Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN

PRAKTIKUM EVALUASI TEKSTIL 1 (Cara Kimia)

Oleh :

NAMA : Annisa Pratiwi Djonaputri

NPM : 16040028

Group : 2G6

PROGRAM STUDI

PRODUKSI GARMEN KONSENTRASI FASHION DESIGN

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2018
Daftar Isi

Daftar Isi ........................................................................................................................................ 1


BAB I .............................................................................................................................................. 2
PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES PENCUCIAN DAN
PENGERINGAN............................................................................................................................... 2
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA ........................................................................................... 8
A. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian ....................................................... 8
B. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan ....................................................... 17
C. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat ........................................................ 22
BAB III .......................................................................................................................................... 29
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN .................................................................................................... 29
Pengujian Daya Serap Kain Tidak Berbulu (Cara Tetes) ...................................................... 29
Pengujian Daya Serap Kain Berbulu (Cara Keranjang) ........................................................ 32
BAB IV .......................................................................................................................................... 36
PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN ............................................................................ 36
A. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain ( Cara Siram)..................................................... 36
B. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain (Alat Uji Bundesmann) ..................................... 41
BAB V ........................................................................................................................................... 46
PENGUJIAN SIFAT NYALA API DAN TAHAN API KAIN .................................................................. 46
LAMPIRAN KAIN CONTOH UJI ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 60

1
BAB I

PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES PENCUCIAN DAN


PENGERINGAN
I. Maksud dan Tujuan
 Mampu Melakukan pengujian dimensi bahan tekstil pada proses
pencucian dan pengeringan
 Mengetahui perubahan dimensi dari kain tenun atau pakaian jadi dan
kain rajut apabila kain mengalami proses pencucian dan pengeringan
dalam rumah tangga.
II. Teori Dasar
Pada saat pengukuran kembali contoh uji setelah dicuci yang harus
diperhatikan adalah pengukuran contoh uji dibagian pinggir. Pengukuran
contoh bagian pinggir tidak dilakukan tepat dipinggir kain. Tetapi
pengukurannya dilakukan 1,5 cm dari pinggir kain. Pengukuran kembali ini
dilakukan untuk 3 kali pengukuran. Dua pengukuran contoh uji dilakukan
dibagian pinggir kain sedangkan satu pengukuran lainnya dilakukan
dibagian tengah.

Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari


– hari, termasuk kain yang mutu pakaiannya baik. Penyebab utama dari
perubahan dimensi kain adalah mengkeretnya setelah pencucian.Ada dua
jenis mengkeret, yaitu mengkeret karena tegangan mekanis pada waktu
proses pertenunan dan penyempurnaan, menyebabkan kain tertarik untuk
sementara dan waktu pencucian akan bersantai (relaxation) kembali ke
bentuk semula. Dan jenis mengkeret yang lain seperti adanya kemampuan
serat untuk menggumpal (felting) dalam misalnya serat wool yang cendrung
untuk mengkeret dan menggumpal dalam keadaan basah.
Dalam pengujian perubahan dimensi ini, proses pengeringan berperan
besar dalam menentukan perubahan bentuk yang akan dialami oleh kain uji.
Adapun macam – macam pengeringan adalah sebagai berikut:

2
 Pengeringan putar (tumble dry)
 Pengeringan gantung (hanging dry)
 Pengeringan tetes (dred dry)
 Pengeringan tekanan datar
 Pengeringan kasa.
III. Alat dan Bahan

Alat :
 Mesincuciotomatis (mesin tipe A, mesin tipe B)
Mesin A : pemasukan dari depan

Mesin B : pemasukan dari atas


 Pengering putar
 Mistar / alat ukur baja tahan karat & pena
 Meja datar
 Gunting

Bahan :
 Deterjen tanpa pemutih optic
 Detergen AATCC 1993 WOB (66 g)
 Detergen ECE non fosfat A (jumlah tidak diatur, ketinggian busa < 3 cm di
akhir pencucian)
 Detergen IEC (OB)
 Natrium perborat tetrahedrat
 Kain pemberat (supaya total kain yang diproses 2 Kg)
 Kain rajut 100% polyester
 Kain tenun kapas 100% bleached
 Kain tenun kapas 50% polyester 50%

3
Kain uji yang digunakan yaitu hanya kain tenun, kain diukur terlebih
dahulu sesuai dengan panjang yang telah ditentukan, yaitu 50cm x 50cm.
Pada masing-masing kain kemudian di dalamnya ditandai dengan ukuran
35cm x 35cm.

Resep lanjutan sabun:


 77 bagian sabun
 20 bagian Natrium perbonat tetrahidrat
 3 bagian bleaching tetra-asetilena-diamina
IV. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan dan contoh uji kain tenun ukuran 50 x 50
cm dan kain rajut ukuran
2. Dimasukan contoh uji yang telah disiapkan ke dalam mesin cuci
dilakukan selama 30 menit di mesin cuci. Ditambahkan deterjen 1-3
g/l dengan perkiraan ketebalan buih tidak lebih dari 3 cm pada waktu
mesin berputar. Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm (dinyatakan
dalam CaCo3).
3. Contoh uji dipindahkan dengan hati-hati (hindari tarikan dan
perubahan bentuk) dan dikeringkan dimesin cuci pengering selama
15 detik
SNI ISO 5077 : 2011
Cara Uji Perubahan Dimensi pada Pencucian dan Pengeringan
4. Dikondisikan contoh uji yang telah selesai dicuci dan dikeringkan
dalam ruang standar.
5. Dilakukan pengukuran kembali jarak-jarak yang ditandai dan
mencatat hasilnya sebagai panjang dan lebar akhir.
6. Penyajian hasil uji
𝑃.𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑃.𝑎𝑤𝑎𝑙
Proses perubahan panjang = x 100%
𝑃.𝑎𝑤𝑎𝑙

4
V. Data Percobaan dan Perhitungan
Kain Tenun
No. Kain Tenun
Wale Course
Awal Akhir Awal Akhir
1. 35 cm 31.5 cm 35 cm 34,5 cm
2. 35 cm 31.5 cm 35 cm 34,5 cm
3. 35cm 31.5 cm 35 cm 34,5 cm
𝑥 35 cm 31.5 cm 35 cm 34,5 cm

Kain Rajut

No. Kain Rajut


Wale Course
Awal Akhir Awal Akhir
1. 25.35 cm 25 cm 25.35 cm 25.4 cm
2. 25,35 cm 25 cm 25.35 cm 25.45 cm
3. 25.35 cm 25 cm 25.35 cm 25.5 cm
𝑥 25,35 cm 25 cm 25,35 cm 25.48 cm

Perhitungan
 Kain Tenun
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi = x 100 %
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi lusi = x 100 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
31.5−35
= x 100 %
35

= -10 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi Pakan = x 100 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
345−35
= x 100 %
35

= -1,4 %

5
 Kain Rajut
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi = x 100 %
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi wale = x 100 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
25.48−25.35
= x 100 %
25.35

= -1.3 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
Perubahan dimensi Course = x 100 %
𝑥̅ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
25.48−25.35
= x 100 %
25.35

= 0.5 %
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Pada Praktikum stabilitas dimensi ini dapat menyebabkan bertambah
panjang (mulur) baik pada pakan atau lusi dan bertambah pendek
(mengekeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau mulur ini
menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun
merupakan salah satu masalah mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat
penting dilakukan agar bahan yang akan di jual sesuai dengan SNI yang ada.
Pada praktikum ini adanya perubahan mulur baik pada kain tenun
maupun kain rajut. Dinyatakan mulur jika dalam perhitungan hasilnya
minus. Seperti pada kain tenun arah pakan hasil perubahan dimensinya yaitu
-1.4 % ini menandakan kain tenun arah pakan terjadi mulur atau terjadinya
perubahan dimensi, sedangkan pada kain tenun arah lusi hasil perhitungan
adalah -10 % ini menandakan kain tenun arah lusi tidak terjadi mulur atau
tidak terjadi perubahan dimensi.

Pada kain Rajut arah pakan didapatkan hasil -1.3 %. Ini tandanya kainrajut
arah pakan tdk mengalami perubahan dimensi, sedangkan pada kain rajut
lusi didapatkan hasil 0.5 % ini menandakan bahwa pada kain rajut arah lusi
terjadi perubahan dimensi. Maksimal mengkeret mulur mencapai 3-
5%.Pada uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang mengalami
perubahan dimensi pada pengujian ini adalah kain tenun arah pakan dan

6
kain rajut arah lusi.Pada kedua bahan baik rajut maupun tenun mengalami
mengkeret bahan, hal ini bisa disebabkan karena pada saat heat setting
kurang mengalami penarikan yang maksimal sehingga masih ada yang
mengkeret.

Yang harus diperhatikan saat pengujian yaitu pemberian tegangan pada


saat pengukuran contoh uji setelah dicuci, harus sama seperti pemberian
tegangan pada saat pengukuran contoh uji sebelum dicuci. Hal ini
dimaksudkan agar mulur yang terjadi pada kain tetap sama, sehingga hasil
pengukurannya pun akan menjadi lebih tepat.

7
BAB II

PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA

A. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian

I. Maksud dan Tujuan

I.1 Maksud
dari praktikum pengujian ini yaitu elakukan pengujian tahan luntur warna
terhadap pencucian.
I.2 Tujuan
dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan
luntur warna terhadap pencucian.

II. Teori Dasar


Cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga
dan pencucian komersial adalah metoda pengujian tahan luntur warna bahan
tekstil dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi
pencucian komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna
dan penodaan pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan
keperluan dari 16 kondisi yang disediakan.
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna
terhadap pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh
gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau
pencucian dengan mesin, hamper samadengan 1 kali pengujian ganda (M),
sedangkan satu kali pengujian tunggal (S) sama dengan hasil 1 kali pencucian.
Contoh uji dicuci dalam suatu alat Launder O-meter atau alat yang sejenis
dengan pengatur suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Alat
ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng-kelereng baja yang tahan karat.
Proses pencucian dilakukan sedemikian rupa,sehingga pada kondisi suhu,
alkalinitas, pemutihan yang sesuai dan gosokan sedemikian sehingga
berkurangnya warna yang terjadi, didapat dalam waktu yang singkat. Gosokan
diperoleh dengan lemparan, geseran, dan tekanan bersama-sama dengan
digunakan perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah kelereng baja yang
sesuai.

8
Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung suhu yang dikehendaki.
Jenis sabun yang digunakan dalam pencucian ini adalah sabun standard
detergen yang dikeluarkan oleh AATCC atau ECE.

Detergen AATCC :

 Garam natrium alkilsulfonat linier (LAS) : 14,00 ± 0,02%


 Alcohol etoksilat : 2,30 ± 0,02%
 Sabun (berat molekul tinggi) : 2,50 ± 0,02%
 Natrium tripoliposfat : 48,00 ± 0,02%
 Natirum silikat (SiO2 / Na2O = 2/1 ) : 9,70 ± 0,02%
 Natrium sulfat : 15,40 ± 0,02%
 Karboksil metal selulosa (CMC) : 0,25 ± 0,02%
 Air : 1,85 ± 0,02%
 Detergen ECE
 Garam natrium alkilsulfonat linier (LAS)
 (panjang rata-rata rantai alkana C 11,5) : 8,00 ± 0,02%
 Alcohol lemak dietoksilasi (14 EO) : 2,90 ± 0,02%
 Sabun natrium panjang rantai
 C 12 – C 16 : 13% -26%
 C 18 – n C 22 : 74% - 87% : 3,50 ± 0,02%
 Natrium silikat (SiO2 / Na2O = 3,3/1 ) : 7,50 ± 0,02%
 Magnesium silikat : 1,90 ± 0,02%
 Karboksil metil selulosa (CMC) : 1,20 ± 0,02%
 Garam natrium dan asam etilena diamida tetra asetat (EDTA) : 0,20 ± 0,02%
 Natrium sulfat : 21,20 ± 0,02%
 Air : 9,90 ± 0,02%

Table Kondisi Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap pencucian

9
Jumlah Khlor Natrium
Metode Suhu Waktu Jumlah Pengaturan
Larutan Aktif Perborat
Uji (0C) (menit) Kelereng (pH)
(ml) (%) (g/l)
A1S 40 150 - - 30 10* -
A1M 40 150 - - 45 10 -
A2S 40 150 - 1 30 10* -
B1S 50 150 - - 30 25* -
B1M 50 150 - - 45 50 -
B2S 50 150 - 1 30 25* -
C1S 60 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1
C1M 60 50 - - 45 50 10,5 ± 0,1
C2M 60 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1
D1S 70 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1
D1M 70 50 - - 45 100 10,5 ± 0,1
D2S 70 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1
D3S 70 50 0,015 - 30 25 10,5 ± 0,1
D3M 70 50 0,015 - 45 100 10,5 ± 0,1
E1S 95 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1
E1M 95 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1
*) untuk kain-kain ringan dan kain wool atau sutera atau campurannya, tidak perlu
menggunakan kelereng baja. Catat dalam laporan hasil uji bila menggunakan kelereng
baja

Penilaian Tahan Luntur Warna


Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya
perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup
berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar
perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh
Society of Dyes and Colorist (SDC) di Inggris dan oleh American Assotiation of
Textile Chemist and Colorist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa Gray Scale
untuk perubahan warna karenakelunturan warna, dan Staining Scale untuk
perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Standar Gray Scale dan
Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi pada pengujian
tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar
matahari, zat-zat kimia, air, airlaut, dan sebagainya.

10
a. Gray Scale
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakiliperbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength) sesuai
dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh
asli terhadap perbedan standar perubahan warna yang digambarkan oleh Gray
Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda warna CIE ; I.a.b. yang ada pada tabel
berikut :

Rumus Nilai Kekhromatikan Adam


Nilai Tahan Perbedaan Warna Toleransi Untuk Standar
Luntur Warna (CIE ; I.a.b.) Kerja (CIE ; I.a.b.)
5 0 ± 0,2
0,8
4-5 ± 0,2

4 1,7 ± 0,3
3-4 2,5 ± 0,3
3 3,4 ± 0,4
2-3 4,8 ± 0,5
2 6,8 ± 0,6
1-2 9,6 ± 0,7
1 13,6 ± 1,0

Keterangan :

 Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan
berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %. Perbedaan warna
sama dengan nol.
 Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1
adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti
tabel diatas.

11
b. Staining Scale

Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng


abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan
warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih pada
pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari Staining
Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan terhadap
standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur
warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang
digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai Kekhromatikan
Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda,
yaitu :
Nilai Kekhromatikan Adam
Nilai Tahan Perbedaan Warna Toleransi Untuk
Luntur Warna (CIE ; I.a.b.) Standar Kerja (CIE ;
I.a.b.)
5 0 ± 0,2
4-5 2,2 ± 0,3
4 4,3 ± 0,3
3-4 6,0 ± 0,4
3 8,5 ± 0,5
2-3 12,0 ± 0,7
2 16,9 ± 1,0
1-2 24,0 ± 1,5
1 34,1 ± 2,0

Keterangan :
 Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang
identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak
kurang dari 85%, perbedaan warna sama dengan nol.
 Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5,
berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu
netral. Perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah

12
tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel
diatas.
Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.
Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Standar pengujian menggunakan SNI 08-0285-1998.
III. Alat dan Bahan

Alat:
 Launder O-meter, yang dilengkapi dengan :
- Penanggas air dengan pengatur suhu yang terkontrol pada suhu
yang ditetapkan ± 2 0C.
- Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ml ± 50 ml,
berdiameter 75 mm ± 5 mm, dan tinggi 125 mm ± 10 mm.
- Frekuensi putaran tabung 40 putaran per menit ± 2 putaran per
menit.
 Kelereng baja tahan karat dengan diameter ± 6 mm.
 pH meter dengan ketelitian 0,1.
 Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 g.
 Kain pelapis masing-masing berukuran 10 cm x 4 cm, dapat
digunakan salah satu dari jenis berikut : kain pelapis multi serat DW,
atau kain multiserat TV, atau pasangan kain pelapis tunggal yang
disusun sesuai tabel :

13
Tabel Pasangan Kain Pelapis Tunggal

Kain Kain Pelapis Kedua (pasangannya)


Pelapis
Untuk Uji A dan B Untuk Uji C, D, dan E
Pertama
Kapas Wool Rayon Viskosa
Wool Kapas -
Sutera Kapas -
Rayon
Wool Kapas
Viskosa
Linen Wool Rayon Viskosa
Asetat
Rayon Viskosa Rayon Viskosa
Triasetat
Poliamida Wool/kapas Kapas
Poliester Wool/kapas Kapas
Akrilat Wool/kapas Kapas

Catatan :
- Jenis kain pelapis pertama adalah kain sejenis dengan jenis serat
contoh uji.
- Untuk kain contoh uji yang terbuat dari serat campuran, kain
pelapis pertama dipakai kain pelapis tunggal yang sejenis dengan
jenis serat dominan, dan kain pelapis kedua adalah kain dengan
serat dominan kedua.
 Sabun tanpa pemutih optik seperti sabun estándar AATCC atau
sabun ECE.
 Grey Scale dan Staining Scale.
 Air suling.
 Larutan 0,2 g/l asam asetat glasial.

Bahan:
 Potong contoh dengan ukuran 4 cm x 10 cm, potong pula kain pelapis
dengan ukuran yang sama.
 Letakkan contoh uji diantara kain pelapis, kemudian jahit salah satu
kain terpendek.

14
IV. Cara Kerja
 Siapkan larutan pencuci dengan melarutkan sabun 4 g/l kedalam air suling.
Untuk kondisi larutan pencuci C, D, dan E atura gar pH sesuai kondisi pada
tabel kondisi pengujian, dengan penambahan kira-kira 1 g/l natrium
karbonat. Pada waktu pengaturan pH,larutan harus dingin (suhu kamar).
Untuk kondisi A dan B tidak perlu pengaturan pH.
 Untuk pengujian yang menggunakan perborat, pada saat akan dipakai
siapkan larutan pencuci yang mengandung perborat dengan cara
pemanasan pada suhu tidak lebih dari 60 0C dengan waktu tidak lebih dari
30 menit.
 Untuk pengujian D3S dan D3M, tambahkan larutan natrium hipoklorit atau
litium hipoklorit kedalamlarutan pencuci sesuai dengan tabel kondisi
pengujian.
 Masukkan larutan pencuci kedalam tabung tahan karat sesuai jumlah
larutan pada tabel kondisi pengujian,kecuali untuk cara D2S dan E2S. Atur
suhu larutan sesuai persyaratan. Masukkan contoh uji dan kelereng baja,
kemudian tutup tabung dan jalankan mesin pada suhu dan waktu sesuai
kondisi pengujian.
 Untuk pengujian D2S dan E2S, masukkan contoh uji kedalam tabung baja
tahan karat yang berisi larutan pencuci pada suhu kira-kira 60 0C, tutup
tabung dan naikkan suhu larutan sampai suhu pengujian yang disyaratkan
selama waktu tidak lebih dari 10 menit. Perhitungan waktu pencucian
tepat dimulai pada saat tabung ditutup. Jalankan mesin selama waktu
sesuai dengan kondisi pengujian.
 Keluarkan contoh uji dan bilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1
menit pada suhu 40 0C.
 Bilas dengan 100 ml larutan 0,2 g/l asam asetat glasila selama 1 menit pada
suhu 30 0C kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada
suhu 30 0C kemudian peras.
 Keringkan contoh uji dengan cara digantung pada suhu tidak lebih dari 60
0C. Jaga agar kain pelapis tidak kontak dengan contoh uji kecuali bagian

jahitan.
 Penilaian.

15
V. Data Percobaan dan Perhitungan

Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
3/4 5 3/4 3/4 4/5 4
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh yaitu padadata
pertama didapat nilai Grey Scale yaitu 4 dan Staining Scale untuk poliester 4
serta kapas 4/5 lalu pada data kedua Grey Scale yaitu 4 dan Staining Scale untuk
poliester 4 serta kapas 4/5.Pada perubahan warna kain contoh uji, kedua data
memiliki nilai 4 yaitu baik, hal tersebut menunjukkan jika hanya terdapat sedikit
kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh yang telah diuji.Terjadinya
pelunturan dapat disebabkan oleh zat warna yang ada pada kain, jenis bahan
pada kain yaitu kapas, maka zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna
pada bahan tersebut namun memilki tahan luntur yang kurang baik misalnya
zat warna direk. Selain itu terdapat nilai kedua data penodaan pada kapas
pelapis yaitu 4/5 yang evaluasinya baik, hal tersebut merupakan pelunturan
dari kain contoh uji yang menempel pada kapas pelapis karena kedua bahan
sama. Sementara nilai penodaan poliester pelapis keduanya adalah4 yang
evaluasinya baik, kemungkinan karena struktur poliester yang rapat dan
bersifat hidrofob sehingga zat warna tidak dapat menempel. Dari penilaian,
dapat dikatakan kain contoh uji dapat digunakan sebagai tekstil sehari-hari
seperti pakaian.
Pengamatan yang dilakukan menggunakan cahaya Daylightkarena lebih
umum untuk digunakan sama seperti cahaya di siang hari. Pengamatan
dilakukan 3-5 orang untuk jadi pembanding pengamatan tiap orang, karena
pengamatan bersifat subjektif.
Penilaian secara visual setiap orang ada yang berbeda, oleh karena itu
untuk mendapatkan nilai yang akurat perlu beberapa penguji yang nantinya
hasil tersebut diambil rata-ratanya.Karena hasil pengujian dievalusi
berdasarkan cara visual, maka hal – hal yang harus diperhatikan adalah:
- Pengaturan cahaya, tempat dilakukan proses pembandingan contoh uji
dengan standar. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama (uniform)
dan tetap dimana kekuatan cahayanya menyerupai sinar matahari. Juga cahaya
yang digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).
- Kondisi ruangan sedemikian rupa, sehingga mempunyai warna yang
netral.
- Posisi pandangan mata dengan contoh uji yang sedang dibandingkan
tidak mengakibatkan terjadinya suatu pantulan cahaya

16
B. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan

I. Maksud dan Tujuan

I.1 Maksud
Dari praktikum pengujian ini yaitu melakukan pengujian tahan luntur warna
terhadap gosokan.
I.2 Tujuan
Dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan luntur
warna terhadap gosokan.

II. Teori Dasar


Cara ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada
kain, yang disebabkan karena gosokan dan dipakai untuk bahan tekstil
berwarna dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain.
Dalam pengujiannya, dilakukan dua kali pengujian, yaitu gosokan dengan
kain kering dan gosokan dengan kain basah. Contoh uji ukuran 5 x 15 cm
dipasang pada Crockmeter, kemudian pada alat tersebut digosokkan kain putih
kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain putih
basah. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan staining scale.
Kain putih yang dipakai adalah kain kapas dengan konstruksi 100 x
96/inchi2 dan berat 135,3 g/m2 yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak
disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm. Apabila bahan yang diuji
berupa benang, maka hendaknya dirajut terlebih dahulu kemudian dipotong
dengan ukuran 5 cm x 15 cm atau boleh juga dibelitkan sejajar pada suatu
karton menurut arah panjangnya dan berukuran 5 cm x 15 cm.
Penilaian tahan luntur warna
Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya
perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup
berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar
perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh
Society of Dyes and Colorist (SDC) di Inggris dan oleh American Assotiation of
Textile Chemist and Colorist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa Gray Scale
untuk perubahan warna karenakelunturan warna, dan Staining Scale untuk
perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Standar Gray Scale dan
Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi pada pengujian
tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar
matahari, zat-zat kimia, air, airlaut, dan sebagainya.

17
 Gray Scale
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan mewakili
perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength) sesuai
dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan
contoh asli terhadap perbedan standar perubahan warna yang digambarkan
oleh Gray Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda warna CIE ; I.a.b. yang
ada pada tabel berikut :

Rumus Nilai Kekhromatikan Adam

Nilai Tahan Perbedaan Warna Toleransi Untuk Standar


Luntur Warna (CIE ; I.a.b.) Kerja (CIE ; I.a.b.)
5 0 ± 0,2
4-5 0,8 ± 0,2
4 1,7 ± 0,3
3-4 2,5 ± 0,3
3 3,4 ± 0,4
2-3 4,8 ± 0,5
2 6,8 ± 0,6
1-2 9,6 ± 0,7
1 13,6 ± 1,0

Keterangan :
- Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan
berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %. Perbedaan warna
sama dengan nol.
- Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan
1 adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan
seperti tabel diatas.

18
 Staining Scale
Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-
abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan
warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan
angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih
pada pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari
Staining Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan
terhadap standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur
warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang
digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai
Kekhromatikan Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan
warnanya berbeda, yaitu :

Nilai Kekhromatikan Adam

Nilai Tahan Perbedaan Warna Toleransi Untuk Standar


Luntur Warna (CIE ; I.a.b.) Kerja (CIE ; I.a.b.)
5 0 ± 0,2
4-5 2,2 ± 0,3
4 4,3 ± 0,3
3-4 6,0 ± 0,4
3 8,5 ± 0,5
2-3 12,0 ± 0,7
2 16,9 ± 1,0
1-2 24,0 ± 1,5
1 34,1 ± 2,0

Keterangan :
- Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik
yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari
85%, perbedaan warna sama dengan nol.
- Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih pembanding
yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5, berpasangan dengan
lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral. Perbedaan secara

19
visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah tingkat geometrik dari
perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel diatas.

Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.

Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna


5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Standar pengujian menggunakan SNI SNI 08-0288-1989.

III. Alat dan Bahan


Alat:
 Alat Crockmeter, mempunyai jari dengan diameter 1,5 cm, yang
bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm setiap kali putaran,
dengan gaya tekanan pada kain seberat 900 gram.
 Staining Scale.
 Air suling.
 Kain kapas dengan konstruksi 100 x 96/inchi dan berat 135,3 g/m2 yang
telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong
dengan ukuran 5 cm x 5 cm.
Bahan:
 Potong kain penggosok dengan ukuran 5 cm x 5 cm.
 Potong contoh uji dengan ukuran 5 cm x 15 cm arah diagonal.

IV. Cara Kerja

Gosokan Kering
a. Letakkan contoh uji rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang
searah dengan arah gosokan.
b. Bungkus jari crockmeter dengan kain putih kering dengan
anyamannya miring terhadap arah gosokan.

20
c. Gosokkan 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan memutar
alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain
putih diambil dan dievaluasi.
d. Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.

Gosokan Basah
a. Kain putih dibasahi dengan air suling, kemudian diperas diantara
kertas saring, sehingga kadar air dalamkain menjadi 65 ± 5 %
terhadap berat kain contoh uji.
b. Kerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk
menghindarkan penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum
dievaluasi.
c. Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.

V. Data Percobaan dan Perhitungan

Data I Data II
Gosok Basah Gosok Kering Gosok Basah Gosok Kering
4 4/5 3/4 4
3/4 4/5 4 4/5

VI. Diskusi
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh yaitu nilai
Staining Scale pada data pertama dan kedua untuk gosok basah adalah ¾ & 4
dan gosok kering 4/5. Nilai Grey Scalepada data pertama dan kedua untuk gosok
basah adalah 4 & 4/5 dan gosok kering 4/5.Hal tersebut menunjukkan adanya
zat warna dari bahan tidak luntur dan tidak mengenai kapas penggosok.Untuk
gosokan basah dan kering evaluasinya baik.
Adanya zat warna yang luntur lebih banyak jika digosok basah mungkin
dikarenakan zat warna yang digunakan memiliki ketahanan luntur yang kurang
baik seperti pada direk.Kemudian faktor air yang membasahi bahan sehingga
membantu pelunturan warna lebih banyak. Hal lain yang mungkin terjadi adalah
proses pencucian yang kurang sempurna pada bahan sehingga zat warna yang
tidak berikatan dengan serat, masih menempel dan membuat warnanya luntur.

21
C. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat

I. Maksud dan Tujuan

I.1 Maksud
Dari praktikum pengujian ini yaitu melakukan pengujian tahan luntur warna
terhadap keringat asam dan basa.
I.2 Tujuan
Dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan
luntur warna terhadap keringat asam dan basa .

II. Teori Dasar


Cara ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala
macam dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh-contoh
uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat
buatan bersifat asam dan basa, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu
dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit.

Penilaian Tahan Luntur Warna


Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya
perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup
berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar
perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh
Society of Dyes and Colorist (SDC) di Inggris dan oleh American Assotiation of
Textile Chemist and Colorist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa Gray
Scale untuk perubahan warna karenakelunturan warna, dan Staining Scale
untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Standar Gray Scale
dan Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi pada
pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika,
khlor, sinar matahari, zat-zat kimia, air, airlaut, dan sebagainya.

 Gray Scale
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength)
sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai,
dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji
dengan contoh asli terhadap perbedan standar perubahan warna yang

22
digambarkan oleh Gray Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda warna
CIE ; I.a.b. yang ada pada tabel berikut :

Rumus Nilai Kekhromatikan Adam


Nilai Tahan Perbedaan Warna Toleransi Untuk Standar
Luntur Warna (CIE ; I.a.b.) Kerja (CIE ; I.a.b.)
5 0 ± 0,2
4-5 0,8 ± 0,2
4 1,7 ± 0,3
3-4 2,5 ± 0,3
3 3,4 ± 0,4
2-3 4,8 ± 0,5
2 6,8 ± 0,6
1-2 9,6 ± 0,7
1 13,6 ± 1,0

Keterangan :
 Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan
berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %. Perbedaan warna
sama dengan nol.
 Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1
adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti
tabel diatas.

 Staining Scale
Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu
dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan warna
(shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih pada
pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari Staining
Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan terhadap
standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur
warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang
dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang

23
digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai Kekhromatikan
Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda, yaitu
:

Nilai Kekhromatikan Adam


Nilai Tahan Luntur Perbedaan Warna Toleransi Untuk Standar
Warna (CIE ; I.a.b.) Kerja (CIE ; I.a.b.)
5 0 ± 0,2
4-5 2,2 ± 0,3
4 4,3 ± 0,3
3-4 6,0 ± 0,4
3 8,5 ± 0,5
2-3 12,0 ± 0,7
2 16,9 ± 1,0
1-2 24,0 ± 1,5
1 34,1 ± 2,0

Keterangan :
 Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang
identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak
kurang dari 85%, perbedaan warna sama dengan nol.
 Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5,
berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu
netral. Perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah
tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel
diatas.

24
Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.
Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Standar pengujian menggunakan SNI 08-0287-1996.
III. Alat dan Bahan
Alat:
 AATCC Perspiration Testera tau alat lain yang sejenis
 Alat pemeras mangel yang dilengkapi dengan pengatur tekanan
 Gelas piala 500 ml dan pengaduk gelas yang ujungnya dipipihkan
 Gray Scale dan Staining Scale
 Lempeng-lempeng kaca atau plastik
 Oven dengan pengatur suhu
Bahan:
 Dua helai kain putih dimana sehelai dari serat yang sejenis dengan
vahan yang diuji, sedangkan yang sehelai lagi dari serat pasangan
seperti dibawah ini :
Bila yang sehelai : Maka helai yang lain :
Kapas Wol
Wol Kapas
Sutera Kapas
Linen Wol
Rayon Viskosa Wol
Poliamida Wol / Rayon Viskosa
Poliéster Wol / Kapas
Akrilat Wol / Kapas
Asetat Rayon Viskosa

25
Catatan : yang dimaksud dengan kain putih untuk kapas, wol, sutera,
dan linen adalah kain grey yang diputihkan.
 Pereaksi:
Larutan keringan buatan bersifat asam untuk tiap liter :
- Natrium khlorida (NaCl)
=5g
- Natrium dihidrogen orto-fosfat (NaH2PO4. 2H2O)
= 2,2 g
- Histidin monohidrokhlorida monohidrat (C6H9O2N3HCl.H2O)
= 0,5 g
- pH
= 5,5
- larutan dibuat pH 5,5 dengan penambahan larutan asam asetat
0,1 N
Larutan keringan buatan bersifat basa untuk tiap liter :
- Natrium khlorida (NaCl)
=5g
- Disodium hidrogen orto-fosfat dihidrat (Na2HPO4.2H2O)
= 2,5 g
- Histidin monohidrokhlorida monohidrat
= 0,5 g
- pH
=8
- larutan dibuat pH 8 dengan penambahan larutan Natrium
hidroksida 0,1 N
 Bahan:
- Potong kain contoh uji dengan ukuran 4 cm x 10 cm, potong pula
kain pelapis dengan ukuran yang sama.
- Letakkan contoh uji diantara sepasang kain pelapis, kemudian
dijahit salah satu kain terpendek.

26
IV. Cara Kerja

- Siapkan larutan keringat asam dan basa buatan dalam cawan.

- Rendam dan aduk-aduk contoh uji dalam larutan, biarkan 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan sempurna. Apabila kain sukar dibasahi, contoh uji
direndam, diperas dengan mangel, direndam lagi, diperas lagi demikian
dilakukan berulang-ulang, sampai mendapatkan pembasahan yang sempurna.

- Peras contoh uji, sehingga beratnya menjadi 2,25-3 kali berat semula. Untuk
contoh-contoh uji yang sama, kadar larutan dalam contoh uji setelah pemerasan
harus sama, karena derajat penodaan bertambah dengan beratnya kadar larutan
yang tertinggi dalam contoh uji.

- Letakkan contoh uji diantara 2 lempeng kaca atau plastik Perspirator Tester,
kemudian seluruh lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada Perspiration
Tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm2), dan diukur sedemikian sehingga
tekanan pada contoh uji tetap.

- Masukkan contoh uji yang telah diberi tekanan tersebut kedalam oven dalam
kedudukan contoh uji vertical pada suhu 38 ± 10C, selama paling sedikit 6 jam.
apabila setelah 6 jam contoh uji belum kering, maka contoh uji tersebut
dilepaskan dari Perspiration Tester, kemudian dikeringkan diudara pada suhu
tidak lebih dari 60 0C. Agar lebih mudahnya contoh uji tersebut dapat dikerjakan
semalam selama 16 jam. Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa setelah 6
jam tidak terjadi lagi perubahan warna atau penodaan.

- Pengujian dilakukan sejurang-kurangnya 3 kali dan hasil rata-rata ketiganya


merupakan hasil pengujian. Tidak tahan lunturnya warna terhadap keringat
dapat disebabkan oleh migrasi warna (bleeding) atau perubahan warna contoh
uji. Perubahan warna dapat terjadi tanpa bleeding, sebaliknya mungkin pula
terjadi bleeding, tanpa perubahan warna atau dapat terjadi keduanya.

- Evaluasi perubahan warna contoh uji dilakukan dengan membandingkan


terhadap Gray Scale dan evaluasi penodaan warna dilakukan dengan
membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap Staining Scale.

27
V. Data Percobaan dan Perhitungan
 Asam
Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
4/5 4 3/4 4/5 4 4

 Basa
Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
3/4 3 4/5 3/4 3/4 4

VI. Diskusi

Dari praktikum yang telah dilakukan, menunjukkan hasil pengujian tahan


luntur keringat asam pada perubahan warna berupa Grey Scale data 1 dan data
2 adalah 4/5, memperlihatkan bahwa kain baik untuk ketahanan luntur
keringatnya. Hal tersebut dapat disebabkan zat warna yang terdapat pada
bahan bersifat tahan terhadap zat-zat yang ada pada keringat sehingga aman
apabila dipakai. Jenis serat dari bahan tersebut juga merupakan serat selulosa
yang mampu menyerap air sehingga nyaman apabila keluar keringat karena
akan terserap. Pada nilai penodaan dengan Staining Scale keringat asam untuk
data 1 dan data 2 poliester memiliki nilai 4 dengan kapas 4-5 yang
memperlihatkan ketahanan yang kurang baik untuk kain poliester dan
ketahanan yang baik untuk kain kapas. Begitu pula pada pengujian tahan luntur
keringat basa pada perubahan warna berupa Grey Scale data 1 dan data 2
adalah 3/4 mempelihatkan bahwa kain baik untuk ketahanan luntur
keringatnya. pada Staining Scalekeringat asam untuk data I dan data 2 kain
poliester memiliki nilai 3 dan 3/4 dengan kain kapas untuk data 1 dan data 2
adalah 4/5 dan 4 yang memperlihatkan ketahanan yang kurang baik untuk kain
poliester dan ketahanan yang baik untuk kain kapasPengujian memperlihatkan
kain mempunyai ketahanan luntur warna terhadap keringat asam dan
basa.Hasil tersebut menunjukkan nilai untuk kain contoh uji dapat digunakan
untuk tekstil sehari-hari digunakan oleh manusia seperti pada pakaian.

Penilaian secara visual setiap orang ada yang berbeda, oleh karena itu
untuk mendapatkan nilai yang akurat perlu beberapa penguji yang nantinya
hasil tersebut diambil rata-ratanya karena kemungkinan hasil pengamatan
tidak tepat atau kurang cermat.

28
BAB III

PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN

A. Pengujian Daya Serap Kain Tidak Berbulu (Cara Tetes)


I. Maksud dan Tujuan

I.1 Maksud

Mampu melakukan pengujian daya serap tidak berbulu.

I.2 Tujuan

Mendapatkan data daya serap kain tidak berbulu menggunakan cara


tetes

II. Teori Dasar


Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga
pengting untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil
pencelupan bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut

29
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen.

III. Alat dan Bahan


1) Buret dengan jumlah tetesan 15 – 25 per ml.
2) Simpai bordir atau lingkaran penyulam (embroidery hoop) dengan
diameter 15 cm atau lebih.
3) Stopwatch.
4) Kaki tiga.
5) Contoh uji kain rajut.
Sehelai kain atau sejumlah benang dapat diuji dengan cara ini selama
bahan tersebut dapat ditegangkan pada lingkaran penyulam. Contoh
uji tersebut dikondisikan dalam RH 65 ± 2% dan suhu 27 ± 1°C
minimum 4 jam sebelum dilakukan percobaan.
Persiapan contoh uji
Sepotong kan yang cukup untuk dipasang rata pada simmpai bordir.
Contoh uji dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar
pengujian.

IV. Cara Kerja


1) Disiapkan contoh uji dengan ukuran 175 cm x 175 cm atau sesuai
dengan ukuran simpai sulam.
2) Dipasang contoh uji pada simpai sulam sampai tegang.
3) Diletakkan di atas kaki tiga yang tepat di atasnya sebuah terpasang
buret dengan jarak antara ujung buret dengan permukaan contoh uji
adalah 1 cm – 1,5 cm.
4) Diisi buret dengan air suling.

30
5) Disiapkan stopwatch untuk menghitung kecepatan serap air
dipermukaan contoh uji.
6) Dibuka keran buret dan ketika tepat satu tetes air jatuh ke permukaan
contoh uji, ditutup kembali keran buret.
7) Waktu serap dihitung dari mulai air mengenai permukaan air contoh
uji samapi tidak ada lagi sudut air di atas permukaan contoh uji atau
air sudah terserap sempurna.
8) Dilakukan pengujian pada tiga tempat yang berbeda.
9) Dicatat waktu daya serap contoh uji.
V. Data Percobaan dan Perhitungan
Pengujian Waktu Serap (detik)
1. 5 detik
2. 5 detik
3. 5 detik
4. 5 detik
5. 5 detik
Rata-rata 5 detik

VI. Diskusi dan Kesimpulan


Daya serap kain merupakan salah satu faktor yang menentukan
kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Pengujian daya serap air terhadap
kain yang tidak berbulu bertujuan untuk mengetahui seberapa besar daya
serap kain terhadap air serta untuk mengetahui berapa lama waktu yang
diperlukan kain dalam menyerap air. Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali
pada beberapa titik kain yang berbeda.
Pada pengujian daya serap kain tidak berbulu ini diperoleh hasil rata-rata
yaitu 2 detik, sedangkan waktu pembasahan yang baik adalah kurang dari 60
detik hal ini menunjukkan bahwa kain yang digunakan memiliki dayaserap
yang baik. Standar yang digunakan dalam pengujian ini adalah SNI 08 – 0279
– 1989.

31
B. Pengujian Daya Serap Kain Berbulu (Cara Keranjang)
I. Maksud dan Tujuan

Mampu melakukan pengujian daya serap kain berbulu dan


mendapatkan data dari pengujian daya serap kain berbulu cara keranjang.

II. Teori Dasar


Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga
pengting untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil
pencelupan bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen.

32
III. Alat dan Bahan
1) Keranjang berbentuk silinder, salah satu ujungnya terbuka dengan
ukuran berdiameter 3 cm, tinggi 5 cm, berat keranjang 3 gram.
Berlubang 1,5 cm x 1.5 cm.
2) Timbangan sampai 0,1 gram.
3) Piala gelas (baker glas) 250 ml.
4) Air dengan ketinggian 17 cm.
5) Stopwatch.
6) Tang.
7) Contoh uji kain handuk.
8) Contoh uji sebanyak dua buah, dipotong miring 45°, lebar 7,5 cm
(panjang tidak ditentukan) sampai berat kain 5 gram.
Persiapan contoh uji
Kain dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar pengujian.
Contoh uji dipotong diagonal terhadap arah lusi dan pakan, berbentuk
pita dengan lebar 7,5 mm dan panjang sedemikian hingga berat contoh
uji lima gram.
IV. Cara Kerja
1) Potong contoh uji dengan lebar 7 cm dan panjang tak terhingga
sehingga beratnya 5 gram.
2) Dimasukkan ke dalam keranjang dan menjatuhkannya kepermukaan
air dengan jarak ± 2 cm.
3) Dibiarkan contoh uji terendam 10 detik kemudian diambil dan
diletakkan diatas air selama 10 detik.
4) Dimasukkan dalam piala gelas yang sudah diketahui beratnya.
5) Ditimbang contoh uji ( berat piala gelas + berat keranjang + berat
contoh uji) mencatat sebagai berat basah. Kapasitas serap adalah
selisih antara berat basah contoh uji dengan berat kering contoh uji
dibagi berat kering contoh uji, dinyatakan dalam persen.
6) Dilakukan pengujian dua kali.

33
V. Data Percobaan dan Perhitungan
Keterangan I II
Berat Kering 40.49 gr 41.02 gr
Berat basah 69.51 gr 63.59 gr
Berat contoh uji 5,00 gr 5,00 gr
Berat bejana 35,53 gr 35,53 gr
Berat keranjang 3 gr 3 gr

Perhitungan

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


% Daya serap= x 100%
𝐶𝑉
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Daya Serap I = x 100%
𝐶𝑉
69.51−40.49
= x 100%
5

= 580.4 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Daya Serap II = x 100%
𝐶𝑉
69.59−41.02
= x 100%
5

= 571.4 %
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Praktikum pengujian daya serap air ini diperlukan, karena daya serap kain
merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian kain untuk
keperluan tertentu seperti contohnya pada kain handuk yang sangat
memerlukan kemampuan daya serap air yang tinggi. Pada praktikum ini
di dapatkan presentase daya serap kain pertama yaitu 580.4% dan
presentase daya serap kain kedua yaitu 571.4 % Standar pengujian yang
digunakan adalah SNI 08 – 0279 – 1989. Dengan standar yang sesuai yaitu
daya serapnya mencapai 500% keatas. Sedangkan yang diperoleh
memiliki presentase 571.4% dan 580.4% presentase di atas standar
pengujian ini menunjukkan bahwa hasil yang di dapat melebihi dari
standar yang ada. Dapat disimpulkan bahwa daya serap kain handuk ini

34
baik karena presentase standar yang dibutuhkan tercapai,oleh karena itu
kain handuk nyaman dipakai karena daya serapnya baik. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada pengujian ini adalah ketepatan dalam
mempersiapkan contoh uji yaitu berat dan ketelitian dalam menimbang
selain itu ketepatan dalam menghitung waktupun sangat berpengaruh.

35
BAB IV

PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN

A. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain ( Cara Siram)


I. Maksud dan Tujuan

Mampu melakukan pengujian daya serap dengan cara siram(kain


parasut)

II. Teori Dasar


Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga penting
untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil pencelupan
bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain

36
contoh uji kering dinyatakan dalam persen. Untuk pakaian biasa diperlukan
sifat tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
1. Proses tahan air (water-proof)
Merupakan proses untuk melapisi kain dengan lemak, wax atau
karet untuk mencegah menyerapnya air kedalam kain. Penambahan zat
anti air dapat dilakukan dengan melapisi permukaan kain secara
mekanis atau juga dapat secara reaksi antara serat dan zat
penyempurnaan. Sifat khusus dari kain anti air adalah daya tembus
udara yang rendah.
2. Daya tolak air (water – repellant)
Merupakan sifat kain untuk tidak menyebarkan butiran air
keseluruh permukaan kain. Karena kain yang anti air biasanya tidak
tembus udara, maka sifatnya menjadi kurang nyaman dipakai sebagai
bahan pakaian.
2.2. StandarNilaiUjiSiram

Adapun nilai uji siram yang dipakai adalah sebagai berikut:


1. 0 (ISO 0) = Pembasahan seluruh permukaan atas bawah.
2. 50 (ISO 1) = Terbasahi seluruh permukaan yang disiram.
3. 70 (ISO 2) = Terbasahi setengah permukaan yang disiram.
4. 80 (ISO 3) = Terbasahi hanya pada bagian kecil yang jelas.
5. 90 (ISO 4) = Tidak ada pembasahan tetapi ada tetesan kecil yang menempel pada
permukaan yang disiram.
6. 100 (ISO 5) = Tidak ada pembasahan dan tidak ada penempelan tetesan kecil
pada permukaan yang disiram.

37
2.3. Persyaratan Mutu Kain Tenun Untuk Payung Hujan
Mutu kain tenun untuk payung hujan ditentukan oleh pesyaratan seperti di tabel:

Syarat Mutu Kain Tenun Untuk Payung Hujan


No JenisUji Satuan Persyaratan Keterangan
.
1 Kekuatantarik
1.1 Kering N 177
Kg 18
Minimum
1.2 Basah N 128
Kg 13
2 Kekuatansobek N 10
Minimum
Kg 1,02
3 Ketahananselipbenangpadajahitanbu N 67
Minimum
kaan 6 mm Kg 6,83
4 Tahan air (ujisiram) - 80 Minimum
5 Tolak air (alatjenisBundesman)
5.1 Penyerapan % 30
Maksimum
5.2 Perembesan ml 15
6 Ketahananlunturwarnaterhadap:
6.1 air
6.1.1 Perubahan warna1) - 4 Minimum
6.2 Gosokan
6.2.1 Kering2) - 4
Minimum
6.2.2 Basah2) - 3
6.3 Sinar3) - 4 Minimum
7 Perubahandimensi % 3 Minimum
Keterangan:
1)Skalaabu - abu
2)Skalapenodaan
3)Standarwolbiru

Sumber: SNI 1517:2008


Contoh uji dinyatakan memenuhi standar apabila semua hasil pengujian
memenuhi persyaratan mutu seperti tercantum.

38
III. Alat dan Bahan
1. AATCC spray tester terdiri dari corong gelas diameter 150 mm, yang
ujungnya dipasang penyemprot diameter 32 mm, dengan 19 lubang-
lubang diameter 0,86 mm, yang diatur melingkar. Satu lubang di titik
pusat penyemprot, enam lubang melingkar ditengah dan 12 lubang
melingkar di luarnya. Penyemprot dipasang di atas penyangga contoh
uji sehingga jarak ujung penyemprot dari permukaan contoh uji 150
mm. Penyangga contoh uji membentuk sudut 45o dengan bidang datar
2. Simpai bordir diameter 150 mm.
3. Kain Parasut

IV. Cara Kerja


1. Pasang contoh uji pada simpai bordir sehingga tidak terdapat lagi
kerutan-kerutan pada kain.
2. Letakkan simpai beserta contoh uji pada penyangga contoh uji
sedemikian sehingga titik tengah penyemprot tepat di atas titik tengah
simpai.
3. Untuk kain – kain keper, gabardin, atau kain sejenis yang mempunyai
pola rusuk – rusuk. Letakkan simpai sedemikian sehingga rusuk – rusuk
miring terhadap aliran air di permukaan kain.
4. Dituangkan 250 mL air suling, suhu 27 ± 1oC ke dalam corong
penyemprot dan biarkan air menyemprot contoh uji selama 25-30 detik.
Waktu menuang air gelas piala jangan menyentuh corong.
5. Ambil simpai dengan memegangnya pada satu sisi dan ketukkan sisi lain
pada benda keras dengan permukaan kain menghadap ke bawah dua
kali. Putar simpai 180o dan ketukkan sekali pada sisi yang semula
dipegang.
6. Ulangi pekerjaan tersebut untuk 2 contoh uji

V. Data Percobaan dan Perhitungan

39
Pengujian Nilai ISO
I 80
II 80
Rata –rata nilai 80

VI. Diskusi dan Kesimpulan


Praktikum yang telah dilakukan adalah pengujian tolak air cara siram.
Pengujian tolak air cara siram adalah pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui ketahanan kain terhadap air dengan diberi siraman dengan alat
AATCC spray tester, dan setelah itu dilihat nilai siramnya pada kain sesuai
dengan standar AATCC atau ISO. Pada pengujian ini diperoleh hasil rata-rata
ISO 3 yang bernilai 80. Pada teori dasar dijelaskan bahwa standar ISO 3
pembasahan pada sebagian permukaan atas. Ini sudah dijelaskan pada
standar SNI ISO 4920:2010. Dapat disimpulkan bahwa ISO 80 ini sudah
memenuhi standar untuk pembuatan jas hujan.

40
B. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain (Alat Uji Bundesmann)
I. Maksud dan Tujuan
Mampu melakukan pengujian Daya tolak air dan tahan air kain.
II. Teori Dasar

Prinsippengujiandaripengujiandayatolak air iniadalah menyiramkan


air dengan tekanan tetes air tertentu pada permukaan kain dengan
kondisi tertentu selama waktu tertentu. Diukur jumlah air yang
menembus kain dan jumlah air yang diserap kain. Kondisi pengujian yang
berhubungan dengan tekanan air, seperti besar tetesan air, jarak
penyiraman dari contoh uji, letak contoh uji terhadap tetesan air dan
waktu penyiraman berbeda antara standar satu dengan standar yang
lain.Pengujian ini dimaksudkan untuk menyerupai curah hujan yang jatuh
pada kain, sehingga daya tolak air suatu kain dapat diketahui. Cara ini
terutama dipergunakan untuk kain – kain yang mempunyai daya tolak
air tetapi masih tembus udara.
Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan tetesan air hujan dari alat jenis
Bundesmann adalah 5,8 kali tembusan awan; 91 kali kekuatan tetesan hujan
lewat; 480 kali kekuatan tetesan hujan biasa dan 21.000 kali kekuatan hujan
ringan.Pada pengujian ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, sebagai
penunjang percobaan, ada pun alat – alat tersebut adalah:
a. Pengukuran kecepatan aliran. Apabila alat ini dipergunakan disarankan untuk
mengukur kecepatan aliran air hujan sekurang – kurangnya sekali dalam 1
jam.
b. Penyaringan air. Pembentukan tetesan air hujan bergantung pada aliran air
melalui lubang – lubang kecil yang mungkin dapat tersumbat oleh kotoran –
kotoran. Disarankan untuk mempergunakan penyaring ulang terdiri dari
porselin atau lilin kieselguhr dengan keporian yang sesuai.
c. Pengendalian suhu air, untuk melakukan hal ini dapat digunakan pemanas air
yang suhunya dapat dikendalikan.

41
d. Pengendalian pH air.
Penghilangan kebasaan dapat dilakukan dengan melewatkan air yang
dipergunakan melalui lapisan resin penukar biasa.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara, yaitu:
 Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
 Oleh tekanan air menekannya melalui rongga-rongga pada kain
 Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.

Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga dianatara
benang-benang kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi
kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat.
Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses kimia sehingga
tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain
tanpa menembusnya, tetapi jika air berkumpul dipermukaan kain dengan
ketebalan tertentu atau menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air
akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Agar kain benar-
benar tidak menembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak
tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet atau untuk terpal
dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara,
sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperluksn sifat tahan
air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air. Walaupun
terdapat hubungan antara tolak air dan tahan air untuk tujuan masing-
masing diperlukan pengujian yang berbeda, yaitu uji siram untuk menilai
tolak air. Uji hujan untuk menilai tahan air dan uji tekanan hidrostatik untuk
menilai kedap air

42
III. Alat dan bahan

1. Bundesmann Rain Tester. Alat terdiri Dari penyiram dan tabung-


tabung pemegang contoh uji. Penyiram menghasilkan tetesan-tetesan
air dengan ukuran rata-rata 0,075 dan diatur dengan jarak tetesan
seragam. Penyiram diletkan 150 cm diatas empat tabung pemegang
contoh uji yang dipasang dalam satu kesatuan dan berputar dengan
kecepatan lima putaran permenit. Posisi tabung pemegang contoh uji
sedemikian sehingga contoh uji membentuk sudut 10- 150 terhadap
horizontal. Dalam tabung pemegang contoh uji diputar dibawah
siraman air, meniru gesekan yang terjadi pada jas hujan ketika dipakai.
Air yang digunakan dengan pH 6,0- 8,0 dan suhu 25- 290 C.
2. Potongcontohujiberbentuklingkaran
3. Mesin pengering
IV. Cara Kerja
a. Ambil Masing-masing contoh uji dari tabung pemegang contoh uji,
dipasang pada alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-
Rangkaian tabung-tabu g pemegang contoh uji tanpa contoh uji
dipasang pada alat, tutup penahan siraman air masih tertutup dan
kran air dibuka.Jalankan
motor pemutar tabung contoh uji, buka tutup penahan siraman air
selama 1 menit, kemudian ditutup kembali. Dengan membuka kran
pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah air yang tertampung
pada masing-masing pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai
milliliter terdekat. Ulangi pekerjaan tersebut dengan mengatur kran
tekanan air sehingga jumlah air yang tertampung dalam tabung
pemegang contoh uji 100 mL/menit/tabung.
b. Masing-masing kain contoh uji ditimbang yang telah dikondisikan
dalam ruangan standar pengujian sampai milligram terdekat.
c. Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji
dikeluarkan, ditutup kembali kran pada tabung tersebut. Pasang

43
contoh uji pada tabung pemegang contoh uji sehingga tidak
terdapat kerutan-kerutan pada permukaan contoh uji.
d. Tutup penahan siraman air masih tertutup, pasang rangkaian
pemegang contoh uji dengan contoh ujinya pada alat.
e. Jalankan motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji,
kemudian buka tutup penahan siraman air, sehingga air
menyirami contoh uji yang berputar selama 10 menit dan tutup
kembali.
f. Matikan motor, ambil rangkaian pemegang contoh ujitetesan air
pada permukaan contoh uji. Timbang berat contoh uji tersebut
sampai milligram terdekat.
g. Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur
jumlah air yang tertampung pada masing-masing pemegang
contoh uji denga gelas ukur sampai milliliter terdetat. Jumlah air
yang tertampung tersebut adalah jumlah air yang menembus
contoh uji selama 10 menit.
V. Data percobaan dan Perhitungan
Berat Kering 5.59 gr
Berat Basah 6.57 gr

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


% Penyerapan = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

6,57−5.59
= x 100%
5.59

= 17.5%
VI. Diskusi dan Kesimpulan.
Pada praktikum ini menggunakan alat uji bundesman, untuk
mengetahui kemampuan kain dalam menahan air. Tahan air adalah sifat
kain untuk mencegah tembusnya air, tetapi masih bersifat tembus udara.
Tahan air ini berbeda dengan tolak air, sebab pada kain yang memiliki
sifat tahan air udara masih dapat menembus pori-pori kainnya. Pada

44
pengujian tekanan hidrostatik yaitu memberikan tekanan hidrostatik
yang meningkat terus dengan kecepatan tetap pada permukaan kain,
sehingga titik air menembus kain.
Pada uji hujan atau bundesman, didapatkan hasil persen daya
serap kain adalah 17.5 %. Dan tidak ada rembesan air yang terjadi.
Semakin tinggi persentase daya serap air pada kain maka semakin banyak
pula air yang berhasil menembus kain sehingga kain dalam menahan
airnya kurang baik, sebab air berhasil lolos dari serat-seratnya. Begitupun
sebaliknya. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, bahwa kain
memiliki daya serap yang tinggi. Ini tidak sesuai standar SNI 08 – 0278 –
19889 dengan standar dibawah 5 %.

45
BAB V

PENGUJIAN SIFAT NYALA API DAN TAHAN API KAIN


I. Maksud dan Tujuan

I.1 Maksud

Mampu melakukan pengujian Tahan Api

I.2 Tujuan

Mengetahui kemampuan kain contoh uji terhadapa ketahan api, mampu


melakukan pengujian tahan api cara vertikal dan mampu melakukan
pengujian tahan api miring (cara 45o)

II. Teori Dasar

Pengujian ini dimaksudkan untuk pengukuran tahan api kain apabila api
dikenakan pada salah satu ujungnya selama waktu tertentu. Adapun yaang
dimaksud dengan tahan api adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan
atau tidak meneruskan nyala api. Waktu nyala adalah lama contoh uji
meneruskan nyala sejak nyala pembakar diambil atau dipadamkan, dinyatakan
dalam sekon. Sedangkan yang dimaksud dengan waktu bara yaitu lama contoh
uji tetap membara sejak nyala api pada kain padam, dinyatakan dalam sekon.
Panjang arang adalah jarak dari ujung contoh uji yang dikenai api sampai ujung
atas daerah terbakar atau mengarang, yang dapat disobek oleh beban tertentu,
dinyatakan dalam centimeter.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain adalah:

a. Mudah terbakar (flammable), yaitu kain yang meneruskan nyala api


dengan cepat.
b. Anti nyala api (flame proof), yaitu kain yang tidak meneuskan nyala api.
c. Nilai tahan api adalah waktu yang diperlukan untuk meneuskan nyala api
sepanjang 100 inci kain ke arah vertikal.
d. Tahan nyla api, yakni kain yang mempunyai nilai tahan api di atas 150.

46
e. Bahan asli anti nyala api, bahan yang sudah bersifat tahan nyala api
meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.
f. Bahan anti nyala api permanen, adalah kain yang tetap tahan nyala api,
setelah proses pencucuian berulang.
g. Bahan anti nyala api sementara adalah kain yang setelah proses
pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Kontruksi kain yang mempengaruhi tahan nyala api adalah:
a. Komposisi serat pada kain.
b. Berat kain.
Sedangkan jenis benang dan struktur kain tidak berpengaruh pada tahan
nyala api.

Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis
serat berat lain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut,
dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.Sifat nyala
api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan.serat selulosa seperti
kapas, linen, dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit
menyala, nylon dan poliester mengerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi
menyempurnakan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester
mudah menyala.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahana apinya bergantung
pada berat kain dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin
berat kainnya, makin tahan api.Dalam keadaan nyala, banyak faktor yang
berpengaruh pada sifat tahan api, dan terdapat beberapa cara uji tahan api.
Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat nyala api tekstil
(cara 45) dan uji tahan api (cara vertikal).Prinsip pengujian sifat nyala api tekstil
pakaian (cara 45°) adalah mengukur waktu perambatan nyala api membakar
contoh uji yang dijepit rangka dan diletakkan 45° dengan jarak 127 mm, sejak api
pembakar diambil. Cara ini lebih mudah dan murah sehingga banyak digunakan
untuk pengendalian mutu dalam industri.

47
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit
rangka dan diletekkan vertical selama waktu tertentu. Diukur dari serat api
diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam
dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertentu.

III. Alat dan Bahan

Alat uji tahan api (cara vertikal) terdiri atas suatu kotak dengan pintu kaca
untuk melindungi nyala api dari hembusan udara. Di dalam alat terdapat
tempat untuk memasang penjepit contoh uji sehinga contoh uji vertikal. Di
bagian bawah contoh uji berjarak 19 mm dari ujung bawah contoh uji.

Persiapan Contoh uji

1) Mengukur contoh uji dengan ukuran 32 cm x 7 cm, memotong dengan


arah lusi dan pakan, masing – masing satu buah.
Mengkondisikan contoh uji dalam ruangan standar pengujian.
IV. Cara Kerja
1) Dipasang contoh uji pada pemegang contoh uji dan menjepitnya.
2) Dipasang pemegang contoh uji yang ada kain contoh ujinya pada
dudukan pemegang yang berada di dalam alat dan diletakkan vertikal.
3) Dibuka kran gas dan menyalakan api dengan ketinggian nyala api 3,8.
4) Disiapkan stopwatch untuk mengukur lama nyala api.
5) Ditutup kaca alat pembakar dan mendorong api dengan alat pendorong
api dan meletakkan api tepat di bwaah ujung kain contoh uji dan
menyalakan stopwatch dan membiarkan api menyala selama 12 detik di
bawah kain contoh uji.
6) Setelah 12 detik, api ditarik menjauhi contoh uji dan mengamati nyala
api sampai padam.
7) Dicatat waktu api padam dan membiarkan stopwatch berjalan bila ada
bara api atau mematikan stopwatch bila tidak ada bara api.

48
8) Dinyalakan stopwatch bila ada bara api, dan mengamati sampai bara api
padam sekaligus mematikan stopwatch.
9) Dicatat waktu bara api sampai padam.
10) Dieluarkan contoh uji dari pemegang contoh uji.
11) Dimatikan api dengan menutup keran gas.

V. Data Percobaan dan Perhitungan


Keterangan Lusi Pakan
Waktu nyala api 27 detik 24 detik
Waktu bara 39,08 detik 47,16 detik
Sisa arang - -

VI. Diskusi Dan Kesimpulan


Pada pengujian tahan api ini diperoleh hasil waktu nyala api lusi lebih
cepat dibandingkan dengan pakan. Dari hasil percobaan tersebut
menunjukkan kain contoh uji bersifat memilki sifat meneruskan
pembakaran, jenis bahan yang mempunyai sifat tersebut merupakan bahan
dengan serat-serat seperti misalnya selulosa. Adanya perbedaan waktu nyala
pada contoh uji lusi yang lebih cepat dibandingkan dengan contoh uji pakan
dapat dikarenakan tenunan dari contoh uji dengan lebar pakan memiliki
panjang lusi yang benangnya lebih banyak sehingga pembakaran menjadi
lebih lama. Nyala api dipengaruhi oleh berat kainnya pula, kain dengan berat
yang ringan akan memiliki waktu nyala api yang lebih singkat dibandingkan
kain yang lebih berat. Kain yang mengalami proses penyempurnaan juga
mempengaruhi pada tahan nyala api. Menurut SNI 0989:2011, kain contoh
uji terklasifikasi sebagai tekstil yang secara umum dapat diterima untuk kain
pakaian karena waktu perambatan nyala api lebih besar atau sama dengan
3,5 detik pada kain tekstil permukaan polos. Oleh sebab itu aplikasi kain
contoh uji dapat digunakan dalam tekstil sehari-hari.

49
LAMPIRAN KAIN CONTOH UJI
1) PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN

50
2) PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN

51
3) PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT

52
4) PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES
PENCUCIAN DAN PENGERINGAN

53
5) PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN UJI TETES

54
6) PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN UJI KERANJANG

55
7) PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN CARA BUNDESMANN

56
8) PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN CARA SPRAY TEST

57
9) PENGUJIAN SIFAT NYALA API DAN TAHAN API KAIN

58
DAFTAR PUSTAKA

 Modul Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,
Bandung, 2005.
 Jurnal Praktek Evaluasi Tekstil
 SNI ISO 5077:2011, Cara Uji Perubahan Dimensi pada Pencucian dan Pengeringan
 SNI 08-0278-1989, Daya Tolak Air Kain (Cara Bundesman)
 SNI ISO 105-C 06:2010, Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
 SNI ISO 105-E04:2010, Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
 SNI ISO 4920:2010, Cara Uji Ketahanan Terhadap Pembasahan (Uji Siram)
 SNI 08-0404-1989, Daya Serap Kain Terhadap Air (Cara Keranjang)
 SNI 0989-2011, Pengujian Tahan Api (Cara Vertikal)
 Hitariat, Susyami, Widayat, Totong, 2005. BAB I Pengujian Konstrksi Kain.
Retrieved 04 26, 2017 from : Bahan Ajar Praktek Evaluasi Kain.
 Soekarso, R. 1974. Anyaman dasar plat, keper, satien dan turunanya. Retrieved
04 26, 2017 from : Pengantar Ilmu Anyaman Tekstil.
 Dra. Nurasih S. Suwahyono, M.Lib, Titin Resmatin, SS, Dra. Sri Rahayu Safittri,
Kristiati Andrian, ST, Minanudin, M.Hum. Standar SNI. Retrieved 04 26, 2017
from : Kompendium Tekstil dan Produk Tekstil.
 WibowoMoerdoko,1973,EvaluasiTekstilbagianFisika,Bandung,ITT Bandung

59

Anda mungkin juga menyukai