BAB II
2.1. Remisi.
para Narapidana, untuk itu di dalam sistem pidana penjara di Indonesia, remisi
Andi Hamzah, remisi adalah sebagai pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau
sebagian atau dari seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang di berikan setiap
tanggal 17 Agustus.40
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
39
Andi Hamzah, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Rafika Aditama,
Bandung, h.133.
40
Ibid, h. 136.
42
pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi
(orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum
untuk belajar bermasyarakat dengan baik, dan ahli hukum lain mengatakan
Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar
norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman.41
41
Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 59
43
merupakan kata kerja yang dibendakan. Pemasyarakatan berasal dari kata kerja
menyebarkan ide kepada masyarakat luas untuk diketahui, dimiliki atau dianut.
kedua, adalah melakukan usaha melalui proses yang wajar untuk dalam rangka
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.”
atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan
menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana
42
Petrus dan Irwan Panjaitan, 1995, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan
Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 45.
43
Ibid. h. 120.
44
yang pernah dilakukan. Prinsip- prinsip pokok yang menyangkut dasar perlakuan
terhadap warga binaan dan anak didik yang dikenal dengan nama 10 ( sepuluh )
Prinsip Pemasyarakatan :
pidana penjara, yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem
44
Ibid. h.127.
45
Ibid. h.56.
45
ketentuan hokum tetap. Menurut Pasal 3 Undang- undang Nomor : 12 tahun 1995
yang mendalam atas perbuatan salah yang telah dilakukannya serta menimbulkan
mereka nanti kembali kemasyarakat berlaku sebagi warga negara yang baik dan
berguna.
a. Pengayoman;
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. Pendidikan;
d. Pembimbingan;
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu- satunya penderitaan.46
46
Ibid. h. 46
46
Pemikiran tentang tujuan dari suatu pemidanaan dewasa ini sedikit banyak
telah mendapat pengaruh dari pemikiran para pemikir atau penulis masa lalu. Pada
umumnya mencari dasar dari pemidanaan pada pengertian hukum yang berlaku
umum. Mereka yang memandang negara sebagai suatu penjelmaan dari kehendak
individu. Metode tersebut telah dipergunakan antara lain oleh Hogo de Groot,
yang untuk memperoleh penjelasan tentang apa sebabnya seorang pelaku harus
dipandang layak untuk menerima akibat dari perbuatannya telah melihat pada
kehendak alam, yaitu barang siapa telah melakukan sesuatu yang bersifat jahat,
pengikut Hugo de Groot sebagai penganut dari mazhab hukum alam telah
berusaha untuk mencari dasar pembenar pidana dari pada asas- asas hukum yang
berlaku umum.47
proses dari suatu kesatuan yang bulat dan merupakan rangkaian berbagai sub
sistem yang secara teratur saling keterkaitan, saling ketergantungan dan memiliki
47
P.F Lamintang, Op Cit, h.12.
48
Sue Titus Reid menyatakan :“The system of criminal justice consist of four basic
pidana pada teorinya mengenai Countract Social, bahwa hukum adalah wujud
kemauan dan kepentingan umum ( individu dan kelompok ) yang hidup teratur
dalam sistem politik negara. Hukum adalah wujud Volonte generale ( kemauan
perlu adanya badan legislasi yang merupakan representasi rakyat namun badan
Beccaria mencari dasar pembenar pada kehendak bebas ( Free Will ) dari
warga negara yakni yang telah mengorbankan sebagian kecil dari kebebasannya
kepada negara agar mereka memperoleh perlindungan dari negara dan dapat
dirumuskan dengan jelas dan tidak memungkinkan bagi hakim untuk melakukan
48
Von, Hirsch, Andrew, and Robert, Juliant, Bottoms Anthony E, Roach Kent, and Schiff Mara
2003, Restorative Justice & Criminal Justice, Hart Publishing, Oxford and Portland, Oregon, h.
195.
49
Bernard L. Tanya, 2010, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
Genta Publishing, h. 88.
49
yang juga harus dirumuskan secara tertulis dan tertutup bagi penafsiran oleh
hakim. Undang- undang harus ditetapkan secara sama terhadap semua orang oleh
merupakan alat undang- undang yang hanya menentukan salah tidaknya seseorang
dijatuhkan tetapi menjadi suatu keharusan. Pidana tidaklah bertujuan untuk yang
kepada pelanggar.51
karena kejahatan bukan hanya menimbulkan kerugian dan penderitaan tidak hanya
bagi korban namun juga bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung dan penderitaan bagi pelaku kejahatan yang di pidana itu sendiri. Untuk
50
Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Teori- teori dan Kebijakan Pidana, Alumni Bandung, h. 30.
51
Andi Hamzah, 2010, Hukum Pidana Indonesia, Yarsif Watampone, Jakarta, h.45.
50
menghadapi hal tersebut diperlukan suatu kebijakan kriminal yang terdiri atas
adalah negara ( lembaga yudikatif ). Menurut Ultrecht, sesuatu yang tidak dapat
disangkal lagi adalah bahwa negara merupakan organisasi sosial yang tertinggi
sehingga atas dasar kenyataan tersebut sangatlah logis apabila negara diberi tugas
sosial tertinggi logis menjadi alat satu- satunya untuk mempertahankan pergaulan
hukuman itu dijatuhkan oleh negara sebagai organisasi sosial tertinggi maka kita
mempunyai jaminan penuh bahwa hukuman sebagai alat yang paling kejam untuk
persoalan yang juga esensial adalah dasar- dasar pembenar penjatuhan hukuman
yang dalam lingkup hukum pidana akibatnya berupa nestapa atau penderitaan.
52
Barda Nawawi Arief, 2005, Beberapa Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum
Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54.
51
Diantara berbagai jenis pidana pokok yang dikenal, pidana hilang kemerdekaan
berupa pidana penjara yang merupakan jenis sanksi pidana yang paling banyak
ditetapkan dalam produk perundang- undangan pidana selama ini. Menurut Jimly
dalam suatu produk perundang- undangan, dikenal adanya materi- materi yang
bersifat khusus yang mutlak hanya dapat dituangkan dalam bentuk undang-
menanggulangi kejahatan yang terjadi tidak terlepas dari tujuan negara untuk
berdasarkan Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945. Sanksi pidana harus
mempunyai konsep ganda. Dalam konsep yang demikian jelas tampak adanya
yang merugikan dan di lain pihak melindungi pelaku kajahatan dengan cara
53
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang- undang, Konstitusi Pers, Jakarta, h.213.
52
kejahatan tersebut dapat menjadi pribadi yang lebih baik saat kembali ke dalam
masyarakat.
diambil untuk menghadapi masalah kejahatan dengan sanksi pidana penjara harus
dan kepentingan narapidana tersebut disisi lain. Dan kebijakan legislatif atau
kebijakan formulasi merupakan tahap awal yang paling strategis dari keseluruhan
bersifat praktis maupun teoritis untuk mengurangi daya laku dari pidana hilang
kemerdekaan tersebut akan melekat kerugian- kerugian yang sulit untuk diatasi.
a. Bahwa suatu pidana itu boleh saja tidak pernah kehilangan sifatnya
sebagai alat untuk mendatangkan suatu penderitaan yang dapat
dirasakan oleh seorang terpidana, tetapi justru sifatnya yang seperti
itulah yang harus dijaga agar jangan sampai memberikan arti yang
53
bahwa :
54
P.F. Lamintang, Op cit, h,53- 54.
54
bahwa ditinjau dari segi tujuan yang hendak dicapai, kerugian- kerugian tersebut
dapat bersifat filosofis dimana terdapat hal- hal yang saling bertentangan (
55
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, h. 8
56
Sudarto, Op Cit. h. 44.
55
efektifitas suatu sanksi. Faktor- faktor yang dikemukakan antara lain yaitu :
Terdapat 4 ( empat ) hal yang harus dipenuhi agar hukum dapat berlaku
pemidanaan, bertolak dari asumsi bahwa secara analitis sila- sila pancasila
sebenarnya memberi peluang yang amat besar untuk merumuskan tentang apa
yang benar dan yang baik bagi manusia dan masyarakat indonesia, yang bukan
57
Sudarto, Op Cit, h, 45.
58
Barda Nawawi Arief, Op Cit, h.108.
56
Menurut Muladi apabila pidana akan digunakan sebagai sarana untuk mencapai
59
M. Sholehhuddin, 2007, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System
dan Implementasinya, Raja Grafindo, Jakarta, h. 109.
57
tujuan tersebut maka pendekatan humanistis harus pula diperhatikan. Hal ini
menjadi penting, tidak hanya karena kejahatan itu pada hakekatnya merupakan
masalah kemanusiaan ( human problem ) tetapi juga pada hakekatnya pidana itu
nilai yang paling berharga dari kehidupan manusia. Pendekatan humanistis dalam
penggunaan sanksi pidana, tidak hanya berarti bahwa pidana yang dikenakan
kepada si pelanggar harus sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan yang beradab
tetapi juga harus dapat membangkitkan kesadaran si pelanggar akan nilai- nilai
60
Muladi,2005, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, h. 224.
58
61
Pasal 5 Undang- undang Nomor : 12 Tahun 1995, Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor : 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3614.
59
Pola Pembinaan Narapidana atau tahanan adalah agar selama menjalani masa
a. Umur ;
b. Jenis kelamin ;
c. Lama pidana yang dijatuhkan ;
d. Jenis kejahatan ;
e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan. ( menurut peneliti penggolongan ini tampaknya
62
Marlina, 2011, Hukum Penitenier, Refika Aditama, Bandung, h. 102- 104.
61
lebih lanjut sebenarnya dapat mempermudah tugas dari hakim wasmat untuk
dapat memperoleh remisi adalah narapidana yang terdaftar dalam register B-I dan
B-IIa.
baik apabila bagian dari sistem tersebut ( sub sistem ) bekerja secara terpadu dan
criminal justice system sehingga terjadi suatu koordinasi yang baik. Keterpaduan
masing komponen secara bersama- sama dapat diumpamakan sebagai roda- roda (
seperti pada arloji ) yang harus bekerjasama. Masing- masing harus cermat dan
kuat dalam menjaga keseimbangan kerja satu dengan yang lainnya dikatakan
65
Philip P Purpura, 1997, Criminal Justice, an introduction, Butterworth, Heinemann, Boston, h. 5.
63
sehingga menjadi tidak efektif. Sementara itu menurut Mahmud Mulyadi sistem
diterjemahkan sebagai suatu sistem yang bekerjasama dalam satu unit atau
peradilan pidana lebih ditujukan kepada kerjasama dan koordinasi antar sub
66
Mardjono reksodiputro, 2007, Peran dan Tanggungjawab Hakim Pengawas dan Pengamat
Terhadap Hak- hak yang menurut hukum dimiliki Narapidana, dalam Hak Asasi Manusia dalam
Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum, Jakarta, h. 94.
67
Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal
Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Pustaka Bangsa Press, h. 97.
64
segenap potensi baik anggota dan sumber daya yang ada di masing- masing
lembaga dan aktifitas dari masing- masing sub sistem harus diarahkan pada
dalam tata peradilan pidana sebagai bagian integral dari tata peradilan terpadu (
integrated criminal justice system ), pemasyarakatan naik ditinjau dari segi sistem,
bagian yang tidak terpisahkan dari satu rangkaian proses penegakan hukum.
Pola ini dipertahankan hingga tahun 1963. Namun bagi negara indonesia yang
baru mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
68
Ibid, h. 98.
65
pemasyarakatan.
pembinaan bagi narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar yaitu
institusi yang ada, yang semula disebut dengan rumah penjara dan rumah
1964. Pola pemikiran yang dikembangkan adalah narapidana bukan saja menjadi
obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-
waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang karenanya dikenai pidana
taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai- nilai moral, sosial serta keagamaan
pemasyarakatan yaitu :
Manusia.
pemasyarakatan yaitu :