Anda di halaman 1dari 18

Coxsacikievirus sebagai agen penyebab diabetes melitus tipe 1 : apakah ada

peran tidak efisiensinya perawatan/pengolahan air minum serta pembuangan


limbah pada penyebaran virus?
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi enterovirus pada anak anak
dengan diabetes melitus tipe 1 (TID1) dan untuk menilai peran ketidakefisiensian
dari perawatan air minum serta pembuangan limbah sebagai sumber penyebaran
virus. Sebanyak tiga ratus dan delapan puluh dua spesimen serum anak anak yang
menderita TID1, seratus spesimen serum pada anak anak yang tidak menderita
TID1 sebagai kontrol, dan empatpuluh delapan air serta sampel limbah diskrining
untuk RNA EV menggunakan nested RT-PCR/Reaksi berantai polimerase
tersarang/. Sejumlah kopian genom dan unit infeksius dari EV pada limbah yang
belum diolah dan yang sudah diolah serta sampel air diteliti menggunakan RT-PCR
real time dan plaque assay. Penanda TID1 (glukosa darah puasa (FBG), HbA1c,
dan C-peptide}, selain igG virus anti-coxackie A dan B (CVs A & B), dinilai pada
spesimen anak-anak dalam kelompok kontrol serta spesimen anak anak yang
mengandung EV negatif-TID1 (T1D-EV-), dan TID-Positive EV (TID-EV+).
Prevalensi genome EV secara signifikan lebih tinggi pada anak anak yang
menderita diabetes (26,2%, 100 dari 382) dari pada anak anak di kelompok
kontrol (0%, 0 dari 100). Kadar FBG dan HbA1c pada spesimen anak anak
dengan T1D-EV- dan TID-EV+ secara signifikan lebih tinggi dari pada
spesimen anak anak di kelompok kontrol (n=100;P<0,001). IgG Anti CV A dan
B yang positif ada pada 70.7, 6.7, dan 22.9% pada TID-EV+, T1D-EV-, dan
spesimen anak anak kontrol. Prevalensi genom EV pada air minum dan sampel
limbah yang sudah diolah adalah 8.5 dan 25%. Assay Kuantifikasi dilakukan untuk
menilai kemampuan WWTP (wastewater treatment plants)/tanaman yang
bertindak sebagai pembersih air/ dalam menyingkirkan EV. Berkurangnya kadar
genome EV pada Zenin WWTP mulai dari 2 hingga 4 log 10. Disaat reduksi
genome EV pada El-giza WTP berada di angka 1 hingga 3 log 10. Reduksi unit
infeksius EV mulai dari angka 1 hingga 2 log 10. Kemampuan mereduksi ini tidak
mencegah keberadaan EV yang infeksius pada limbah yang sudah diolah dan air
minum. Purifikasi plak dilakukan untuk mengisolasi isolat EV yang terpisah dari
air yang sudah dan belum diolah serta dari sampel limbah. Karakteristik dari
amplifikasi EV oleh RT-PCR diikuti dengan pengurutan/sekuensing isolat-isolat ini
menunjukkan tingginya tingkat homologi (97%) dengan coxsackievirus B4
manusia (CV B4) pada 60% dari keseluruhan isolat, sedangkan isolate sisanya
merupakan bagian dari vaksin strain tipe 1 dan tipe 2. Disisi lain, karakteristik
amplifikasi EV oleh RT-PCR yang diikuti dengan pengurutan untuk spesimen TID-
EV+ anak anak mengindikasikan bahwa semua sampel mengandung CV B4 dengan
karakteristik urutan/sekuens yang sama pada sampel lingkungan. Air minum yang
mengandung CV B4 maupun air limbah yang telah di olah memainkan peran
penting sebagai agen kausatif TID pada anak anak.
Kata kunci : enterovirus, coxsackievirus B4, anak anak, air minum, diabetes
melitus tipe 2

PENDAHULUAN
Diabetes melitus tipe 1 (TID) terjadi ketika sistem imun menghancurkan sel
beta di pankreas yang bertugas untuk membentuk insulin. Peran insulin adalah
untuk memindahkan gula, atau glukosa ke dalam jaringan tubuh. Akibat hancurnya
sel beta, glukosa tidak dapat pindah ke dalam sel, sehingga meningkatkan kadarnya
di darah. Hal ini akan menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah.
Ketidakregulasian glukosa darah yang diakibatkan insufisiensi sel beta
biasanya akan meningkatkan kadar hemoglobin A1C (HbA1C). C peptide
juga dipertimbangkan sebagai penanda menurunnya fungsi sel beta yang dapat
diandalkan khususnya setelah stimulasi glukagon atau makanan campuran. Hanya
sekitar 5 hingga 10% saja orang yang menderita diabetes tipe 1. Lebih sering
mengenai ras kulit putih dari pada afrika amerika. Jumlah pria dan wanita yang
terkena sama proporsinya. Meskipun penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang
berusia kurang dari 20 tahun, tapi bisa terjadi pada segala usia. T1D disebabkan
komplikasi dari interaksi antara kerentanan genetik, sistem imun, faktor
lingkungan, dan faktor mikrobial. Diabetes didiangosis melalui mengecekan
kadar gula darah atau HbA1C. T1D dapat dibedakan dengan tipe 2 melalui
pemeriksaan autoantibodi. Meskipun T1D lebih jarang terjadi dari pada T2D,
namun penyakit ini menyerang anak berusia lebih muda yang nanti nya akan
menderita akibat gejala penyakit dalam kurun waktu yang lama. Penyakit ini juga
dapat sebabkan efek negatif pada aktifitas mereka. Diabetes melitus tipe 1
merupakah salah satu penyakit kronik pediatrik yang paling sering terjadi,
khususnya pada anak usia kurang dari 5 tahun. Hal ini mungkin akan secara
langsung mempengaruhi strategi dari desain penanda baik pada negara maju dan
berkembang ketika mereka menyusun prioritas untuk memproduksi vaksin. Negara
dengan pendapatan rendah ke bawah mungkin akan memiliki beberapa virus
sebagai prioritas utama dalam memproduksi vaksin atau mengimpor vaksin sesuai
virus tertentu saja. Meskipun hubungan antara predisposisi genetik dengan
T1D sudah diuraikan, banyak potongan potongan akan bukti yang
mengarahkan peran infeksi EV terhadap kejadian diabetes melitus tipe 1.
Infeksi EV dideteksi melalui pemeriksaan ELISa dan RT-PCR untuk
mendeteksi antibodi antivirus dan RNA virus di serum darah. EV mencakup
lebih dari 89 serotipe (termasuk 6 CV B [B1 hingga B6],24 CV A, echovirus,
poliovirus 1-3, EV 69, 70,71. Terdapat juga keterlibatan virus lain seperti virus
rubella, rotavirus, cytomegalovirus, dan virus mumps yang dapat sebabkan T1D
pada anak anak.
Penularan EV khususnya melalui rute fekal oral saat mengkonsumsi makanan
atau minuman yang mengandung feses yng terkontaminasi atau melalui rute
pernafasan yang kurang terlalu berperan selain karena adanya transmisi dari
orang ke orang. Setelah melakukan replikasi di mukosa, virus menyebar melalui
sistem limfatik ke dalam sirkulasi setelah melewati fase viremia singkat pada
tempat replikasi sekunder (pankreas), yang menentukan tipe dari gejala. EV,
khususnya CV B4, diisolasi dari pankreas pasien yang alami T1D.
EV adalah virus enterik dimana transmisi—melalui air masih merupakan hal utama
dalam tranmisi virus tak langsung dan menunjukkan resiko potensial yang
signifikan terhadap kesehatan manusia. EV sering ditemukan pada air tanah, air
irigasi, limbah mentah, limbah yang diolah, air sungai, bahkan air minum
yang telah diobati/diolah. WHO menyatakan bahwa air yang terkontaminasi
dengan EV menimbulkan masalah yang serius dan sebabkan epidemik. EV yang
mengkontaminasi air minum dapat secara signifikan menjadi perantara virus. Selain
itu, virion infeksius dideteksi di air yang telah diolah melalui pemeriksaan assay
infektifitas, mengarahkan langsung pada resiko kesehatan masyarakat yang
potensial. EV dikatakan sebagai sebuah parameter untuk mengevaluasi polusi virus
pada air di lingkungan. Distribusi serotipe EV pada sampel air sangatlah variatif
namun CVB merupakan jenis EV yang paling sering dideteksi pada sampel air
(60-100%). Karena adanya perbedaan pada jenis EV, satu jalur sel tunggal tidak
rentan terhadap semua serotipe, dan beberapa jalur dibutuhkan untuk
mengoptimalkan isolasi EV. Jalur sel BGM (Buffalo green monkey kidney) sensitif
untuk infeksi yang diakibatkan oleh EV khususnya poliovirus dan coxsavkievirus
B dan jalur sel yang paling sering digunakan untuk mendeteksi beberapa virus lain
yang ada di air. Data dari penelitian epidemiologi menyatakan kemungkinan adanya
hubungan antara EV, khususnya CVB4, dan T1D. Terdapat dua objektifitas/tujuan
dari penelitian ini; yakni untuk menentukan peran EV sebagai agen penyebab
T1D pada anak anak di daerah mesir dan untuk mengenali peran
ketidakefektifan pengolahan air limbah dan air minum dalam penyebaran
EV.

MATERIAL DAN METODE


KOLEKSI SAMPEL
Sampel darah dikumpulkan dari anak anak yang alami diabetes melitus tipe
1 (382 kasus) dan 100 kasus kontrol yang mengunjungi bagian endokrin dan
diabetes—universitas kairo selama periode oktober 2013 hingga september 2014.
Usia pasien anak yang alami diabetes mulai dari 2 tahun hingga 16 tahun (usia rata
rata adalah sebesar 9,8±2.9), sedangkan anak anak yang masuk dalam kelompok
kontrol usia rata ratanya sebesar 9,1±2.7). baik anak anak diabetes dan anak anak
dikelompok kontrol dibagi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Mereka dibagi
menjadi dua kelompok : ≤9 dan >9 tahun. Dari 382 spesimen pasien, 191 spesimen
diperoleh pada peserta penelitian laki-laki (75 ≤ 9 tahun dan 116 > 9 tahun) dan 191
spesimen diperoleh pada peserta penelitian perempuan (83 ≤9 tahun dan 108>9
tahun). Dari 100 spesimen di kelompok kontrol, sebanyak 50 spesimen diambil dari
sampel penelitian laki-laki (24 ≤9tahun dan 26> 9tahun) dan 50 spesimen diambil
dari sampel penelitian perempuan (31 ≤9 tahun dan 19 >9tahun).
Baik pada anak anak di kelompok kontrol dan diabetes disesuaikan berdasarkan
jenis kelamin dan usia dan dinyatakan bebas dari penyakit autoimun maupun alergi.
Semua anak anak diberikan inform consent tertulis dan penelitian telah disetujui
oleh lembaga komite etis. Sampel darah vena (5 ml) dikumpulkan di dalam
tabung serum (becton-dickinson, Franklin Lakes, NJ, amerika serikat).
Melalui vena pungtur menggunakan jarum 21 G. Sampel serum diambil melalui
proses sentrifuge pada kecepatan 400 RPM selama 10 menit dan dikondisikan pada
suhu -800 C sampai nanti digunakan.

SAMPEL LINGKUNGAN
Sebanyak 48 sampel lingkungan dikumpulkan dari januari hingga desember 2014
(12 dari sampel air sungai nil, 12 sampel air minum, 12 air limbah mentah, 12
sampel limbah yang telah diolah). Sampel air dikumpulkan dari EL-GIZA
WTP. Fasilitas pengobatan pada tumbuhan termasuk pre oksidasi dengan Cl2,
pengendapan koagulasi, sedimentasi, filtrasi (filter pasir cepat), dan penambahan
CI2 terakhir. Sampel air limbah dikumpulkan dari ZENIN WWTP
menggunakan aktifitas pengobatan dengan lumpur, dengan kapasitas sebesar
330.000 m3/hari. Sebanyak 20 liter sampel air dari lubang masuk sungai nil dan
lubang keluar (air minum) yang dikumpulkan, dimana 4 liternya berasal dari
air limbah mentah dan air limbah yang sudah diolah, diambil dan dikirim ke
laboratorium dalam kurun waktu 3 jam setelah dikumpulkan untuk tujuan
pemeriksaan. Zenin WWTP dan El-Giza WTP berlokasi di governorate El-Giza
(kairo utama) seperti pada bagian endokrin dan diabetes, universitas kairo.

KONSENTRASI DARI SAMPEL AIR DAN LIMBAH


Sampel air dan limbah dikonsentrasikan dengan filtrasi melalui membran
nitroselulosa yang berkekuatan negatif (ALBET-Spain, ukuran pori 0,45 µm,
dan diameter filter 142 mm) setelah penambahan A1CL3 menuju konsentrasi akhir
sebesar 0.5 mM dan asidifikasi menjadi PH 3.5 dan terakhir melewati kertas
penyaring whatman no.1. virus yang diserap ke dalam membran kemudian dielusi
dengan 75 ml cairan penyangga glicine dengan konsentrasi 0.05 M, PH 9.5
(menggunakan HC1 5N), mengandung ekstrak daging sebesar 3%, (lab-limco
powder, OXOID, Inggris). Virus yang dielusi kemudian dikonsentrasikan kembali
menggunakan presipitasi glikol polietilen. Sampel lalu dinetralkan dan dijaga
pada suhu -800C hingga digunakan.

EKTRAKSI ASAM NUKLEAT VIRUS


Virus RNA diekstrak dari 100µL sumber air, baik pada spesimen klinis dan air
yang terkonsentrasi serta sampel air limbah menggunakan reagen ekstraktor
BIOZOL Total RNA (BIOFLUX-jepang) berdasarkan instruksi manufaktur untuk
memperoleh volume akhir sebesar 30µL.

RT-PCR NESTED/ Reaksi berantai polimerase tersarang/ UNTUK


MENDETEKSI EV
RT-PCR nested/ Reaksi berantai polimerase tersarang dilakukan berdasarkan
prosedur yang dilaporkan oleh Puig et al, menggunakan Ent primer :
1:5_CGGTACCTTTGTACGCCTGT-3 dan Ent 2:5-
ATTGTCACCATAAGCAGCCA-3 untuk putaran pertama dari PCR dan primer
neENT 1:5-TCCGGCCCCTGAATGCGGCTA-3 serta neENT 2:5-
GAAACACGGACCCAAAGTA-3 untuk putaran kedua PCR, untuk meningkatkan
fragmen 138-bp. Produk PCR (10µl) dianalisis dengan elektroforesis pada gel
agarose 3% (pankreac-Spain). Singkatnya, campuran reaksi dari transkripsi terbalik
(reverse transcription) memilki volume total 10 µl dan mengandung ekstrak asam
nukleat 5 µl plus 1X penyangga, dNTP pada 200 µM masing masingnya, 200 U
dari MMULV (thermo), dan 2,5 µM primer external Ent2. Campuran reaksi
diinkubasi pada suhu 950 selama 5 menit sebelum ditambahkan enzim dan Rnasin.
Siklus suhu di atur selama 30 menit pada suhu 420 dan 5 menit pada suhu 950C.
Pada ronde pertama dari PCR, amplifikasi suhu dilakukan dalam 50µl reaksi
campur yang mengandung 50mM kCL, 10 mM tris-HCL (pH 9.0 pada suhu 250C),
1.5 mM MgCL2, 0,01% gelatin (wt/vol), 0.1% triton X-100, 200 µm dNTP, 0.5 µM
pada masing masing primer, dan 2U dari Taq DNA polimerase (Thermo). Siklus
pertama dari denaturasi dilakukan selama 4 menit pada suhu 940C. Kondisi untuk
amplifikasi terdiri dari denaturasi pada suhu 920C selama 90 detik, 550C selama 90
detik, 720C selama 120 detik. PCR nested/ Reaksi berantai polimerase tersarang
dilakukan untuk 30 siklus dengan profil suhu yang sama menggunakan 0.2 µM dari
neEntl dan Ent2 primer.

PCR Real-time untuk kuantifikasi entervirus manusia (HEV)


Primer dan probe digunakan seperti yang dilaporkan sebelumnya: reverse primer
Ev1 5-GAT TGT CAT CAC AAG CAG C-3 dan forward primer Ev2 5-CCC CTG
AAT GCG GCT AAT C-3, serta Ev-probe (5-FAM-CGG AAC CGA CTA CTT
TGG GTG TCC GT-BHQ-Fosfor-3), disintesis oleh Qiagen. Pencarian GenBank
BLAST mengungkapkan bahwa hanya HEVs yang cocok dengan ketiga primer dan
sekuens probe. Setiap PCR mengandung 5 μl ekstrak RNA dan 20 μl campuran
master; masing-masing 20 μl master mix berisi 1 Taq penyangga emas (Thermo),
5.5 mM MgCl2 (Thermo), 500 μM tripofosfat deoxynucleoside (Thermo), 6%
gliserol (Sigma Chemical Co), 2% PVP 40 (polivinilpirolidon; berat molekul rata-
rata 40.000; Sigma Chemical Co.), 500 nM Ev1, 400 nM Ev2, 120 nM Ev-probe,
1,5 μg T4 gen 32 protein (Ambion), 10 U RNasin (Thermo), 2,5 U AmpliTaq emas
(Thermo), dan 5 U dari virus leukemia murine RT ( Thermo). Setiap ekstrak RNA
dianalisis dalam bentuk rangkap dua. EV RNA ditranskripsikan ke dalam cDNA
pada 50 ° C selama 45 menit, cDNA diamplifikasi oleh PCR setelah 95 ° C 10 menit
panas awal untuk 50 siklus pada 94 ° C selama 15 detik dan pada 60 ° C selama 1
menit. Pengukuran fluoresensi dilakukan selama tahap ekstensi, setiap siklus pada
60 ° C. Standar disiapkan menggunakan persediaan/stok CVB4 (ATCC, VR-184).
Standar yang digunakan dalam set konsentrasi tinggi adalah pengenceran 10 kali
lipat mulai dari 500 partikel virus / sampai 5X105 partikel virus /sumur/well. Di
antara setiap tiga sampel yang dianalisis, digunakan kontrol negatif.

Dekontaminasi dan detoksifikasi sampel


Konsentrasi limbah dan sampel air didekontaminasi dan didetoksifikasi
menggunakan kloroform berdasarkan prosedur yang dilaporkan oleh Abad et.al.
dan El senousy et al. Singaktnya, sebanyak 100 µl kloroform ditambahkan pada 300
µl dari sampel terkonsentrasi, dicampur menggunakan vortex/pusaran air, dan
diperbolehkan untuk tetap melekat selama 10 menit. Kemudian, sentrifuge
dilakukan pada 16.000Xg selama 20 menit. Lapisan atas dikirim ke tabung
mikrosentrifuge baru. Penjenuhan dilakukan secara gentle untuk menghilangkan
residu kloroform.

MENENTUKAN INFEKTIFITAS EV MENGGUNAKAN PLAK ASSAY


DAN PEMURNIAN PLAK
Sebanyak 200 µl sampel yang diinokulasi ke dalam sel BGM dikultur terlebih
dahulu pada enam piringan. Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C pada keadaan
Co2 5%--dalam keadaan uap air. Piring-piring itu diayunkan secara
intermitten/sebentar-sebentar untuk mencegah sel-sel mengering. Setelah proses
adsorpsi, sebanyak 1 ml dari media 2X (Dulbecco's Modified Eagle Medium,
Gibco-BRL (DMEM) ditambah 1 ml 1% agarose ditambahkan ke setiap sumur, dan
pelat diinkubasi pada 37 ° C dalam atmosfir 5% CO2– uap air Setelah diinkubasi
selama 7 hari, sel-sel diwarnai dengan 0,4% kristal violet setelah fiksasi formalin,
kemudian jumlah plak dihitung, titer virus kemudian dihitung dan dinyatakan
sebagai unit pembentuk plak per liter (pfu /l). Pemurnian plak dilakukan dengan
memilih beberapa plak yang dipilih dan diinokulasi berulang secara terpisah ke
dalam garis sel BGM dalam labu kultur jaringan berukuran 25 cm. Efek
Cytopathogenic (CPE) diperiksa setiap hari. Pembekuan dan pencairan dilakukan
sebanyak tiga kali untuk botol yang positif terhadap CPE. Kemudian termos
disimpan pada suhu -80 ° C. Pemurnian plak dilakukan untuk isolasi virus dari
sampel air dan limbah. Kemudian isolat ini di genotipkan oleh (Nested RT-PCR)
Reaksi berantai polimerase tersarang / sekuensing. (Nested RT-PCR) Reaksi
berantai polimerase tersarang / sequencing dilakukan bertujuan untuk: pertama
untuk mengkonfirmasi bahwa plak (jumlah unit infeksi) merupakan bagian dari
EVs dan kedua untuk mengenali strain yang sering ditemukan dalam sampel.

SEKUENS DNA YANG DIAMPLIFIKASI DARI ISOLASI PEMURNIAN


PLAK EV
Produk RT-PCR bersarang dari sampel positif yang terpilih dan sampel serum
positif untuk EVs disekuensing. Produk-produk RT-PCR nested/ Reaksi berantai
polimerase tersarang murni dari CVB4 (ATCC, VR-184) yang digunakan sebagai
kontrol positif juga diurutkan untuk konfirmasi, untuk menghindari kontaminasi
sampel dengan kontrol positif. Lima puluh hingga seratus mikroliter dari produk
RT-PCR dimurnikan menggunakan Kit Pemurnian Produk PCR Murni (Qiagen)
mengikuti instruksi manufaktur. Sekuensing dilakukan pada 1–7 μl produk yang
dimurnikan dengan Kit Reaksi ABI Prism BigDye Terminator Cycle Sequencing
Ready Reaction (Applied Biosystem) menggunakan primer yang sama seperti pada
PCR, mengikuti instruksi pabrik. DNA disekuensing dengan ABI Prism 310
Automated DNA Sequencer. Data sekuens dari kedua helai produk PCR
disejajarkan dan dibandingkan dengan menggunakan Program ClustalW and Blast
(Institut Bioinformatika Eropa).

PENILAIAN FBG, HbA1C, dan C peptide SERUM


FBG dinilai dalam sampel serum baik pada anak anak dikelompok diabetes dan
anak anak di kelompok kontrol dan diperkirakan secara kolorimetri berdasarkan
metode trinder menggunakan alat komersial berdasarkan instruksi manufaktur.
HbA1c dinilai dari sampel serum menggunakan alat ELISA berdasarkan instruksi
manufaktur. Juga, C peptide dinilai dari sampel serum menggunakan alat ELISA
berdasarkan instruksi manufaktur.

ANALISIS Anti-CV igG


ELISA langsung dilakukan untuk mendeteksi IgG baik pada coxsackievirus A dan
B dan berdasarkan instruksi manufaktur.

ANALISIS STATISTIK
Analisis data dilakukan menggunakan komputer IBM menggunakan Statistical
Package for the Social Sciences (version 23.0; Chicago, Illinois, USA). Penjelasan
tentang variabel kunatitatif dijabarkan dalam bentuk rata rata, simpangan baku, dan
range. Uji ANOVA digunakan untuk melihat perbandingan pada data kuantitatif
pada titik waktu perbedaan pada kelompok yang sama. P value < 0,05
dipertimbangkan secara signifikan dan nilai P yang kurang dari 0,01
dipertimbangkan sebagai nilai P yang memiliki signifikansi yang tinggi.
HASIL
FREKUENSI RNA EV PADA SAMPEL YANG BERASAL DARI ANAK
ANAK
Lebih tingginya frekuensi dari RNA EV ditemukan pada anak anak yang
menderita diabetes melitus tipe 1 (26,2%, berjumlah 100 dari 382; P<0,01) dan
tidak ditemukan pada anak anak dikelompok kontrol (0%, 0 dari 100).
Frekuensi RNA EV pada kelompok diabetes berusia lebih muda atau sama dengan
9 tahun adalah sebesar 29,7% (47 dari 158). Terdapat 59,6% (28 dari 47) anak laki
laki dan 40,4% (19 dari 47) pada anak perempuan. Pada kelompok diabetes yang
lebih tua dari 9 tahun, frekuensi RNA EV adalah 23,6% (53 dari 224). Terdapat
60,4% (32 dari 53) pada anak laki laki dan 39,6% (21 dari 53 orang) pada anak
perempuan. Tabel 1.

KADAR DARI FBG, HbA1c, dan C-peptide SERUM


Kadar FBG dan HbA1c rata rata pada anak anak (T1D-EV- dan TID-EV+)
secara signifikan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol (P<0,001). Kadar C
peptide menurun (P<0,001) pada kelompok (T1D-EV- dan TID-EV+)
dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan TID-EV+ menunjukkan penurunan
yang tidak signifikan (P>0,05) dibandingkan dengan kelompok TID-EV--). Juga,
FBG dan HbA1c menunjukkan penurunan yang tidak signifikan pada TID-EV-
dibandingkan dengan kelompok TID-EV+ (P>0,05, tabel 2).
Anti-CV IgG
Persentasi positif dari pendeteksian IgG anti-CV A dan B adalah sebesar 22.9, 6.7,
dan 70.7% pada kelompok kontrol, kelompok TID-EV- dan TID-EV+. Kelompok
TID-EV- tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05) pada
persentase IgG anti-CV A & B dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan
kelompok TID-EV+ menunjukkan persentasi yang lebih tinggi secara signifikan
(P<0,001) dibandingkan dengan kelompok TID-EV- (gambar 1). Tidak ada
perbedaan secara signifikan antara titer IgG dari CV A dan B antara TID-EV- , TID-
EV+ , dan kelompok kontrol. Aktifitas antibodi dimulai dari 0,481 hingga 1.633
IU/ml, 0.555 hingga 1.633 IU/ml, dan 0,621 hingga 1.962 IU/ml pada kelompok
kontrol, TID-EV- , dan kelompok TID-EV+ .

Gambar 1 : prevalensi IgG positif dari antigen spesifik CV pada sampel serum

FREKUENSI RNA EV DAN UNIT INFEKSIUS PADA SAMPEL


LINGKUNGAN
Frekuensi RNA EV pada limbah mentah dan limbah yang sudah diolah, yang
didapatkan dari Zenin WWTP adalah sebesar 50 dan 33,3%, sedangkan unit
infeksius EV adalah sebesar 50 dan 25%. Sampel air minum dan sungai mentah
yang dikumpulkan dari EL-GIZA WTP menunjukkan adanya 41.7 dan 25% RNA
EV secara frekuen, disaat frekuensi dari unit EV yang infeksius adalah sebesar 33.3
dan 8.3%. gambar 2.
Gambar 2. Frekuensi dari EV pada sampel lingkungan mulai dari januari
hingga desember 2014.

KUANTIFIKASI GENOME EV DAN UNIT INFEKSIUS PADA SAMPEL


PCR YANG POSITIF
Pada sampel limbah sungai nil, jumlah genome EV mulai dari 9x101 hingga 7x105
salinan RNA/l, sedangkan jumlah unit EV yang infeksius mulai dari 8x10 1 hingga
1x105 PFU/l. Pada sampel air minum, sejumlah genom EV mulai dari 9x101 hingga
2x102 salinan RNA/l, ketika jumlah unit EV yang infeksius adalah 9x101 PFU/L.
Pada sampel limbah yang mentah, sejumlah genome EV mulai dari 9x102 hingga
8x107 salinan RNA/L, sedangkan unit EV yang infeksius mulai dari 8x101 hingga
1x105 PFU/l, pada limbah yang telah diolah, sejumlah genome EV ada mulai dari
9x101 hingga 7x103 salinan RNA/L, sedangkan jumlah unit EV yang infeksius
mulai dari 8x101 hingga 9x101 (tabel 3).
ANALISIS SEKUENS
Analisis sekuens dari RT-PCR nested/ Reaksi berantai polimerase tersarang/
memproduksi spesimen serum positif dan 60% dari plak yang dimurnikan dari
sampel lingkungan mengindikasikan adanya persamaan hingga 97% dengan
isolat CVB4 manusia gen poliprotein CB4_Cph15 (sekuens ID L K558570.1).
hasilnya menunjukkan adanya persamaan sekuens hingga 100% antara semua
spesimen yang telah diurutkan secara klinik dan sampel lingkungan. Proses
pengurutan juga menunjukkan tidak adanya kontaminasi yang terjadi dengan
penggunaan kontrol positif (CVB4(ATCC, VR-184). Analisis sekuens dari RT-
PCR nested/ Reaksi berantai polimerase tersarang pada 40% plak yang
dimurnikan lainnya yang berasal dari sampel lingkungan mengindikasikan
adanya homologi hingga 98 dan 99% pada vaksin polivirus dari strain tipe 1
dan tipe 2.

DISKUSI
EV manusia dipertimbangkan sebagai agen penyebab dari berbagai penyakit seperti
paralisis, miokarditis, konjungtivitis, demam, dan kemerahan. Penelitian terbaru
bermaksud untuk meneliti peran potensial dari infeksi EV sebagai penyebab T1D
pada anak anak serta menginvestigasi peran ketidakefektifan pengelolaan air dan
air limbah sebagai sumber infeksi. Penelitian ini dilakukan dengan mendeteksi
RNA EV pada serum anak anak yang menderita diabetes, spesimen kontrol, serta
sampel air minum dan limbah yang diolah. Pada penelitian terbaru, tingginya
frekuensi RNA EV ditemukan pada anak dengan diabetes melitus tipe 1
dibandingkan dengan anak yang sehat di kelompok kontrol dengan perbedaan
yang secara signifikan tinggi yakni P<0,001. Hasil ini mungkin mengindikasikan
adanya peran EV sebagai salah satu agen penyebab T1D. Hasil ini disetujui oleh
beberapa penelitian dan didukung dengan hipotesis yang menyatakan bahwa EV
yang berbeda berhubungan dengna inisiasi pada destruksi sel beta. Bukti untuk
hubungan ini didukung dengan ditemukannya EV di darah, pankreas, dan
mukosa usus pasien DM tipe 1. Hasil penelitian kami juga konsisten dengan
penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya peningkatan frekuensi infeksi
EV pada anak anak dengan DM tipe 1. Pada penelitian kami, EV dideteksi pada
29,7% anak anak DM tipe 1 yang usianya lebih muda atau sama dengan 9
tahun dan 23,6% terjadi pada anak anak berusia lebih dari 9 tahun. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh nairn dan rekan, yang mendeteksi
adanya EV pada 37% (20 dari 54 anak) yang menderita T1D berusia kurang
dari 7 tahun dan 17,8% (10 dari 56) anak yang berusia lebih dari 7 tahun.
sekuens pada RT-PCR nested/ Reaksi berantai polimerase tersarang/ dari produk
spesimen T1D-EV+ menunjukkan tingginya homologi dengan CVB4. Hal ini
mungkin mengindikasika peran CVB4 sebagai salah satu agen kausatif dari
T1D. Pernyataan senada juga didokumentasikan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. poin penting lainnya yang dapat didiskusikan adalah sumber lain yang
mungkin menjadi sumber infeksi CVB4. Ditemukannya EV pada air limbah yang
diolah dan air minum mungkin memainkan peran penting dalam penyebaran CVB4.
Pada penelitian kami, assay kuantifikasi baik untuk genom virus atau unit infeksi
kami menyediakan paparan tentang kapabilitas baik ZENIN WWTP dan ELGIZA
WTP dalam menyingkirkan EV. Penurunan jumlah genom EV pada Zenin WWTP
berkisar mulai dari 2 hingga 4 log 10, sementara reduksi pada unit infeksius EV
mulai dari 1 hingga 4 log 10. Reduksi genom EV di El giza WTP berkisar mulai
dari 1 hingga 3 log 10. Sementara reduksi unit infeksius EV mulai dari 1 hingga 2
log 10. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingginya viral load pada tempat
masuk sumber air dari WWTP dan WTP (salinan genome dan unit infeksius)
meningkatkan kesempatan untuk virus muncul di air limbah yang telah diolah
maupun pada air minum. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan langsung
antara salinan genom dan unit infeksius. Tingginya jumlah viral load baik pada
pintu masuk WWTP dan WTP dapat melampaui kapabilitas alat tersebut untuk
menyingkirkan virus meskipun alat tersebut telah bekerja secara maksimal.
Tingginya polusi yang masuk di WTP dengan EV mungkin dapat meningkatkan
resiko kesehatan untuk orang yang mengkonsumsi air yang tercemar tersebut.
Tingginya frekuensi EV pada berbagai jenis air juga dilaporkan. Bukan hanya pada
limbah mentah dan limbah yang sudah diolah, namun juga pada cadangan air
minum yang siap untuk dikonsumsi, sungai, danau, bahkan air tanah. Disisi lain,
deteksi dari virus pada air yang telah diolah dan air limbah mungkin dapat
timbulkan defek pada proses disenfektasi klorin di proses pengolahan tumbuhan
pada air dan air limbah. Juga, alasan lain adalah defek dapat berasal dari proses
sedimentasi dan proses filtrasi dengan pasir pada tumbuhan pengobatan. Terkadang
terjadi ketika kebutuhan air lebih tinggi dari pada kapasitas WTP karena
peningkatkan populasi tanpa diimbangi dengan peningkatan WTP. Hal sama juga
bisa terjadi pada WWTP, pengolahan air limbah yang tidak efisien membuat
pembesihan air terhadap virus menjadi tidak Seluruhnya disingkirkan,
akibatnya, virus pun menjadi bahan kontaminan di lingkungan dengan jumlah yang
cukup besar untuk menunjukkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat
meskipun tidak begitu sulit untuk mendeteksinya. Penyakit terkair air berkaitan
dengan paparan terhadap lingkungan air pada banyak cara bukan hanya air yang
digunakan untuk minum saja, namun juga air yang digunakan pada praktik
agrikultur seperti irigasi tanaman, dan untuk proses pengolahan makanan, sehingga
membuat adanya penyebaran/wabah virus melalui makanan. Pada hasil penelitian
kami, deteksi EV yang infeksiusi pada 1/12 (8,3%) sampel air yang telah diolah (air
minum) mengindikasikan ketidakcukupan pengolahan air dalam menyingkirkan
virus yang infeksius khususnya pada penelitian WTP. Selain itu, virus infeksius
yang dideteksi pada air minum (9X101 PFU/L) berpotensi terhadap resiko
kesehatan masyarakat. Virus yang infeksius ditemukan pada air limbah yang diolah
pada persentasi 3/12 (25%) dari sampel yang dikumpulkan mulai dari 8X101 PFU/L
hingga 9X101 PFU/L merupakan cara tidak langsung dari EVs untuk menyebar
melalui irigasi dari beberapa tanaman yang baru saja dimakan bahkan melalui rute
ilegal. Penelitian sebelumnya melaporkan tingginya stabilitas EV di dalam air
dan virus tersebut tidak serta merta hilang di air yang telah diolah atau air
minum yang sudah melalui proses pengolahan. Selain itu, virus virus ini juga
resisten terhadap senyawa klorin yang normalnya digunakan pada sistem
pengolahan air dan air limbah serta pada perubahan suhu yang tinggi. Seluruh
parameter sebelumnya menyatakan adanya kesempatan besar untuk EV muncul
pada air dan air limbah yang diolah secara tidak efektif serta pada tanaman untuk
konsumsi yang baru saja disirami dengan air yang terkontaminasi. Mungkin saja
beberapa tempat tadi merupakan sumber penularan EV dan menimbulkan resiko
yang besar untuk kostumer. Penyelidikan digunakan untuk kuantifikasi EV melalui
RT-PCR hanya spesifik terhadap kuantifikasi HEV. Alat ini tidak spesifik untuk
kuantifikasi enterovirus pada binatang. Hal ini mengindikasikan bahwa
kuanitifikasi salinan genom hanya pada HEV dan konsekuensil kapasitas baik pada
WWTP dan WTP dalam menyingkirkan virus EV pada penelitian kami hanya
tampak spesifik pada HEV saja. Hal ini sesuai dengan tujuan kami yang memang
berfokus pada HEV dan kaitannya dengan T1D.
Analisis sekuens terhadap produk nested RT-PCR Reaksi berantai polimerase
tersarang dari strain terisolasi plak—yang sudah dimurnikan, yang berasal dari
sampel air dan limbah menunjukkan bahwa 60% dari plak yang dimurnikan
tersebut menunjukkan adanya kesamaan sebesar 97% dengan isolat CVB4
manusia CB4_Cph15 gen poliprotein (sequence ID : KC558570.1). sekuens ini
mirip dengan yang ditemukan pada spesimen anak anak penderita DM tipe 1
(kemiripan hingga 100%). Hasil-hasil ini mungkin mengindikasikan adanya peran
ketidakefektifan pengolahan limbah dan air sehingga sebabkan penyebaran EV,
khususnya CVB4, sebagai agen kausatif dari DM tipe 1 pada anak anak. Kemiripan
pada semua sekuens (kemiripan hingga 100%) baik pada sampel serum maupun
lingkungan juga mengindikasikan tingginya frekuensi CVB4 yang diisolasi.
Spesimen klinik dan sampel lingkungan dikumpulkan dari area yang sama dalam
kurun waktu yang sama pula. Meskipun begitu, bagian endokrin dan diabetes,
universitas kairo mendapatkan pasien dari kairo pusat dan dari seluruh wilayah
pemerintahan mesir. Reaksi berantai polimerase tersarang /RT-PCR nested/urutan
untuk plak—dari strain isolasi yang dimurnikan, yang berasal dari air dan sampel
limbah tidak hanya mengenali beberapa strain yang tersering saja tapi juga
mengkonfirmasi bahwa plak tersebut merupakan bagian dari EV.
Pada penelitian kami, hasil positif dari uji ELISA untuk pemeriksaan IgG anti
CV A dan B secara signifikan lebih tinggi (P<0,001) pada spesimen TID-EV+
dari pada di kelompok kontrol dan spesimen TID-EV-. Deteksi antibodi igG
menunjukkan telah adanya infeksi sebelumnya yang disebabkan oleh CV A dan B
atau keduanya. Perbedaan persentasi positif dari anti CV A dan IgG B mungkin
merefleksikan tingginya tingkat infeksi pada anak anak dengan diabetes. Perbedaan
yang ada pada tingkat infeksi sebelumnya mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis/strain dari EV yang bertindak sebagai penyebab T1D. Sulit untuk
mendeteksi RNA CV pada spesimen serum semua anak, meskipun mereka
telah terinfeksi sejak lama. Deteksi IgG berguna untuk kasus infeksi lama.
Peran CV sebagai agen penyebab T1D tidak bisa dikonfirmasi hanya melalui
perbedaan frekuensi IgG antara TID-EV+, TID-EV+, dan spesimen kontrol.
Persamaan sekuens CVB4 antara spesimen klinik dan spesimen lingkungan
seperti yang dijelaskan sebelumnya mungkin menunjukkan kuatnya bukti
akan peran CVB4 sebagai agen penyebab T1D dan disisi lain, ketidak
efektifan pengolahan air serta air limbah sebagai penyebab penyebaran virus.
Meskipun alat pendeteksian IgG tidak dapat membedakan antara CVA dan CVB,
perbedaan yang signifikan pada frekuensi IgG CV mungkin memberikan kesan
tentang hubungan antara paparan ke virus CV dengan diabetes melitus tipe 1. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada aktifitas antibodi atau titer IgG antara tiga
kelompok penelitian. Infeksi EV sering terjadi pada anak anak, khususnya pada
mereka yang memiliki kondisi higienitas yang buruk. Juga, infeksi berulang pada
usus sering terjadi sebagaimana dengan respon antibodi yang amnestik. Begitu juga
dengan kelompok CV A dan B pada berbagai tipe sehingga IgG mungkin
dikerahkan sebagai respon terhadap infeksi dengan strain lain yang tidak ada
hubungannya dengan T1D.
Penanda T1D menunjukkan pola yang normal dengan kadar FBG yang lebih tinggi
serta kadar HbA1c pada pasien diabetes (TID-EV+ dan TID-EV- ) yang juga lebih
tinggi dari pada kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
TID-EV+ dan
TID-EV- . sebagai kesimpulan, EV khususnya CVB4, mungkin
merupakan salah satu agen penyebab anak anak dengan T1D. Di sisi lain,
pengolahan air dan air limbah yang tidak efisien merupakan sumber penting
penyebaran CVB4.
Sifat resistensi dari EV dan distribusi mereka yang luas secara geografi, selain dari
efek mereka dalam mengembangkan diabetes tipe 1, menekankan pentingnya
penelitian lebih lanjut untuk menciptakan aturan baru dalam mencegah
transmisi virus ini.

Anda mungkin juga menyukai