkin resusitasi dilakukan menggunakan ambu-beg,
tidak dilakukan tindakan mulut ke mulut
d. Potonglah tali pusat bayi pada saat pulpasi telah menurun atau hilang
e. Untuk contoh darah, spesimen diambil dari tali pusat
f. ASI dari Ibu yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak
beresiko untuk tenaga kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kewaspadaan universal adalah “ Prosedur-prosedur Operasional Standar ” (= SOP :
standard operating prosedures) yang perlu diketahui dan dipraktekkan secara konsisten saat
merawat orang yang terluka dan menangani yang meninggal, untuk meminimalkan risiko
penularan penyakit melalui darah (seperti HIV).
Kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut:
1. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
2. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
3. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
4. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
5. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak
boleh dipakai ulang
6. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
7. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
8. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
9. Buang limbah sesuai prosedur
B. Saran
Setelah penyusunan makalah ini, kami memberi beberapa saran sebagai berikut:
1. Gunakan universal precautions.
2. Kurangi prosedur invasive yang tidak perlu.
3. Kembangkan protap (prosedur tetap pelaksanaan suatu tindakan) tempat kerja yang sesuai.
4. Sediakan sumber-sumber yang memungkinkan petugas patuh terhadap protap yang ada.
5. Penyuluhan dan dukungan untuk seluruh staf.
6. Supervisi siswa dan petugas yang tidak berpengalaman
Daftar Pustaka
Anik Maryunani, Ummu Aeman. 2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Penatalaksanaan
di Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Sudoyo,Aru.W.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publising
Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Semarang:Erlangga
Hartono,Andry.2009.Harrison,Manual Kedokteran.Jakarta:Karisma Publishing Grou