Anda di halaman 1dari 158

PENGARUH KECERDASAN MORAL, RELIGIUSITAS DAN

GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA


PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si)
Bidang Psikologi Pendidikan

Oleh:
Bambang Subahri
NIM: 2113070000006

MAGISTER PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bambang Subari

NIM : 2113070000001

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan

Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada

Mata Pelajaran Aqidah Akhlak” adalah benar merupakan karya sendiri dan

tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan tesis tersebut. Adapun

kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan tesis ini telah dicantumkan sumber

pengutipannya dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 11 April 2016

Bambang Subahri
NIM: 2113070000006
ABSTRAK
A. Magister Psikologi
B. Februari 2016
C. Bambang Subahri
D. Pengaruh Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap
Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
E. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Kecerdasan Moral,
Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Aqidah Akhlak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dari kecerdasan moral yaitu dimensi:
acting consistently with principles, telling the truth, standing up for what is
right, keeping promises, taking responsibility for personal choices, admitting
mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively
caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of
others’ mistakes. Religiusitas yaitu dimensi: daily spiritual experience,
religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping,
religious support. Gaya belajar dengan dimensi: visual, auditori, kinestetik
terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.
Populasi pada penelitian ini adalah siswa dengan klasifikasi usia 13-19 tahun
dan sampelnya berjumlah 200 siswa yang diambil dengan menggunakan
teknik non-probability sampling. Untuk mengukur kecerdasan moral peneliti
menggunakan skala yang dikembangkan dari Lennick and Kiel (2011). Dan
pada religiusitas, peneliti memodifikasi 11 dimesi religiusitas Fetzer (1999)
menjadi 5 dimensi dan untuk mengukur gaya belajar peneliti menggunakan
skala berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh DePorter dan
Hernacki (1992). CFA (Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk
menguji validitas alat ukur dan analisis deskriptif dilakukan dengan
menggunakan Software SPSS 17.0 dan LISREL 8.70.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan IV
keseluruhan terhadap prestasi belajar sebagai DV. Hasil uji hipotesis minor
menunjukkan bahwa telling the truth, keeping promises dan taking
responsibility for personal choices memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Sementara itu,
acting consistently with principles, standing up for what is right, admitting
mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively
caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of
others’ mistakes, daily spiritual experience, religion-meaning, private
religious practice, religious/spiritual coping, religious support, visual,
auditori dan kinestetik tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Hasil penelitian juga
menunjukkan proporsi varians dari prestasi belajar Aqidah Akhlak yang
dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah 20.5%, sedangkan 79.5%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

F. Bahan bacaan: 52; 32 Jurnal, 16 Buku, 1 Tesis, dan 3 Internet.


ABSTRACT

A. Master of Psychology
B. February 2016
C. Bambang Subahri
D. The effect of Moral Intelligence, Religiosity and Learning Styles on
Student Achievement in Subjects Aqidah Akhlak
E. This study was conducted to determine the effect of Moral Intelligence,
Religiosity and Learning Styles on Student Achievement in Subjects Aqidah
Akhlak. The hypothesis of this study is whether there is a significant
influence of the moral intelligence of the dimensions: acting consistently with
principles, telling the truth, standing up for what is right, keeping promises,
taking responsibility for personal choices, admitting mistakes and failures,
embracing responsibility for serving others, actively caring about others,
ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of others’ mistakes.
Religiosity is the dimension: daily spiritual experience, religion-meaning,
private religious practice, religious/spiritual coping, religious support.
Learning style dimensions: visual, auditory, kinesthetic on student
achievement subjects aqidah akhlak.
The population in this study were students with 13-19 years of age
classification and the sample of 200 students were taken using a non-
probability sampling techniques. To measure the moral intelligence
researchers used a scale developed from Lennick and Kiel (2011). And on
religiosity, researchers modified the 11 dimensions of religiosity Fetzer
(1999) to 5 dimensions and to measure learning styles researcher using a
scale based on the aspects raised by DePorter and Hernacki (1992). CFA
(Confirmatory Factor Analysis) was used to test the validity of measuring and
descriptive analysis performed using SPSS 17.0 software and LISREL 8.70.
The results showed that there was significant effect on learning achievement
fourth overall as DV. The test results showed that the minor hypothesis telling
the truth, keeping promises and taking responsibility for personal choices
have a significant effect on student achievement subjects aqidah akhlak.
Meanwhile, acting consistently with principles, standing up for what is right,
admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others,
actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to
let go of others’ mistakes, daily spiritual experience, religion-meaning,
private religious practice, religious/spiritual coping, religious support, visual,
auditory and kinesthetic did not have a significant effect on student
achievement subjects aqidah akhlak. Results also showed the proportion of
the variance of learning achievement Aqidah Akhlak described by all
independent variables is 20.5%, while 79.5% is influenced by other variables
outside of this study.

F. Reading: 52; 16 Books + 32 Journals + 1 Thesis + 3 Articles.


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillahirabbil’alamiin, rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT


yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kasih sayang yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh
Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak’. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak baik dalam bentuk sumbangan pikiran, tenaga, waktu dan do’a
yang tidak terukur dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Abdul
Mujib, M.Ag., M.Si selaku dekan merangkap pembimbing yang tidak bosan-
bosannya meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya dengan penuh kesabaran
dalam memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dan saran kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
2. Ketua Jurusan Magister Sains Psikologi Dr. Yunita Faela Nisa, M.Si., Psi
beserta jajarannya. Terima kasih atas segala pengertian dan dukungan yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
3. Seluruh dosen Magister Sanis Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengetahuan. Semoga ilmu yang
telah bapak/Ibu berikan terus menjadi lading pahala yang tidak berujung.
4. Kedua orang tua, keluarga besar di Ranubedali dan Ranuyoso yang telah
memberikan do’a, motivasi, kasih sayang dan pengertiannya yang tulus agar
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
5. Rekan-rekan yang yang telah membantu dalam pnyelesaian tesis mulai dari
pnyebaran angket hingga analisis data, karena bantuan rekan-rekanlah penliti
dapat menyelesaikan laporan penelitian ini sesuai dengan target yang
ditentukan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar
pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik, semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi siapun yang membacanya.

Jakarta, 11 April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 9
1.2.1. Batasan Masalah ......................................................................... 9
1.2.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 11
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11
1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 11
1.3.2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 11
1.4. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 13


2.1. Prestasi Belajar ..................................................................................... 13
2.1.1 Teori Belajar dan Prestasi Belajar .............................................. 15
2.1.2 Dimensi Prestasi Belajar ............................................................. 20
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar ................... 22
2.1.4 Alat Ukur Prestasi Belajar .......................................................... 31
2.2. Kecerdasan Moral ................................................................................ 32
2.2.1. Definisi Kecerdasan Moral ......................................................... 32
2.2.2. Dimensi Kecerdasan Moral ........................................................ 33
2.2.3. Alat Ukur Kecerdasan Moral ...................................................... 38
2.3. Religiusitas ........................................................................................... 39
2.2.1. Definisi Religiusitas ................................................................... 39
2.2.2. Dimensi Religiusitas ................................................................... 40
2.2.3. Alat Ukur Religiusitas ................................................................ 43
2.4. Gaya Belajar ......................................................................................... 43
2.3.1. Definisi Gaya Belajar ................................................................. 43
2.3.2. Dimensi Gaya Belajar................................................................. 45
2.3.3. Alat Ukur Gaya Belajar .............................................................. 46
2.5. Kerangka Berfikir ................................................................................ 46
2.6. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 51

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 53


3.1. Populasi dan Sampel ............................................................................ 53
3.1.1. Populasi ...................................................................................... 53
3.1.2. Sampel ........................................................................................ 53
3.2. Variabel Penelitian ............................................................................... 54
3.3. Definisi Operasional ............................................................................ 55
3.4. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 60
3.5. Pengujian Validitas Konstruk .............................................................. 64
3.6. Metode Analisis Data ........................................................................... 98
3.7. Prosedur Penelitian .............................................................................. 101

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 103


4.1 Deskripsi Umum Subyek Penelitian .................................................... 103
4.2 Deskripsi Masing-Masing Variabel Penelitian ................................... 104
4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ....................................... 107
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ...................................................................... 110
4.3.1 Proporsi Varians ........................................................................ 116

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN.................................. 121


5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 121
5.2 Diskusi ................................................................................................ 122
5.3 Saran .................................................................................................... 126
5.3.1 Saran Teoritis .............................................................................. 126
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................... 127

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 128


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Ringkasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi


Belajar ...................................................................................... 30
Tabel 3. 1. Blue Print Kecerdasan Moral .................................................... 61
Tabel 3. 2. Blue Print Religiusitas .............................................................. 63
Tabel 3. 3. Blue Print Gaya Belajar ............................................................ 64
Tabel 3. 4. Skor Item Skala ......................................................................... 64
Tabel 3. 5. Muatan Faktor Item Dimensi Acting Consistently with
Principles ................................................................................. 68
Tabel 3. 6. Muatan Faktor Item Dimensi Telling the Truth ........................ 70
Tabel 3. 7. Muatan Faktor Item Dimensi Standing up for what is Right .... 72
Tabel 3. 8. Muatan Faktor Item Dimensi Keeping Promises ...................... 73
Tabel 3. 9. Muatan Faktor Item Dimensi Taking Responsibility for
Personal Choices...................................................................... 74
Tabel 3. 10. Muatan Faktor Item Dimensi Admitting Mistakes and
Failures .................................................................................... 75
Tabel 3. 11. Muatan Faktor Item Dimensi Embracing Responsibility for
Serving Others .......................................................................... 77
Tabel 3. 12. Muatan Faktor Item Dimensi Actively Caring About Others . 79
Tabel 3. 13. Muatan Faktor Item Dimensi Ability to let go of One’s Own
Mistakes .................................................................................... 80
Tabel 3. 14. Muatan Faktor Item Dimensi Ability to let go of Others’
Mistakes .................................................................................... 82
Tabel 3. 15. Muatan Faktor Item Dimensi Daily Spiritual Experience ...... 84
Tabel 3. 16. Muatan Faktor Item Dimensi Religion-Meaning .................... 86
Tabel 3. 17. Muatan Faktor Item Dimensi Private Religious Practice ....... 87
Tabel 3. 18. Muatan Faktor Item Dimensi Religious/Spiritual Coping ...... 89
Tabel 3. 19. Muatan Faktor Item Dimensi Religious Support .................... 91
Tabel 3. 20. Muatan Faktor Item Dimensi Visual ....................................... 93
Tabel 3. 21. Muatan Faktor Item Dimensi Auditori.................................... 96
Tabel 3. 22. Muatan Faktor Item Dimensi Kinestetik................................. 98
Tabel 4. 1. Deskripsi Umum Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ............... 103
Table 4. 2. Deskripsi Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ............. 104
Tabel 4. 3. Deskripsi Umum Subyek Penelitian Berdasarkan Asal
Sekolah ..................................................................................... 104
Tabel 4. 4. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ..................................... 105
Tabel 4. 5. Pedoman Interpretasi Skor ........................................................ 107
Tabel 4. 6. Kategorisasi Skor Variabel ...................................................... 108
Tabel 4. 10. Model Summary Analisis Regresi .......................................... 110
Tabel 4. 11. Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ...................... 111
Tabel 4. 12. Koefisien Regresi .................................................................... 112
Tabel 4. 13. Proporsi Varians untuk Masing-Masing Independent
Variable .................................................................................... 117
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Triadic Reciprocally Model of Causality ............................... 17


Gambar 2.2. Kerangka Berfikir................................................................... 50
Gambar 3.1. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi
Acting Consistently with Principles Tanpa Item Drop
Modifikasi .............................................................................. 68
Gambar 3.2. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Telling the Truth Tanpa Item Drop Modifikasi ....... 69
Gambar 3.3. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi
Standing up for what is Right Tanpa Item Drop Modifikasi . 71
Gambar 3.4. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Keeping Promises Tanpa Item Drop Modifikasi..... 72
Gambar 3.5. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Taking Responsibility for Personal Choices Tanpa
Item Drop Modifikasi ............................................................ 74
Gambar 3.6. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Admitting Mistakes and Failures Tanpa Item Drop
Modifikasi .............................................................................. 75
Gambar 3.5. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi
embracing responsibility for serving others tanpa item drop
modifikasi .............................................................................. 77
Gambar 3.6. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi
actively caring about others tanpa item drop modifikasi ...... 78
Gambar 3.7. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi
Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop
modifikasi .............................................................................. 80
Gambar 3.8. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes Tanpa Item
Drop Modifikasi ..................................................................... 81
Gambar 3.9. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Daily Spiritual Experience Modifikasi ................... 83
Gambar 3.10. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Religion-Meaning Modifikasi ................................. 85
Gambar 3.11. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Private Religious Practice Modifikasi .................... 87
Gambar 3.12. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Religious/Spiritual Coping Modifikasi .................. 89
Gambar 3.13. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Religious Support Modifikasi ................................. 92
Gambar 3.14. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Visual Modifikasi ................................................... 94
Gambar 3.15. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Dimensi Auditori Modifikasi ................................................ 96
Gambar 3.16. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis Dimensi
Kinestetik Modifikasi ............................................................ 98
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Pelitian

Lampiran 2 Contoh Output Syntax

Lampiran 3 Surat Keterangan


1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang

Prestasi belajar dalam mata pelajaran aqidah akhlak makin menurun, terlihat dari

dekadensi moral pelajar yang sering dipublikasikan diberbagai media cetak

maupun telivisi, mulai dari tawuran antar pelajar hingga pelecehan seksual

(Damarwati, 2014). Bahkan hingga kini banyak guru mengeluhkan betapa sulitnya

mendidik siswa-siswinya yang menginjak masa remaja untuk bersikap dan

bertingkah laku sopan sebagai output pendidikan yang menjunjung tinggi nilai

pancasila dan agama. Erik Erikson menyatakan dalam teori perkembangan

psikososial masa remaja ialah terbentuknya loyalitas remaja terhadap teman

sebaya, sehingga yang dominan mempengaruhi pola fikir remaja ialah teman

sebaya maupun kelompok tertentu dimana dia banyak menghabiskan waktunya

(Boeree, 2009).

Makin rentannya tantangan aqidah akhlak akhir-akhir ini juga disebabkan

oleh lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) yang menurut sebagian

orang dianggap hal biasa dan bukan abnormalitas. Sehingga kaum gay dan lesbian

mendapatkan ruang pada apa yang mereka alami. Hal ini juga dipicu dari

pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) bahwa homoseksual

dan biseksual tidak termasuk dalam kategori penyimpangan (Mujib, 2016). Disisi

lain lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) adalah hal yang rentan

1
2

merusak tatanan sosial khususnya moral remaja (Mignon & Michael, 2012;

Katherine, Lucas, & Keith, 2013). Dengan demikian, peran aqidah akhlak makin

menentukan terhadap kualitas moral bangsa yang berasaskan agama dan etika

ketimuran.

Pentingnya prestasi belajar aqidah akhlak dapat dilihat dalam Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU Sisdiknas,
2003).

Dari uraian di atas dapat dijelaskan, bahwa salah satu ciri kompetensi yang

menjadi tujuan pendidikan adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta

memiliki akhlak mulia. Begitu pula seperti tujuan yang tercantum dalam badan

standar nasional pendidikan (BSNP) ialah untuk meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri,

dan dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan proses pembelajaran

(Mahfudzin, 2013).

Proses pembelajaran menurut Thorndike meliputi pembentukan asosiasi

(connections) di antara pengalaman sensori (persepsi dari suatu stimulus atau

kejadian) dan neural impulse (respon) yang dapat menghasilkan perilaku, dan

hasil dari perilaku inilah yang mencerminkan berhasil atau tidaknya pembelajaran

aqidah akhlak yang dipelajari siswa (Schunk, 2012).

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 30 yang berbunyi:

“Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota


3

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama” (UU

Sisdiknas, 2003). Sama halnya dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) menyebutkan: “Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia

mencakup etika, budi pekerti atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan”

(Mulyasa, 2007).

Mata pelajaran aqidah akhlak tentunya dapat menjadi wadah dan acuan

untuk dapat mengaplikasikan nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, materi aqidah akhlak bukan hanya mengajarkan pengetahuan

tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar

memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat serta berkehidupan yang senantiasa

dihiasi dengan akhlak mulia di manapun mereka berada, dan dalam posisi apapun.

Pendidikan aqidah akhlak di Madrasah Aliyah sebagai bagian integral dari

pendidikan agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam

pembentukan watak kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansial mata

pelajaran aqidah akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada

peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan

akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2007).

Untuk mencapai hasil yang maksimal dari mata pelajaran aqidah akhlak ini,

perlu adanya prioritas atau dukungan bagi peserta pendidik. Lingkungan dan

karakteristik individu memainkan peranan penting dalam keberhasilan akademik

mereka. Adapun sekolah, keluarga dan teman membantu serta memberikan

dorongan terhadap siswa untuk meraih kualitas prestasi akademik yang baik.
4

Pendampingan sosial ini memiliki peran yang crucial untuk sebuah pencapaian

prestasi siswa di sekolah (Goddard, 2003 dalam Farooq, Chaudhry, Shafiq, &

Berhanu, 2011).

Gage dan Berliner (1998) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar dibedakan menjadi dua yaitu: pertama, faktor internal atau faktor-

faktor yang ada dalam diri siswa seperti inteligensi, kecerdasan, minat, sikap,

emosi, motivasi, gaya belajar dan kondisi fisik dari peserta didik itu sendiri.

Kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu seperti

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu,

prestasi belajar yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi dari dalam diri

maupun dari luar diri siswa.

Sementara dalam theory of educational productivity yang dikemukakan oleh

Walberg (1981) membagi sembilan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa kedalam tiga kelompok berdasarkan aspek afektif, kognitif, dan behavioral

skill untuk mengoptimalisasikan belajar yang berdampak terhadap kualitas

prestasi belajar siswa: aptitude (kemampuan, pengembangan dan motivasi);

Instruction (amount dan kualitas); environment (rumah, kelas, teman dan televisi)

(Roberts, 2007 dalam Farooq, 2011).

Berbeda pula dengan pendapat Myron dan Nelson (2010) yang menyatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ialah akreditasi sekolah. Lebih

lanjut home context, school level, classroom input, classroom process

acceleration, student factors, family factors, school dan peer factors merupakan

faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah

(Hultt, Hultt, Monetti, & Hummel, 2009; Edgecombe, 2011; Crosnoe, Johnson &
5

Elder, 2004 dalam Farooq, Chaudhry, Shafiq, & Berhanu, 2011). Selain itu,

menurut Ames, 1992; Dweck & Leggett, 1988; Nicholls, 1984 (dalam Huang,

2011), mastery, learning, dan task-involvement merupakan tujuan dari

peningkatan prestasi belajar yang digolongkan berdasarkan skill development atau

task mastery.

Faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Suryabrata (1982)

adalah kecerdasan. Diterangkan oleh Sternberg (2012) bahwa otak manusia

merupakan organ terpenting yang bertindak sebagai dasar biologis bagi

kecerdasan seseorang. Sehingga kecerdasan merupakan suatu konsep yang

memiliki nilai tinggi dan sumber penghasilan manusia yang berharga dimana

seseorang mencoba memperkuat atau memanfaatkan untuk mempercepat maksud

dan rencana mereka, baik secara individu atau kelompok (Dai, 2008). Dari

berbagai kecerdasan yang telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli,

kecerdasan moral adalah bentuk kecerdasan individu yang erat hubungannya

dengan akhlak dan nilai etika dalam masyarakat (Lennick & Kiel, 2011).

Lennick and Kiel (2011) mengemukakan bahwa kecerdasan moral sebagai

kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya

diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan moral dibagi

menjadi sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip (acting

consistently with principles), berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar

(standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung

jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices),

mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif

dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli
6

terhadap orang lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan

pribadi (ability to let go of one’s own mistakes), mampu memaafkan kesalahan

orang lain (ability to let go of others’ mistakes). Dari dimensi-dimensi ini individu

diharapkan memiliki kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip

manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai dan tujuan serta perilaku individu

sejak dini khususnya pada masa-masa pendidikan.

Selain kecerdasan moral yang berdampak besar terhadap pencapaian

prestasi belajar, beberapa literatur lain menyatakan religiusitas juga

mempengaruhi prestasi belajar siswa (Schieman, 2011; Sutantoputri & Watt, 2012

dalam Marcus A. Henning et.al., 2013). Religiusitas dinyatakan berhubungan

dengan kesehatan mental, sehingga jiwa yang sehat dimaknai terletak pada sikap

penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi (Sutrisno,

1997; Jalaluddin, 2002; & Syahridlo, 2004).

Arti penting religiusitas dalam pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. Berdasarkan pengertian ini, religiusitas memiliki peran penting dalam

proses belajar mengajar agar menghasilkan prestasi belajar yang diharapkan.

Hingga saat ini religiusitas memiliki peran yang sangat signifikan pada

perkembangan pendidikan di tanah air, terlihat dari prestasi-prestasi yang di raih

kaum pesantren yang semakin meningkat akhir-akhir ini (Dhofier, 2011).


7

Religiusitas menurut Fetzer Institute (1999) adalah seberapa kuat individu

penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual

experience), kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning), ekspresi

keagamaan sebagai sebuah nilai (value), keyakinan (belief), memaafkan

(forgiveness), melatih diri dalam beragama (private religious practice),

penggunaan agama sebagai koping (religious/spiritual coping), dukungan

penganut sesama agama (religious support), sejarah keberagamaan

(religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti

organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religious), pilihan agama

(religious preference).

Di samping religiusitas, gaya belajar juga menentukan terhadap hasil belajar

siswa. Walau bagaimanapun proses kognisi siswa tidak dapat dipisahkan dari hasil

sebuah pembelajaran. Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa gaya belajar

menentukan prestasi belajar (Baker, et.al, 1987). Hasil lain menunjukkan bahwa

siswa dengan gaya belajar yang mirip guru pengampu mata pelajaran tertentu,

cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik atau lebih tinggi tingkat

prestasinya (Gaiger, 1992).

Woolfolk (2013) menyatakan gaya belajar sangat menentukan prestasi

belajar siswa. Dalam belajar, individu menggunakan berbagai macam cara belajar,

ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan membaca,

serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar peserta didik yang beraneka

ragam disebut sebagai gaya belajar (learning style) yang dipengaruhi oleh

pengalaman, jenis kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995) dan secara khusus melekat

pada setiap individu. Untuk mengidentifikasi kecenderungan gaya belajar ini telah
8

dikembangkan beberapa model pengukuran di antaranya Kolb’s Learning Style

Inventory atau Kolb’s LSI (1981 dalam Adel et.al., 2001), Canfield’LSI (1983),

dan model Myers Briggs Type Indicators atau MBTI. Berdasarkan pengujian

empiris Franches, et.al. (1995) menyarankan model Canfield’s LSI untuk

mengidentifikasi gaya belajar di lingkungan pendidikan tertentu. Pembuktian

sebaliknya diajukan oleh Barbara (2001) terhadap model Canfield’s LSI yang

dinilai kurang mendeskripsikan gaya belajar.

Berbagai cara dan ragam gaya belajar, DePorter dan Hernacki (1992)

menyatakan bahwa gaya belajar adalah suatu kombinasi dari bagaimana seseorang

menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Dengan alasan

demikian, gaya belajar dibagi dalam 3 dimensi. Pertama: visual adalah gaya

belajar seseorang dengan cara melihat sesuatu (kemampuan menyerap informasi

melalui mata) seseorang sangat membutuhkan kesempatan membaca, mengamati,

menonton video, pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram. Kedua: auditori

adalah adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu (kemampuan

menyerap informasi melalui telinga). Dan yang ketiga: kinestetik adalah adalah

gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (kemampuan

menyerap informasi melalui rasa) seseoarng sangat melibatkan emosi dalam

beraktivatas melalui praktek langsung.

Melihat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

khususnya mata pelajaran aqidah akhlak, mulai dari kecerdasan moral, religiusitas

dan gaya belajar yang merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi

prestasi belajar dan sebagai bahan dasar dipertimbangkan untuk tercapainya suatu

tujuan pendidikan. Maka dari itu, perlu dilakukan sebuah penelitian secara khusus
9

guna menambah wawasan dalam ranah psikologi pendidikan sehubungan dengan

peningkatan mutu prestasi belajar pada mata pelajaran aqidah akhlak.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Batasan Masalah

Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan faktor

eksternal. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi faktor yang akan diteliti pada

satu faktor eksternal dan dua faktor internal:

1. Kecerdasan Moral

Dimensi-dimensi kecerdasan moral yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kecerdasan sesuai dengan teori Lennick’s & Kiel (2011). Kecerdasan moral

mencakup sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip

(acting consistently with principles, berkata jujur (telling the truth), memihak

yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises),

bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal

choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and

failures), responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for

serving others), peduli terhadap orang lain (actively caring about others),

mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes),

mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes).

2. Religiusitas

Religiusitas dalam penelitian ini adalah sesuai dengan teori Jhon E. Fetzer

Institute (1999) terdiri dari 12 dimensi yaitu: individu penganut agama

merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience),

kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning), ekspresi


10

keagamaan sebagai sebuah nilai (value), keyakinan (belief), memaafkan

(forgiveness), melatih diri dalam beragama (private religious practice),

penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), dukungan

penganut sesama agama (religious support), sejarah keberagamaan

(religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti

organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religious), pilihan agama

(religious preference). Dari 12 dimensi di atas yang diikut sertakan sebagai

dimensi dalam penelitian ini hanya 5 dimensi, diantaranya: 1) daily spiritual

experience, 2) religion-meaning, 3) private religious practice, 4)

religious/spiritual coping, dan 5) religious support.

3. Gaya Belajar

Gaya belajar dalam penelitian ini ialah suatu kombinasi dari proses bagaimana

seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya

belajar seseorang dapat dibedakan menjadi tiga dimensi yaitu: visual, auditori

dan kinestetik. (DePorter & Hernacki 1992).

4. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan outcome yang didapat siswa setelah proses

pembelajaran (Trow, 1956; Good, 1959; Mehta K.K, 1969; Usman, 2000;

Chame, 2004). Prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nilai/skor yang didapat siswa dari hasil ujian akhir semester (UAS) pada mata

pelajaran aqidah akhlak.


11

1.2.2. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar

terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak?

2. Variabel apa saja yang besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran aqidah akhlak?

3. Berapa proporsi varian dari masing-masing variabel?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan moral prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran aqidah akhlak.

2. Untuk mengetahui pengaruh religiusitas terhadap prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran aqidah akhlak.

3. Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran aqidah akhlak.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teori-

teori psikologi khususnya yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa dan

peningkatan mutu pendidikan.

2. Manfaat Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan

untuk penelitian-penelitian selanjutnya, serta dijadikan bahan pertimbangan


12

dan dapat memberi kontribusi pemikiran umumnya bagi sistem pengembangan

pembelajaran di sekolah pada umumnya dan siswa pada khususnya.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari proposal Tesis ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam Bab ini dipaparkan teori-teori berkaitan dengan variabel

penelitian yaitu: kecerdasan moral, religiusitas, gaya belajar dan

prestasi belajar siswa serta diakhiri dengan kerangka berfikir dan

hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang subjek penelitian, variabel dan definisi

operasional variabel penelitian, teknik pengambilan sampel, serta

teknik pengumpulan data yang terdiri dari metode dan instrumen

penelitian, serta teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan, diskusi, dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
13

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing

variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang dibahas adalah mengenai teori-

teori yang berkaitan dengan prestasi belajar aqidah akhlak selanjutnya diuraikan

tentang kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar serta diakhiri dengan

kerangka berfikir dan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.

2.1. Prestasi Belajar

Prestasi dan belajar merupakan dua istilah yang berbeda namun memiliki

hubungan satu sama lain. Menurut KBBI, prestasi adalah penguasaan pengetahuan

atau keterampilan yang dikembangkan pada mata pelajaran dan lazimnya

dilanjutkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh pendidik. Sedangkan

belajar adalah usaha untuk mendapatkan kepandaian dan ilmu.

Definisi lain menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan

pencapaian pengetahuan atau pencapaian kompetensi pada tugas sekolah yang

biasanya diukur dengan tes yang terstandar dan diungkapkan dalam bentuk nilai

(angka) berdasarkan performa siswa. (Trow, 1956 dalam Ganal & Mir, 2013)

Good (1959) dalam Ganal dan Mir (2013) mendefinisikan prestasi belajar

sebagai pemerolehan pengetahuan atau perkembangan keterampilan pada mata

pelajaran sekolah yang biasa diketahui berdasarkan skor suatu tes atau nilai yang

diberikan oleh guru.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mehta K.K (1969) dalam Ganal dan

Mir (2013) memandang prestasi belajar sebagai prestasi akademik yang meliputi

13
14

prestasi culicular dan co-culicular siswa. Prestasi belajar menunjukan hasil yang

didapat siswa dari pembelajaran. Di dalam kelas siswa menunjukan potensi

mereka secara efisien sebagai hasil dari proses belajar.

Usman (2000) dalam Igbo dan Ihejiene (2014) mendefinisikan prestasi

belajar sebagai takaran atas pembelajaran atau pemerolehan siswa pada

keterampilan tertentu pada akhir kegiatan pengajaran dan pembelajaran.

Sedangkan, Chame (2004) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil

interaksi dari setiap kegiatan pembelajaran antara guru dan siswa (dalam Igbo &

Ihejiene, 2014).

Prestasi belajar juga didefinisikan sebagai pembelajaran kecakapan pada

kemampuan dasar dan isi dari suatu pengetahuan. Sejarah prestasi merupakan

suatu isu yang menjadi perhatian para pendidik dan juga pemerintah dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan (McCoy, Twyman, Geller & Tindal, 2005).

Tiga aspek dalam prestasi belajar menunjukan hal-hal berikut:

1. Prestasi belajar merupakan suatu format untuk melakukan observasi yang

biasa dilakukan dengan melakukan tes prestasi belajar dan pengukuran.

2. Prestasi belajar merupakan suatu referensi atau perbandingan untuk membuat

penafsiran khususnya dalam mengintepretasikan hasil akademik siswa.

3. Tujuan dilakukannya tes prestasi belajar dan prosesnya adalah untuk

membuat suatu keputusan.

Adapun Joshi dan Srivastava (2009) menganggap prestasi belajar sebagai

kriteria utama untuk menilai potensi dan kemampuan seseorang. Oleh karena itu,

siswa lebih ditekankan untuk mendapatkan prestasi belajar yang tinggi sebagai

hasil dari pembelajaran.


15

Dari berbagai definisi prestasi belajar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

semua definisi mengacu pada pengertian serupa yang menyatakan bahwa prestasi

belajar merupakan outcome yang didapat siswa setelah proses pembelajaran.

Prestasi belajar siswa tersebut dapat dilihat dari nilai hasil tes atau nilai raport

yang diberikan oleh guru.

2.1.1 Teori Belajar dan Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan satu variabel yang sudah banyak diteliti oleh peneliti

khususnya di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan pentingnya untuk

mengetahui sejauh mana prestasi yang dapat diraih oleh siswa setelah proses

pembelajaran. Berbagai macam teoripun dapat digunakan sebagai landasan dari

penelitian yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa, diantaranya:

1. Behavioral theory

Behavioral theory memandang proses belajar sebagai perubahan yang terjadi

pada seseorang yang dihasilkan melalui pengalaman atau pembelajaran

(Krause, Bochner, Duchesne & Mcmaugh, 2010). Behaviorisme memandang

belajar sebagai proses sebab-akibat (stimulus-response). Behavioris meyakini

bahwa segala bahwa perilaku yang disengaja (intentional) dapat dikontrol

dengan antecedent dan consequence (Krause et al, 2010).

Antecedent merupakan perilaku atau kondisi yang mendahului tindakan

tertentu yang berkontribusi terhadap tindakan yang muncul. Sedangkan

consequence adalah kondisi yang seketika mengikuti tindakan dan dapat

meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tertentu (Krause et al,

2010).
16

Thorndike mengemukakan bahwa dasar dari pembelajaran meliputi

pembentukan asosiasi (connections) di antara pengalaman sensori (persepsi

dari suatu stimulus atau kejadian) dan neural impulse (respon) yang dapat

menghasilkan perilaku (Schunk, 2012).

Sentral dari teori Thorndike adalah law of effect yang lebih menekankan

terhadap consequences (akibat) dari perilaku. Respon yang dinilai memuaskan

akan diberikan penghargaan (reward), sedangkan respon yang tidak

memuaskan akan diberikan hukuman (punishment) sebagai akibat dari tidak

belajar dengan baik. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam belajar karena

dengan adanya respon yang memuaskan dapat memperoleh hasil yang

diinginkan (Schunk, 2012).

2. Social cognitive theory

Social cognitive theory memiliki pandangan tersendiri tentang perilaku belajar

dan perilaku berprestasi. Pandangan tersebut menunjukan adanya interaksi

timbal balik diantara setiap individu, perilaku, dan lingkungan serta adanya

perbedaan antara belajar dan prestasi dan peran regulasi diri (self-regulation)

(Zimmerman & Schunk, 2003 dalam Schunk, 2010).

Social cognitive theory merupakan sebuah perspektif yang dapat

membantu memahami apa dan bagaimana orang belajar dengan mengamati

orang lain serta bagaimana mereka mulai memegang kendali atas perilaku

mereka sendiri (Ormrod, 2008). Social cognitive theory memiliki asumsi-

asumsi dasar dalam bidang pendidikan, diantaranya; (1) orang dapat belajar

dengan mengamati orang lain, (2) belajar merupakan suatu proses internal yang

mungkin atau mungkin juga tidak menghasilkan perubahan perilaku, (3)


17

manusia dan lingkungan sangat mempengaruhi, (4) perilaku terarah pada

tujuan-tujuan tertentu, dan (5) perilaku menjadi semakin bisa diatur sendiri

(Ormrod, 2008).

Bandura (1982a, 1986, 2001) dalam Schunk (2012) membahas perilaku

manusia melalui sebuah kerangka berpikir yang dikenal dengan istilah triadic

reciprocally, atau interaksi timbal balik antara perilaku, lingkungan dan faktor

individu seperti halnya kognisi (gambar 2.1). Interaksi yang terjadi pada

gambar 2.1 dapat diilustrasikan dengan menggunakan perceive self-efficacy

atau beliefs yang berkaitan dengan satu kemampuan untuk mengatur dan

menerapkan sikap yang diperlukan dalam mempelajari atau menunjukan

perilaku sesuai dengan level yang ditentukan.

Person Behavior

Environmennt

Gambar 2.1 Triadic reciprocally model of causality


Source: Social Foundations of Thought of action by. A. Bandura, © 1986.
Reprinted by permission of Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, NJ.

Berkenaan dengan adanya interaksi antara self- efficacy dan perilaku, suatu

penelitian menunjukan bahwa self-efficacy beliefs mempengaruhi perilaku

berprestasi seperti halnya dalam mengerjakan tugas, ketekunan dalam belajar,

serta pemerolehan kemampuan (person behavior; Schunk, 1991, 2001; Schunk

& Pajares, 2002 dalam Schunk, 2012).

Pada saat siswa mengerjakan tugas sekolah, mereka memperhatikan

perkembangan melalui pencapaian tujuan pembelajaran seperti; melengkapi


18

tugas dan menyelesaikan seluruh persyaratan tugas yang diberikan.

Peningkatan indikator tersebut menunjukan bahwa siswa dapat bekerja dengan

baik dan meningkatkan self-efficacy mereka dalam kegiatan pembelajaran

(behavior person) (Schunk, 2012).

Penelitian lain telah dilakukan terhadap siswa yang mengalami kesulitan

belajar yang menunjukan bahwa siswa tersebut memiliki self-efficacy yang

rendah dibandingkan dengan siswa yang kondisinya normal. Hal tersebut

terjadi karena adanya interaksi antara self-efficacy dengan faktor lingkungan

(person environment) (Schunk, 2012).

Dalam hal ini, seorang guru memiliki peranan penting dalam proses

belajar mengajar. Saat seorang guru memberikan kritik terhadap kemampuan

siswa yang mengalami gangguan belajar serta memberikan penilaian yang

rendah bagi mereka maka perlakukan guru tersebut akan berdampak terhadap

self-efficacy siswa itu sendiri (environment person) (Schunk, 2012).

Di samping itu, perilaku siswa dan lingkungan tempat mereka belajar

dapat mempengaruhi satu sama lain. Istruksi yang diberikan oleh guru dalam

menyampaikan informasi akan menuntut siswa untuk memberikan perhatiaan

penuh tehadap guru (environment behavior). Akan tetapi, saat guru bertanya

dan siswa belum bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar, maka

guru akan mengajarkan kembali informasi yang diberikan sebelumnya

(behavior environment) (schunk, 2012).

Krause et al (2010) mengemukakan bahwa aspek utama pada model yang

diberikan oleh Bandura menunjukan bahwa perilaku seseorang bukanlah satu-

satunya faktor yang mempengaruhi proses belajar dan prilaku berprestasi. Di


19

samping faktor internal seperti kognisi dan personal, faktor eksternal seperti

instruksi dan kondisi fisik juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap

proses belajar dan perilaku berprestasi siswa.

3. Constructivist Perspective

Constructivism adalah suatu penjelasan tentang proses belajar yang

memandang belajar sebagai proses self-regulated yang membangun

pengetahuan siswa, dan dimana siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan

belajar tersebut (Krause et all, 2010). Hal ini dikarenakan constructivism fokus

terhadap proses kolaborasi kognitif (Rogoff, 1998) yang melibatkan proses

sosial, interaksi dengan lingkungan dan self-reflection (Krause et all, 2010).

Ada dua jenis constructivism yaitu; psychological constructivism dan

social constructivsm. Psychological constructivism fokus terhadap individu

siswa dan bagaimana cara mereka dalam membangun pengetahuan,

kepercayaan, dan identitas mereka selama proses belajar. Sedangkan social

constructivism fokus terhadap perhatian peran faktor sosial dan budaya dalam

membentuk suatu pembelajaran (Krause et al, 2010).

4. Self- expectancy Theory

John Atkinson (1957; Atkinson & Birch, 1978; Atkinson & Feather, 1996;

Atkinson & Raynor, 1974, 1978 dalam schunk, 2012) mengembangkan sebuah

teori yang disebut dengan expectancy-value theory of achievement motivation.

Ide utama dari expectancy-value theory ini adalah perilaku yang bergantung

pada pengaharapan seseorang untuk memperoleh hasil tertentu (goal,

reinforce) sebagai hasil prestasi yang menunjukan perilaku dan seberapa baik

nilai yang dihasilkan (Schunk, 2012).


20

Atkinson mengemukakan bahwa perilaku berprestasi mewakili konflik antara

kecenderungan terhadap pendekatan (keinginan untuk sukses) dan

penghindaran (takut terhadap kegagalan). Perilaku berprestasi membawa

mereka pada kemungkinan untuk berhasil atau gagal (Schunk, 2012).

Kecenderungan untuk memperoleh kesuksesan memiliki hubungan yang sangat

mendalam dengan siswa yang memiliki keinginan untuk meraih prestasi yang

tinggi dan mereka memiliki motivasi untuk terlibat dalam berbagai kegiatan

(Krause, Duchesne, Mc Maugl, & Bochner, 2010).

Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, peneliti menggunakan social

cognitive theory sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Sebagaimana

pandangan dari social cognitive theory yang mengemukakan bahwa prestasi

belajar siswa dapat dipengaruhi oleh individu itu sendiri, perilaku, dan

lingkungan sekitar.

2.1.2 Dimensi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa merupakan outcome pendidikan yang sangat penting, karena

prestasi belajar dapat menunjukan kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

diperoleh oleh siswa setelah proses pembelajaran. Bloom (1956) dan rekannya

mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dilihat dari tiga ranah, yaitu; ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik (Krause et al, 2010).

Ranah pertama adalah kognisi yang merupakan proses mental yang

menekankan terhadap proses berfikir, mengingat, membuat perencanaan, serta

memecahkan masalah (Schunk, 2012). Ranah kognisi dalam taksonomi Bloom

terdiri dari enam kategori yaitu, knowledge, comprehension, application, analysis,

synthesis, dan evaluation (Krause et al, 2010). Akan tetapi, Anderson dan
21

Karthwohl (2001) merevisi taksonomi tersebut dan membuat beberapa perubahan

terhadap terminologi dan struktur yang sudah ada pada taksonomi Bloom

menjadi, knowledge, understanding, applying, analyzing, evaluating dan creating

(Krause et al, 2010).

Ranah kedua adalah ranah afeksi yang merupakan arah emosi siswa

terhadap pengalaman belajar berupa sikap, perhatian, kesadaran dan nilai. Ranah

afeksi terdiri dari lima kategori dimana seseorang harus melewati satu kategori

sebelum masuk pada kategori selanjutnya. Adapun tahapan dari kategori tersebut

yaitu, receiving, responding, valuing, organizing, dan menginternalisasikan nilai

(Krathwol et al, 1964 dalam Krause et al, 2010).

Ranah ketiga adalah psikomotor yang merupakan penggunaan keahlian

motorik dasar, koordinasi dan gerakan fisik. Tujuan pendidikan dalam ranah

psikomotor adalah untuk melatih ability (kemampuan) dan skill (keahlian)

seseorang. Menurut Stone ada lima langkah mempelajari keahlian motorik baru,

yaitu understanding (pemahaman), observation (pengamatan), concentration

(konsentrasi), practice (latihan), dan reflex (daya tanggap) (Krause et al, 2010).

Dalam penelitian ini, dimensi yang akan diteliti adalah ranah kognisi yang

meliputi pemahaman siswa terhadap suatu materi untuk melihat pengaruh

terhadap skor/nilai Ujian Akhir Semester (UAS) yang diperoleh oleh siswa

khususnya pada mata pelajaran Aqidah Akhlak.


22

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Gage dan Berliner (1998) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar dibedakan menjadi dua yaitu: pertama, faktor internal atau faktor-faktor

yang ada dalam diri siswa seperti kecerdasan, religiusitas, motivasi, minat, bakat,

perhatian, dan gaya belajar. Kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari

luar diri individu seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan

masyarakat serta media.

2.1.3.1 Faktor Internal

Faktor internal pada diri seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap

pencapain prestasi belajar mereka (Gage & Berliner, 1998). Hal ini dikarenakan

internal seseorang yang berbeda satu sama lain. Adapun faktor-faktor internal

yang dapat mempengaruhi prestasi belajar diantaranya:

1. Kecerdasan

Otak manusia merupakan organ terpenting yang bertindak sebagai dasar

biologis bagi kecerdasan seseorang (Sternberg, 2012). Kecerdasan merupakan

suatu konsep yang memiliki nilai tinggi, sebuah sumber penghasilan manusia

yang berharga dimana seseorang mencoba memperkuat atau memanfaatkan

untuk mempercepat maksud dan rencana mereka, baik secara individu atau

kelompok (Dai, 2008). Ulrich Neisser (dalam Salkind, 2008) mengemukakan

bahwa:

“Individual differ from each other in their ability to understand


complex ideas, to adapt effectively to the environment, to learn fro
experience, to engage in various forms of reasoning, to overcome
obstacles by taking thought. Although this individual differences can
be substantial, they are never entirely consistent: a given person’s
intellectual performance will vary in different occasions, in different
domains, as judged by different criteria. Concept of “intelligence” are
attampts to clarify and organize this complex set of phenomena”
23

Pernyataan di atas menegaskan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan

yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Kecerdasan

diperlukan untuk memecahkan sebuah fenomena serta memahami situasi yang

kompleks yang dialami seseorang (Dai, 2008). Pada umumnya, kecerdasan

seseorang dapat diukur dengan menggunakan IQ test untuk mengetahui

seberapa tinggi IQ yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini sudah umum

dilakukan dalam beberapa kesempatan seperti ujian masuk sekolah, perguruan

tinggi bahkan seleksi pegawai.

Tes kecerdasan sering dilakukan untuk mengetahui baik atau tidaknya

prestasi belajar seseorang. Pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan

mengarah pada area spesifik seperti kemampuan membaca dan matematika.

Tujuan dilakukannya tes prestasi adalah untuk mengukur kemampuan

akademik dan kesulitan belajar yang dialami seorang peserta didik.

Kemampuan akademik yang biasa diukur dengan tes prestasi adalah

kemampuan membaca, matematika, pelajaran sosial, dan sains (Dai, 2008).

2. Kecerdasan Moral

Kecerdasan moral dalam pandangan Nobahar (2013) berpengaruh terhadapa

prestasi belajar anak, seorang anak yang memiliki kecerdasan moral yang

tinggi jauh lebih merasa bertanggung jawab atas perilaku belajarnya, sehingga

berpengaruh pula pada prestasi belajarnya. Hal tersebut berdasarkan konsep

bahwa perkembangan moral anak tidak cukup hanya diukur dengan melihat

apa yang anak pikirkan namun juga apa yang anak lakukan beserta prestasi

belajarnya (Lennick & Fred Kiel, 2011). Berdasarkan konsep tersebut, Coles

berpendapat bahwa konsep kecerdasan moral lebih tepat untuk memberikan


24

pemahaman yang jelas tentang sejauh mana kapasitas anak berpikir, merasakan

dan berperilaku secara norma moral atau solid character.

3. Religiusitas

Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion

(Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata

religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari

kedua bahasa tersebut, yaitu Bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare”

yang berarti mengikat (Kahmad, 2002).

Penelitian yang dilakukan Schieman (2011); Sutantoputri & Watt (2012)

menyatakan bahwa religiusitas mempengaruhi prestasi belajar siswa (dalam

Marcus A. Henning et. al, 2013). Lebih lanjut, Daradjat (dalam Jalaluddin,

2002) menyatakan ada hubungan antara kesehatan mental dan agama.

Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan

antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap

penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap

pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang

sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas,

sukses, merasa dicintai atau rasa aman (Jalaluddin, 2002; & Syahridlo, 2004).

4. Motivasi

Motivasi didefinisikan sebagai kemampuan dan pengarah prilaku. Motivasi

sangat penting bagi ranah psikologi pendidikan karena dapat menjelaskan dan

memprediksi perilaku peserta didik, guru, dan staf administrasi di sekolah.

Pada umumnya, konsep motivasi ditinjau dan diikuti oleh pandangan motivasi
25

dalam ranah psikologi pendidikan dan bagian terakhir pada model integratif

motivasi dalam psikologi pendidikan (Elliot & Zahn, 2008).

Motivasi merupakan suatu konstrak yang abstrak yang tidak dapat dilihat

oleh mata. Namun, dampak dari motivasi dapat terlihat pada perilaku

seseorang. Arthur Shopenhauer mengamati bahwa manuasi tidak dapat dengan

mudah termotivasi, mereka termotivasi saat menginginkan sesuatu atau saat

ingin menjauh dari sesuatu tersebut (Elliot & Zahn, 2008).

5. Minat

Minat merupakan salah satu perbedaan individu yang mempengaruhi perilaku

untuk menentukan pilihan dalam menjalankan suatu aktivitas. Minat memiliki

tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, minat cenderung cukup

stabil dari waktu ke waktu (e.g., Low, Yoon, Robert, & Rounds, 2005 dalam

Iddekinge, Putka & Campbell, 2010) dan cenderung memiliki komponen

disposisi yang kuat (meskipun pengalaman dapat membantu membentuk minat

seseorang; Lent, Brown, & Hackett, 1994 dalam Iddekinge, Putka & Campbell,

2010).

Kedua, minat berasal dari konteks kegiatan dan fokus pada jenis kegiatan

dan keadaan lingkungan sekitar yang mereka pilih sesuai dengan keinginan

mereka sendiri. Ketiga, minat memberikan pengaruh terhadap perilaku

seseorang dalam melakukan suatu kegiatan, seperti meningkatnya motivasi

untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai dan mengambil kesempatan

tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berhubungan

dengan minat mereka (Iddekinge, Putka & Campbell, 2010).


26

6. Bakat

Bakat dapat didefinisikan sebagai perbedaan individu yang berkaitan dengan

masa selama pembelajaran. Pembelajaran atau pemerolehan pengetahuan serta

kemampuan seseorang dapat muncul dengan adanya campur tangan kegiatan

formal seperti pelatihan dan pembelajaran (Kuncel & Klieger, 2008).

Pada umumnya, bakat seseorang merujuk pada kemampuan kognitif dalam

pendidikan formal ataupun nonformal dimana setelah proses pembelajaran

tersebut dapat diketahui seberapa baik prestasi seseorang dalam bidang yang

ditekuninya (Kuncel & Klieger, 2008).

Bakat merupakan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Hal ini menunjukan bahwa bakat seseorang merupakan potensi yang dibawa

dari sejak lahir dan dikembangkan pada kesempatan yang ada dalam proses

pembelajaran serta adanya stimulus dari lingkungan sekitar. Akan tetapi,

pandangan lain mengungkapkan bahwa bakat seseorang tidak akan muncul jika

tidak disertai dengan adanya pengalaman, campur tangan, dan pembelajaran

(Kuncel & Klieger, 2008).

7. Perhatian

Perhatian merupakan faktor terpenting dalam kegiatan belajar mengajar. Fokus

terhadap apa yang dipelajar akan membantu siswa dalam memahami pelajaran

dengan baik. Sternberg (2012) bahwa ada empat fungsi utama pada perhatian:

a. Signal detection dan vigilance: signal detection dan vigilance mencoba

untuk mendeteksi stimulus yang muncul.

b. Search: saat berkonsentrasi individu mencoba untuk menemukan tanda yang

tepat diantara tanda-tanda yang membingungkan.


27

c. Selective attention: fungsi ini memilih untuk memperhatikan beberapa

stimulus saja dan menolak yang lainnya.

d. Divided attention: fungsi ini menempatkan sumber perhatian yang sesuai

untuk menyesuaikan kinerja individu dari beberapa kegiatan yang dilakukan

dalam satu waktu.

8. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah bagaimana seseorang menyerap, mengatur dan mengolah

informasi, sehingga belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah

dan menyenangkan (DePorter & Hernacki 1992).

Woolfolk (2013) menyatakan bahwa gaya belajar sangat menentukan

prestasi belajar siswa. Individu dalam belajar memiliki berbagai macam cara,

ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan

membaca, serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar peserta didik

yang berananeka ragam tersebut disebut sebagai gaya belajar (learning style)

yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995)

dan secara khusus melekat pada setiap individu.

Berdasarkan faktor-faktor internal yang ada, peneliti mengambil

kecerdasan, religiusitas dan gaya belajar sebagai salah satu variabel bebas

penelitan ini. Dengan demikian, peneliti lebih memfokuskan pada variabel

kecerdasan moral dalam variabel kecerdasan, karena kecerdasan moral lebih

cocok untuk mencari pengaruh khususnya pada prestasi siswa dalam mata

pelajaran aqidah akhlak.

Religiusitas diambil dengan pertimbangan agama memiliki kontribusi

besar dalam pendidikan aqidah akhlak atau suatu yang mendasari nilai dan
28

etika bagi masyarakt Indonesia secara umum. Dan selanjutnya menjadikan

gaya belajar sebagai variabel bebas terakhir karean gaya belajar memiliki andil

yang besar untuk penguasaan materi yang berakibat pada tinggi rendahnya

prestasi belajar yang dicapai siswa.

2.1.3.2 Faktor Eksternal

1) Bahasa

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitar

kita. Bahasa juga memungkinkan individu untuk berpikir tentang sesuatu dan

memproses hal yang tidak bisa individu lihat, dengar, rasakan, dan sentuh.

Banyak proses yang terlibat saat individu mulai mencoba untuk memahami apa

yang seseorang katakana (Sternberg, 2012).

Adapun hal yang paling utama adalah menerima dan mengenali kata-kata

yang akan diucapkan dan menetapkan makna/arti dari kata-kata tersebut.

kemudian, individu harus bisa mencoba menerka kalimat apa yang individu

dengar. Bahasa menjadi sangat penting untuk diperoleh karena dapat

membantu individu dalam proses belajar (Sternberg, 2012).

2) Orang Tua

Orang tua memiliki peranan penting dalam membantu siswa untuk

mendapatkan prestasi belajar yang baik. Orang tua yang berpendidikan tinggi

akan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu anak

untuk belajar. Perilaku orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya

merupakan hal terpenting dalam menumbuhkan motivasi dan meningkatkan

prestasi belajar mereka di sekolah (Duchesne & Ratelle, 2010).


29

3) Teman Sebaya

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang-

orang disekitarnya. Melalui interaksi tersebut, manusia mengalami perubahan

dan tumbuh dari waktu ke waktu. Istilah peer influences atau pengaruh teman

sebaya merujuk pada bagaimana seseorang berubah dan tumbuh melalui

interaksi dengan orang lain yang memiliki status dan umur yang sama. Teman

sebaya ikut serta mempengaruhi perilaku seseorang dalam berbagai hal seperti

prestasi beajar (Song & Siegel, 2008).

4) Guru

Setiap guru memiliki cara yang berbeda dalam mengajarkan siswa, oleh karena

itu metode pengajaran guru dan status guru sebagai fasilitator ikut berpengaruh

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. guru juga memiliki kerterikatan

dengan orang tua siswa dimana guru berkewajiban untuk memberitahukan

perkembangan prestasi siswa disekolah. Sehingga, orang tua dapat mengetahui

apa yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan prestasi anak-anak

mereka (Eagle & Oeth, 2008).


30

Tabel 2. 1
Ringkasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Nama peneliti dan tahun penelitian Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Prestasi Belajar

 Dai, (2008) Kecerdasan


 Salkind, (2008)

 Nobahar, (2013) Kecerdasan Moral


 Lennick & Fred Kiel, (2011)

 Jalaluddin, 2002) Religiusitas


 Syahridlo, (2004)
 Schieman, (2011)
 Sutantoputri & Watt (2012)
 Marcus A. Henning et all (2013)

Elliot & Zahn, (2008) Motivasi

 Low, Yoon, Robert, & Rounds, Minat


(2005)
 Lent, Brown, & Hackett, (1994)
 Iddekinge, Putka & Campbell, (2010)

Kuncel & Klieger, (2008)  Bakat


Sternberg ,(2012)  Perhatian
 Bahasa
 Kecerdasan

Duchesne & Ratelle, (2010) Orang tua

Song & Siegel, (2008) Teman sebaya

Eagle & Oeth, 2008) Guru

 Philibin, et. al, (1995) Gaya Belajar


 DePorter & Hernacki (1992)
 Woolfolk (2013)

Pada tabel 2.1. terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing-

masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari faktor-

faktor yang telah diuraikan adalah keseluruhannya mengindikasikan adanya


31

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar siswa di sekolah

menengah atas atau aliyah. Selain itu, literatur-literatur prestasi belajar siswa

pada tabel 2.1. mengindikasikan bahwa ada peneliti yang meneliti faktor yang

sama guna membuktikan apakah faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh

dengan baik atau tidak terhadap prestasi belajar siswa, tetapi ada juga peneliti

yang meneliti faktor berbeda untuk menemukan faktor-faktor lain yang juga

dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa selain faktor-faktor yang sudah

diteliti oleh banyak peneliti. Sedangkan perbedaannya terletak dari cara

masing-masing peneliti dalam mengukur faktor-faktor tersebut.

2.1.4 Alat Ukur Prestasi Belajar

Menurut Santrock (2004) terdapat beberapa tes prestasi yang terstandar,

diantaranya;

1. Survey batteries, merupakan sekelompok tes mata pelajaran tertentuyang

dibuat untuk siswa pada jenjeng tertentu. Survey batteries merupakan tes baku

yang mengacu pada norma nasional yang digunakan secara luas (Mc Milan,

1981 dalam Santrock, 2004).

2. Test for specific subject, merupakan pengukuran prestasi baku yang mengukur

keahlian pada bidang tertentu seperti membaca atau matematika. Tes ini

biasanya mengukur keahlian secara lebih rinci dengan cara yang lebih luas

dibandingkan dengan survey batteries.

Selain itu, terdapat dua bentuk penilaian belajar yang dapat digunakan

dalam pendidikan, yaitu formative assessment dan summative assessment

(Ormrod, 2008). Formative assessment merupakan penilaian yang dilakukan

untuk mengetahui apa yang dipahami dan dapat dilakukan siswa sebelum atau
32

selama pengajaran. Sedangkan, summative assessment menrupakan penilaian yang

dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui pemahaman mereka setelah

pengajaran dalam rangka membuat keputusan akhir tentang apa yang telah dicapai

(Ormrod, 2008).

Pada penelitian ini, pengukuran prestasi belajar akan diukur dengan

menggunakan summative assessment yang mengacu pada data nilai Ujian Akhir

Semester (UAS) siswa kelas X dan XI pada mata pelajaran aqidah akhlak yang

akan dikaitkan dengan independent variabel dalam penelitian ini.

2.2. Kecerdasan Moral

2.2.1. Definisi Kecerdasan Moral

Doug Lennick dan Fred Kiel (2011) menjelaskan kecerdasan moral sebagai

kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya

diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan Moral

merupakan kemampuan yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana

yang benar dan mana yang salah dengan menggunakan sumber emosional maupun

intelektual pikiran manusia (Robert Coks, dalam Borba, 2001).

Kecerdasan moral juga dipahami sebagai kemampuan untuk memahami

benar atau salah, memiliki pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku

sesuai dengan nilai moral (Borba, 2001). Meningkatnya kapasitas moral individu

didukung dengan lingkungan yang kondusif, sehingga setiap individu berpotensi

mencapai moralitas yang lebih tinggi. Ketika seseorang berhasil menguasai satu

kebajikan, kecerdasan moralnya semakin meningkat dan seorang tersebut

mencapai tingkat kecerdasan moral yang lebih tinggi (Borba, 2001).


33

Nobahar (2013) mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan

untuk membedakan benar dan salah, membuat pilihan yang tepat, dan berperilaku

etis. Sejalan dengan hal ini, Lickona (2013) mendefinisikan kecerdasan moral

sebagai kemampuan dalam membangun nilai-nilai moral seperti: kejujuran,

tanggung jawab, dan keadilan yang merupakan tuntutan dalam kehidupan. Seluruh

pihak memiliki peran masing-masing dan memiliki tanggung jawab untuk bekerja

sama dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak, sehingga kecerdasan

moral dapat membuat interaksi antara lingkungan dan individu dapat fungsional

dalam membentuk kecerdasan moral itu sendiri (Belohlavek dalam Faramarzi,

Jahanian, Zarbakhsh, Salehi, dan Pasha, 2014).

Dari definisi-definisi yang diungkapkan para tokoh di atas peneliti menarik

kesimpulan bahwa kecerdasan moral adalah kapasitas mental atau kemampuan

untuk memahami benar dan salah dalam membangun nilai-nilai moral seperti:

kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan yang merupakan tuntutan dalam

kehidupan.

2.2.2. Dimensi Kecerdasan Moral

Piaget pada awal pengamatannya terhadap perkembangan kognitif anak pada

tahun 1932 (Santrock, 1999) mulai mengkaji masalah perkembangan moral.

Berdasarkan pengamatannya terhadap sejumlah anak berusia 4-12 tahun, Piaget

berkesimpulan bahwa kemampuan memahami isu-isu moral seperti kebohongan,

pencurian, hukuman, dan keadilan berlangsung berdasarkan tahapan pertama pada

usia 4-7 tahun, disebut sebagai heteronomous morality, tahapan kedua pada usia

7-10 tahun, disebut tahap transisi, tahapan ketiga pada usia 10 tahun dan
34

selanjutnya disebut autonomous morality (Gibbs, Power, Walker, & Pitts dalam

Santrock, 1999).

Proses perkembangan moral anak yang dipaparkan oleh Piaget sesuai

dengan konsep dasarnya mengenai perkembangan kognitif (Santrock, 1999).

Anak memahami isu moral melalui proses yang bertahap sesuai dengan fenomena

sosial dan relasi anak dengan lingkungannya. Pendapat Piaget didukung oleh

Kohlberg (dalam Lickona, 2013), bahwa pemahaman moral anak berupa

penalaran moral terhadap fenomena sosial yang senantiasa berhubungan dengan

norma sosial. Konsep kunci perkembangan moral menurut teori Kohlberg (dalam

Santrock, 1999) adalah proses internalisasi, yaitu perubahan perilaku yang

berawal dari pengendalian dari lingkungan (eksternal) ke perilaku yang

dikendalikan oleh diri sendiri (internal).

Konsep Piaget dan Kohlberg memiliki pengaruh yang signifikan dalam

perkembangan kognitif dan moral anak. Namun berbagai kritikan muncul

berkaitan dengan pertimbangan bahwa orang tua tidak hanya membutuhkan

pemahaman apakah anaknya sudah mencapai tahapan penalaran moral sesuai

usianya, orang tua lebih membutuhkan pemahaman bagaimana cara mencerdaskan

moral anak, anak bukan hanya berpikir secara moral namun berperilaku secara

moral (Coles, dalam Borba, 2001). Hal tersebut berdasarkan konsep bahwa

perkembangan moral anak tidak cukup hanya diukur dengan melihat apa yang

anak pikirkan namun juga apa yang anak lakukan. Berdasarkan konsep tersebut,

Coles berpendapat bahwa konsep kecerdasan moral lebih tepat untuk memberikan

pemahaman yang jelas tentang sejauh mana kapasitas anak berpikir, merasakan

dan berperilaku secara norma moral atau solid character.


35

Sejalan dengan Coles, Borba mencoba memaparkan konsep yang

memadukan teori perkembangan moral. Teori perkembangan moral terbagi

menjadi tiga yaitu: (1) moral feeling (rasa bersalah, malu, dan empati) yang

dikembangkan oleh Hoffman, (2) moral reasoning (kemampuan memahami

aturan, membedakan benar dan salah, dan mampu menerima sudut pandang orang

lain serta pada pengambilan keputusan), yang dikembangkan oleh Piaget dan

Kohlberg dan (3) moral action (respon atas godaan yang datang untuk tetap

berpegang teguh pada aturan, perilaku prososial, kontrol diri atas dorongan yang

muncul: yang dikembangkan oleh Eisenberg dan Fabes (Berns, 2007).

Kecerdasan moral didefinisikan oleh Borba (2001) sebagai kemampuan

untuk memahami benar dan salah dan pendirian yang kuat untuk berpikir dan

berperilaku sesuai dengan nilai moral. Lebih lanjut, Borba (2001) merumuskan

kecerdasan moral dalam tujuh kebajikan moral yaitu: empati (emphaty), nurani

(conscience), (self control) kontrol diri, respek (respect), baik budi (kindness),

toleran (tolerance) dan adil (fairness).

Lennick’s dan Kiel (2011) merumuskan kecerdasan moral dalam sepuluh

dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip (acting consistently with

principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for

what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap

pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan

dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu

orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang

lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to
36

let go of one’s own mistakes), mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to

let go of others’ mistakes):

1. Bertindak konsisten sesuai prinsip (acting consistently with principles)

Acting consistently with principles dalah segala sesuatu yang berupa perilaku

maupun perkataan, dan setiap yang dikatakan pasti diimplementasikan berupa

perilaku dengan dasar kesadaran dalam sebuah komitmen. Dan kesadaran

sendiri adalah langkah yang pertama untuk bertindak dengan integritas

konsisten.

2. Berkata jujur (telling the truth)

Berkata jujur merupakan perilaku seseorang dalam mengungkapkan segala

sesuatu sesuai dengan keadaannya berdasarkan kebenaran dan kesadaran diri

(self-awareness).

3. Memihak yang benar (standing up for what is right)

Tantangan kebijaksanaan konvensional untuk membuat suatu posisi/letak

yang berprinsip dan bersifat menantang. Individu yang memihak pada yang

benar beresiko pada pengambilan suatu posisi berprinsip dikarenakan

konsekuensi moral dari sudut pandang orang lain yang berbeda.

4. Menepati janji (keeping promises)

Pemeliharaan janji adalah suatu tanda integritas yang ditunjukkan bahwa

seorang dapat dipercaya atas apa yang telah dilakukannya maupun

dikatakannya. Pemeliharaan janji adalah suatu kemampuan yang sangat

dihargai dalam sebuah komunitas maupun organisasi.


37

5. Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for

personal choices)

bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi adalah kesediaan individu untuk

menerima bahwa adalah bertanggung jawab untuk hasil yang menyangkut

aneka pilihan yang disepakatinya. Tanggung jawab adalah suatu kemampuan

radikal dikarenakan memerlukan tanggung jawab pribadi untuk semua hal

yang lakukannya.

6. Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures)

Di samping bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi yang perlu menjadi

perhatian kesediaan untuk mengambil tanggung jawab ketika dihadapkan

pada hal yang sifatnya pelanggaran dalam artian siap menerima segala

konsekuensinya.

7. Responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving

others)

Sikap responsif dalam membantu orang lain merupakan wujud tanggung

jawab individu pada sesamanya. Dan sikap responsif dalam membantu orang

lain dapat membangun rasa persaudaraan yang lebih erat secara moral dan

sosial. Serta memperlakukan orang lain dengan penuh penghargaan meskipun

berbeda.

8. Peduli terhadap orang lain (actively caring about others)

Sikap peduli terhadap orang lain merupakan perwujudan individu memiliki

kecenderungan yang sensitif, menunjukkan kepekaan pada kebutuhan dan

perasaan orang lain, membaca isyarat nonverbal orang lain dengan tepatdan

bereaksi dengan tepat, menunjukkan pengertian atas perasaan orang lain,


38

berperilaku menunjukkan kepedulian ketika seseorang diperlakukan tidak

adil, menunjukkan kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain,

mampu mengidentifikasi secara verbal perasaan orang lain.

9. Mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes)

Adalah kemapuan dalam menerima tanggung jawab yang tidak berjalan

sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang disengaja,

mampu mengutarakan maaf di hadapan yang bersangkutan dengan kata maaf

atas apa yang dilakukan.

10. Mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes)

Adalah kemapuan dalam menerima pertanggung jawaban dari orang lain yang

tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang

disengaja. Dengan berupa penerimaan atas segala yang dilakukanya tanpa

adanya dendam maupun benci.

2.2.3. Alat Ukur Kecerdasan Moral

Alat ukur kecerdasan moral dalam penelitian menggunakan moral competency

inventory (MCI). Skala kecerdasan moral ini dikembangkan oleh Lennick’s and

Kiel (2011) dengan sepuluh dimensi yaitu: 1) acting consistently with principles,

values and, beliefs; 2) telling the truth; 3) standing up for what is right; 4)

keeping promises; 5) taking responsibility for personal choices; 6) admitting

mistakes and failures; 7) embracing responsibility for serving others; 8) actively

caring about others; 9) ability to let go of one’s own mistakes; dan 10) ability to

let go of others’ mistakes.


39

2.3. Religiusitas

2.2.1. Definisi Religiusitas

Fetzer (1999) dalam Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality

for Use in Health Research mendefinisikan religiusitas ialah seberapa kuat

individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily

spiritual experiences), mengalami kebermaknaan hidup dalam beragama (religion

meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (values), meyakini

ajaran agamanya (beliefs), memaafkan (forgiveness), melakukan praktik

keagamaan (ibadah) secara menyendiri (private religious practicess),

menggunakan agama sebagai (religious/spiritual coping), mendapat dukungan

penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan

(religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti

organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiousness) dan meyakini

pilihan agamanya (religious preference). Seorang dapat dikatakan religius apabila

memiliki ciri-ciri dari dua belas dimensi religiusitas tersebut. Jadi, dapat dikatakan

bahwa religiusitas seseorang dapat dilihat dari seberapa kuat penghayatan dan

pemahaman terhadap agama melalui dimensi-dimensi religiusitas yang telah

disebutkan.

Sedangkan Thouless (1992) mendefinisikan Religion adalah sikap atau cara

penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukkan

lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terikat ruang

dan waktu. Berkaitan dengan religiusitas Islam, kualitas religiusitas seseorang

ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami, menghayati, dan

mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah Allah secara kaffah atau menyeluruh


40

dan optimal. Untuk mengukur religiusitas tersebut, dikenal tiga dimensi dalam

Islam yaitu aspek aqidah (keyakinan), syari’ah (praktik agama, ritual formal) dan

akhlak (pengamalan dari aqidah dan syari’ah), (Arifin, 2008).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah

keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan, dan peribadatan penganut

agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari

sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan

manusia di dunia dan akhirat.

2.2.2. Dimensi Religiusitas

Dalam penelitian yang dilakukan oleh E. Fetzer Institute (1999) yang berjudul

Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health

Research dikemukakan religiusitas meliputi dua belas dimensi yaitu:

1. Daily spiritual experiences merupakan dimensi yang memandang dampak

agama dan spritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini daily spiritual

experinces merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan

dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap

interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily spiritual experinces lebih

kepada pengalaman dibandingkan kognitif.

2. Adapun meaning dijelaskan oleh Pragment bahwa, konsep meaning dalam

religiusitas sebagaimana konsep meaning yang dijelaskan oleh Fiktor Vrankl

yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang

dimaksud di sini adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut

religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya.


41

3. Konsep value menurut Idler ialah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai

hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling tolong, saling

melindungi, dan sebagainya.

4. Konsep belief menurut Idler merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas

merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama.

5. Dimensi forgiveness menurut Idler mencakup lima dimensi turunan, yaitu:

a. Pengakuan dosa (confession).

b. Merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgiven by God).

c. Merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others).

d. Memaafkan orang lain (forgiving others).

e. Memaafkan diri sendiri (forgiving one self)

Namun posisi dimensi forgiving others tidak sama dengan forgiveness

sebagai dependen variabel. Dimensi forgiving others pada dimensi

religiusitas yang dimaksud adalah sikap memaafkan yang lebih terkait

dengan keberagamaan, motivasi memaafkan lebih pada motivasi

mengharapkan pahala dan menjauhkan dosa karena membalas dendam

merupakan perbuatan tercela dan memaafkan adalah anjuran dalam agama.

6. Private religious practices menurut Levin merupakan perilaku beragama dalam

praktek agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain

untuk meningkatkan religiusitasnya.

7. Religious/spiritual coping menurut Pragament merupakan coping stress dengan

menggunakan pola dan metode religius. Seperti dengan berdoa, beribadah

untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragment (1988) yang

menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religius, yaitu:


42

a. Deferring style, yaitu memeinta penyelesaian masalah kepada Tuhan saja.

Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong

hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

b. Colaborative style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan

hambanya senantiasa berusaha untuk melakukan coping.

c. Self-directing style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam

menjalankan coping.

8. Konsep religous support menurut Krause adalah aspek hubungan sosial antara

individu dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal semacam ini

sering disebut al-Ukhuwah al-Islamiyah.

9. Konsep religious/spiritual history menurut George adalah seberapa jauh

individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh

agama memepngaruhi perjalanan hidupnya.

10. Konsep commitment menurut Williams adalah seberapa jauh individu

mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

11. Konsep organizational religiousness menurut Idler merupakan konsep yang

mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang

ada di masyarakat dan beraktifitas di dalamnya.

12. Konsep religious preference menurut Ellison yaitu memandang sejauh mana

individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.

Dari 12 dimensi di atas yang diikut sertakan sebagai dimensi dalam

penelitian ini hanya 5 dimensi, diantaranya: 1) daily spiritual experience, 2)

religion-meaning, 3) private religious practice, 4) religious/spiritual coping, dan

5) religious support. Dimensi yang tidak diikutsertakan dalam variabel religiusitas


43

dalam penelitian ini ialah: value, belief, forgiveness, commitment,

religious/spiritual histrory, organizational religiousness, religious preference.

Dimensi-dimensi ini tidak diikut sertakan dalam penelitian dikarenakan memiliki

kesamaan makna dengan dimesi dari varibel kecerdasan moral, dengan maksud

untuk menghindari makna yang tumpang tindih dari dimensi kedua independent

variable, maka dimensi yang memiliki makna yang sama tidak diikutsertakan

dalam penelitian. Dan yang terakhir dimensi pilihan agama (religious preference)

juga tidak dicantumkan dalam instrumen penelitian ini, dengan alasan responden

penelitian merupakan siswa yang menganut paham agama semenjak lahir dan

mengikuti agama yang dianut orang tuanya, dengan demikian, dimensi pilihan

agama (religious preference) tidak diikut sertakan dalam penelitian.

2.2.3. Alat Ukur Religiusitas

Religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas berdasarkan teori

Fetzer (1999) dengan menggunakan dua belas aspek yaitu: 1). daily spiritual

experience; 2). religion-meaning; 3). value 4). Belief; 5). Forgiveness; 6). private

religious practice; 7). religious/ spiritual coping; 8). religious/ spiritual history;

9). commitment; 10). organizational religious; 11). religious preference; dan 12).

religious preference.

2.4. Gaya Belajar

2.3.1. Definisi Gaya Belajar

Secara bahasa, gaya dalam bahasa inggris disebut style, yang berarti corak mode

atau gaya. Menurut Brown (2000), style is a term that refers to consistent and

rather enduring tendencies or preferences within an individual. style are those


44

general characteristics of intellectual functioning (and personality type, as well)

that pertain to you as an individual, and that differentiate you from someone else.

Gaya adalah sebuah istilah yang mengacu pada kecenderungan yang kuat

untuk bertahan atau ketertarikan (preferences) seorang individu. Gaya mereka

karakteristik umum dari fungsi intelektual dan tipe kepribadian, juga yang

berkaitan dengan anda sebagai seorang individu, dan yang membedakan anda dari

orang lain.

Menurut Ferrari dan Sternberg (1998), “cognitive style rever to the

dominant or typical ways children use their cognitive abilities across awide range

of situations, when the situation is complex enough to allow a variety of

responses” Gaya belajar berhubungan dengan tipe, jenis-jenis atau cara anak-anak

mengunakan kemampuan kognitif mereka dalam situasi yang luas, ketika situasi

itu cukup kompleks untuk menyesuaikan berbagai respon.

Menurut DePorter dan Hernacki gaya belajar adalah merupakan suatu

kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta

mengolah informasi (DePorter & Hernacki 1992).

Sedangkan menurut Nasution (2010) gaya belajar adalah cara yang

konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau

informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan masalah.

Berdasarkan beberapa uraian definisi yang telah disebutkan di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa gaya belajar adalah suatu kombinasi dari cara individu

dalam mengunakan kemampuan kognitif untuk menangkap stimulus atau

informasi dengan menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.


45

2.3.2. Dimensi Gaya Belajar

Menurut DePorter & Hernacki (1992) berdasarkan prefensi sensori atau

kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan

informasi, maka gaya belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

gaya belajar visual, auditori dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku

tertentu.

1. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual adalah gaya belajar seseorang dengan cara melihat sesuatu

(kemampuan menyerap informasi melalui mata) seseorang sangat

membutuhkan kesempatan membaca, mengamati, menonton video,

pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram. Orang-orang visual lebih suka

membaca makalah dan memperhatikan ilustrasi yang ditempelkan di papan

tulis, mereka juga membuat catatan-catatan yang sangat baik.

2. Gaya Belajar Auditori

Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu

(kemampuan menyerap informasi melalui telinga). Seseorang sangat

membutuhkan suara ketika mendengarkan kaset audio, ceramah kuliah,

diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Dalam gaya belajar ini seseorang

dibiarkan membaca dengan suara yang keras. Orang-orang auditori lebih suka

mendengarkan materinya dan kadang-kadang kehilangan urutannya jika

mereka mencoba mencatat materinya selama belajar berlangsung.

3. Gaya Belajar Kinestetik

Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan

menyentuh (kemampuan menyerap informasi melalui rasa) seseoarng sangat


46

melibatkan emosi dalam beraktivatas melalui praktek langsung. Pelajar

kinestetik lebih baik dalam aktivitas bergerak dan interaksi kelompok.

DePotter dan Hernacki (1992) menyebutkan bahwa mengetahui gaya belajar

yang berbeda telah membantu para siswa, dengan demikian akan memberi

persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar, agar aktivitas belajar

dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka gaya belajar siswa

harus dipahami oleh guru.

Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki

salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan

rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk

menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika seseorang menemukan metode belajar

yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar dirinya maka akan cepat seseorang

menjadi lebih pintar. Namun tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki

salah satu karakteristik gaya belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik

gaya belajar yang lain.

2.3.3. Alat Ukur Gaya Belajar

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan peneliti menggunakan skala likert

yang dikembangkan sendiri untuk mengukur gaya belajar berdasarkan teori

DePorter dan Hernacki (1992) yang terdiri dari dimensi visual, auditori dan

kinestetik.

2.5. Kerangka Berfikir

Prestasi belajar adalah kemampuan pencapaian pengetahuan atau pencapaian

kompetensi pada tugas sekolah yang biasanya diukur dengan tes yang terstandar

dan diungkapkan dalam bentuk nilai (angka) berdasarkan performa siswa. (Trow,
47

1956 dalam Ganal & Mir, 2013). Prestasi belajar merupakan outcome yang

didapat siswa setelah proses pembelajaran (Trow, 1956; Good, 1959; Mehta K.K,

1969; Usman, 2000; & Chame, 2004). Prestasi belajar yang digunakan dalam

penelitian ini adalah nilai/skor yang didapat dari hasil ujian akhir semester (UAS)

pada mata pelajaran aqidah akhlak.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar,

kecerdasan adalah salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa (Sternberg, 2012). Dari berbagai macam kecerdasan yang telah dilakukan

penelitian oleh para ahli, kecerdasan moral adalah salah satu kecerdsan yang

paling cocok untuk mengetahui faktor penyebab prestasi belajar dibidang akhlak.

Kecerdasan moral adalah kapasitas mental untuk menentukan cara atau

prinsip manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku

individu. Kecerdasan moral dalam hal ini menggunakan teori Lennick’s dan Kiel

(2011) yang merumuskan kecerdasan moral dalam sepuluh dimensi kecerdasan

moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip (Acting consistently with

principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for

what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap

pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan

dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu

orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang

lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to

let go of one’s own mistakes), mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to

let go of others’ mistakes).


48

Daradjat dalam Jalaluddin (2002) menyatakan ada hubungan antara

kesehatan mental dan agama. Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam

kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa

terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang

maha tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimis

pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa

senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman (Jalaluddin, 2002). Dari sini

terlihat bahwa religiusitas merupakan faktor internal yang mempengaruhi prestasi

belajar.

Religiusitas dalam penelitian ini menggunakan teori Jhon E. Fetzer Institute

(1999) yang terdiri dari 12 dimensi yaitu: individu penganut agama merasakan

pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), kebermaknaan

hidup dengan beragama (religion-meaning), ekspresi keagamaan sebagai sebuah

nilai (value), keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness), melatih diri dalam

beragama (private religious practice), penggunaan agama sebagai coping

(religious/spiritual coping), dukungan penganut sesama agama (religious

support), sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama

(commitment) mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational

religious), pilihan agama (religious preference). Dari 12 dimensi di atas yang

diikut sertakan sebagai dimensi dalam penelitian ini hanya 5 dimensi, diantaranya:

1) daily spiritual experience, 2) religion-meaning, 3) private religious practice, 4)

religious/spiritual coping, dan 5) religious support. Dimensi yang tidak

diikutsertakan dalam variabel religiusitas dalam penelitian ini ialah: value, belief,

forgiveness, commitment, religious/spiritual histrory, organizational


49

religiousness, religious preference. Dimensi-dimensi ini tidak diikut sertakan

dalam penelitian dikarenakan memiliki kesamaan makna dengan dimesi dari

varibel kecerdasan moral, dengan maksud untuk menghindari makna yang

tumpang tindih dari dimensi kedua independent variable, maka dimensi yang

memiliki makna yang sama tidak diikutsertakan dalam penelitian. Dan yang

terakhir dimensi pilihan agama (religious preference) juga tidak dicantumkan

dalam instrumen penelitian ini, dengan alasan responden penelitian merupakan

siswa yang menganut paham agama semenjak lahir dan mengikuti agama yang

dianut orang tuanya, dengan demikian, dimensi pilihan agama (religious

preference) tidak diikut sertakan dalam penelitian.

Faktor berikutnya adalah gaya belajar yang juga merupakan faktor internal

yang dapat mempengaruhi proses belajar termasuk salah satu dari sifat

karakteristik individu dalam belajar. Menurut DePorter dan Hernacki (1992) gaya

belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan

kemudian mengatur serta mengolah informasi. Berdasarkan prefensi sensori atau

kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan

informasi, maka gaya belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

gaya belajar visual, auditori dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku

tertentu. Adapun sketsa kerangka berfikir dalam penelitian ini ialah sebagaimana

gambar 2.2 sebagai berikut:


50

Kecerdasan Moral
Acting consistently with principles

Telling the truth

Standing up for what is right

Keeping promises

Taking responsibility for personal


choices
Admitting mistakes and failures

Embracing responsibility for


serving others
Actively caring about others

Ability to let go of one’s own


mistakes
Ability to let go of others’ mistakes

Religiusitas

daily spiritual experience

religion-meaning
Prestasi Belajar
private religious practice

religious/spiritual coping

religious support

Gaya Belajar

Visual

Auditori

Kinestetik
51

2.6. Hipotesis Penelitian

Ha1: Ada pengaruh acting consistently with principles, dalam kecerdasan

moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha2: Ada pengaruh telling the truth dalam kecerdasan moral terhadap prestasi

belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha3: Ada pengaruh standing up for what is right, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha4: Ada pengaruh keeping promises, dalam kecerdasan moral terhadap

prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha5: Ada pengaruh taking responsibility for personal choices, dalam

kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah

akhlak.

Ha6: Ada pengaruh admitting mistakes and failures, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha7: Ada pengaruh embracing responsibility for serving others, dalam

kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah

akhlak.

Ha8: Ada pengaruh actively caring about others, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha9: Ada pengaruh ability to let go of one’s own mistakes, dalam kecerdasan

moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha10: Ada pengaruh ability to let go of others’ mistakes, dalam kecerdasan

moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.


52

Ha11: Ada pengaruh daily spiritual experiences dalam religiusitas terhadap

prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha12: Ada pengaruh meaning dalam religiusitas terhadap prestasi belajar

siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha13: Ada pengaruh religious practices dalam religiusitas terhadap prestasi

belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha14: Ada pengaruh religious/spiritual coping dalam religiusitas terhadap

prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha15: Ada pengaruh religious support dalam religiusitas terhadap prestasi

belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha16: Ada pengaruh visual dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa

mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha17: Ada pengaruh auditori dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar

siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha18: Ada pengaruh kinestetik dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar

siswa mata pelajaran aqidah akhlak.


53

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan tentang populasi, sampel, teknik sampling, variabel

penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas instrumen, teknik analisis

data, serta prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.

3.1. Populasi dan Sampel

3.1.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah (MA) di pondok

pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan siswa Madrasah Aliyah (MA) di

pondok pesantren Syarifuddin Wonorejo Lumajang Jawa Timur. Adapun

klasifikasi populasi siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dijenjang kelas

X-XI masa pembelajaran 2015-2016 secara keseluruhan sebanyak 853, dengan

kriteria siswa telah mendapat mata pelajaran aqidah akhlak yang dinyatakan

dengan hasil nilai raport ujian akhir semester (UAS).

3.1.2. Sampel

Berdasarkan populasi di atas, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel

dengan pendekatan non probability sampling yaitu convenience sampling yang

melibatkan penyeleksian terutama berdasarkan kesediaan dan kemauannya untuk

merespon (Shaughnessy, 2007). Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel

106 siswa di MA Nurul Jadid dan 94 siswa di MA Syarifuddin.

53
54

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prestasi Belajar

Prestasi belajar menjadi dependent variabel (Y) dalam penelitian ini.

2. Kecerdasan moral

Variabel kecerdasan moral dalam penelitian ini sebagai independent variable

(variabel terikat) yang terdiri dari 10 (sepuluh) dimensi, yaitu:

X1= Bertindak konsisten sesuai prinsip (acting consistently with principles)

X2= Berkata jujur (telling the truth)

X3= Memihak yang benar (standing up for what is right)

X4= Menepati janji (keeping promises)

X5= Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for

personal choices)

X6= Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures)

X7= Responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for

serving others)

X8= Peduli terhadap orang lain (actively caring about others)

X9= Mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own

mistakes)

X10= Mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’

mistakes)
55

3. Religiusitas

Variabel religiusitas dalam penelitian ini sebagai independent variable

(variabel bebas) yang terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu:

X11= Pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience)

X12= Kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning)

X13= Melatih diri dalam beragama (private religious practice)

X14= Penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping)

X15= Dukungan penganut sesama agama (religious support)

4. Gaya Belajar

Variabel gaya belajar dalam penelitian ini sebagai independent variable

(variabel bebas) yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yaitu:

X16= Visual

X17= Auditori

X18= Kinestetik

3.3. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, peneliti menentukan definisi operasional dari variabel-

variabel penelitian yang akan digunakan. Adapun penjelasan definisi operasional

variabel adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar mata pelajaran aqidah akhlak adalah suatu pencapaian yang

diperoleh siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin kelas X-XI masa

pembelajaran 2015-2016, yang diukur dengan nilai raport atau nilai ujian

akhir sekolah (UAS) pada mata pelajaran aqidah akhlak.

2. Kecerdasan moral adalah kapasitas mental atau kemampuan untuk memahami

benar dan salah dalam membangun nilai-nilai moral seperti: kejujuran,


56

tanggung jawab, dan keadilan yang merupakan tuntutan dalam kehidupan,

yang diukur dengan skala kecerdasan moral yang diadaptasi dari skala Doug

Lennick and Fred Kiel (2011) dengan 10 dimensi sebagai berikut:

a. Bertindak konsisten sesuai prinsip (acting consistently with principles)

dalah semua perilaku siswa baik perkataan atau setiap sesuatu yang

dikatakan pasti diimplementasikan berupa perilaku dengan dasar

kesadaran dalam sebuah komitmen.

b. Berkata jujur (telling the truth) ialah perilaku siswa dalam

mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan keadaannya berdasarkan

kebenaran dan kesadaran diri (self-awareness).

c. Memihak yang benar (standing up for what is right) adalah keadaan siswa

yang memihak pada yang benar dan beresiko pada pengambilan suatu

posisi berprinsip dikarenakan konsekuensi moral dari sudut pandang orang

lain yang berbeda.

d. Menepati janji (keeping promises) adalah suatu tanda integritas siswa yang

ditunjukkan untuk dipercaya atas apa yang telah dilakukannya maupun

dikatakannya.

e. Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for

personal choices) adalah kesediaan siswa untuk menerima hasil yang

menyangkut aneka pilihan yang disepakatinya atau suatu kemampuan

radikal dikarenakan memerlukan tanggung jawab pribadi untuk semua hal

yang lakukannya.

f. Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), di

samping bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi yang perlu menjadi


57

perhatian kesediaan untuk mengambil tanggung jawab ketika dihadapkan

pada hal yang sifatnya pelanggaran dalam artian siap menerima segala

konsekuensinya.

g. Responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for

serving others) ialah wujud siap siaga dalam tanggung jawab siswa pada

teman-temanya, guru maupun lingkungannya.

h. Peduli terhadap orang lain (actively caring about others) ialah sikap peduli

terhadap orang lain merupakan perwujudan siswa yang memiliki

kecenderungan yang sensitif, membaca isyarat nonverbal orang lain

dengan tepatdan bereaksi dengan tepat, menunjukkan pengertian atas

perasaan orang lain, berperilaku menunjukkan kepedulian ketika seseorang

diperlakukan tidak adil, menunjukkan kemampuan untuk memahami sudut

pandang orang lain, mampu mengidentifikasi secara verbal perasaan orang

lain.

i. Mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own

mistakes) adalah kemapuan dalam menerima tanggung jawab yang tidak

berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang

disengaja, mampu mengutarakan maaf di hadapan yang bersangkutan

dengan kata maaf atas apa yang dilakukan.

j. Mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’

mistakes) adalah kemapuan dalam menerima pertanggung jawaban dari

orang lain yang tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan

suatu kesalahan yang disengaja. Dengan berupa penerimaan atas segala

yang dilakukanya tanpa adanya dendam maupun benci.


58

3. Religiusitas adalah keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan, dan

peribadatan penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam

kehidupannya sehari-hari sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi

yang menaungi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Adapun skala

religiusitas dalam penelitian ini diadaptasi dari skala Fetzer (1999) dengan 5

dimensi sebagai berikut:

a. Daily spiritual experiences merupakan dimensi yang memandang dampak

agama dan spritual dalam kehidupan sehari-hari siswa baik di rumah

maupun di sekolah.

b. Adapun meaning adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut

religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidup

siswa.

c. Private religious practices merupakan perilaku dalam beragama melalui

kegiatan atau praktek agama meliputi: ibadah, mempelajari kitab, dan

kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan keagamaan siswa.

d. Religious/spiritual coping adalah bentuk pnyerahan diri siswa atas setiap

harapan dalam kehidupan sehari-harinya seperti: berdoa, beribadah untuk

menghilangkan stres, dan sebagainya.

e. Konsep religous support adalah aspek hubungan sosial siswa dengan guru

agama atau seorang yang memiliki pemahaman agama yang lebih tinggi.

Dalam Islam hal semacam ini sering disebut al-Ukhuwah al-Islamiyah.

4. Gaya belajar adalah suatu kombinasi dari cara individu dalam mengunakan

kemampuan kognitif untuk menangkap stimulus atau informasi dengan

menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Adapun skala


59

gaya belajar dalam penelitian ini diadaptasi dari skala DePorter & Hernacki

(1992) dengan 3 dimensi sebagai berikut:

a. Gaya belajar visual adalah gaya belajar siswa dengan cara melihat

(kemampuan menyerap informasi melalui mata). Siswa dengan gaya

belajar visual lebih suka membaca, mengamati, menonton video,

pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram dan memperhatikan ilustrasi

yang ditempelkan di papan tulis, mereka juga membuat catatan-catatan

yang sangat baik.

b. Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu

(kemampuan menyerap informasi melalui telinga). Siswa dengan gaya

belajar auditori lebih dapat menguasai materi dengan suara baik berupa:

kaset audio, ceramah kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal.

Dalam gaya belajar ini siswa dibiarkan membaca dengan suara yang keras.

Siswa auditori lebih suka mendengarkan materinya dan kadang-kadang

kehilangan urutannya jika mereka mencoba mencatat materinya selama

belajar berlangsung.

c. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja

dan menyentuh (kemampuan menyerap informasi melalui rasa). Saiswa

sangat melibatkan emosi dalam beraktivatas melalui praktek langsung.

Pelajar kinestetik lebih baik dalam aktivitas bergerak dan interaksi

kelompok.
60

3.4. Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala dan kuesioner yang terdiri

dari:

1. Isian biodata subjek penelitian, angket ini berisikan pertanyaan mengenai

biodata responden, seperti inisial, jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir.

2. Instrument yang akan digunakan untuk mengukur prestasi belajar akidah

akhlak akan menggunakan data dari nilai raport ujian akhir semester (UAS)

pada mata pelajaran akidah akhlak.

3. Kecerdasan moral didapatkan dari alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan

mengadaptasi skala kecerdasan moral Doug Lennick and Fred Kiel (2011).
61

Tabel 3. 1. Blue Print Kecerdasan Moral


No Dimensi Indikator Item Total
Fav Unfav
1 Acting consistently Bertindak sesuai prinsip 1,9 3
with principles, yang belaku
values and, beliefs Berpendirian teguh 16
sesuai nilai dan
keyakinan
2 Telling the truth Berkata jujur 2, 24 3
Menyampaikan 10
pendapat sesuai
faktanya
3 Standing up for Memihak yang benar 3, 17 3
what is right Tidak memihak pada 25
kepentingan kelompok
dan pribadi
4 Keeping promises Menepati janji 4,11 3

Merasa memiliki 26
tanggung jawab besar
ketika berjanji
5 Taking Bertanggung jawab 5,18 3
responsibility for terhadap pilihan pribadi
personal choices Siap menerima 27
punishment atas apa
yang diperbuat
6 Admitting mistakes Mengakui kesalahan 12, 19 3
and failures dan kekurangan
Menerima kirik dan 28
saran dari orang lain
7 Embracing Responsif dalam 13, 20 3
responsibility for membantu orang lain
serving others Tidak banyak 29
perhitungan
8 Actively caring Peduli terhadap orang 6,14 3
about others lain
Merasa terpanggil 21
melihat orang lain yang
membutuhkan
pertolongan
62

No Dimensi Indikator Item Total


Fav Unfav
9 Ability to let go of Mampu mengakui 7, 30 3
one’s own mistakes kesalahan pribadi
Selalu introspeksi diri 22
dalam bertindak
10 Ability to let go of Mampu memaafkan 8 15 3
others’ mistakes kesalahan orang lain
Menghargai orang lain 23
yang mengaku
bersalah
Total 26 4 30

4. Skala religiusitas dalam penelitian yang akan digunakan adalah skala yang

dikembangkan oleh Fetzer (1999). Skala ini diadaptasi yang awalnya

berjumlah 12 dimensi menjadi 5 dimensi.


63

Tabel 3. 2. Blue Print Religiusitas


No Dimensi Indikator Item Total
Fav Unfav
1 Daily Spiritual Merasakan kehadiran 1 18 6
Experiences Tuhan
Merasakan kenyamanan 8, 15
kekuatan dan kasih Tuhan
Takut melanggar 21 22
peraturan/berbuat dosa
2 Meaning Menjadikan Agama 2, 10 6
sebagai tujuan hidup
Menyebarkan ilmu dan 9, 7
pemahaman Agama
Melakukan perbuatan 16 3
dengan tujuan ibadah
3 Private Religious Melaksanakan ajaran 4 20 6
Prectices Agama
Mempelajari kitab suci 17, 14
Mengikuti kajian 19,
keagamaan 11
4 Religious/Spiritual Menghubungkan 5, 12 23 6
coping kehidupan dengan
religiusitas melalui
pemikiran yang positif
Menghubungkan 24,
kehidupan religiusitas 25,
dengan prasangka negatif 26
5 Religious Support Hubungan sosial individu 27 28 6
dengan individu yang lain
Mendapat dukungan 6, 13
emosional dari orang lain
Memberi dukungan 29 30
emosional untuk orang
lain
Total 21 9 30

5. Skala gaya belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang

dikembangkan oleh DePorter & Hernacki (1992).


64

Tabel 3. 3. Blue Print Gaya Belajar


No Dimensi Indikator Item Total
Fav Unfav
1 Visual Rapi dan teratur dalam 1, 10 19 9
menulis
Teliti dan rinci dalam 4, 13, 22
membaca
Lebih mudah mengingat 7, 16 25
apa yang dilihat daripada
apa yang didengar
2 Auditori Mudah terganggu dengan 2, 11, 20 9
suara berisik ketika
belajar
Menggerakan bibir dan 5, 14 23
mengucapkan ketika
membaca
Senang membaca dengan 8, 17, 26
suara keras
3 Kinestetik Belajar dengan cara 3, 12, 21 9
praktek langsung
Menghafalkan dengan 6, 15, 24
cara melakukan
berulang-ulang
Banyak menggunakan 9, 18 27
bahasa tubuh (non
verbal)
Total 23 4 27

Ketiga skala ini menggunakan skala model likert yang terdiri dari empat

pilihan jawaban, yaitu:

Tabel 3. 4. Skor Item Skala


Item Favorible Skor Item Unfavorible Skor
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 STS (Sangat Tidak Sesuai) 4
TS (Tidak Sesuai) 2 TS (Tidak Sesuai) 3
S (Sesuai) 3 S (Sesuai) 2
SS (Sangat Sesuai) 4 SS (Sangat Sesuai) 1

3.5. Pengujian Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian

terhadap validitas konstruk ketiga alat ukur yang digunakan, yaitu: 1) Moral

competency inventory (MCI) ; 2) Skala religiusitas Fetzer (1999) ; 3) Skala gaya


65

belajar DePorter dan Hernacki (1992) dan prestasi belajar menggunakan nilai

raport hasil ujian akhir sekolah (UAS) pada mata pelajaran aqidah akhlak. Untuk

menguji validitas konstruk dari instrumen-instrumen pengukuran tersebut, penulis

menggunakan confirmatory factor analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70

(Joreskog dan Sorbom, 1994). Adapun logika dari CFA adalah sebagai berikut:

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap

faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga setiap

subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes

bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks

dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar

(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -

matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-

square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p≥0,05), maka hipotesis nihil

tersebut ”tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat

diterima bahwa item maupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor

saja. Sedangkan, jika nilai chi square signifikan (p≤0,005), artinya bahwa item
66

tersebut mengukur lebih dari satu faktor atau bersifat multidimensional. Maka

perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran.

5. Adapun dalam memodifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara

membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi

ketika suatu item mengukur selain faktor yang hendak diukur. Setelah beberapa

kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan

diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan

pada langkah selanjutnya.

6. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika

hasil t-test tidak signifikan (t≤1,96) maka item tersebut tidak signifikan dalam

mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop dan

sebaliknya.

7. Selain itu, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut juga harus di-drop. Sebab hal ini tidak

sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

8. Kemudian, apabila terdapat korelasi partial atau kesalahan pengukuran item

terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item terlalu banyak

berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya, maka item tersebut aka

di-drop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur,

ia juga mengukur hal lain (multidimensi). Adapun asumsi di-drop atau

tidaknya item adalah jika terdapat lebih dari tiga korelasi partial atau kesalahan

pengukuran yang berkorelasi dengan item lainnya.


67

9. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah seperti yang telah disebutkan di

atas. Serta mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t≥1,96) dan

positif. Maka, selanjutnya item-item yang signifikan (t≥1,96) dan positif

tersebut akan diolah untuk nantinya didapatkan faktor skornya.

3.5.1 Uji Validitas Konstruk berdasarkan Dimensi Acting Consistently with

Principles dari Variabel Kecerdasan Moral

Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur acting consistently with principles. Dalam

perhitungan data CFA diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df =0,

P-value =1.00000, RMSEA = 0.00. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak

signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu acting

consistently with principles. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi

kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun

hasil path pengujian CFA dimensi acting consistently with principles dapat dilihat

pada gambar di bawah ini:


68

Gambar 3.1 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi acting
consistently with principles tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi acting consistently with

principles dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.5
Muatan faktor item dimensi acting consistently with principles
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
1 0.45 0.74 9,80 V
9 0.66 0.58 7,92 V
16 0.34 0.81 10,64 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.5 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.


69

3.5.2 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Telling the Truth dari

variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi telling the truth

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df =0, P-value =1.00000,

RMSEA = 0.00. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka

artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu telling the truth. Seperti

yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam

hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi telling

the truth dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Telling the Truth tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi telling the truth dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien

muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif

dari data tabel muatan faktor di bawah ini:


70

Tabel 3.6
Muatan faktor item dimensi Telling the Truth
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
2 0.72 0.53 2,87 V
10 0.97 0.18 1,97 V
24 0.23 0.88 3,01 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.6 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.3 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Standing up for what is

Right dari variabel Kecerdasan Moral

Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-

item tersebut benar-benar hanya mengukur standing up for what is right. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi-

Square = 0.00, df = 0, P-value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value =

1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini

menunjukan bahwa model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima

satu faktor saja, yaitu standing up for what is right. Seperti yang ditunjukan tidak

adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel

ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi standing up for what is right dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:


71

Gambar 3.3 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


standing up for what is right tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi standing up for what is right

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif

atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.7
Muatan faktor item dimensi standing up for what is right
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
3 0.86 0.38 4, 34 V
17 0.07 0.97 6, 51 V
25 0.73 0.52 5, 22 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.7 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.


72

3.5.4 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Keeping Promises dari

variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keeping promises

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1. 00000,

RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka

artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu keeping promises. Seperti

yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam

hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi keeping

promises dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.4 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Keeping Promises tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keeping promises dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien

muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif

dari data tabel muatan faktor di bawah ini:


73

Tabel 3.8
Muatan faktor item dimensi Keeping Promises
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
4 0.73 0.51 2, 34 V
11 0.85 0.39 2, 25 V
26 0.93 0.26 2, 04 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.8 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.5 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Taking Responsibility For

Personal Choices dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi taking responsibility for

personal choices diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-

value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak

signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu taking

responsibility for personal choices. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi

kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun

hasil path pengujian CFA dimensi taking responsibility for personal choices dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:


74

Gambar 3.5 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


taking responsibility for personal choices tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi taking responsibility for

personal choices dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.9
Muatan faktor item dimensi taking responsibility for personal choices
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
5 0.87 0.36 2, 80 V
18 0.64 0.60 3, 13 V
27 0.87 0.35 5, 79 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.9 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.


75

3.5.6 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi admitting mistakes and

failures dari variabel kecerdasan moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi admitting mistakes and

failures diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.

00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan)

maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu admitting mistakes

and failures. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran

antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA

dimensi admitting mistakes and failures dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.6 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


admitting mistakes and failures tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi admitting mistakes and

failures dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:
76

Tabel 3.10
Muatan faktor item dimensi admitting mistakes and failures
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
12 0.71 0.53 5, 43 V
19 0.12 0.94 6, 74 V
28 0.85 0.39 4, 51 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.10 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.7 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Embracing Responsibility

For Serving Others dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi embracing responsibility

for serving others diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-

value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak

signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu

embracing responsibility for serving others. Seperti yang ditunjukan tidak adanya

korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini.

Adapun hasil path pengujian CFA dimensi embracing responsibility for serving

others dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


77

Gambar 3.5 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


embracing responsibility for serving others tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi embracing responsibility for

serving others dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.11
Muatan faktor item dimensi embracing responsibility for serving others
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
13 0.97 0.19 2, 07 V
20 0.16 0.92 3, 25 V
29 0.71 0.54 3, 07 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.11 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.


78

3.5.8 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Actively Caring About

Others dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi actively caring about

others diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.

00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan)

maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu actively caring about

others. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar

item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA

dimensi actively caring about others dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.6 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


actively caring about others tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi actively caring about others

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif

atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:


79

Tabel 3.12
Muatan faktor item dimensi actively caring about others
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
6 0.86 0.37 4, 07 V
14 0.02 0.99 5, 86 V
21 0.77 0.48 4, 67 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.12 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.9 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi Ability to let go of One’s

own Mistakes dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi ability to let go of one’s

own mistakes diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value

= 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak

signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu ability to

let go of one’s own mistakes. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi

kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun

hasil path pengujian CFA dimensi ability to let go of one’s own mistakes dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:


80

Gambar 3.7 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi ability to let go of one’s own

mistakes dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.13
Muatan faktor item dimensi ability to let go of one’s own mistakes
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
7 0.76 0.49 2, 01 V
22 0.98 0.12 1, 34 X
30 0.62 1.27 2, 08 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.13 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji

validitasnya nilai t-value yang signifikan, akan tetapi ada satu item dengan

nomor 22 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T-value <1,96 sehingga

item tersebut perlu di drop.


81

3.5.10 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi Ability to let go of Others’

Mistakes dari variabel kecerdasan moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi Ability to let go of

Others’ Mistakes diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-

value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P-value = 1.00000 (P > 0,05 tidak

signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukan bahwa model

dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu Ability

to let go of Others’ Mistakes. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi

kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun

hasil path pengujian CFA dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.8 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi Ability to let go of Others’

Mistakes dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:
82

Tabel 3.14
Muatan faktor item dimensi Ability to let go of others’ Mistakes
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
8 0.83 0.41 2, 80 V
15 0.95 0.22 2, 23 V
23 0.21 1.49 3, 15 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.14 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak

signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif

sehingga tidak perlu ada item yang di drop. Serta membuktikan bahwa

keseluruhan item bersifat (unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.11 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Daily Spiritual

Experience dari variabel Religiusitas

Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-

item tersebut benar-benar hanya mengukur daily spiritual experience. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi-

Square = 86.78, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.208. Dari hasil tersebut

nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit, oleh

karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan

membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi

diperoleh hasil nilai Chi-Square = 6.92, df = 6, P-value = 0.32811, RMSEA =

0.028 yang artinya model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada

dimensi daily spiritual experience ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu daily

spiritual experience. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
83

Gambar 3.9 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi daily
spiritual experience modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi daily spiritual experience

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif

atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.15
Muatan faktor item dimensi daily spiritual experience
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
1 0.81 0.44 6, 28 V
8 0.30 0.84 9, 75 V
15 0.62 0.62 8, 60 V
18 0.88 0.34 4, 43 V
21 0.04 1.02 12, 43 V
22 0.86 0.37 5, 36 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.15 diketahui bahwa seluruh item daily spiritual

experience yang telah diuji validitasnya kembali memiliki nilai t-value yang

signifikan sehingga tidak ada item yang perlu di drop. Selain itu diketahui bahwa
84

dari 6 item yang diujikan, hanya terdapat 4 item yaitu item nomor 8, 18, 21 dan 22

yang bersifat unidimesional sementara item lainnya dinyatakan tidak hanya

mengukur salah satu aspek daily spiritual experience saja tetapi dapat mengukur

aspek lain pada daily spiritual experience.

3.5.12 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Religion-Meaning dari

variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religion-meaning

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 46.53, df = 9, P-value = 0.00000,

RMSEA = 0.145. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga

dikatakan model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.

Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square = 11.55, df = 7, P-

value = 0.11636, RMSEA = 0.057 yang artinya model ini sudah fit. Dengan

demikian item-item yang ada pada dimensi religion-meaning ini hanya mengukur

satu faktor saja, yaitu religion-meaning. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:
85

Gambar 3.10 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


religion-meaning modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religion-meaning dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien

muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif

dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.16
Muatan faktor item dimensi religion-meaning
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
2 0.86 0.37 5, 51 V
3 0.86 0.39 5, 45 V
7 0.15 1.07 11, 96 V
9 0.73 0.52 7, 07 V
10 0.59 1.64 6, 36 V
16 0.82 0.43 6, 11 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.8 diketahui bahwa seluruh item religion-meaning yang

telah diuji validitasnya kembali memiliki nilai t-value yang signifikan sehingga
86

tidak ada item yang perlu di drop. Selain itu diketahui bahwa dari 6 item yang

diujikan, hanya terdapat 4 item yaitu item nomor 2, 7, 10 dan 16 yang bersifat

unidimesional sementara item lainnya dinyatakan tidak hanya mengukur salah

satu aspek religion-meaning saja tetapi dapat mengukur aspek lain pada religion-

meaning.

3.5.13 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Private Religious Practice

dari variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi private religious

practice diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 58.87, df = 9, P-value =

0.00000, RMSEA = 0.167. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05

sehingga dikatakan model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =

12.14, df = 7, P-value = 0.09618, RMSEA = 0.061 yang artinya model ini sudah

fit. Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi private religious practice

ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu private religious practice. Seperti yang

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


87

Gambar 3.11 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


private religious practice modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religion-meaning dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien

muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif

dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.17
Muatan faktor item dimensi private religious practice
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
4 0.86 0.37 4, 55 V
11 0.97 0.19 3, 07 V
14 0.85 0.39 4, 65 V
17 0.53 1.24 7, 05 V
19 0.94 0.25 3, 65 V
20 0.07 1.03 6, 33 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
88

Berdasarkan table 3.17 diketahui bahwa seluruh item religion-meaning yang

telah diuji validitasnya kembali memiliki nilai t-value yang signifikan sehingga

tidak ada item yang perlu di drop. Selain itu diketahui bahwa dari 6 item yang

diujikan, hanya terdapat 4 item yaitu item nomor 11, 17, 19 dan 20 yang bersifat

unidimesional sementara item lainnya dinyatakan tidak hanya mengukur salah

satu aspek religion-meaning saja tetapi dapat mengukur aspek lain pada religion-

meaning.

3.5.14 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Religious/Spiritual

Coping dari variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religious/spiritual

coping diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 59.07, df = 9, P-value =

0.00000, RMSEA = 0.167. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05

sehingga dikatakan model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =9.28,

df = 5, P-value = 0.09855, RMSEA = 0.066 yang artinya model ini sudah fit.

Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi religious/spiritual coping ini

hanya mengukur satu faktor saja, yaitu religious/spiritual coping. Seperti yang

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


89

Gambar 3.12 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


religious/spiritual coping modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religious/spiritual coping

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif

atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.18
Muatan faktor item dimensi religious/spiritual coping
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
5 0.48 0.72 8, 28 V
12 0.48 0.72 8, 28 V
23 0.84 0.33 4, 04 V
24 0.02 0.02 0, 19 X
25 0.00 0.02 0, 22 X
26 0.01 0.43 5, 37 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
90

Berdasarkan table 3.18 diketahui bahwa seluruh item religious/spiritual

coping yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali

memiliki nilai t-value yang signifikan, akan tetapi ada dua item dengan nomor 24

dan 25 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T-value <1,96 sehingga item

tersebut perlu di drop.

3.5.15 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi religious support dari

variabel religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religious support

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 85.27, df = 9, P-value = 0.00000,

RMSEA = 0.206. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga

dikatakan model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.

Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =5.76, df = 5, P-

value = 0.33074, RMSEA = 0.028 yang artinya model ini sudah fit. Dengan

demikian item-item yang ada pada dimensi religious support ini hanya mengukur

satu faktor saja, yaitu religious support. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:
91

Gambar 3.13 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


religious support modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religious support dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien

muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif

dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.19
Muatan faktor item dimensi religious support
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
6 0.39 0.78 11, 56 V
13 0.49 0.71 10, 17 V
27 0.66 0.58 8, 17 V
28 0.00 0.01 0, 17 X
29 0.61 0.62 8, 62 V
30 0.77 0.48 6, 29 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
92

Berdasarkan table 3.19 diketahui bahwa seluruh item religious support yang

telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t-

value yang signifikan, akan tetapi ada satu item dengan nomor 28 yang tidak

signifikan karena memiliki nilai T-value <1,96 sehingga item tersebut perlu di

drop.

3.5.16 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Visual dari variabel

Gaya Belajar

Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-

item tersebut benar-benar hanya mengukur visual. Dalam perhitungan data CFA

model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 129.07, df = 27,

P-value = 0.00000, RMSEA = 0.138. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000

< 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =30.30,

df = 23, P-value = 0.14112, RMSEA = 0.040 yang artinya model ini sudah fit.

Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur

satu faktor saja, yaitu visual. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
93

Gambar 3.14 Path diagram Confirmatory Factor Analysis dimensi Visual


modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji

hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini

dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data table

muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.20
Muatan faktor item dimensi Visual
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
1 0.76 0.49 7, 02 V
4 0.00 0.05 0, 68 X
7 0.77 0.48 6, 79 V
10 0.29 0.84 12, 14 V
13 0.72 0.53 7, 63 V
16 0.58 0.66 9, 58 V
19 0.98 0.16 2, 15 V
22 0.61 0.62 7, 93 V
15 0.93 0.16 2, 29 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
94

Berdasarkan table 3.20 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji

validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t-value yang

signifikan, akan tetapi ada satu item dengan nomor 4 yang tidak signifikan karena

memiliki nilai T-value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop.

3.5.17 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Auditori dari variabel

Gaya Belajar

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi auditori diperoleh

skor awal perhitungan Chi-Square = 168.59, df = 27, P-value = 0.00000, RMSEA

= 0.162. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan

model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap

model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah

dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =25.61, df = 19, P-value =

0.14141, RMSEA = 0.042 yang artinya model ini sudah fit. Dengan demikian

item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu

visual. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


95

Gambar 3.15 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Auditori modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji

hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini

dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data table

muatan faktor di bawah ini:


96

Tabel 3.21
Muatan faktor item dimensi Auditori
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
2 0.94 0.25 3, 37 V
5 0.57 0.65 9, 64 V
8 0.27 0.85 14, 38 V
11 1.00 0.01 0, 16 X
14 0.53 0.68 10, 52 V
17 0.33 0.82 13, 34 V
20 0.99 0.08 0, 99 X
23 0.85 0.39 5, 43 V
26 0.47 0.73 11, 46 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.21 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji

validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai T-value yang

signifikan, akan tetapi ada dua item dengan nomor 11 dan 20 yang tidak

signifikan karena memiliki nilai T-value <1,96 sehingga item tersebut perlu di

drop.

3.5.18 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Kinestetik dari variabel

Gaya Belajar

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi kinestetik diperoleh

skor awal perhitungan Chi-Square = 265.75, df = 27, P-value = 0.00000, RMSEA

= 0.211. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan

model ini belum fit, oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap

model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah

dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =25.61, df = 19, P-value =

0.14141, RMSEA = 0.042 yang artinya model ini sudah fit. Dengan demikian

item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu

kinestetik. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


97

Gambar 3.16. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi


Kinestetik modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji

hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini

dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data table

muatan faktor di bawah ini:


98

Tabel 3.22
Muatan faktor item dimensi Kinestetik
Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan
3 0.66 0.25 9, 97 V
6 0.75 0.75 11, 85 V
9 0.58 0.65 9, 09 V
12 0.34 0.81 12, 22 V
15 0.52 0.69 10, 33 V
18 0.46 0.74 10, 85 V
21 0.82 0.38 5, 03 V
24 0.94 0.18 2, 49 V
27 0.94 0.25 3, 49 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.22 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji

validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t-value yang

signifikan sehingga tidak ada item yang perlu di drop.

3.6. Metode Analisis Data

Adapun untuk menguji hipotesis nihil penelitian mengenai hubungan dan

pengaruh dari predictor variable yang digunakan dalam penelitian ini terhadap

outcome variable-nya, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan

menggunakan metode analisis regresi berganda. Di mana persamaan regresinya

adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10

+ b11X11 + b12X12 + b13X13 + b14X14 + b15X15 + b16X16 + b17X17 + b18X18 + e

Dengan penjelasan sebagai berikut:

Y = Prestasi Belajar

a = konstan intersepsi

b = koefisien regresi

e = standar error atau residual

X1 = Kecerdasan moral: Bertindak konsisten sesuai prinsip


99

X2 = Kecerdasan moral: Berkata jujur

X3 = Kecerdasan moral: Memihak yang benar

X4 = Kecerdasan moral: Menepati janji

X5 = Kecerdasan moral: Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi

X6 = Kecerdasan moral: Mengakui kesalahan dan kekurangan

X7 = Kecerdasan moral: Responsif dalam membantu orang lain

X8 = Kecerdasan moral: Peduli terhadap orang lain

X9 = Kecerdasan moral: Mampu mengakui kesalahan pribadi

X10 = Kecerdasan moral: Mampu memaafkan kesalahan orang lain

X11 = Religiusitas: Pengalaman beragama sehari-hari

X12 = Religiusitas: Kebermaknaan hidup dengan beragama

X13 = Religiusitas: Melatih diri dalam beragama

X14 = Religiusitas: Penggunaan agama sebagai coping

X15 = Religiusitas: Dukungan penganut sesama agama

X16 = Gaya belajar: Visual

X17 = Gaya belajar: Auditori

X18 = Gaya belajar: Kinestetik

Melalui analisis tersebut diperoleh nilai R, yang merupakan korelasi antara

predictor variable dengan outcome variable. Kemudian besarnya kemungkinan

disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi yang ditunjukkan oleh

koefisien determinasi berganda atau R2. Fungsi R2 ini digunakan untuk melihat

proporsi varians dari prestasi belajar yang dipengaruhi predictor variable yang

ada. Untuk itu mendapatkan nilai R2 digunakan rumus sebagai berikut:


100

R2 = SSreg
SSy
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari

independen variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya.

Berikutnya, untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau tidak,

maka dapat diuji dengan menggunakan uji F. Untuk membuktikan hal tersebut

digunakanlah rumus sebagai berikut:

F = R2 / k
(1 - R2 ) / (N – k – 1)

Adapun pembilang disini adalah R2 itu sendiri dengan df-nya

(dilambangkan k), yaitu sejumlah independent variable yang dianalisis,

sedangkan penyebutnya ( 1 – R2) dibagi dengan df-nya N – k – 1 dimana N adalah

jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah

predictor variable yang diujikan tersebut memiliki pengaruh terhadap outcome

variable-nya.

Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan predictor

variable signifikan terhadap outcome variable-nya, maka peneliti melakukan uji t.

Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

T = b
sb
Dimana b adalah koefisien regresi dan sb adalah standar deviasi sampling

dari koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan

dilakukan oleh peneliti nantinya. Adapun seluruh perhitungan penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows.


101

3.7. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Perumusan masalah penelitian, peneliti merumuskan masalah yang akan

diteliti. Kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut

dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori secara lengkap

kemudian menyiapkan, membuat, dan menyusun alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian ini yaitu prestasi belajar, kecerdasan moral,

religiusitas dan gaya belajar yang diadaptasi dari pengukuran yang sudah ada,

serta dianalisis dengan skala likert yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori

yang didapat.

2. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap ahli untuk

menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat

berdasarkan teori yang telah dipaparkan.

3. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian yang telah

dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan

dasar teori yang telah dikemukakan.

4. Menentukan sampel penelitian yaitu siswa MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo

dan MA Syarifuddin Wonorejo Lumajang, Jawa Timur, dengan teknik

pengambilan sampel yang bersifat non probability sampling.

5. Melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan angket kepada para

responden.

6. Setelah melakukan penyebaran data atau angket, peneliti melakukan skoring

terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat

tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel. Kemudian, peneliti


102

melakukan analisis data. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi

berganda. Peneliti menggunakan teknik tersebut karena ingin mencari

pengaruh antara variabel independen religiusitas dan gaya belajar terhadap

variabel terikat yaitu prestasi belajar.


103

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada Bab ini peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan

meliputi empat bagian yaitu deskripsi subjek penelitian, deskripsi data penelitian,

kategorisasi variabel penelitian dan uji hipotesis penelitian.

4.1 Deskripsi Umum Subyek Penelitian

Total responden pada penelitian ini sebanyak 200 orang siswa MA Nurul Jadid

Probolinggo Jawa Timur dan MA Syarifuddin Lumajang Jawa Timur dengan latar

belakang santri yang sekolah formal di MA (Madrasah Aliyah). Adapun

klasifikasi populasi siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dijenjang kelas

X-XI masa pembelajaran 2015-2016. Dari data tersebut diperoleh deskripsi umum

subjek penelitian seperti jenis kelamin dan usia.

Tabel 4.1
Deskripsi Umum Subjek berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 154 77%
2 Perempuan 46 23%
Jumlah 200 100%

Dari table 4.1 di atas, subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin didominasi

oleh laki-laki sebanyak 154 orang atau 77% sedangkan perempuan sebanyak 46

orang atau 23%.

Adapun responden yang menjadi sempel dalam penelitian ini adalah siswa

kelas X-XI di MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dengan rentang usia 13-19

tahun. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada table di

bawah ini:

103
104

Tabel 4.2
Deskripsi Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase
1 13 Tahun 1 0,5%
2 14 Tahun 6 3%
3 15 Tahun 53 26,5%
4 16 Tahun 70 35%
5 17 Tahun 46 23%
6 18 Tahun 21 10,5%
7 19 Tahun 3 1,5%
Jumlah 200 100%

Dari tabel 4.2 di atas, subjek penelitian berdasarkan usia dapat diketahui

bahwa siswa MA Nurul Jadid maupun MA Syarifuddin yang berumur 13 tahun

sebanyak 1 orang atau 0,5%, 14 tahun sebanyak 6 orang atau 3%, 15 tahun

sebanyak 53 orang atau 26,5%, 16 tahun sebanyak 70 orang atau 35%, 17 tahun

sebanyak 46 orang atau 23%, 18 tahun sebanyak 21 orang atau 10,5% dan 19

tahun sebanyak 3 orang atau 1,5%.

Adapun deskripsi umum subyek penelitian berdasarkan data sekolah dapat

dilihat pada tabel di bawah ini;

Tabel 4.3
Deskripsi Umum Subyek Penelitian Berdasarkan Asal Sekolah
No Nama Sekolah Frekuensi Persentase
1 MA Nurul Jadid Probolinggo 106 53%
2 MA Syarifuddin Lumajang 94 47%
Jumlah 200 100%

4.2 Deskripsi Masing-Masing Variabel Penelitian

Data kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar diperoleh melalui angket

yang disebarkan secara langsung kepada 200 siswa SMA kelas X dan XI Tahun

Pelajaran 2015-2016 di MA Syarifuddin dan MA Nurul Jadid dengan

menggunakan angket berupa hard copy sehingga dapat digambarkan hasil

deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean,
105

standar deviasi (SD), nilai maksimum dan minimum dari masing-masing variabel.

Nilai tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.4
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Prestasi_belajar 200 41.00 95.00 79.4850 6.48227
Acting 200 24.25 66.47 50.0000 8.33540
Telling 200 27.22 63.93 50.0000 8.10153
Standing 200 26.51 66.59 50.0000 8.73699
Keeping 200 36.99 61.24 50.0000 5.92001
Taking 200 29.13 64.47 50.0000 6.13421
Admitting 200 19.74 64.29 50.0000 8.34477
Embracing 200 21.27 64.02 50.0000 8.57620
Actively 200 17.02 65.09 50.0000 8.57771
Abilityone 200 14.52 66.71 50.0000 9.99500
Abilityother 200 14.35 66.91 50.0000 9.99500
Daily 200 25.31 63.61 50.0000 8.53321
Meaning 200 29.48 67.79 50.0000 8.52454
Practice 200 26.70 65.40 50.0000 8.47076
Coping 200 19.21 63.36 50.0000 7.86485
Support 200 28.52 68.98 50.0000 8.67038
Visual 200 20.86 73.74 50.0000 8.54172
Auditori 200 28.25 75.45 50.0000 9.18610
Kinestetik 200 24.82 72.11 50.0000 9.07940
Valid N 200
(listwise)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa nilai minimum dari variabel

Prestasi Belajar adalah 41.00 dengan nilai maksimum= 95.00, mean=79.4850, dan

sd= 6.48227. Kemudian skor terendah dari Acting adalah 24.25 dengan nilai

maksimum= 66.47, mean= 50.0000, dan sd= 8.33540. Nilai minimum Telling

adalah 27.22 dengan nilai maksimum= 63.93, mean= 50.0000, dan sd= 8.10153.

Nilai minimum Standing adalah 26.51 dengan nilai maksimum= 66.59, mean=

50.0000, dan sd= 8.73699. Kemudian skor terendah dari Keeping adalah

36.99dengan nilai maksimum= 61.24, mean= 50.0000, dan sd= 5.92001. Nilai
106

minimum Taking adalah 29.13 dengan nilai maksimum= 64.47, mean= 50.0000,

dan sd= 6.13421. Nilai minimum Admitting adalah 19.74 dengan nilai

maksimum= 64.29, mean= 50.0000, dan sd= 8.34477. Kemudian skor terendah

dari Embracing adalah 21.27 dengan nilai maksimum= 64.02, mean= 50.0000,

dan sd= 8.57620. Nilai minimum Actively adalah 17.02 dengan nilai maksimum=

65.09, mean= 50.0000, dan sd= 8.57771. Kemudian skor terendah dari Abilityone

adalah 14.52 dengan nilai maksimum= 66.71, mean= 50.0000, dan sd= 9.99500.

Kemudian skor terendah dari Abilityother adalah 14.35 dengan nilai maksimum=

66.91, mean= 50.0000, dan sd= 9.99500. Nilai minimum Daily adalah

25.31dengan nilai maksimum= 63.61, mean= 50.0000, dan sd= 8.53321.

Kemudian skor terendah dari Meaning adalah 29.48 dengan nilai maksimum=

67.79, mean= 50.0000, dan sd= 8.52454. Nilai minimum Practice adalah 26.70

dengan nilai maksimum= 65.40, mean= 50.0000, dan sd= 8.47076. Kemudian

skor terendah dari Coping adalah 19.21 dengan nilai maksimum= 63.36, mean=

50.0000, dan sd= 8.47076. Nilai minimum Support adalah 28.52 dengan nilai

maksimum= 68.98, mean= 50.0000, dan sd= 8.67038. Kemudian skor terendah

dari Visual adalah 20.86 dengan nilai maksimum= 73.74, mean= 50.0000, dan sd=

8.54172. Nilai minimum Auditori adalah 28.25 dengan nilai maksimum= 75.45,

mean= 50.0000, dan sd= 9.18610. Kemudian skor terendah dari Kinestetik adalah

24.82 dengan nilai maksimum= 72.11, mean= 50.0000, dan sd= 9.07940.
107

4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu dalam kelompok-

kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu continum berdasarkan atribut

yang diukur. Dalam penelitian ini, kategorisasi dibagi kedalam dua interpretasi

yaitu tinggi dan rendah, tanpa menggunakan kategori sedang. Hal ini dilakukan

untuk menghindari kelompok subyek yang berada dalam kategori sedang menjadi

bias, antara rentang tinggi dan rendah, sehingga mayoritas subyek penelitian

cenderung akan berada dalam kategori sedang.

Tabel 4.5
Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Tinggi X>M+1SD
Rendah X<M-1SD

Setelah kategori ditentukan, maka akan diperoleh nilai persentasi kategori

untuk pretasi belajar Aqidah Akhlak, Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya

Belajar siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin.


108

Tabel 4.6
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi %
Variabel Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Prestasi_Belajar 68 132 34,0% 66.0%
Acting 138 62 69.0% 31.0%
Telling 133 67 66.5% 33.5%
Standing 92 108 46.0% 54.0%
Keeping 128 72 64.0% 36,0%
Taking 98 102 49.0% 51.0%
Admiting 127 73 63.5% 36.5%
Embarcing 137 63 68.5% 31.5%
Actively 148 52 74.0% 26.0%
Abilityone 166 34 83.0% 17.0%
Abilityother 167 33 83.5% 16.5%
Daily 98 102 49.0% 51.0%
Meaning 106 94 53.0% 47.0%
Practic 98 102 49.0% 51.0%
Coping 104 96 52.0% 48.0%
Support 78 122 39.0% 61.0%
Visual 83 117 41.5% 58.5%
Auditori 109 91 54.5% 45.5%
Kinestetik 97 103 48.5% 51.5%

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa 34,0% atau sebanyak 68 siswa

memiliki prestasi belajar aqidah akhlak yang rendah sedangkan 66.0% atau 132

siswa lainnya memiliki prestasi belajar aqidah akhlak yang tinggi. Sebanyak

69.0% atau 138 siswa memiliki acting yang rendah dan 31.0% atau 62 siswa

memiliki acting yang tinggi. Sebanyak 66.5% atau 133 siswa memiliki telling

yang rendah dan 33.5% atau 67 siswa memiliki telling yang tinggi. Sebanyak

46.0% atau 92 siswa memiliki standing yang rendah dan 54.0% atau 108 siswa

memiliki standing yang tinggi. Sebanyak 64.0% atau 128 siswa memiliki keeping

yang rendah dan 36,0% atau 72 siswa memiliki keeping yang tinggi. Sebanyak

49.0% atau 98 siswa memiliki taking yang rendah dan 51.0% atau 102 siswa

memiliki taking yang tinggi. Sebanyak 63.5% atau 127 siswa memiliki admiting

yang rendah dan 36.5% atau 73 siswa memiliki admiting yang tinggi. Sebanyak
109

68.5% atau 137 siswa memiliki embarcing yang rendah dan 31.5% atau 63 siswa

memiliki embarcing yang tinggi. Sebanyak 74.0% atau 148 siswa memiliki

actively yang rendah dan 26.0% atau 52 siswa memiliki actively yang tinggi.

Sebanyak 74.0% atau 148 siswa memiliki abilityone yang rendah dan 17.0% atau

34 siswa memiliki abilityone yang tinggi. Sebanyak 74.0% atau 167 siswa

memiliki abilityother yang rendah dan 16.5% atau 33 siswa memiliki abilityothe

yang tinggi. Sebanyak 49.0% atau 98 siswa memiliki daily yang rendah dan

51.0% atau 102 siswa memiliki daily yang tinggi. Sebanyak 53.0% atau 106 siswa

memiliki meaning yang rendah dan 47.0% atau 94 siswa memiliki meaning yang

tinggi. Sebanyak 49.0% atau 98 siswa memiliki practic yang rendah dan 51.0%

atau 102 siswa memiliki practic yang tinggi. Sebanyak 52.0% atau 104 siswa

memiliki coping yang rendah dan 52.0% atau 96 siswa memiliki coping yang

tinggi. Sebanyak 39.0% atau 78 siswa memiliki support yang rendah dan 61.0%

atau 122 siswa memiliki support yang tinggi. Sebanyak 41.5% atau 83 siswa

memiliki Visual yang rendah dan 58.5% atau 117 siswa memiliki Visual yang

tinggi. Sebanyak 54.5% atau 109 siswa memiliki auditori yang rendah dan 45.5%

atau 91 siswa memiliki auditori yang tinggi. Sebanyak 48.5% atau 97siswa

memiliki kinestetik yang rendah dan 51.5% atau 103 siswa memiliki kinestetik

yang tinggi.
110

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

Tahap selanjutnya, peneliti melakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh

masing-masing IV terhadap DV. Analisis dilakukan dengan teknik multiple

regression. Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true skor yang diperoleh

dari hasil analisis faktor. Hal ini dilakukan untuk menghindari dampak negatif

dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini peneliti peneliti menguji hipotesisi

dengan teknik analisis berganda dengan menggunakan software SPSS 17.0.

Dalam regresi ada tiga hal yang dibuat, yaitu melihat besaran R square untuk

mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua,

apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV.

kemudian, yang terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari

IV.

Tabel 4.10
Model Summary Analisis Regresi
Model R R Adjusted R Std. Error of the Estimate
Square Square
a
1 .452 .205 .126 6.06177
A. Predictors: (constant), Kinestetik, Auditori, Telling, Actively, Practice, Taking,
Abilityone, Standing, Embracing, Visual, Admitting, Meaning, Coping, Support,
Daily, Keeping, Acting, Abilityother

Berdasarkan data pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa perolehan R

square sebesar 0,205 atau 20.5% . Artinya proporsi varians dari Prestasi Aqidah

Akhlak dijelaskan kinestetik, auditori, telling, actively, practice, taking,

abilityone, standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping, support,

daily, keeping, acting, abilityother sebesar 20.5%, sedangkan 79.5% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.


111

Langkah kedua, peneliti menganalisa dampak dari keseluruhan independent

variabel terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak. Adapun hasil Uji F dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.11
Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 1711.096 18 95.061 2.587 .001a
Residual 6650.859 181 36.745
Total 8361.955 199
A. Predictors: (Constant), Kinestetik, Auditori, Telling, Actively, Practice,
Taking, Abilityone, Standing, Embracing, Visual, Admitting, Meaning, Coping,
Support, Daily, Keeping, Acting, Abilityother

B. Dependent Variable: Prestasi_Belajar


Berdasarkan data pada tabel 4.10 diketahui bahwa (p<0.05) atau signifikan,

maka hipotesis nihil mayor yang dinyatakan tidak ditolak ada pengaruh yang

signifikan pada kinestetik, auditori, telling, actively, practice, taking, abilityone,

standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping, support, daily, keeping,

acting, abilityother terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak ditolak. Artinya, ada

pengaruh yang signifikan dari kinestetik, auditori, telling, actively, practice,

taking, abilityone, standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping,

support, daily, keeping, acting, dan abilityother terhadap prestasi belajar aqidah

akhlak.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi setiap independent

variable. Jika nilai t>1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti

bahwa independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap

prestasi belajar Aqidah Akhlak. Adapun penyajiannya ditampilkan pada

persamaan regresi sebagai berikut:


112

Tabel 4.12
Koefisien Regresi
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Beta
Error
1 (Constant) 64.449 6.102 10.561 .000
Acting -.125 .220 -.161 -.571 .569
Telling -.371 .176 -.463 -2.110 .036
Standing -.026 .068 -.035 -.376 .708
Keeping .487 .227 .444 2.143 .033
Taking .327 .084 .309 3.900 .000
Admitting .020 .078 .026 .259 .796
Embracing .014 .068 .018 .205 .838
Actively .076 .065 .101 1.174 .242
Abilityone .265 .363 .408 .729 .467
Abilityother -.146 .384 -.225 -.381 .704
Daily .122 .082 .161 1.496 .137
Meaning -.003 .079 -.004 -.040 .968
Practice -.043 .073 -.057 -.593 .554
Coping -.005 .090 -.007 -.060 .952
Support -.132 .081 -.176 -1.626 .106
Visual -.094 .073 -.124 -1.298 .196
Auditori -.070 .054 -.099 -1.287 .200
Kinestetik .005 .074 .008 .074 .941
a. Dependent Variable: Prestasi_Belajar
PB=64.449 -125 acting -371 telling -026 standing +487 keeping +327 taking +020
admitting +014 embracing +076 actively +265 abilityone -146 abilityother +122
daily -003 meaning -043 practice -005 coping -132 support -094 visual -070
auditori +005 kinestetik
Adapun untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang

dihasilkan, cukup melihat nilai signifikan, jika p<0.05, maka koefisien regresi

yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak

dan sebaliknya. Dari hasil di atas koefisien regresi dikatakan bahwa terdapat 3

variabel yang signifikan terhadap prestasi belajar.


113

Hal ini berarti bahwa dari lima belas independent variabel terdapat beberapa

variabel yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh

masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Variabel acting pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar -125 dengan nilai p-value sebesar 0.569 (p>0.05) yang berarti bahwa

acting pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

2. Variabel telling pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar -371 dengan nilai p-value sebesar 0.036 (p<0.05) yang berarti bahwa

telling pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah negatif, maka semakin tinggi

telling pada kecerdasan moral semakin rendah prestasi belajar aqidah

akhlaknya.

3. Variabel standing pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar -026 dengan nilai p-value sebesar 0.708 (p>0.05) yang berarti bahwa

standing pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4. Variabel keeping pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +487 dengan nilai p-value sebesar 0.033 (p<0.05) yang berarti bahwa

keeping pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah positif maka semakin tinggi

keeping pada kecerdasan moral semakin tinggi pula prestasi belajar aqidah

akhlaknya.
114

5. Variabel taking pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +327 dengan nilai p-value sebesar 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa

taking pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah positif maka semakin tinggi

taking pada kecerdasan moral semakin tinggi pula prestasi belajar aqidah

akhlaknya.

6. Variabel admitting pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +020 dengan nilai p-value sebesar 0.796 (p>0.05) yang berarti bahwa

admitting pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

7. Variabel embracing pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +014 dengan nilai p-value sebesar 0.838 (p>0.05) yang berarti bahwa

embracing pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

8. Variabel actively pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +076 dengan nilai p-value sebesar 0.242 (p>0.05) yang berarti bahwa

actively pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

9. Variabel abilityone pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar +265 dengan nilai p-value sebesar 0.242 (p>0.05) yang berarti bahwa

abilityone pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

10. Variabel abilityother pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

sebesar -146 dengan nilai p-value sebesar 0.704 (p>0.05) yang berarti bahwa
115

abilityone pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

11. Variabel daily pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +122

dengan nilai p-value sebesar 0.137 (p>0.05) yang berarti bahwa daily pada

religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar

Aqidah Akhlak.

12. Variabel meaning pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

003 dengan nilai p-value sebesar 0.968 (p>0.05) yang berarti bahwa meaning

pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

13. Variabel practice pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

043 dengan nilai p-value sebesar 0.554 (p>0.05) yang berarti bahwa practice

pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

14. Variabel coping pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

005 dengan nilai p-value sebesar 0.952 (p>0.05) yang berarti bahwa coping

pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

15. Variabel support pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

132 dengan nilai p-value sebesar 0.106 (p>0.05) yang berarti bahwa support

pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

16. Variabel visual pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

094 dengan nilai p-value sebesar 0.196 (p>0.05) yang berarti bahwa visual
116

pada gaya belajar tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

17. Variabel auditori pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

070 dengan nilai p-value sebesar 0.200 (p>0.05) yang berarti bahwa auditori

pada gaya belajar tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

18. Variabel kinestetik pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar

+005 dengan nilai p-value sebesar 0.941 (p>0.05) yang berarti bahwa

kinestetik pada gaya belajar tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4.3.1 Proporsi Varians

Pada bagian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi

varian dari: acting consistently with principles, telling the truth, standing up for

what is right, keeping promises, taking responsibility for personal choices,

admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others,

actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let

go of others’ mistakes dalam kecerdasan moral dan daily spiritual experience,

religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious

support dalam religiusitas serta visual, auditori, kinestetik dalam gaya belajar

terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak. Besarnya proporsi varian pada prestasi

belajar Aqidah Akhlak dapat dilihat pada tabel berikut ini:


117

Tabel 4.13
Proporsi Varians untuk Masing-Masing Independent Variable
Model Summary
Mod R R Adjusted R Std. Error of the Change Statistics
el Square Square Estimate R Square F Change df df2 Sig. F
Change 1 Change
1 .002a .000 -.005 6.49861 .000 .001 1 198 .974
2 .087b .008 -.002 6.49032 .008 1.506 1 197 .221
3 .123c .015 .000 6.48235 .007 1.485 1 196 .224
4 .197d .039 .019 6.42070 .024 4.782 1 195 .030
5 .360e .130 .107 6.12484 .091 20.294 1 194 .000
6 .362f .131 .104 6.13487 .002 .366 1 193 .546
7 .363g .132 .100 6.14846 .001 .147 1 192 .701
8 .376h .141 .105 6.13113 .009 2.087 1 191 .150
9 .396i .156 .117 6.09295 .015 3.401 1 190 .067
10 .397j .158 .113 6.10525 .001 .235 1 189 .628
11 .404k .163 .114 6.10128 .006 1.246 1 188 .266
12 .409l .168 .114 6.10131 .004 .998 1 187 .319
13 .410m .168 .110 6.11423 .001 .210 1 186 .647
14 .411n .169 .106 6.12791 .001 .171 1 185 .680
15 .429o .184 .117 6.08987 .015 3.318 1 184 .070
16 .444p .197 .127 6.05609 .013 3.058 1 183 .082
17 .452q .205 .130 6.04519 .007 1.661 1 182 .199
18 .452r .205 .126 6.06177 .000 .005 1 181 .941
a. Predictors: (Constant), Acting
b. Predictors: (Constant), Acting, Telling
c. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing
d. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping
e. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking
f. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting
g. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting, Embracing
h. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting, Embracing,
Actively
i. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone
j. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother
k. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily
l. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning
m. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice
n. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice, Coping
o. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting,
Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice, Coping, Support
p. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing,
Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual
q. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing,
Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual,
Auditori
r. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing,
Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual,
Auditori, Kinestetik
118

Keterangan:
1. X1= acting consistently with principles
2. X2= telling the truth
3. X3= standing up for what is right
4. X4= keeping promises
5. X5= taking responsibility for personal choices
6. X6= admitting mistakes and failures
7. X7= embracing responsibility for serving others
8. X8= actively caring about others
9. X9= ability to let go of one’s own mistakes
10. X10= ability to let go of others’ mistakes
11. X11= daily spiritual experience
12. X12= religion-meaning
13. X13= private religious practice
14. X14= religious/spiritual coping
15. X15= religious support
16. X16= Visual
17. X17= Auditori
18. X18= Kinestetik

Kolom keenam merupakan nilai murni DV dari setiap IV yang dimasukan

secara satu per satu, kolom ketujuh adalah nilai F hitung bagi IV yang

bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula,

yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom

mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya,

nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan nilai kolom F hitung. Apabila

nilai F hitung lebih besar dari pada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom

signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan begitupun sebaliknya.

Berdasarkan pada tabel 4.12 diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Variabel Acting tidak memberikan sumbangan terhadap varians prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

2. Variabel Telling memberikan sumbangan sebesar 0,008 atau 0,8% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.


119

3. Variabel Standing memberikan sumbangan sebesar 0,007 atau 0,7% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4. Variabel Keeping memberikan sumbangan sebesar 0,024 atau 2,4% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

5. Variabel Taking memberikan sumbangan sebesar 0,091 atau 9,1% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

6. Variabel Admitting memberikan sumbangan sebesar 0,002 atau 0,2% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

7. Variabel Embracing memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

8. Variabel Actively memberikan sumbangan sebesar 0,009 atau 0,9% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

9. Variabel Abilityone memberikan sumbangan sebesar 0,015 atau 1,5% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

10. Variabel Abilityother memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

11. Variabel Daily memberikan sumbangan sebesar 0,006 atau 0,6% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

12. Variabel Meaning memberikan sumbangan sebesar 0,004 atau 0,4% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

13. Variabel Practice memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

14. Variabel Coping memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.


120

15. Variabel Support memberikan sumbangan sebesar 0,015 atau 1,5% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

16. Variabel Visual memberikan sumbangan sebesar 0,013 atau 1,3% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

17. Variabel Auditori memberikan sumbangan sebesar 0,007 atau 0,7% dalam

varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

18. Variabel Kinestetik tidak memberikan sumbangan terhadap varians prestasi

belajar Aqidah Akhlak.

Dengan demikian, terdapat dua IV dari delapan belas IV yang memberikan

sumbangan signifikan terhadap varians prestasi belajar Aqidah Akhlak, yaitu:

keeping sebesar 0,024 atau 2,4% dan taking sebesar 0,091 atau 9,1% yang

mempengaruhi prestasi belajar Aqidah Akhlak secara signifikan jika dilihat dari

besarnya R² yang dihasilkan dari sumbangan proporsi variabel yang diberikan.


121

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini peneliti memaparkan hasil penelitian mengenai pengaruh kecerdasan

moral, religiusitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran aqidah akhlak. Selanjutnya akan dikemukakan kesimpulan, diskusi, dan

saran dari hasil penelitian ini.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan

bahwa bahwa kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar terhadap prestasi

belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak di MA Nurul Jadid dan MA

Syarifuddin berpengaruh secara signifikan dengan perolehan R square dalam

model summary analisis regresi sebesar 0,205 atau 20.5% terhadap prestasi

belajar, sedangkan 79.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian

ini.

Kemudian, berdasarkan hasil uji hipotesis yang menguji signifikansi

masing-masing koefisien regresi (pengaruh terhadap dependent variable),

dikatakan bahwa terdapat 3 koefisien regresi yang signifikan dari keseluruhan

variabel yang terdapat pada variabel kecerdasan moral diantaranya: telling the

truth dengan arah negatif yang artinya semakin tinggi telling pada kecerdasan

moral semakin rendah prestasi belajar aqidah akhlaknya dan keeping promises

serta taking responsibility for personal choices berpengaruh signifikan dengan

arah positif yang artinya semakin tinggi keeping dan taking maka semakin tinggi

pula prestasi belajar aqidah akhlaknya.

121
122

Selanjutnya, proporsi varian masing-masing variabel terdapat dua dimensi

yang signifikan: keeping sebanyak 2,4% dan variabel taking sebanyak 9,1% yang

mempengaruhi prestasi belajar aqidah akhlak jika dilihat dari besarnya R² yang

dihasilkan dari sumbangan proporsi variabel yang diberikan.

5.2 Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara keseluruhan terdapat pengaruh

antara kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar

pada mata pelajaran aqidah akhlak di MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin. Dapat

dilihat bahwa perolehan R square dalam model summary analisis regresi sebesar

0,205 atau 20.5% sedangkan 79.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar

penelitian ini. Dengan demikian, data yang dikumpulkan berhasil membuktikan

hipotesis mayor penelitian dengan sumbangan 20.5%. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari hasil penelitian ini membuktikan kebenaran dari social cognitive

theory yang memiliki asumsi-asumsi dasar dalam bidang pendidikan, diantaranya;

(1) orang dapat belajar dengan mengamati orang lain, (2) belajar merupakan suatu

proses internal yang mungkin atau mungkin juga tidak menghasilkan perubahan

perilaku, (3) manusia dan lingkungan sangat mempengaruhi, (4) perilaku terarah

pada tujuan-tujuan tertentu, dan (5) perilaku menjadi semakin bisa diatur sendiri

(Ormrod, 2008).

Berdasarkan asumsi social cognitive theory yang menyatakan bahwa belajar

merupakan suatu proses internal yang mungkin atau mungkin juga tidak

menghasilkan perubahan perilaku terbukti dengan tidak adanya signifikansi yang

menjadi patokan dalam menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar akidah

akhlak siswa.
123

Sternberg, (2012) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan suatu konsep

yang memiliki nilai tinggi, sebuah sumber penghasilan manusia yang berharga

dimana seseorang mencoba memperkuat atau memanfaatkan untuk mempercepat

maksud dan rencana mereka. Begitu pula dalam prestasi belajar, seorang yang

memiliki kecerdasan yang tinggi maka cenderung memiliki prestasi yang tinggi

pula. Pada umumnya, kecerdasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan

IQ test untuk mengetahui seberapa tinggi IQ yang dimiliki oleh orang tersebut

(Dai, 2008).

Untuk melihat sumbangan faktor-faktor prestasi belajar dapat dilihat dari

hasil koefisien regresi yang menunjukkan ada tiga variabel yang memiliki

pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar aqidah akhlak diantaranya: 1)

Telling pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -371

dengan nilai p-value sebesar 0.036 (p<0.05) yang berarti bahwa telling pada

kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar

aqidah akhlak dengan arah negatif, maka semakin tinggi telling pada kecerdasan

moral semakin rendah prestasi belajar aqidah akhlaknya. 2) Keeping pada

kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +487 dengan nilai p-

value sebesar 0.033 (p<0.05) yang berarti bahwa keeping pada kecerdasan moral

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar aqidah akhlak dengan

arah positif maka semakin tinggi keeping pada kecerdasan moral semakin tinggi

pula prestasi belajar aqidah akhlaknya. 3) Taking pada kecerdasan moral:

diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +327 dengan nilai p-value sebesar 0.000

(p<0.05) yang berarti bahwa taking pada kecerdasan moral memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap prestasi belajar aqidah akhlak dengan arah positif maka
124

semakin tinggi taking pada kecerdasan moral semakin tinggi pula prestasi belajar

aqidah akhlaknya.

Pada variabel kecerdasan moral dalam penelitian ini yang didasarkan pada

proporsi varian masing-masing variabel terdapat dua dimensi yang signifikan:

keeping sebanyak 2,4% atau F Change= 0.030 (p<0.05) dan variabel taking

sebanyak 9,1% atau F Change= 0.000 (p<0.05) dari variabel mayor kecerdasan

moral yang bertujuan untuk mengetahui signifikansinya pada prestasi belajar.

Hasil ini mendukung asumsi Lennick and Fred Kiel, (2011) bahwa telling the

truth, keeping promises dan taking responsibility for personal choices mempunyai

pengaruh yang positif signifikan terhadap prestasi belajar. Namun pernyataan

Lennick and Fred Kiel, (2011) tidak dapat membuktikan hasil yang signifikan

pada dimensi: acting consistently with principles, standing up for what is right,

admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others,

actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes dan ability to

let go of others’ mistakes.

Kecerdasan moral juga dipandang berpengaruh secara signifikan pada

prestasi belajar dalam pandangan Nobahar (2013) bahwa seorang anak yang

memiliki kecerdasan moral yang tinggi jauh lebih merasa bertanggung jawab atas

perilaku belajarnya, sehingga berpengaruh pula pada prestasi belajarnya. Di

samping kecerdasan moral yang dianggap memiliki pengaruh signifikan pada

prestasi belajar, religiusitas juga memiliki sumbangan yang signifikan pada

prestasi belajar (Marcus A. Henning et. al, 2013). Namun dalam penelitian ini,

peneliti tidak menememukan bahwa religiusitas memberikan kontribusi yang

signifikan pada prestasi belajar: daily, F Change= 0.266 (p>0.05), meaning, F


125

Change= 0. 319 (p>0.05), practice, F Change= 0.647 (p>0.05), coping, F

Change= 0.680 (p>0.05), support, F Change= 0.070 (p>0.05). Hal ini artinya

tidak satupun dimesi dalam religiusitas yang berpengaruh signifikan pada prestasi

belajar ksususnya pada mata pelajaran aqidah akhlak.

Hasil variabel religiusitas dalam penelitian ini juga tidak senada dengan

pendapat dilakukan Schieman (2011); Sutantoputri & Watt (2012) menyatakan

bahwa religiusitas mempengaruhi prestasi belajar siswa (dalam Marcus A.

Henning et. al, 2013). Lebih lanjut, Daradjat (dalam Jalaluddin, 2002) menyatakan

ada hubungan antara kesehatan mental dan agama. Hubungan antara kejiwaan dan

agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan

kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu

kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi

sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa

bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman (Jalaluddin,

2002; Syahridlo, 2004).

Variabel terakhir dalam penelitian ini ialah gaya belajar, Woolfolk (2013)

menyatakan bahwa gaya belajar sangat menentukan prestasi belajar siswa.

Individu dalam belajar memiliki berbagai macam cara, ada yang belajar dengan

cara mendengarkan, ada yang belajar dengan membaca, serta belajar dengan cara

menemukan. Cara belajar peserta didik yang berananeka ragam tersebut disebut

sebagai gaya belajar (learning style) yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis

kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995) dan secara khusus melekat pada setiap

individu. Namun pernyataan bahwa gaya belajar sangat menentukan pada prestasi

belajar dalam penelitian ini tidak ditemukan. Dari tiga dimensi gaya belajar yang
126

diungkap DePorter & Hernacki (1992) menghasilkan data sebagai berikut: Visual

F Change= 0.082 (p>0.05). Auditori, F Change= 0.199 (p>0.05), Kinestetik, F

Change= 0.941 (p>0.05). senada dengan religiusitas gaya belajar ini juga tak

satupun dimesi yang berpengaruh secara signifikan pada prestasi belajar.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, peneliti memberikan beberapa saran

untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik

secara teoritis maupun praktis.

5.3.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk mencari indepentdent variable

lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa khusunya pada mata

pelajaran aqidah akhlak.

2. Jika penelitian selanjutnya masih meneliti prestasi belajar aqidah akhlak

siswa, baiknya di fokuskan pada hasil atau output materi pembelajaran aqidah

akhlak, sehingga dapat lebih spesifik dalam menemukan permasalahan yang

terkait dengan pelajaran materi aqidah akhlak yang berhubungan langsung

dengan perilaku siswa.

3. Untuk penelitian selanjutnya, gunakan sample yang lebih banyak dan

instrument penelitian yang berbeda agar mendapatkan hasil yang bervariasi

dari penelitian sebelumnya.


127

5.3.2 Saran Praktis

1. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa kecerdasan moral, religiusitas

dan gaya belajar memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar aqidah akhlak.

Peneliti menyarankan kepada setiap pelajar agar dapat meningkatkan

moralitas dan religiusitas serta dapat memahami gaya belajar yang sesuai

dengan potensi yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan prestasi

belajarnya.

2. Guru dan orang tua sebagai figur bagi anak atau peserta didik, hendaknya

memberi contoh, bimbingan serata menjadikan posisi guru dan orang tua

sebagai tempat curhat anak atau peserta didik. Dengan demikian, anak atau

peserta didik dapat merasa nyaman dengan sosok orang tua maupun guru

dalam berbagi masalah pribadi mapun yang berkaitan dengan proses

belajarnya sehingga peningkatan prestasi belajarpun akan lebih cepat karena

tidak adanya gap antara siswa dengan guru atau antara anak dengan orang tua

dan segenap tatanan masyarakat.


128

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B.S. (2008). Psikologi agama. Bandung: Pustaka Setia.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Peraturan Materi Pendidikan


Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007. Standar penilaian
pendidikan, Jakarta.

Barbara, J. (2001). The canfield learning style inventory: An assefulness in


accountiong education research. Issues in Accounting Education Fall. 16
No. a. Agustus.

Berns, R.M. (2007). Child, family, school, community: Socialization and support.
Belmont: Thompson Learning, Inc.

Boeree, G. (2009). Personality theories: Melacak kepribadian anda bersama


psikolog dunia, Personality theories. (terj). Inyiak Ridwan Muzir. Jakarta:
Ar Ruzz Media.

Borba, M. (2001). Building moral intelligence. San Fransisco: Josey-Bass.

Brown, D.H. (2000), Principles of language learning & teaching. (4th ed). New
York: Longman, pp. 142-152.

Canfield, A., & Knight, W. (1983). Learning style inventory. Los Angeles CA:
Western Psycological Services.

Dai, D.Y. (2008). Intellectual & intellectual development. Dalam Neil. J. Salkind
(ed). Encyclopedia of Educational Psychology. (536-537). London: Sage
Publications, Ltd.

Damarwati. (2014). Kemerosotan akhlak generasi muda kita. Diunduh tanggal 05


Juli 2015 dari:
http://wartakota.tribunnews.com/2014/09/29/sos-kemerosotan-akhlak-
generasi-muda-kita

DePorter, B., & Hemacki, M. (1992). Quantum learning: Unleash the genius
within you, London: Piatkus.

Dhofier, Z. (2011). Tradisi pesantren: Studi tentang pandangan hidup kiai dan
visinya mengenai masa depan Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Duchesne, S., & Ratelle, C. (2010). Parental behaviors and adolescent’s


achievement goal’s at the beginning of middle school: Emotional
problems as potential mediators. Reading: Journal of Educational
Psychology. 102 (2), 497-507.

128
129

Eagle, J.W., & Oeth, J. (2008). Parent-teacher conferences. dalam Neil. J. Salkind
(ed). Encyclopedia of Educational Psychology. (765-766). London: Sage
Publications, Ltd.

Elliot, A.J., & Zahn, I. (2008). Motivation. Dalam Neil. J. Salkind (ed).
Encyclopedia of Educational Psychology. (687). London: Sage
Publications, Ltd.

Farooq, M.S., Chaudhry, A.H., Shafiq, M., & Berhanu, G. (2011). Factors
affecting students’ quality of academic performance: A case of secondary
school level. Journal of Quality and Technology Management. 07, 02,
01-14.

Faramarzi, M., Jahanian, K., Zarbakhsh, M., Salehi, S., & Pasha, H. (2014). The
role of moral intelligence and identity styles in prediction of mental
health problems in healthcare students. Scientific Research Publishing
Inc. Health, 2014, 6, 664-672.

Fetzer Institute and Nasional Institute on Aging Working Group. (1999).


Multidimensional measurement of religiousness, spiritual for use in
health research. Ferzer Institute in Collaboration with the Nasional
Institute on Aging Kalamazoo.

Franches, M.T., Mulder, T.J.S., & Stark. (1995). International learning : A


process for learning to learn in the accounting curiculum. Sarasota. FL:
American Accounting Assoaciation.

Gage, N.L., & David C.B. (1998). Educational psychology. sixth edition.
Chicago: Rand McNally College Publishing Company.

Gaiger. (1992). Learning style of student and instructor : On analysis of course


perfomance and satisfaction. The Accounting Education Journal.

Ganal, M.Y., & Mir, M.A. (2013). A comparative study of adjustment and
academic achievement of college students. Journal of Educational
Research and Essays. 1(1), 5-8.

Henning, M.A., Christian, K.G., Thompson, A., Sisley, R., Doherty, I., J, Susan.,
& Hawken. (2013). Religious affiliation, quality of life and academic
performance: New Zealand Medical Students. J Relig Health DOI,
10.1007/s10943-013-9769-z

Huang, C. (2011). Discriminant and critarion-related validity of achievement


goals in predicting academic achievement: A meta-analysis. Journal of
Educational Psychology. doi: 10.1037/a0026223

Iddekinge, Van. C.H., Putka, D.J., & Campbell, J.P. (2011). Reconsidering
vocational interests for personnel selection: The validity of internet-based
selection test in relation to job knowledge, job preformance, and
130

continuance intentions. Reading: Journal of Applied Psychology, 96 (1),


13-33

Igbo, J.N., & Ihejiene, M.A. (2014). Gender differences, delinquent behaviors and
academic achievement of secondary school students in Nigeria.
International Journal of Latest Research in Science and Technology, 3
(4), 40-46.

Rakhmat, J. (2002). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Joshi, S., & Srivastava, R. (2009). Self-esteem and academic achievement of


adolescents. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 35,
33-39.

Katherine B, C., Lucas, C, C., & Keith M,M,E., (2013) The size of the lgbt
population and the magnitude of anti-gay sentiment are substantially
underestimated. National Bureau of Economic Research. Massachusetts
Avenue Cambridge, MA 02138.

Krause, L.K., Duchesne, S., McMaugl, A., & Bochner, S. (2010). Educational
psychology for learning and teaching. Cengage: Learning Australia Pty
Limited.

Kuncel, N.R., & Klieger, D.M. (2008). Aptitude. Dalam Neil. J. Salkind (ed).
Encyclopedia of educational psychology. (47-49). London: Sage
Publications, Ltd.

Lennick, D., & Kiel, F. (2011) Moral intelligence 2.0: Enhancing business
performance and leadership success in turbulent times. Pearson Prentice
Hall, Upper Saddle River.

Lickona, T. (2013). Educational for character mendidik untuk membentuk


karakter bagaimana sekolah dapat mengajarkan sikap hormat dan
tanggung jawab, Educating for character: How our schools can teach
respect and responsibility. (terj). Juma Abdu Wamungo. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Mahfudzin, A. (2013). Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tingkat


sekolah menengah atas (SMA). Diunduh tanggal 05 Juli 2015 dari:
http://academia.edu.

Mignon, M., & Michael S,R. (2012) LGBT sexuality and families at the start of
the twenty-first century annu. Rev. Annual Review of Sociology.
Sociol.39:491–507

Mujib, A. (2016). Penyebab gay dan lesbi kian berani terang-terangan. Diunduh
tanggal 01 Februari 2016 dari:
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/22/o1cgm439
4-penyebab-gay-dan-lesbi-kian-berani-terangterangan
131

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung: Remaja


Rodaskarya.

Myron, G., & Nelson, C. (2001, Desember). Student academic achievement in


charter schools: what we know and why we know so little. Nasional
Center for the Study of Privatization in Education, 41.

Nobahar, N., & Nobahar, M. (2013). A Study of moral intelligence in the library
staff of bu-ali sina university, Advances in Environmental Biology, 7(11)
Oct 2013, Pages: 3444-3447.

Ormrod, J.E. (2008). Educational psychology: Developing learners. Boston:


Pearson Education, Inc.

Phibin, M. (1995). A Survey of gender and learning style. Sex Role 32: 484-494.

Salkind, N.J. (Eds). (2008). Encyclopedia of educational psychology. United


States: SAGE Publications, Inc.

Santrock, J.W. (1999). Child development. Boston: Mc Graw-Hill International


Edition.

___________. (2004). Educational psychology. New York: McGraw Hill.

Schunk, D.H. (2012). Learning perspective: An educational perspective. Boston:


Pearson education, Inc.

Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2007). Research


methods in psychology. In H. P. Setjipto & S. M. Soetjipto, Metodologi
Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Song, S.Y., & Siegel, N.M. (2008). Peer influences. Dalam Neil. J. Salkind (ed).
Encyclopedia of Educational Psychology. (768-772). London: Sage
Publications, Ltd.

Sternberg, R.J., & Sternberg, K. (2012). Cognitive psychology, 6th edition. United
State: Wadsworth Cengage Learning.

Suryabrata, S. (1982). Perkembangan individu. Jakarta: Rajawali.

Sutrisno, M. (1997). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syahridlo. (2004). Pengaruh prestasi pelajaran agama terhadap sikap keagamaan


siswa madrasah aliyah negeri Bantul. Tesis: Magister Psikologi UNY.

Thoules, R. (1992). Pengantar psikologi agama. Jakarta: PT Raja Geafindo


Persada.

Woolfolk, A. (2013). Educational psychology: active learning. Pearson


Education.
LAMPIRAN 1
KUESIONER

MAGISTER PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 1


Pengantar

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedang melakukan penelitian tesis. Dengan demikian, saya meminta kesediaan adik-adik
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara memberikan keterangan untuk dapat
mengemukakan pendapat yang sejujur-jujurnya mengenai pernyataan dalam kuesioner
yang terdapat pada lembar berikut ini. Segala pernyataan yang diberikan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian. Diharapkan menjawab
dengan cermat dan teliti, jangan sampai ada pernyataan yang terlewat agar data dapat
diolah sebagaiman mestinya.

Hormat saya,

Peneliti
Data Responden
1. Nama : _______________________
2. Kelas : _______________________
3. Tempat/tgl lahir : _______________________
4. Usia : _______________________
5. Jenis kelamin : L / P (lingkari salah satu)
6. Nama sekolah : _______________________

PETUNJUK PENGISIAN
Pada bagian ini terdapat pernyataan yang menggambarkan perilaku anda. Berilah tanda
silang (X) dalam pilihan jawaban yang menurut anda paling menggambarkan kondisi anda
saat ini.
Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
STS = Sangat Tidak Sesuai yang berarti Anda berpendapat apa yang terkandung
dalam pernyataan yang diajukan sungguh-sungguh tidak benar.
TS = Tidak Sesuai yang berarti Anda berpendapat apa yang terkandung dalam
pernyataan yang diajukan lebih banyak tidak benarnya dari pada
benarnya.
S = Sesuai yang berarti Anda berpendapat apa yang terkandung dalam pernyataan
yang diajukan lebih banyak benarnya dari pada tidak benarnya.
SS = Sangat Sesuai yang berarti Anda berpendapat bahwa apa yang terkandung di
dalam pernyataan yang diajukan sungguh-sungguh benar sesuai dengan
apa yang dirasakan.

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 2


Bagian I
1 Saya mentaati peraturan yang berlaku. STS TS S SS
2 Saya bicara berdasarkan apa yang terjadi. STS TS S SS
3 Saya membela teman yang tidak bersalah. STS TS S SS
4 Saya menepati janji tepat pada waktunya. STS TS S SS
5 Saya mengambil tindakan dengan penuh pertimbangan. STS TS S SS
6 Saya merasa tidak tenang ketika melihat orang lain STS TS S SS
bersedih.
7 Saya siap menerima sangsi apabila bersalah. STS TS S SS
8 Saya dapat melupakan kesalahan orang lain. STS TS S SS
9 Saya mengambil keputusan berdasarkan norma yang STS TS S SS
berlaku.
10 Saya bicara hal yang bertolak belakang dengan fakta STS TS S SS
yang terjadi.
11 Saya berjanji, ketika yakin dapat menepatinya. STS TS S SS
12 Saya segera meminta maaf ketika melakukan kesalahan. STS TS S SS
13 Bagi saya, mengedepankan kepentingan orang lain lebih STS TS S SS
mulia dari pada kepentingan pribadi.
14 Saya membantu teman yang kesulitan. STS TS S SS
15 Tidak ada kata maaf pada orang lain yang menyinggung STS TS S SS
perasaan saya.
16 Saya mentaati norma yang berlaku. STS TS S SS
17 Saya memberi nasehat pada orang lain yang melanggar. STS TS S SS
18 Saya teliti dalam memilih suatu hal. STS TS S SS
19 Saya minta maaf ketika terlambat menepati janji. STS TS S SS
20 Saya menyegerakan diri membantu teman yang STS TS S SS
membutuhkan pertolongan.
21 Saya merasa tidak tenang sebelum membantu orang lain STS TS S SS
yang kesulitan.
22 Saya bertindak tanpa banyak perhitungan. STS TS S SS

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 3


23 Saya memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh STS TS S SS
hati.
24 Saya bicara berdasarkan keadaan yang sebenarnya. STS TS S SS
25 Saya berani menegur siapapun yang melanggar. STS TS S SS
26 Saya menepati janji, jika fikiran sedang tenang. STS TS S SS
27 Saya menyalahkan diri sendiri jika terjadi pelanggaran. STS TS S SS
28 Saran dari orang lain adalah hal positif bagi saya. STS TS S SS
29 Ketika melihat orang lagi kesulitan, maka saya langsung STS TS S SS
menolongnya.
30 Saya siap menerima teguran apabila melakukan STS TS S SS
kesalahan.
Bagian II
1 Saya merasa kehadiran Allah. STS TS S SS
2 Seluruh hidup saya curahkan apada urusan Agama. STS TS S SS
3 Saya bersedia menolong orang lain jika diberi imbalan. STS TS S SS
4 Saya menyempatkan diri untuk melaksanakan shalat. STS TS S SS
5 Menurut saya hidup adalah bagian dari urusan Agama. STS TS S SS
6 Teman-teman menjenguk saya jika sedang sakit. STS TS S SS
7 Saya menyampaikan ajaran Agama pada orang lain. STS TS S SS
8 Saya menemukan kenyamanan dalam Agama. STS TS S SS
9 Saya berkewajiban untuk menyebarkan ilmu Agama pada STS TS S SS
orang lain.
10 Saya merasa bahagia dengan kehidupan saat ini. STS TS S SS
11 Saya menyempatkan diri untuk mengikuti pengajian. STS TS S SS
12 Saya berdo’a sambil berusaha dalam menyelesaikan STS TS S SS
masalah.
13 Jika ada masalah, teman saya membantu STS TS S SS
menyelesaikannya.
14 Pekerjaan membuat saya jarang baca Al-Qur’an. STS TS S SS

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 4


15 Saya merasakan kedamaian batin setelah beribadah. STS TS S SS
16 Saya melakukan kegiatan dengan niatan ibadah. STS TS S SS
17 Membaca Al-Qur’an adalah kegiatan yang sulit saya STS TS S SS
lakukan.
18 Saya ibadah hanya ketika fikiran tenang. STS TS S SS
19 Saya merasa wajib mengikuti kegiatan keagamaan. STS TS S SS
20 Jika sedang sibuk, maka saya melupakan shalat. STS TS S SS
21 Saya merasa tenang setelah melakukan shalat. STS TS S SS
22 Saya melaksanakan shalat disaat hati senang. STS TS S SS
23 Bagi saya, berusaha lebih penting dari pada berdoa. STS TS S SS
24 Kesulitan hidup yang saya alami adalah hukuman dari STS TS S SS
Allah.
25 Saya marah pada Allah karena menciptakan kondisi diri STS TS S SS
seperti ini.
26 Menurut saya, bencana yang dialami manusia terjadi STS TS S SS
karena kesalahannya sendiri.
27 Saya mendoakan teman-teman sehabis shalat. STS TS S SS
28 Saya merasa dimanfaatkan oleh teman-teman. STS TS S SS
29 Saya bersedia mendengarkan teman menceritakan STS TS S SS
masalahnya.
30 Saya menolong teman jika diberi upah. STS TS S SS

Bagian III
1 Saya menulis dengan rapi. STS TS S SS
2 Saya belajar di tempat yang hening jauh dari keramaian. STS TS S SS
3 Saya belajar dengan cara praktek langsung. STS TS S SS
4 Saya mengamati setiap gambar dalam buku bacaan. STS TS S SS
5 Saya membaca sambil mengucapkan. STS TS S SS
6 Saya bisa menghafal materi jika praktek terus-menerus. STS TS S SS

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 5


7 Saya menghafal pelajaran dengan cara mencatat. STS TS S SS
8 Saya membaca dengan suara keras. STS TS S SS
9 Saya menerangkan materi sambil menggerakkan tangan. STS TS S SS
10 Saya membuat catatan ketika mendengar keterangan guru. STS TS S SS
11 Belajar saya jadi terganggu, ketika ada suara berisik. STS TS S SS
12 Belajar dengan praktek, membuat saya mudah dalam STS TS S SS
memahami.
13 Saya membaca dengan teliti. STS TS S SS
14 Membaca dengan keras, membuat saya mudah dalam STS TS S SS
memahami.
15 Saya mudah menghafal materi, jika praktek langsung. STS TS S SS
16 Saya mencatat setiap keterangan guru. STS TS S SS
17 Dalam memahami buku, saya membaca dengan suara STS TS S SS
nyaring.
18 Saya menerangkan sambil memeragakan dalam memberi STS TS S SS
penjelasan.
19 Mencatat adalah hal yang sulit saya lakukan. STS TS S SS
20 Saya belajar di malam hari ketika sedang sepi. STS TS S SS
21 Saya mudah menghafalkan materi olah raga. STS TS S SS
22 Saya membaca buku perlembar tanpa ada yang terlewati. STS TS S SS
23 Saya dapat memahami bacaan tanpa bersuara. STS TS S SS
24 Saya dapat menghafal gerakan olah raga dengan skali STS TS S SS
praktek.
25 Saya sulit memahami gambar dalam buku bacaan. STS TS S SS
26 Suara saya nyaring ketika membaca. STS TS S SS
27 Saya dapat menerangkan materi dengan sekali membaca. STS TS S SS

Terima Kasih

Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Page 6


LAMPIRAN 2
Lampiran 2 Contoh Output Syntax

DATE: 1/24/2016
TIME: 16:15

L I S R E L 8.70

BY

Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom

This program is published exclusively by


Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-
2140
Copyright by Scientific Software International, Inc.,
1981-2004
Use of this program is subject to the terms specified in
the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\TESIS\DATA\DATA


CFA\ACTING\ACTING.spl:

UJI VALIDITAS ACTING


DA NI=3 NO=200 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM9 ITEM16
KM SY FI=ACTING.COR
SE
1 2 3/
MO NX=3 NK=1 TD=SY,FI
LK
ACTING
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU AD=OFF IT=1000 TV MI SS

UJI VALIDITAS ACTING

Number of Input Variables 3


Number of Y - Variables 0
Number of X - Variables 3
Number of ETA - Variables 0
Number of KSI - Variables 1
Number of Observations 200

UJI VALIDITAS ACTING

Correlation Matrix
ITEM1 ITEM9 ITEM16
-------- -------- --------
ITEM1 1.00
ITEM9 0.43 1.00
ITEM16 0.60 0.48 1.00

UJI VALIDITAS ACTING

Parameter Specifications

LAMBDA-X

ACTING
--------
ITEM1 1
ITEM9 2
ITEM16 3

THETA-DELTA

ITEM1 ITEM9 ITEM16


-------- -------- --------
4 5 6

UJI VALIDITAS ACTING

Number of Iterations = 0

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

ACTING
--------
ITEM1 0.74
(0.08)
9.80

ITEM9 0.58
(0.07)
7.92

ITEM16 0.81
(0.08)
10.64

PHI

ACTING
--------
1.00
THETA-DELTA

ITEM1 ITEM9 ITEM16


-------- -------- --------
0.45 0.66 0.34
(0.08) (0.08) (0.09)
5.58 8.42 3.83

Squared Multiple Correlations for X - Variables

ITEM1 ITEM9 ITEM16


-------- -------- --------
0.55 0.34 0.66

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P
= 1.00)

The Model is Saturated, the Fit is Perfect !

UJI VALIDITAS ACTING

Modification Indices and Expected Change

No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X

No Non-Zero Modification Indices for PHI

No Non-Zero Modification Indices for THETA-DELTA

UJI VALIDITAS ACTING

Standardized Solution

LAMBDA-X

ACTING
--------
ITEM1 0.74
ITEM9 0.58
ITEM16 0.81

PHI

ACTING
--------
1.00

Time used: 0.016 Seconds


LAMPIRAN 3

Anda mungkin juga menyukai