Anemia
Anemia
“ANEMIA”
Oleh:
Shafira Fauzia
Preceptor:
A. Latar Belakang
remaja dan ibu hamil. Penyebab anemia bervariasi berdasarkan usia, sebagian
Pada tahun 2002, ADB merupakan faktor terpenting yang memberi kontribusi
global burden of disease (Janus dan Moerschel 2010; WHO, 2008). Anemia
pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health
Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2% yang
terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).
kematian ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi
penurunan pada tahun 2013 sebesar 289.000 orang. Target penurunan angka
kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015). Jika
perempuan mengalami anemia akan sangat berbahaya pada waktu hamil dan
melahirkan. Perempuan yang menderita anemia akan berpotensi melahirkan
bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu, anemia dapat
mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada waktu proses
Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (KemenkesRI, 2014). Data
prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu
nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia
19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling
a. Anemia aplastik
diantaranya ditandai oleh defisiensi sel darah merah, neutrophils, monosit dan
sumsum dinyatakan hampir tidak ada hematopoetik sel perkusi dan digantikan
oleh jaringan lemak. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh zat kimia beracun,
virus tertentu, atau bisa juga karena faktor keturunan. Anemia aplastik juga
merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia.
lain).
Patogenesis
idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses
sebagai berikut:
Penyebab Kongenital (20% dari kasus) antara lain : (a) anemia fanconi, (b) non
Penyebab yang didapat (80% dari kasus) antara lain : (a) akibat infeksi Seperti
virus hepatitis, epstein barr virus, HIV, parovirus, dan mycobacteria, (b) akibat
phenylbutazone, (d) akibat penyakit jaringan ikat seperti rheumatoid arthritis dan
Patofisiologi
kimia seperti benzene, obat, atau radiasi untuk proses proliferasi dan sel
klinik dan studi laboratorium, yaitu imun sebagai penekan sel sumsum tulang,
sebagai contoh dari mekanisme ini yaitu kegagalan sumsum tulang setelah graft
asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat yang berasosiasi dengan
anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan terperinci melibatkan proses
anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10% jumlah sel batang
patofisiologi dari anemia aplastik, oleh karena itu disarankan dua pendek atan
berbahaya, yang d isertai dengan penurunan sel darah merah secara berangsur
sehingga menimbulkan kepucatan, rasa lemah dan letih, atau dapat lebih hebat
dengan disertai panas badan namun pasien merasa kedinginan, dan faringitis
atau infeksi lain yang ditimbulkan dari neutropenia. Selain itu pasien sering
dengan bengkak pada gigi, dan pendarahan pada hidung (epitaxis). Menstruasi
berat atau menorrhagia sering terjadi pada perempuan usia subur. Pendarahan
Pemeriksaan fisik secara umum tidak ada penampakan kecuali tanda infeksi
atau pendarahan. Jejas purpuric pada mulut (purpura basah) menandakan jumlah
platelet kurang dari 10.000/ l (10 109/liter) yang menandakan risiko yang
lebih besar untuk pendarahan otak. Pendarahan retina mungkin dapat dilihat pada
ditemukan pada anemia aplastik, biasanya ditemukan pada infeksi yang baru
Kelainan Laboratorium
Penemuan pada Darah. Pasien dengan anemia aplastik
indeks retikulosit yang rendah. Jumlah retikulosit biasanya kurang dari satu
persen atau bahkan mungkin nol. Makrositosis mungkin dihasilkan dari
tingkat eritropoietin yang tinggi, merangsang sedikit sisa sel eritroblas untuk
berkembang dengan cepat, atau dari klon sel eritroid yang tidak normal. Jumlah
total leukosit dinyatakan rendah, jumlah sel berbeda menyatakan sebuah tanda
fungsinya masih normal. Pada anemia ini juga dijumpai kadar Hb <7 g/dl.
Penemuan lainnya yaitu besi serum normal atau meningkat, Total Iron
tipikal mengandung spicule dengan ruang lemak kosong, dan sedikit sel
mencolok, tetapi ini mungkin merupakan refleksi dari kekurangan sel lain dari
pada meningkatnya elemen ini. Anemia aplastik berat sudah didefinisikan oleh
dari 25 persen sel, atau kurang dari 50 persen sel dengan kurang dari 30 persen
sel hematopoetik, dengan paling sedikit jumlah neutropil kurang dari 500/ ul
dapat digunakan untuk membedakan antara lemak sumsum dan sel hemapoetik.
Ini dapat memberikan perkiraan yang lebih baik untuk aplasia sumsum
DIAGNOSIS LABORATORIUM
satu dari tiga sebagai berikut : (a) hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau
hematokrit kurang dari 30%; (b) trombosit kurang dari 50 x 109/L; dan (c)
leukosit kurang dari 3.5 x 109/L, atau neutrofil kurang dari 1.5 x 109/L.
eritroid fokal dengan deplesi segi granulosit dan megakarosit; dan (b) tidak
anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan karena mengingat strategi terapi yang akan
diberikan. Kriteria yang dipakai pada umumnya adalah kriteria Camitra et al.
kriteria berikut : paling sedikit dua dari tiga : (a) granulosit < 0.5 x 109/L;
(b) trombosit < 20 x 109/L ; (c) corrected retikulosit < 1%. Selularitas
sumsum tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan <
neutrofil < 0.2 x 109/L. Anemia aplastik yang lebih ringan dari anemia aplastik
TERAPI
Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70% dengan
perawatan suportif saja. Ini adalah darurat hematologi, dan perawatan harus
terapi dan apakah itu perawatan suportif saja, terapi imunosupresif, atau BMT.
Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin diperlukan selama
periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti globulin antithymocyte
(ATG).
Secara garis besarnya terapi untuk anemia apalstik dapat dibagi menjadi 4
yaitu terapi kausal, terapi suportif, dan terapi untuk memperbaiki fungsi
transplantasi sumsum tulang. Berikut ini saya akan bahas satu persatu tentang
terapi tersebut.
Terapi Kausal
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal
ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak
dapat dikoreksi.
Terapi suportif
Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat pansitopenia.
mulut, identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat
dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan
hasil dengan tes sensitifitas antibiotika. Jika dalam 5 -7hari panas tidak turun
maka pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan untuk memberikan ampotericin -
adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat
pendek.
Usaha untuk mengatasi anemia. Berikan tranfusi packed red cell atau
(PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang
lebih berhati-hati.
tidak memuaskan.
fungsi hati.
minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena memberikan efek samping
yang serius.
dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan terus
Terapi definitif
panjang. Terapi definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis pilihan yaitu
dalam pilihan terapi definitif pada pasien tua dan pasien muda yang tidak
globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG) dapat menekan proses
imunologi. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan
haemopoetic growth factor sekitar 40%-70% kasus memberi respon pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif atau
anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b) terapi imunosupresif lain :
tinggi.
yang kompatibel sehingga pilihan terapi ini sebagai pilihan pada kasus anemia
terjadi pada
kasus transplantasi sumsum tulang pada pasien lebih muda dari 40 tahun
Anemia yang terjadi pada penyakit kronis, tidak semua dapat digolongkan
anemia yang dijumpai pada keadaan penyakit kronis tertentu, yang khas ditandai
dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih
pasien jarang ditemukan kurang dari 9,0 g/dl, namun perlu dicatat
A. Etiologi
Laporan dan data yang didapat dari penyakit tuberculosis, abses paru,
endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV
dua bulan setelah infeksi terjadi pada pasien. Derajat anemia yang diderita
sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan berat badan,
B. Epidemiologi
mikrositer yang paling sering nomor dua setelah anemia defisiensi besi, jadi
anemia pada penyakit kronik tergolong anemia yang cukup sering dijumpai baik
Heart Failure.
Dilaporkan pada suatu studi bahwa telah ditemukan prevalensi yang cukup
tinggi, yaitu 77% laki laki tua dan 68% perempuan tua dengan kanker menderita
anemia. Studi lain menunjukkan anemia terjadi pada 41% pasien tumor solid. Di
Rumah Sakit Sanglah Denpasar, penyebab tersering anemia pada penyakit kronik
C. Patogenesis
penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan
waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan
penyakit kronis:
Penghancuran eritrosit
pada sekitar 20-30 % pasien. Defek ini terjadi pada ekstrakorpuskuler, karena
bila eritrosit pasien ditransfusikan ke resipien normal, maka dapat hidup
fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian dari filter limpa, menjadi
Produksi eritrosit
adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronik. Hal ini
anemia sedang
kadar besi dalam makrofag dan sumsum tulang normal ataupun meningkat
Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi maka anemia tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai anemia pada penyakit kronis, meskipun banyak pasien dengan
Karena anemia yang terjadi umumnya dengan derajat yang ringan dan
sedang, gejalanya seringkali tertutup oleh gejala dari penyakit dasarnya dan kadar
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya hanya ditemukan konjungtiva yang pucat
tanpa adanya kelainan yang khas dari anemia dan diagnosis biasanya hanya
E. Penatalaksanaan
penyakit dasarnya. Terdapat juga beberapa pilihan untuk menangani anemia pada
Transfusi
pasien anemia pada penyakit kronik yang disertai infark miokard, transfusi
Eritropoietin
keuntungan, yaitu:
leher.
Saat ini telah terdapat tiga jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa,
memungkinkan untuk memilih mana yang lebih tepat dalam menangani suatu
kasus.
Dapus:
1. Shadduck RK. Aplastic Anemia. In: Beuttler E, Coller BS, Lichtman M, Kipps TJ.
2. Bakta IM. Anemia Karena Kegagalan Sumsum Tulang. In: Hematologi Klinik
online]1999;70:46-52
4. Young NS, Shimamura A. Acquired Bone Marrow Failure Syndromes. In: Handin RI,
Lux SE, Stossel TP. Blood Principle and Practice of Hematology. 2nd ed. USA: Lippincott