Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah perbedaan model pembelajaran berbasis masalah dengan
model pembelajaran berbasis proyek. makalah ini dibuat sebagai media untuk menambah wawasan
pengetahuan demi tercapainya tujuan pembelajaran.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan agar kedepannya memudahkan kita dalam melakukan
perkuliahan mata kuliah Strategi Pembelajaran Kimia. Oleh karena itu, kami berharap dengan adanya
makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan perbedaan model pembelajaran berbasis
masalah dan model pembelajaran berbasis proyek.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, demi penyempurnaan makalah ini kami mengharapkan
saran dan kritik dari berbagai pihak.

Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan
mengarahkan kami, serta rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Mataram, 18 oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah..........................................................................3


B. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ……………………………………………………..8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran sains diajarkan dengan menekankan pada proses member pengalaman
kepada siswa dalam memadukan pengetahuan awal siswa dengan pengetahuan yang sesuai
konsep ilmuwan. Pengetahuan awal siswa yang diperoleh dari pengalaman mengamati
fenomena-fenomena di lingkungan tempat tinggal memberikan latar belakang dalam
membangun pengetahuan awal siswa. Setiap siswa tentu mempunyai tafsiran yang berbeda
terhadap pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketika siswa berada
dalam proses pembelajaran di kelas, guru memfasilitasi kegiatan pembelajaran agar terbentuk
konsep baru yang sesuai dengan konsep ilmuwan.
Guru hendaknya merancang pembelajaran yang efektif dengan memperhatikan
karakteristik materi pembelajaran yang diajarkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangan guru
dalam merancang pembelajaran dengan memilih pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran. Kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran akan terbentuk sebuah model pembelajaran. Model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang dikembangkan di Indonesia, para
guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, sebagaimana yang
disyaratkan dalam kurikulum nasional. Jika guru telah memahami karakteristik materi ajar
dan siswa, pemilihan model pembelajaran diharapkan dapat mewujudkan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Kurikulum 2013 telah memberikan acuan dalam
pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik. Model pembelajaran
yang dimaksud meliputi : project based learning (PjBL), problem based learning (PBL),
discovery learning dan inquiry learning
Pemilihan model pembelajaran diserahkan kepada guru dengan menyesuaikan dengan
karakteristik materi ajar. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang
berpusat pada siswa dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Pengalaman belajar siswa maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan
dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Makalah ini hanya akan membahas model

1
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan pembelajaran berbasis proyek
(project based learning).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian model pembelajaran berbasis masalah?
2. Bagaimana karakteristik model pembelajaran berbasis masalah?
3. Apa saja sintaks dari model pembelajaran berbasis masalah?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah?
5. Apa pengertian model pembelajaran berbasis proyek?
6. Bagaimana karakteristik pembelajaran berbasis proyek?
7. Apa saja sintaks dari pembelajaran berbasis proyek?
8. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek?

C. Tujuan
Untuk mengetahui:
1. Pengertian model pembelajaran berbasis masalah
2. Karakteristik model pembelajaran berbasis masalah
3. Sintaks dari model pembelajaran berbasis masalah
4. Kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah
5. Pengertian model pembelajaran berbasis proyek
6. Karakteristik pembelajaran berbasis proyek
7. Sintaks dari pembelajaran berbasis proyek
8. Kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


1. Pengertian problem based learning

Model problem based learning juga biasa disebut dengan model pembelajaran
berbasis masalah. Menurut Darmadi (2017:117) pembelajaran berbasis masalah
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual
sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Didalam kelas yang menerapkan
model pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata. Masalah yang diberikan pada peserta didik ini
digunakan untuk mengikat rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dipelajari.
Pembelajaran problem b ased learning didorong oleh tantangan, masalah nyata, dan
peserta didik bekerja dalam kelompok kolaborasi kecil. Peserta didik didorong untuk
bertanggungjawab terhadap kelompoknya dan mengorganisir proses pembelajaran
dengan bantuan instruktur atau guru.

Menurut Hamdayama (2016:116) berpendapat bahwa model pembelajaran


problem based learning adalah pembelajaran yang memusatkan pada masalah
kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Sedangkan menurut Abdullah
(2014:127) model pembelajaran problem based lea rning merupakan pembelajaran
yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,
mengajukan pertanyaa-pertanyaan, memfasilitasi penyeledikan dan membuka dialog.
Model pembelajaran problem based learning menuntut peserta didik untuk aktif
melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga mampu
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif.

Tan (2004) juga menyebutkan bahwa PBL telah diakui sebagai suatu
pengembangan dari pembelajaran aktif dan pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, yang menggunakan masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-
masalah dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang kompleks) sebagai titik
awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh (2003)
mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran di
kelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika di sekitar kegiatan

3
pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa kesempatan untuk berfikir
secara kritis, mengajukan ide kreatif mereka sendiri, dan mengomunikasikan dengan
temannya secara matematis. PBL menggambarkan suatu suasana pembelajaran yang
menggunakan masalah untuk memandu, mengemudikan, menggerakkan, atau
mengarahkan pembelajaran. Pembelajaran dalam PBL dimulai dengan suatu masalah
yang harus diselesaikan, dan masalah tersebut diajukan dengan cara sedemikian
hingga para siswa memerlukan tambahan pengetahuan baru sebelum mereka dapat
menyelesaikan masalah tersebut.

Tidak sekedar mencoba atau mencari jawab tunggal yang benar, para siswa
akan menafsirkan masalah tersebut, mengumpulkan informasi yang diperlukan,
mengenali penyelesaian yang mungkin, menilai beberapa pilihan, dan menampilkan
kesimpulan (Roh, 2003). Dari beberapa pengertian PBL seperti tersebut di atas
dapatlah disimpulkan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik awal
pembelajaran, dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang
menantang; (2) Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru mengambil peran
sebagai fasilitator dalam pembelajaran

2. Karakteristik model pembelajaran problem based learning

Karakteristik model pembelajaran problem based learning yang dikembangkan


Barrow (dalam Liu 2005:2) adalah sebagai berikut:

a) Learning is student – centered


Proses pembelajaran dalam problem based learning lebih menitikberatkan pada
peserta didik untuk belajar. Oleh karena itu, problem based learning didukung juga
oleh teori konstruktivisme dimana peserta didik didorong untuk dapat
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b) Authentic problems from the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada peserta didik adalah masalah yang otentik sehingga
peserta didik mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya dimasa yang akan datang.
c) New information is acquired through self - directed learning

4
Proses pemecahan masalah memungkinkan masih terdapat peserta didik yang belum
mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga peserta didik
berusaha untuk mencari sendiri melalui berbagai sumber.
d) Learning occurs in small groups
Pada pelaksanaan problem based learning , agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar
pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, problem based
learning dilaksanakan dalam bentuk kelompok kecil.
e) Teacher act as fasilitators
Pada pelaksanaan problem based learning, guru berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas peserta didik
dan mendorong peserta didik agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.
3. Sintaks model pembelajaran problem based learning

Arends (dalam buku Ngalimun 2016:124) berpendapat bahwa dalam


mengimplementasikan problem based learning ada 5 fase/tahapan yaitu:

a) Mengorientasikan peserta didik pada masalah


b) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
c) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e) Menganalisis dan mengevaluasi

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sintaks model


pembelajaran problem based learning yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam
pembelajaran kompetensi sistem bahan bakar adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning

Tahapan Kegiatan Guru dan Peserta Didik


Tahap 1 Orientasi peserta didik pada a. Guru menjelaskan tujuan dan materi
masalah pembelajaran dengan model problem
based learning
b. Guru menjelaskan tahapan dalam
problem based learning
c. Guru mendeskripsikan perangkat yang
dibutuhkan dalam problem based learning

5
d. Guru memotivasi peserta didik agar
terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah.
Tahap 2 Mengorganisasi peserta didik untuk a. Guru membagi peserta didik menjadi
belajar kelompok kecil untuk memecahkan
masalah
b. Guru mendorong peserta didik untuk
mengidentifikasi tugas-tugas belajar
terkait permasalahan

Tahap 3 Membimbing penyelidikan a. Guru mendorong peserta didik untuk


individu maupun kelompok mendapatkan informasi yang tepat
berkaitan dengan materi pembelajaran
b. Guru mendorong siswa melaksanakan
mencoba memecahkan masalah
c. Guru mendorong peserta didik untuk
mencai penjelasan dan solusi dari
permasalahan yang dihadapi.
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan a. Guru membantu peserta didik dalam
hasil karya merencanakan dan menyiapkan laporan
hasil pemecahan masalah
b. Guru membantu peserta didik untuk
membagi tugas dengan teman
kelompoknya terkait pelaksanaan
presentasi.
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu peserta didik untuk
proses pemecahan masalah melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
hasil presentasi dan proses yang
digunakan

6
4. Kelebihan dan kelemahan model problem based learning

Kurniasih dan Berlin (2015:49-50) berpendapat bahwa kelebihan model pembelajaran


berbasis masalah diantaranya adalah:

(a) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif peserta didik

(b) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah para peserta didik dengan
sendirinya

(c) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar

(d) Membantu peserta didik dalam belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi
yang serba baru

(e) Dapat mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri

(f) Mendorong kreativitas peserta didik dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan

(g) Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna

(h) Model ini mengintregasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan

(i) Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah menurut

Kurniasih dan Berlin (2015:50-51), antara lain:

(a) model ini membutuhkan pembiasaan, karena dalam teknis pelaksanaannya yang rumit dan
peserta didik dituntut untuk berkonsentrasi dan daya kreasi yang tinggi

(b) persiapan proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama, hal tersebut karena
sedapat

mungkin persoalan yang ada harus dipecahkan sampai tuntas, agar maknanya tidak terpotong

7
(c) peserta didik tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya

(d) tak jarang guru juga merasa kesulitan, hal tersebut disebabkan karena guru kesulitan dalam
menjadi fasilitator dan mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada
menyerahkan mereka solusi.

B. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)


1. Pengertian model pembelajaran berbasis proyek (project based learning)

Project based learning adalah model pembelajaran yang mengorganisasi kelas


dalam sebuah proyek (Thomas, 2000, hlm. 1). Menurut NYC Departement of
Education (2009), PjBL merupakan strategi pembelajaran dimana siswa harus
membangun pengetahuan konten mereka sendiri dan mendemonstrasikan pemahaman
baru melalui berbagai bentuk representasi (hlm. 8). Sedangkan George Lucas
Educational Foundation (2005) mendefinisikan pendekatan pembelajaran yang
dinamis di mana siswa secara aktif mengeksplorasi masalah di dunia nyata,
memberikan tantangan, dan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (hlm. 1).
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa PjBL adalah
model pembelajaran yang terpusat pada siswa untuk membangun dan
mengaplikasikan konsep dari proyek yang dihasilkan dengan mengeksplorasi dan
memecahkan masalah di dunia nyata secara mandiri. Kemandirian siswa dalam
belajar untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya merupakan tujuan dari PjBL.
Namun kemandirian dalam belajar perlu dilatih oleh guru kepada siswa agar terbiasa
dalam belajar bila menggunakan PjBL. Siswa SD maupun SMP masih perlu
dibimbing dalam menyelesaikan tugas proyek bahkan siswa SMA. Bimbingan guru
diperlukan untuk mengarahkan siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan alur pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas
secara nyata. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan
penuntun (a guiding question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. PjBL
merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi atensi dan usaha siswa (Kemdikbud, 2014, hlm. 33).

8
Johnson & Lamb (2007) menyatakan bahwa : project based learning focuses
on creating a product or an artifact by using problem-based and inquirybased learning
depending on the depth of the driving question. Terdapat keterkaitan antara problem
based learning (PBL) dan inquiry based learning (IBL) dalam PjBL. PBL berfokus
pada solving real-world, dan pembelajaran inquiry berfokus pada problem-solving
skills, sedangkan PjBl berfokus pada penciptaan proyek atau produk dalam
membangun konsep.

2. Karakteristik model pembelajaran berbasis proyek (project based learning)


Kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek tidak semuanya disebut sebagai
PjBL. Beberapa kriteria harus dimiliki untuk dapat menentukan sebuah
pembelajaran sebagai bentuk PjBL. Lima kriteria suatu pembelajaran merupakan
PjBL adalah sentralitas, mengarahkan pertanyaan, penyelidikan kontruktivisme,
otonomi, dan realistis (Thomas, 2000; Kemdikbud, 2014) :
a) The project are central, not peripheral to the curriculum. Kriteria ini
memiliki dua corollaries. Pertama, proyek merupakan kurikulum. Pada
PjBL, proyek merupakan inti strategi mengajar, siswa berkutat dan belajar
konsep inti materi melalui proyek. Kedua, keterpusatan yang berarti jika
siswa belajar sesuatu di luar kurikulum, maka tidaklah dikategorikan
sebagai PjBL.
b) Proyek PjBL difokuskan pada pertanyaan atau problem yang mendorong
siswa mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari
mata pelajaran. Definisi proyek bagi siswa harus dibuat sedemikian rupa
agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang
melatarinya. Proyek biasanya dilakukan dengan pengajuan
pertanyaanpertanyaan yang belum bisa dipastikan jawabannya (ill-defined
problem). Proyek dalam PjBL dapat dirancang secara tematik, atau
gabungan topik-topik dari dua atau lebih mata pelajaran.
c) Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme. Sebuah
penyelidikan dapat berupa perancangan proses, pengambilan keputusan,
penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan, atau proses
pengembangan model. Aktivitas inti dari proyek harus melibatkan
transformasi dan konstruksi dari pengetahuan (pengetahuan atau
keterampilan baru) pada pihak siswa. Jika aktivitas inti dari proyek tidak

9
merepresentasikan “tingkat kesulitan” bagi siswa, atau dapat dilakukan
dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek
yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek
PjBL yang dimaksud.
d) Project are sudent-driven to some significant degree. Inti proyek bukanlah
berpusat pada guru, berupa teks aturan atau sudah dalam bentuk paket
tugas. Misalkan tugas laboratorium dan booklet pembelajaran bukanlah
contoh PjBL. PjBL lebih mengutamakan kemandirian, pilihan, waktu kerja
yang tidak bersifat kaku, dan tanggung jawab siswa daripada proyek
tradisional dan pembelajaran tradisional.
e) Proyek adalah realistis, tidak school-like. Karakterisitik proyek
memberikan keotentikan pada siswa. Karakteristik ini boleh jadi meliputi
topik, tugas, peranan yang dimainkan siswa, konteks di mana kerja proyek
dilakukan, produk yang dihasilkan, atau kriteria di mana produk-produk
atau unjuk kerja dinilai. PjBL melibatkan tantangan-tantangan kehidupan
nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah autentik (bukan simulatif),
dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang
sesungguhnya.

3. Sintaks model pembelajaran berbasis proyek (project based learning)


Tahapan PjBL dikembangkan oleh dua ahli, The George Lucas Education
Foundation dan Dopplet. Sintaks PjBL (Kemdikbud, 2014, hlm. 34) yaitu :
Fase 1 : Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan disusun
dengan mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai
dengan sebuah investigasi mendalam. Pertanyaan yang disusun hendaknya tidak
mudah untuk dijawab dan dapat mengarahkan siswa untuk membuat proyek.
Pertanyaan seperti itu pada umumnya bersifat terbuka (divergen), provokatif,
menantang, membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order
thinking), dan terkait dengan kehidupan siswa. Guru berusaha agar topik yang
diangkat relevan untuk para siswa.
Fase 2: Menyusun perencanaan proyek (design project) Perencanaan dilakukan
secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan
10
merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main,
pemilihan kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan penting,
dengan cara mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta mengetahui
alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

Fase 3: Menyusun jadwal (create schedule) Guru dan siswa secara kolaboratif
menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini
antara lain: membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek, (2) menentukan waktu
akhir penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan cara yang
baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang cara pemilihan waktu. Jadwal yang telah disepakati harus
disetujui bersama agar guru dapat melakukan monitoring kemajuan belajar dan
pengerjaan proyek di luar kelas.

Fase 4: Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students and
progress of project)
Guru bertanggung jawab untuk memantau kegiatan siswa selama menyelesaikan
proyek. Pemantauan dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap
proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar
mempermudah proses pemantauan, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan kegiatan yang penting.

Fase 5: Penilaian hasil (assess the outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu
guru dalam mengukur ketercapaian standar kompetensi, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun
strategi pembelajaran berikutnya.

Fase 6: Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience) Pada akhir proses


pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan
dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa
11
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry)
untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Menurut Doppelt (2005)

4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajan berbasis proyek (project based


learning)
Moursund (1997, dalam Wena, 2013, hlm 147) dan Kemdikbud (2014, hlm. 33)
menyebutkan beberapa kelebihan penggunaan PjBL adalah: .
a) Increased motivation. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan
mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan penting. Siswa tekun
bekerja dan berusaha keras untuk belajar lebih mendalam dan mencari
jawaban atas keingintahuan dan dalam menyelesaikan proyek.
b) Increased problem-solving ability. Lingkungan belajar PjBL membuat
siswa menjadi lebih aktif memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Siswa mempunyai pilihan untuk menyelidiki topik-topik yang berkaitan
dengan masalah dunia nyata, saling bertukar pendapat antara kelompok
yang membahas topik yang berbeda, mempresentasikan proyek atau hasil
diskusi mereka. Hal tersebut juga mengembangkan keterampilan tingkat
tinggi siswa.
c) Increased collaborative. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek
memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan
berkomunikasi.
d) Improved library research skills. Karena PjBL mensyaratkan siswa harus
mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-sumber
informasi, sehingga dapat meningkatkan keterampilan siswa untuk
mencari dan mendapatkan informasi.
e) Increased resource-management skills. Memberikan pengalaman kepada
siswa dalam mengorganisasi proyek, mengalokasikan waktu, dan
mengelola sumber daya seperti alat dan bahan menyelesaikan tugas.
Ketika siswa bekerja dalam kelompok, mereka belajar untuk mempelajari
keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat
kesepakatan tentang tugas yang akan dikerjakan, siapa yang akan
12
bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan
dikumpulkan dan disajikan.
f) Memberikan kesempatan belajar bagi siswa untuk berkembang sesuai
kondisi dunia nyata.
g) Meningkatkan kemampuan berpikir. Laporan PjBL tidak hanya berdasar
informasi yang dibaca saja, tetapi melibatkan siswa untuk belajar
mengembangkan masalah, mencari jawaban dengan mengumpulkan
informasi, berkolaborasi dan menerapkan pengetahuan yang dipahami
untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata. 8. Membuat suasana
belajar menjadi menyenangkan.
Selain keunggulan/keuntungan PjBL yang telah dijelaskan sebelumnya,
pelaksanaan PjBL juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu (Kemdikbud, 2014,
hlm. 35):
a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instruktur memegang peran utama di kelas.
d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
g) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Walaupun demikian, pembelajaran berbasis proyek menjadi salah satu alternatif
yang ditawarkan dalam kurikulum 2013. Ada banyak macam proyek yang dapat
dilakukan oleh guru dan siswa. Proyek dapat meningkatkan ketertarikan siswa
karena keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah autentik, bekerja sama
dengan kelompok, dan membangun solusi atas masalah yang nyata. Proyek masih
dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan pemahaman secara mendalam
karena siswa perlu mendapatkan dan menerapkan informasi, konsep, dan prinsip-
prinsip selama pembelajaran. Siswa pun memiliki potensi untuk meningkatkan
kompetensi dalam berpikir (belajar dan metakognisi) karena siswa ditugaskan
untuk memformulasi rencana, kemajuan dan mengevaluasi solusi.

13
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
PjBL dan PBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru sebagai
fasilitator, dan siswa bekerja dalam kelompok. Selain itu, terdapat pula perbedaan
antara PBL dan PjBL. Perrenet, et al (dalam Mills dan Treagust, 2003, hlm. 8)
mengungkapkan perbedaan PjBL dan PBL adalah:
1. Proyek yang dikerjakan siswa relatif membutuhkan waktu yang lama untuk selesai
dibanding pelaksanaan PBL.
2. PjBL menekankan pada application pengetahuan, sedangkan pada PBL siswa
ditekankan untuk acquisition pengetahuan.
3. PjBL biasanya memadukan beberapa disiplin ilmu (mata pelajaran), sedangkan
PBL lebih sering pada satu mata pelajaran atau bisa juga beberapa disiplin ilmu.
4. Manajemen waktu dan pengelolaan dalam mendapatkan sumber informasi pada
PjBL jauh lebih penting dibanding pada PBL
5. Self-direction pada PjBL pun lebih menonjol dibanding pada PBL.

14
Pertanyaan dari kelas A dan kelas B

1. Kukuh waseso jati pangestu


Berdasarkan teori bruner sebagai pendukung model pembelajaran pbl yang saya kutip
dari buku karya Abdullah dan ridawan 28 bruner mengatakan yang dimaksudkan
dengan penemuan adalah siswa menemukan kembali, bukan menemukan hal yang
sama sekali benar-benar baru. Hal ini berbeda dengan slide yang adnda paparkan
tentang kelebihan pbl.

Jawaba: pengetahuan baru dan penemuan baru itu berbeda karna pengetahuan baru
adalah proses yang diperoleh oleh siswa berdasarkan pengalaman yang dimiliki
sebelumnya atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Siswa sudah memiliki
pengetahuan awal kemudian didapat pengetahuan baru sehingga diproses dengan
asimilasi yaitu proses penyesuaian dengan mengolah informasi yang akan diterima
sehingga memiliki kesamaan dengan apa yang sudah dimiliki. Sedangkan penemuan
baru proses yang dihasilkan dari pengetahuan awal yang sudah dimiliki dengan
penemuan yang dihasilkan dengan membutuhkan kreativitas yang tinggi.
2. Leni juni ardila
Apa saja teori yang mendukung model pembelajaran PBL?
Jawaba: teori konstruktivisme. Kognitif, dan Bruner
Teori konstruktivisme, teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, menganalisis informasi baru dengan
informasi lama. Teori kognitif, menurut teori ini perkembangan kognitif sebagian
besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi anak dengan lingkungan. Teori Bruner,
bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya member hasil yang palinag baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Husnidar, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

MeningkatkanKemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal


Didatik Matematika.

George Lucas Educational Foundation. (2005). Instructional module project based

learning. [Online]. Diakses dari http://www.edutopia.org/modules/ pbl/project-based-


learning

Murniyati.,dan Winarto.2018 Perbedaan Penerapan Model Project Based Learning (PjBL)

dan Problem Based Learning (PBL) Ditinjau dari Pencapaian Keterampilan Proses
Siswa. Pancasakti Science Education Journal. 3 (1),

16

Anda mungkin juga menyukai