Laporan Tugas Kritis WSD (: Water Seal Drainage)
Laporan Tugas Kritis WSD (: Water Seal Drainage)
NIM : 1130015054
KELAS : 6A
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
PERAWATAN WSD
PENDAHULUAN
Pemasangan kateter thorak merupakan prosedur drainase udara dan cairan dalam kavum
pleura dengan pemasangan pipa melalui sela antar iga ke dalam kavum pleura.Pada orang
normal, kavum pleura terisi oleh lapisan cairan tipis (cairan serousa) 4 ml yang berfungsi sebagai
pelicin saat terjadi pergerakan paru, pada saat respirasi.Keberadaan cairan ini karena adanya
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi.Pada keadaan pathologis keseimbangan ini dapat
terganggu yang mengakibatkan tertumpuknya cairan dalam kavum pleura dalam jumlah yang
banyak dengan manifestasi yang beragam, tergantung factor etiologi yang merusak
keseimbangan tersebut.
Adanya udara atau akumulasi cairan dalam kavum pleura akan mengganggu mekanisme
ventilasi, menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler dan memberikan keluhan subyektif
berupa sesak nafas. Gejala tergantung jumlah dan kecepatan proses akumulasi udara atau cairan.
Saat ini pemasangan kateter thorak telah dilakukan secara luas pada penderita dengan
trauma thorak, pneumothorak, empiema, efusi pleura yang masiv dan chylothorak.
Seperti tindakan invasif lainnya, pemasangan kateter juga dapat menimbulkan komplikasi
yang tidak diharapkan. Dengan indikasi yang tepat, menggunakan tehnik yang benar serta
memberikan perawatan pasca pemasangan secara baik, kita dapat menghindarkan penderita dari
komplikasi yang tidak diharapkan.
A. PENGERTIAN
WSD adalah tindakan pemasangan kateter kedalam rongga thoraks dengan tujuan untuk
mengambil cairan dengan viskositas yang tinggi ataupun darah, nanah maupun udara pada
pneumothorak dan menghubungkannya dengan water seal drainage.
Jadi kesimpulannya WSD adalah tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah,pus) dari rongga thorak , rongga pleura, dan mediastinum dengan cara
memasukkan selang atau tube ( pipa penghubung ) melalui atau menembus muskulus
interkostalis ke dalam rongga thoraks dan menghubungkannya dengan water seal drainage.
Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam tindakan WSD, maka kita harus
membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya anatomi dan fisiologi sistem
pernafasan. Paru merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan ada atau
tidaknya indikasi maupun kontra indikasi dari pemasangan WSD pada pasien.
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi
oleh sangkar iga.Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma; bagian apeks paru (ujung
superior) terletak setinggi klavikula.Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi
yang disebut hilus, tempat bronkhus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonari ke dalam
paru.Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon
bronkhial, jutaan alveoli dan jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat.Sebagai organ, fungsi
paru-paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran
darah.Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil.Pembagian pertama disebut
lobus.Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus
(Gbr. 1-6).Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura.Setiap lobus dipasok oleh cabang
utama percabangan bronkhial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai
segmen.Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkhiole,
arteriole, venula, dan pembuluh limfatik. Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan
disebut sebagai pleurae.Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan
mediastinum.Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru dan dengan kuat
melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh
sel-sel serosa di dalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua membran pleura
untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas.
Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu
kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat nyeri karena membran pleural saling bergesekan
satu sama lain ketika bernapas.Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif
selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0). Paru mengembang sampai menempel
pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps.
Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut
mediastinum. Jaringan fibrosa membentuk dinding sekeliling mediastinum, yang secara
sempurna memisahkannya dari rongga pleura kanan, dimana terletak paru kanan, dan dari rongga
pleura kiri, yang merupakan tempat dari paru kiri. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang
tidak terletak didalam mediastinum adalah paru-paru.Toraks mempunyai peranan penting dalam
pernapasan. Karena bentuk clips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya ke tulang belakang,
toraks menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih kecil ketika dikempiskan.
Bahkan perubahan yang lebih besar lagi terjadiketika diafragma berkontraksi dan relaksasi. Saat
diafragma berkontraksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan demikian menarik dasar
rongga toraks ke arah bawah sehingga memperbesar volume toraks. Ketika diafragma rileks,
diafragma kembali ke bentuk awalnya yang seperti kubah sehingga memperkecil volume rongga
toraks. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi
dan ekspirasi.
Mekanisme ventilasi paru adalah udara mengalir masuk dan keluar dari paru-paru dengan
dasar hukum yang sama seperti halnya cairan, baik dalam bentuk cair maupun gas, yaitu
mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya karena adanya perbedaan tekanan. Adanya
perbedaan tekanan ini (tekanan gradien) menyebabkan cairan mengalir atau berpindah.Cairan
selalu mengalir dari tempat dengan tekanan yang tinggi ke tempat dengan tekanan yang lebih
rendah. Dalam kondisi standar, udara atmosfir mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Udara dalam
alveoli pada akhir satu ekspirasi dan sebelum dimulai inspirasi berikutnya juga mengeluarkan
tekanan 760 mm Hg. Itulah sebabnya pada titik ini, udara tidak memasuki dan tidak
meninggalkan paru-paru. Mekanisme yang menyebabkan ventilasi pulmonal adalah mekanisme
yang menimbulkan tekanan gradien antara udara atmosfir dan udara alveolar. Mekanisme
ventilasi disajikan secara singkat pada Gambarberikut :
Pada keadaan pathologis dimana tekanan intra pulmonal yang lebih tinggi dari pada tekanan intra
thoracal, udara dari intra pulmonal dapat mengalir ke dalam pleura.Keadaan ini disebut
pneumothorak yang merupakan salah satu indikasi pemasangan WSD.
Organ tubuh lain yang terlibat langsung dalam tindakan ini adalah organ-organ yang terlibat
pada lokasi pemasangan tube WSD. Lokasi pemasangan WSD menunjukkan jenis drainase yang
diharapkan. Organ-organ yang terlibat pada lokasi pemasangan adalah :
1. Apikal : Linea Medio Clavicularis ( MCL ) pada ruang antar iga II – III ( Monaldi ),
dimana selang dimasukkan secara anterolateral, fungsinya : untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura, diperlukan pada kasus pneumothoraks. Karena udara naik,
selang dada (tube) ini diletakkan tinggi, sehingga evakuasi udara dari ruang dan
memungkinkan intrapleural paru-paru untuk reexpand.
2. Basal : Linea axilaris depan, pada ruang antar iga IX – X ( buelau ). Dapat lebih
proximal, bila perlu. Terutama pada anak-anak karena letak diafragma tinggi. Ada
juga sumber lain yang menyebutkan ruang kelima atau keenam ruang interkostal,
posterior atau lateral.Fungsi untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari
ronggapleura.Cairan di dalam ruang intrapleural dipengaruhi oleh gravitasi dan
lokalisasi di bagian bawah rongga paru-paru ketika klien duduk tegak.
3. Mediastinal : dipasang pada daerah mediastinum, mediastinum dan terhubung ke
sistem drainasegunanya mengeluarkan darah atau cairan untuk pencegahan akumulasi
di seluruh jantung. Mediastinal tube biasanya digunakan setelah operasi jantung
terbuka.
Gambar lokasi :
I. Indikasi Pemasangan
1. Pneumothoraks
Adalah pengumpulan udara atau gas lain dalam ruang pleura. Gas
menyebabkan paru menjadi kolaps karena gas tersebut menghilangkan tekanan negatif
intrapleura dan suatu tekanan ( counterpressure ) yang diberikan untuk melawan paru,
yang kemudian tidak mampu mengembang. Terdapat berbagai mekanismeuntuk
pneumothoraks. Mekanisme tersebut terjadi secara spontan atau diakibatkan oleh
trauma dada. Misalnya, disebabkan oleh tikaman atau trauma akibat kecelakaan mobil,
akibat ruptur bula emfisematosa pada permukaan paru ( sebuah bula besar akibat
kerusakan yang disebabkan oleh emfisema ), atau akibat prosedur invasif, seperti
insersi slang intravena subklavia. Seorang klien yang mengalami pneumothoraks
biasanya merasakan nyeri karena udara mengiritasi pleura parietalnya. Nyeri dapat
berupa nyeri yang tajam dan bersifat pleuritik. Dispneu merupakan hal yang umum dan
memburuk karena ukuran pneumothoraks yang meningkat. Untuk mencegah terjadinya
sesak nafas berat yang disebabkan oleh karena meningginya tekanan intratorak, maka
diperlukan pemasangan WSD. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa terdapatnya
pneumotorak yang besar merupakan indikasi perlunya pemasangan WSD. Hal ini atas
pertimbangan bahwa paru akan tetap menguncup dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa kasus pneumothoraks yang termasuk indikasi pemasangan WSD adalah :
a. Pneumothoraks tension
Pemasangan kateter pada keadaan ini harus dilakukan secepat mungkin.Pada
keadaan darurat dekompresi dapat dilakukan dengan insersi jarum besar ke dalam
kavum pleura melalui intercosta II anterior. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothorak menjadi pneumothorak.
b. Pneumothoraks totalis
Pemasangan kateter thorak pada keadaan ini tetap dilakukan meskipun
tanpa tanda-tanda sesak.
c. Pneumothoraks parsial
Pneumothoraks parsial dengan kolaps paru lebih dari 20% perlu
pemasangan kateter thorak.Sedangkan pada pneumothorak parsial dengan kolaps
paru kurang dari 20% tanpa gejala ataupun penyakit dasar, perawatan dapat
dilakukan secara konservatif.Prosentase kolaps merupakan perbandingan antara
luas bagian paru yang kolaps dengan luas seluruh hemithoraks. Pengembangan
paru diperkirakan 1,25%, sehari bertambah luasnya kolaps atau keterlambatan
pengembangan merupakan indikasi untuk melakukan tindakan yang lebih invasif.
d. Pneumothorak simptomatis
Pemasangan kateter juga tergantung pada ada tidaknya gejala penyakit dan
cadangan fisiologi paru penderita.Timbulnya keluhan sesak dan hypoksemia
menunjukkan indikasi pemasangan kateter thorak, walaupun dengan derajat kolaps
paru minimal.
e. Pneumothoraks bilateral
Untuk keadaan ini juga merupakan indikasi pemasangan kateter thorak.
Biasanya diikuti tindakan thorakotomi.
2. Hemathoraks
Merupakan akumulasi darah dan cairan di dalam rongga pleura di antara pleura
parietal dan pleura viseral, biasanya merupakan akibat trauma. Hemathoraks
menghasilkan tekanan ( counterpressure ) dan mencegah paru berekspansi penuh.
Hematothoraks juga disebabkan oleh perdarahan dari jantung, paru, pembuluh darah
besar serta percabangannya, arteri / vena intercostalis, diafragma, pembuluh darah
dinding dada, rupturnya pembuluh darah pada perlekatan pleura, neoplasma, kelebihan
antikoagulan, pascabedah thorak juga ruptur pembuluh darah kecil akibat proses
inflamasi, seperti pneumonia atau tuberkulosis. Selain terjadi nyeri dan dispneu, juga
dapat terjadi tanda dan gejala syok apabila mengalami kehilangan darah yang banyak.
Hemathoraks di atas 400cc (Moderat : 300 – 800 cc , Severe : lebih 800 cc) atau
symptomatis merupakan indikasi pemasangan kateter thorak. Evakuasi darah pada
hemathoraks masiv (lebih dari 2000 cc) harus diawali dengan penggantian cairan atau
darah. Hemathoraks yang termasuk dalam indikasi pemasangan kateter thoraks adalah
Hematothoraks bilateral, Hemato-pneumothoraks. Pemasangan kateter thoraks untuk
mencegah pembentukkan bekuan darah dalam kavum pleura dan untuk memonitor
kemungkinan berlanjutnya perdarahan.
3. Kilotoraks
Suatu keadaan dimana terdapatnya cairan limfa di pleura. Warna cairan ini seperti
susu, hal ini disebabkan oleh karena terdapatnya kilomikron, yakni butir-butirlemak
dengan ukuran 1 mikron yang diserap dari dalam intestinum. Secara kimiawi butir-butir
lemak ini terdiri dari komplek trigliserida dengan lipoprotein, fosfolipid dan
kolesterol.Melalui duktus limfatikus cairan ini sampai ke duktus toraksikus dan oleh
karena sesuatu sebab maka cairan ini masuk ke pleura.Penyebab yang paling sering
adalah trauma, tetapi dapat juga nontrauma, bahkan dapat pula penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik).
Bila terjadi trauma, misalnya, maka kilotorak akan berkumpul di mediastinum dan
bila mediastinum ini robek, maka cairan ini akan masuk ke dalam pleura. Pada penyebab
yang nontrauma, terutama disebabkan oleh kelainan dari duktus toraksikus dan keadaan
ini merupakan 50-60% dari kasus dibandingkan dengan yang trauma, yakni hanya 10-
40% dari kasus.Sedangkan pada yang nontrauma, terutama disebabkan oleh congenital,
yakni fistula antara duktus toraksikus dengan pleura.Tumor limfoma, fibrosis
mediastinum, limfangiomiomatosis pulmonal, keseluruhannya dapat menyebabkan
terjadinya kilotorak. Tindakan pemasangan WSD dengan pipa yang mutipel (multiple
tube) hasilnya akan tergantung kepada ada tidaknya perlengketan pleura dan tertutupnya
duktus.
Kilotoraks Chylothoraks sulit diterapi, meskipun dengan pemasangan kateter
thorak dan disertai pleurodesis. Penyebab chylothoraks adalah trauma, malignansi,
abnormalitas kongenital.
4. Empiema
Empiema thoracis setelah dipungsi tidak berhasil atau pus sangat kental, sehingga
perlu dipasang WSD dengan chest tube yang besar, kadang harus dilakukan reseksi iga.
Cairan empiema perlu didrainase secepatnya dan sebanyak-banyaknya, untuk
mengurangi gejala toksis dan mempercepat resolusi proses inflamasi. Pada fase akut,
permukaan paru masih fleksibel dan akan mengembang sempurna setelah cairan
empiema di drainase sampai habis. Keterlambatan drainase sering perlu diikuti
dekortikosi, karena terbentuk peel pada permukaan paru.
Kilotoraks Hampir setiap operasi thorakotomi perlu diikuti pemasangan kateter
thorak.
5. Effusi Pleura
Peningkatan tekanan intra pleura karena cairan akan memberikan pendorongan
pada mediastinum dengan akibat gangguan fungsi paru dan kardiovaskuler. Pemasangan
kateter thorak terutama dilakukan pada efusi pleura maligna dengan tujuan untuk
mengurangi keluhan dan mencegah reakumulasi cairan.Keadaan ini sering harus diikuti
dengan pleurodesis.Cairan hemoragik yang terdapat pada effusi pleura akibat dari
adenokarsinoma dapat berasal dari berbagai organ tubuh, antara lain paru dan ovarium.
Untuk membuktikan bahwa cairan pleura yang terjadi adalah oleh karena keganasan
maka harus dapat dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan sitologi.Indikasi
pemasangan kateter thorak pada efusi pleura non maligna masih
controversial.Keuntungan dari tindakan ini tidak seimbang dengan komplikasi yang
mungkin terjadi, misalnya pendarahan dan infeksi sekunder.
6. Flail chest ,adalah akibat dari trauma pada thorax, disebabkan oleh gangguan struktur
semirigid secara normal pada tulang dada,disebabkan dari: (1). Fraktur pada tiga atau
lebih sendi iga pada satu atau lebih lokasi, (2). Fraktur iga dengan terpisahnya
kostokondral atau (3). Fraktur sentral. Dimanapun fraktur terjadi, segmen tersebut
kehilangan kontuinitasnya dengan dinding dada yang masih utuh dan terjadi gerakan
paradoksial. Selama inspirasi, tekanan intrapleural pada sisi sehat lebih besar, sehingga
merubah posisi mediastinum kearahnya. Sebaliknya selama ekspirasi tekanan negative
pada sisi sehat kurang dari yang sakit dan mediastinum miring ke arah sisi yang sehat.
Kejadian ini diketahui sebagai flutter mediastinal, selanjutnya mengganggu ventilasi dan
curah jantung.
7. Fluidothoraks yang hebat, karena adanya cairan yang banyak menyebabkan pasien
Sesak
Paru merupakan organ elastis yang berbentuk kerucut yang terletak di rongga dada.
Kedua paru saling terpisah oleh mediastinum ditengahnya. Didalam mediastinum terdapat
jantung dan pembuluh darah besar, arteri pulmonalis, arteri bronchialis bronchioli, saraf,
pembuluh limfe, masuk pada kedua paru. Pada bagian hilus terdapat akar paru. Paru diselimuti
oleh membrane tipis, licin yang disebut pleura. Pleura ada dua yaitu pleura parietalis yang
melapisi rongga thorak. Pleura visceralis yang melapisi paru. Di antara kedua pleura tersebut ada
cairan dengan volume total 4 ml bertindak sebagai pelumas antara pleural viseral dan parietal,
memungkinkan cairan itu bergerak dengan halus tiap kali bernafas. Karena dua lapisan pleural
saling bersentuhan, area pleural menjadi hanya area”potensial”. Bila area antara membran ini
menjadi area actual, paru-paru akan kolaps. Keberadaan cairan ini karena adanya keseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi. Pada keadaan patologis keseimbangan ini dapat terganggu yang
mengakibatkan tertumpuknya cairan dalam cavum pleura dalam jumlah yang banyak .
Paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan pleural negatif. Tekanan negatif ini
dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk
mengembang kedepan dan ke belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis
untuk berkontraksi.
Analoginya adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang
diletakkan diantaranya. Seseorang tak dapat menarik bagian lapisan karena tekanan permukaan
cairan. Bandingkan paru dengan kedua lapisan itu. Satu lapisan adalah pleural viseral lainnya
pleural parietal. Tetesan air adalah cairan pleural. Sesuai analogi lapisan itu, upaya kekuatan
yang berlawanan untuk menarik pleura pada arah yang berbasis. Tekanan negatif terjadi yang
mengikat paru dengan kencang pada dinding dada, mencegah paru kolaps . Selama inspirasi,
tekanan intrapleural menjadi lebih negatif. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.
Semua gas-gas bergerak dari area dengan tekanan lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Selama inspirasi, rongga dada membesar karena kontraksi diafragma. Ini meningkatkan area
paru dan menyebabkan tekanan intrapleural turun sampai di bawah tekanan atmosfir. Aliran
udara dari tekanan atmosfir relatif tinggi ke area tekanan rendah di paru. Selama ekspirasi, proses
ini kebalikannya. Rekoil diafragma, menurunkan area dalam rongga dada dan menekan paru-
paru. Tekanan intrapleural kini lebih tinggi daripada tekanan atmosfir, menyebabkan udara
bergerak keluar paru-paru. Setelah otot pernafasan rileks, tekanan antara udara luar dan paru
sama (760 mmHg pada permukaan laut). Karena tekanan sama, maka tak ada udara bergerak.
Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, selang transparan dengan petunjuk tanda
radiopaque dan jarak. Ini memampukan dokter untuk melihat selang pada foto rontgen dan
memberi posisi dengan benar pada area pleural. Selang dada dikategorikan sebagai pleural atau
mediastinal tergantung lokasi ujung selang. Pasien dapat dipasang lebih dari satu selang pada
lokasi yang berbeda tergantung tujuan selang. Semua selang dada ditangani sebagai selang
intrapleural untuk keamanan pasien. Selang yang lebih besar (20-36 french) digunakan untuk
mengalirkan darah atau drainage pleural yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20 french)
digunakan untuk membuang udara. Selang dada bekerja sebagai drain untuk udara dan cairan.
Untuk membuat tekanan negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan pada selang dada untuk
mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan
menggunakan sistem drainage dalam air. Tinjauan tentang sistem satu-dua-tiga-botol
memberikan dasar pemahaman semua produk botol yang dijual. Setiap sistem
mempunyaikeuntungan dan kerugian. Pengetahuan terhadap sistem ini memungkinkan perawat
untuk mengatur dengan aman sistem drainage selang dada yang paling kompleks
sekalipun.Pemasangan WSD akan menimbulkan beberapa efek pada pasien, antara lain:
1. Nyeri pada daerah dada dan bahkan menyebar keseluruh tubuh terutama pada daerah insisi
Pemasangan kateter juga dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan. Dengan
indikasi yang tepat, menggunakan tehnik yang benar serta memberikan perawatan pasca
pemasangan secara baik, kita dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang tidak
diharapkan.Komplikasi yang bisa didapat pada waktu pemasangan kateter atau selama
perawatan:
1. Kerusakan jaringan paru dan organ visceral abdominal. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada insersi kateter dengan bantuan trokar. Fase respirasi, posisi penderita,
atelectesis, paralisa diafragma, hernia diafragma, distensi abdomen, dapat merubah posisi
diafragma. Pengenalan akan keadaan tersebut serta ekplorasi kavum pleura dengan jari
dapat mencegah komplikasi ini.
2. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius local habis, terutama 12-48 jam setelah
insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgenetik
3. Infeksi local, empiema dan osteomyelitis dapat timbul akibat tindakan yang tidak aseptic.
Dengan kateter yang steril dan dengan yang terpasang baik, maka infeksi jarang terjadi.
Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu bila
jumlah cairan yang keluar dibawah 50 cc, maka drai harus dicabut dari rongga pleura,
oleh karena selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya infeksi
Infeksi local Keadaan ini timbul akibat pengembangan paru yang berlangsung terlalu
cepat. Umumnya terjadi pada keadaan dimana kolaps paru sudah berlangsung lebih dari
72 jam dan penggunaan hisapan kontinyu yang terlalu dini. Komplikasi ini juga dapat
timbul tanpa pengguanaan hisapan kontinyu.
4. Emphysema kutis, sering terjadi pada orang tua yang elastisitas kulitnya mulai menurun
5. Kegagalan pengembangan paru
Kegagalan pengembangan paru pada pneumo thorax dapat disebabkan oleh kesalahan
letak kateter, lubang drainage kateter keluar dari kavum pleura, kebocoran udara yang
menetap atau akibat sumbatan pada bronkus. Pada empiema biasanya disebabkan oleh
terbentuknya peel pada permukaan paru
6. Kateter yang tertekuk atau tersumbat oleh bekuan darah dan pus yang kental
7. Perdarahan local akibat laserasi arteri inter kosalis. Perdarahan ini dapat dicegah dengan
membatasi insisi secara tajam hanya pada kulit dan fasia musculus. Hindari insisi pada
lokasi sub kosta
8. Penempatan kateter pada posisi yang salah misalnya pada jaringan sub kutan atau intra
abdominal
9. Alergi terhadap obat-obat anestesi atau desinfektan
10. Terhisapnya cairan dalam botol WSD kedalam kavum pleura. Agar tidak terjadi hal
tersebut diatas, posisi botol WSD harus lebih rendah dari tubuh penderita
11. Infark paru dan kontusio paru akibat hisapan kontinyu
12. Distress pernafasan akibat hisapan kontinyu yang dillakukan pada pneumothorax dengan
bronco pleuralfistal yang besar
13. Pneumonia dan atelectasis akibat menahan batuk dan mobilsasi yang terlalu lama
Salah satu dari komplikasi pemasangan WSD adalah resiko terjadinya infeksi. Untuk itu
perlu diperhatikan beberapa prinsip bagi perawat sebelum, saat, sesudah tindakan WSD maupun
saat pencabutan selang WSD :
1. Pada tindakan pemasangan WSD menggunakan prosedur yang benar dengan tetap
memperhatikan tehnik sterilitas, misalnya dengan penggunaan prinsip universal precause
(cuci tangan, handschoen, masker, pakaian kerja dan topi). Pergunakan alat-alat steril,
Bersihkan daerah yang akan dilakukan pemasangan WSD dengan antiseptic. Tujuannya
untuk mencegah masuknya microorganime yang dapat menimbulkan infeksi sekunder.
2. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
3. Mendeteksi tempat insersinya slang, mengganti perband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kasa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
4. Setiap penggantian botol/selang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
steril. Gunakan selang sekali pakai. Satu alat untuk satu pasien.
5. Memonitor tanda-tanda infeksi yang mungkin timbul dan mencatat ttv setiap hari
6. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
7. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan, terutama
menjaga kebersihan luka post WSD
8. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
9. Menganjurkan pasien untuk makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup
10. Batasi pengunjung, bila perlu
11. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
meninggalkan pasien
12. Kolaborasi dalam pemberian antibiotika
Pada pemasangan WSD menggunakan beberapa system antara lain satu-botol, dua-botol,
tiga-botol, yang mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing.
Efektivitas dari
Selang untuk ventilasi
penghisapan dengan
dalam botol dibiarkan
satu botol kurang
terbuka untuk
memfasilitasi udara
dari rongga pleura
keluar
Secara fungsional,
drainage tergantung
pada gravitasi dan
pada mekanis
pernafasan. Selama
pernafasan normal,
cairan harus naik
seiring inspirasi dan
turun sewaktu
ekspirasi (undulasi
pada selang cairan
mengikuti irama
pernafasan) .
Biasanya digunakan
untuk drainage yang
berjumlah lebih kecil,
sering digunakan pada
pasien simple
pneumothoraks
Sistem water-seal Cairan drainase dari Dengan cara ini baik Menambah area mati
dua-botol rongga pleura masuk udara maupun cairan pada system drainage
ke botol 1 dan udara lebih mudah terhisap yang mempunyai
Digunakan 2 botol ; 1
dari rongga pleura bersama-sama, karena potensial untuk masuk
botol mengumpulkan
masuk ke water seal pada botol yang kedua ke dalam area pleural
cairan drainage dan
botol 2 selain berfungsi
botol ke-2 botol water Untuk terjadinya
mengalirkan tekanan
seal Prinsip kerja sama aliran, tekanan pleural
negative juga
dengan sistem 1 botol harus lebih tinggi dari
berfungsi sebagai
Botol 1 dihubungkan
yaitu udara dan cairan tekanan botol
pengatur tekanan
dengan selang
mengalir dari rongga
udara
drainage yang Mempunyai batas
pleura ke botol WSD
awalnya kosong dan kelebihan kapasitas
dan udara Mempertahankan
hampa udara, selang aliran udara pada
dipompakan keluar water seal pada
pendek pada botol 1 adanya kebocoran
melalui selang masuk tingkat konstan
dihubungkan dengan pleural
ke WSD, kecuali
selang di botol 2 yang Memungkinkan
bahwa ketika cairan
berisi water seal observasi dan
pleural terkumpul,
pengukuran drainage
system seal di bawah
yang lebih baik dan
air tidak terpengaruh
akurat
oleh volume drainage.
Bisasanya digunakan Digunakan saat
untuk mengatasi jumlah drainage yang
hemothoraks, diharapkan lebih
hemopneumothoraks, banyak
efusi peural
Fluktuasi dalam slang
Drainage yang efektif segel-air masih
tergantung pada gaya diantisipasi
gravitasi
Sistem water-seal Digunakan untuk System paling aman Lebih kompleks, lebih
tiga-botol mengeluarkan volume untuk mengatur banyak kesempatan
udara atau cairan penghisapan untuk terjadinya
Sama dengan sistem 2
dengan pengisap kesalahan dalam
botol, ditambah 1
pengontrol perakitan dan
botol untuk
pemeliharaan
mengontrol jumlah Pada system ini, yang
hisapan yang penting kedalaman
digunakan. selang dibawah air
pada botol ketiga,
Botol ketiga disusun
karena jumlah isapan
mirip dengan botol
ditentukan oleh
segel dalam air,
kedalaman sampai
dengan penutupnya
mana ujung tabung
berisi 3 lubang selang.
kaca vent dicelupkan.
Botol pengontrol
(Sebagai contoh,
pengisap berisi
pencelupan sampai 10
selang yang panjang.
cm di bawah
permukaan air akan
. Tube pendek diatas
sama dengan 10 cm
batas air dihubungkan
dengan tube pada isapan air yang
botol kedua diterapkan pada
· Tube pendek lain pasien)
dihubungkan dengan
Drainage tergantung
suction
pada gaya gravitasi
· Tube di tengah yang
atau jumlah isapan
panjang sampai di
yang diberikan.
batas permukaan air
Jumlah isapan pada
dan terbuka ke
system ini
atmosfer
dikendalikan oleh
botol manometer.
Motor pengisap
mekanis atau pengisap
pada dinding
menciptakan dan
mempertahankan
tekanan negative di
seluruh system
drainage tertutup.
Dapat memfasilitasi
transfusi mandiri
(autotransfusi)
Pengetahuan tentang
dasar-dasar
penatalaksanaan
selang dan maneuver
yang mengatasi
kesulitan akan
mengurangi resiko
komplikasi pada klien
Asuhan keperawatan
lebih mudah untuk
diberikan, dan
kemudahan system
mendorong ambulasi
yang lebih mudah dan
lebih dini bagi
pasien.
Pada WSD dengan 1 atau 2 botol maka tekanan negative yang timbul dapat mengancam
keselamatan pasien, oleh karena tidak dapat mengatur tingginya tekanan negative yang timbul di
dalam kavum pleura.Bila digunakan WSD tiga botol, maka ujung yang ke water seal harus bebas
dari udara. Pada WSD tiga botol, apabila digunakan continous suction, maka tidak akan
menyebabkan naiknya tekanan intra pleura dalam tingkat yang membahayakan. Pada saat ini
telah tersedia botol WSD yang dapat menyebabkan tekanan intrapleural tidak akan meningkat.
Sistem 1 botol
Sistem 2 botol
Sistem 3 botol
Sistem WSD disposible
a. Drainage thorax
• Drainage steril dengan satu, dua / tiga botol
• Suction
• Selang transparan
b. Obat-obatan
• Spuit 5cc&jarum steril
• Lidokain 2 %
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
c. Alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Trocar
• Scapel / bisturi
• Beberapa klem
• Jarum jahit, benang & pemegang jarum (naldvoeder)
• Side 1 meter
• Sarung tangan
d. Alat-alat non steril
• Bengkok
• Ember / kom
• Plester / hipafyx
• Gunting plester, perlak & pengalas
2. Persiapan lingkungan
a. Mempertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
b. Menjaga ketenangan lingkungan selama pemasangan alat
c. Menjaga privasi lingkungan pasien
d. Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang akan digunakan dalam
pemasangan didekat pasien agar mudah dijangkau
3. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
a. Obat-obatan
• Spuit 5cc&jarum steril
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
b. alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Beberapa klem
• Sarung tangan
2. Persiapan lingkungan
a. Mempertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka postoperatif
b. Menjaga ketenangan lingkungan selama perawatan
c. Menjaga privasi lingkungan pasien
d. Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang akan digunakan dalam
perawatan didekat pasien agar mudah dijangkau
3. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
5. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi
WSD yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
Tahap orientasi
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan)
4. Tentukan daerah pemasangan bila perlu dibuatkan line ( untuk mencegah kesalahan
tindakan, penusukan dilakukan di bagian atas costa untuk menghindari cedera pada arteri,
vena, nervus intercostalis )
5. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
6. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril ( mencegah
masuknya microorganisme dengan mengoleskan antiseptik pada daerah insisi dan
memperkecil daerah lapang operasi yang terkontaminasi dengan udara luar)
7. Beritahu pasien saat akan dilakukan pembiusan lokal dan anjurkan pasien untuk menarik
nafas dalam ( memberi ketenangan, dan kekuatan untuk menahan nyeri akibat suntikan
anestesi pada daerah operasi)
8. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit
sampai pleura (untuk memberikan efek bius agar pasien tidak merasakan nyeri)
9. Tempat yang akan dipasang drain adalah :
Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).
Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma
tinggi.
linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
10. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit (untuk membuat lubang
tempat insersinya tube WSD)
11. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1 (untuk
melakukan fiksasi pada saat selesai dilakukan tindakan)
12. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit
dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus. Masukkan jari melalui
lubang tersebut (untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru, hingga
terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka)
13. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral.
Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul (untuk
memudahkan mengarahkan drain)
14. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat
lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit,
duapertinganya ( agar cairan yang dikeluarkan dapat melalui lubang-lubang tersebut)
15. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya
kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau).
16. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri
dengan simpul hidup (untuk fiksasi agar tidak terlepas terutama pada saat pasien batuk)
17. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral
sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks.
18. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem
dahulu (untuk mencegah terjadinya tekanan positif pada rongga pleura)
19. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung (yang akan
menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, di samping juga
akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks)
20. Lakukan foto X Rays (untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan)
21. Terapi : antibiotika, analgetika, expectorant
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam tehnik pemasangan WSD, yakni:
1. Persiapan
Pastikan terlebih dahulu dengan membuat foto lateral dekubitus untuk membuktikan
adanya cairan ini. Dahulu untuk menilai gerakan cairan digunakan fluoroskopi. Apabila
cairan memenuhi seluruh hemitorak, sedangkan pada foto lateral decubitus tidak dapat
dinilai adanya gerakan cairan, maka untuk membuktikan adanya cairan di dalam rongga
pleura dapat dilakukan pemeriksaan USG
Pungsi percobaan perlu dilakukan untuk membuktikan adanya cairan, terutama apabila
cairan tersebut berada di dalam kantong (lokulasi). Apabila terdapat penebalan pleura dan
diperkirakan kateter tidak akan dapat diinsersikan, maka harus dilakukan operasi tumpul
(blunt reseksi) untuk mencegah tertusuknya paru oleh trokar. Untuk pneumothoraks
dilakukan penilaian apakah terdapat ventil pneumothorak dan juga berapa besar
pneumothorak yang terjadi
2. Tempat Insersi
Pada pneumothoraks, trokar diinsersikan pada midklavikula, yaitu pada ICS II atau kira-
kira berbatasan dengan apeks.Untuk cairan, trokar diinsersikan pada bagian posterior
interior atau dapat pula dilakukan pada pertemuan antara ICS VII dengan garis aksila
posterior. Pada wanita atau laki-laki gemuk dianjurkan dilakukan pungsi pada ICS VI
pada garis midaksila atau pada garis aksila posterior untuk mencegah agar kateter tidak
menekuk dan agar pasien dapat merasa enak bila berbaring
3. Pemeliharaan kateter
Pipa karet lebih dianjurkan daripada plastic.Biasanya digunakan pipa dengan ukuran Fr
20-28 untuk pneumothorak, sedangkan untuk cairan digunakan ukuran Fr 28-40.Makin
kecil kateter yang digunakan, maka makin mudah kateter tersebut tersumbat oleh fibrin.
Bila cairan lebih kental, maka dapat digunakan kateter yang lebih besar dari nomor 28 Fr.
Pada saat ini kateter dan trokar pneumothorak diperdagangkan dalam satu set yang telah
steril dan sekali pakai
4. Insersi
Ada 2 cara memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
a. Dengan menggunakan trokar
Pertama harus diketahui ukuran trokar yang akan digunakan. Trokar mempunyai
2 komponen, kanula dan penetrasi.Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura
maka kanula bertindak sebagai terowongan. Resiko tertusuknya paru tetap besar
dan dapat mengakibatkan pneumothorak, tetapi WSD dapat sekaligus bertindak
sebagai terapi fistula brokopleura maupun pneumothorak
b. Reseksi tumpul
Kemungkinan terpelesetnya kateter dalam rongga pleura sangat kecil, juga ada
perlengketan dapat diraba dan dilepaskan dengan jari.Setelah keteter masuk
dilakukan jahitan tunggal sebagai penahan kateter.Bila kateter dicabut, maka
dengan mudah jahitan ini menutup lubang kateter agar masuknya udara ke dalam
rongga pleura dapat dicegah. Bila ternyata keteter ini posisinya salah, maka
perlu dipertimbangkan untuk pemasangan kateter ulang. Bila pemasangan kedua
kurang dari 1 jam dari pemasangan pertama, maka dapat digunakan pada lubang
yang sama. Bila lebih dari 1 jam, maka sebaiknya dibuat lubang yang baru insersi
yang baru.Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Pemindahan cairan dengan dibantu oleh sonografi. Memisahkan cairan yang
terukulasi, cara ini dapat dilakukan dengan bantuan CT Scan. Pasien disuruh
melakukan beberapa kali pernafasan yang dalam.Lakukan valsava manufer pada
akhir ekspirasi dan tarik segera kateter. Penarikan yang lambat dapat
menyebabkan masuknya udara ke dalam rongga pleura.Catatan ; pemasangan
dilakukan oleh dokter
II.Prosedure Perawatan WSD
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi
WSD yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
Tahap orientasi
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan)
8. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
4. Ganti verband, rawat luka setiap 2 hari sekali dengan cairan antiseptic (buka verband
yang lama dengan hati-hati agar tube dada tidak tercabut, bersihkan daerah sekitar luka
dengan Nacl terutama pada daerah bekas-bekas darah / secret (bila ada), keringkan
dengan gaas, oleskan dengan alcohol 70% , keringkan dengan gaas, terakhir oleskan
dengan bethadine, jangan terlalu basah, kemudian ditutup dengan gaas kering dan ajarkan
pasien dan keluarga untuk tetap menjaga daerah insersi agar tetap bersih dan kering)
5. Observasi pada slang, untuk melihat adanya lekukan-lekukanyang menggantung atau
bekuan darah (mempertahankan sistem drainage yang bebas dan paten, mencegah cairan
terakumulasi di rongga dada)
6. Cek segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien (cairan harus sesuai
dengan undulasi yang mengidentifikasi bahwa system berjalan baik)
7. Cek gelembung udara di botol air bersegel atau di ruangan (setelah periode yang pendek,
maka gelembung akan berhenti)
8. Catat tipe dan jumlah cairan drainage, TTV, dan warna kulit (aliran drainage yang tiba-
tiba dapat merupakan darah yang keluar dan bukan merupakan perdarahan aktif.
Peningkatan drainage merupakan akibat perubahan posisi)
9. Periksa gelembung udara didalam ruang pengontrol pengisap/saat menggunakan pengisap
(Ruang pengontrol pengisapan memiliki gelembung yang halus dan konstan bebas dari
obstruksi dan sumber pengisapan harus dinyalakan supaya dapat diatur dengan tepat)
10. Pertahankan hubungan slang antara dada dan slang drainage utuh dan
menyatu(mengamankan slang dada system drainage dan mengurangi resiko kebocoran
udara)
11. Urut atau peras slang hanya jika diindikasikan (pengurutan menciptakan tekanan negatif
dengan derajat yang tinggi dan berpotensi manarik jaringan paru)
12. Cuci tangan (mengurangi penyebaran infeksi)
13. Catat kepatenan selang dada drainage, fluktuasi, tanda-tanda vital klien, dan tingkat
kenyaman di dalam kenyamanan (mendokumentasikan fungsi slang dada dan status fisik
klien secara akurat)
14. Menilai kembali kondisi klinis pasien
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), foto thorax,
jumlah cairan pada botol, metode terapi WSD yang digunakan, dan hal lain yang
diperlukan)
Tahap orientasi
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
5. Pasien dibimbing nafas dalam, tekanan dinaikkan, desinfektan daerah luka, simpul
dilepas, operator siap menarik benang, assisten siap mengikat benang ( hitungan ke 3
pasien dalam keadaan insiprasi )
6. WSD harus dicabut dalam satu gerakan yang cepat dan lubang bekas WSD ditutup
secepatnya dengan mengikat benang (penarikkan yang lambat dapat menyebabkan
masuknya udara ke dalam rongga pleura)
7. Luka bekas jahitan dihapus dengan alcohol, kemudian ditutup kasa steril
8. Pasien disuruh melakukan beberapa kali pernafasan yang dalam ( memantau pernafasan
ventilasi)
9. Cek ulang foto thorax
10. Evaluasi TTV
3. Pada kondisi :
- Pada thoracotomi
a. Infeksi : klem dahulu 24jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut.
b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke-3 bila mediastinum stabil (tak perlu air-tight)
4. Alternatif
3. Sambungan kateter drainase dari ruang pleura Pada unit sekali pakai, system tersebut
(pasien) ke selang yang datang dari bilik adalah system tertutup, dengan satu-
pengumpul dari system water seal. Plester satunya hubungan ke kateter pasien
dengan baik
5. Tandai ketinggian cairan awal pada bagian Penandaan ini akan memperlihatkan
luar unit drainage. Tanda peningkatan setiap jumlah kehilangan cairan dan berapa
jam/hari (tanggal dan waktu) pada ketinggian cepat cairan dikumpulkan dalam botol
drainage. Cairan yang terkumpul ini
drainage berfungsi sebagai dasar untuk
penggantian darah, jika cairan tersebut
adalah darah. Keseluruhan darah yang
mengalir akan tampak dalam botol
segera pada pasca operasi : drainage ini
secara bertahap akan menjadi serosa dan
jika terlalu banyak dapat membutuhkan
operasi ulang atau autotransfusi
6. Pastikan bahwa selang tidak menggulung atau Kekusutan atau gulungan atau tekanan
mengganggu gerakan pasien pada selang drainage dapat
menghasilkan tekanan balik dan dengan
demikian dapat mendorong drainage
kembali dalam ruang
7. Berikan dorongan pasien untuk mencari Posisi pasien dapat dirubah sesering
posisi yang nyaman. Jika pasien terbaring mungkin untuk meningkatkan drainage,
lateral , pastikan selang tidak tertekan. mencegah deformitas dan kontraktur.
Anjurkan untuk mengubah posisi lebih sering Posisi yang baik membantu pernafasan
dan meningkatkan pertukaran gas yang
baik.
8. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan Latihan membantu mencegah ankilosis
dan bahu dari sisi yang sakit beberapa kali bahu dan membantu dalam mengurangi
sehari. Anlgesik mungkin diperlukan nyeri dan rasa tidak nyaman
pascaoperasi
9. Dengan perlahan peras selang dengan arah “Memeras”selang mencegahnya menjadi
bilik drainage sesuai kebutuhan tersumbat dengan bekuan dan fibrin
10. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari Fluktuasi ketinggian air dalam selang
ketinggian cairan dalam bilik water-seal. memperlihatkan bahwa terdapat
komunikasi yang efektif antara rongga
pleura dan botol grainage, memberika
inikasi yang bernilai tentang kepatenan
drainage dan merupakan diameter
tekanan
11. Amati terhadap kebocoran udara Kebocoran dan terperangkapnya udara
dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
pneumothorax tension
12. Jika pasien harus dipindahkan , letakkan Aparatus drainage harus dijaga
system drainage dibawah ketinggian dada, ketinggiannya dibawah dada, untuk
jika pasien berbaring pada brankard. Jika mencegah adanya tekanan balik
selang terlepas gunting ujung yang
terkontaminasi dari selang dada dan selang
konektor, sterilkan dengan desinfektan,
sambungkan kembali ke system drainage.
Jangan mengklem selang dada selam
memindahkan
13. Ketika membantu dokter bedah dalam Selang dada dilepaskan sesuai yang
melepaskan selang ; disarankan ketika paru telah
- Instruksikan pasien untuk mengembang kembali (biasanya 24 jam
melakukan maneuver valsava sampai beberapa kali) tergantung pada
dengan lambat dan bernafas penyebab pneumothorax. Selama
dengan tenang penglepasan selang prioritas utama
- Selang dada diklem dan adalah pencegahan masuknya udara ke
dengan cepat dilepaskan dalam rongga pleura ketika selang
- Secara bersamaan melakukan ditarik dan pencegahan infeksi
pengikatan benang untuk
menutup luka dan tutup
dengan kasa steril
1. Beritahukan pasien dan keluarga tentang prosedur, tujuan, akibat dan perawatan
mengenai system drainage
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk segera melaporkan setiap perubahan yang terjadi
3. Pada pediatric pertimbangkan:
jika mungkin, menggunakan gambar dan boneka khusus, membiasakan anak dan
keluarga dengan peralatan sebelum menyisipkan sistem drainase dada.
Biarkan anak bermain dengan peralatan dan boneka khusus sebelum menyisipkan
system drainase dada
Drainase selang dada lebih dari 3 ml / kg / jam selama lebih dari 2 jam berturut-
turut adalah berlebihan dan mungkin menunjukkan perdarahan pascabedah.
4. Pada gerontology
Kerapuhan dari kulit orang dewasa yang lebih tua memerlukan perawatan khusus dan
perencanaan untuk pengelolaan ganti tabung dada. Sering terdapatnya tanda-tanda
kerusakan kulit di sekitarnya.