Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Osteoartritis


1. Definisi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA (Sudoyo. Aru, 2009 hal 56)
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Nanda NicNoc, 2012 hal 17).
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi
ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi (
Soenarwo, 2011 hal 18)

2. Etiologi
Etiologi osteoarthritis (OA) yang dianggap memegang peranan penting
dalam perjalanan penyakit adalah stres harian yang dialami oleh sendi,
terutama pada sendi yang memikul berat badan. Kebanyakan riset
memercayai bahwa gangguan degeneratif pada osteoarthritis diawali secara
primer oleh beban yang terlalu berat pada sendi sehat atau beban yang normal
pada sendi yang sudah terganggu terlebih dulu. Adanya gaya dari luar akan
mempercepat efek katabolik kondrosit dan merusak matriks kartilago lebih
jauh lagi.
Penyebab dari OA untuk sekarang masih belum jelas tetapi ada faktor-
faktor yang dapat mendasari terjadinya penyakit OA ini yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan
gejala, meliputi:

6
7

1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air,
dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat
menambah kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan
sendi oleh membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil/ seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong
8

sehinggga merusak sifat fisik rawan sendi, ligament. Tendon,


synovial, dan kulit pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan
sendi.
b. Faktor Presipitasi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan
sekitarnya yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan
merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa
ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa terpapar, sulit untuk
mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.

3. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
9

tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena


peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada
akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran,
tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus.

4. Jenis-jenis Osteoartritis
Osteoartritis dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
a. Osteoartritis Tipe primer (idiopatik)
OA tipe Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat
mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini terutama
detemukan pada wanita kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat
poli-artikular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada bagian distal
interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (Nodus
Heberden) (Muttaqin, 2008 hal 335)
b. Osteoartritis Tipe skunder
OA tipe Sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
kerusakan pada synovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder.
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan osteoartritis sekunder yaitu
bisa karena trauma, faktor genetik, dan penyakit metabolik/endokrin.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Davey (2006), OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun
kecil. Distribusi OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul,
lutut.
a. Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan
pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat
osteotit, distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau
10

ligamen. Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang
lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat
perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
b. Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sen'ng dikeluhkan ketika pagi hari
ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
c. Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang
sendi rawan.
d. Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan
sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal
Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan
sendi Proximal Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat
menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
e. Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-
lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau
lutut.
f. Gangguan Fungsi, kondisi ini muncul akibat tulang-tulang pembentuk
sendi menjadi tidak serasi
11

6. Pathway Osteoartritis
Gambar 2.1
Stress
biomekanis
Degradasi matriks
Kondrosit Sintesis matriks
- Sitokinin IGF-1 & TGF-β
- Enzim-MMP
- Nitrogen monoksida Integritas
Matriks Hilang

Osteoartritis

Tulang rawan Peningkatan Membrane Tulang rawan


sendi vaskularisasi sinovial sendi

Pelunakan dan Pembentukan Penebalan pada Kontraktur


Iregularitas osteofit pada sinovial yang kapsul serta
pada tulang ujung berupa kristal instabilitas
rawan sendi persendian sendi

Terbentuknya Peningkatan Pembengkakan Deformitas


lapisan dari tekanan pada sendi sendi
bahan elastik intraartikular
akibat akibat kongesti
pergeseran vaskular Fibrosis pada Perubahan
sendi atau kapsul, osteofit, bentuk tubuh
adanya cairan atau iregularitas pada tulang dan
viskosa Perubahan permukaan sendi
mekanis sendi sendi
dalam
Kekakuan pada menyangga Gangguan citra
sendi besar atau beban tubuh diri
Kelemahan dan
pada jari tangan perasaan mudah
Nyeri lelah Defisiensi
Hambatan pengetahuan
mobilitas fisik dan informasi
Penurunan Resiko tinggi
kemampuan trauma
Ketidakefektifan pergerakan
koping

(Sumber : Maryam, 2008, hal 337)


12

7. Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Grade 0 : Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada
radiologis.
b. Grade 1 : Ragu-ragu, tanpa osteofit.
c. Grade 2 : Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar
sendi.
d. Grade 3 : Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang
cukup besar.
e. Grade 4 : Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi
yang lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.
Menurut American College of Rheumatology 2015 dalam Woolf dan
Pfleger 2010, hal 77 mendeskripsikan kesehatan seseorang berdasarkan
derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut :
a. Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.
b. Derajat l : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas
cukup berat, tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara
mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.
c. Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi,
nyeri hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hani,
krepitus, membutuhkan bantuan dalam menaiki tangga,
tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten
dalam menyelesaikan pekeijaan rumah.
d. Derajat 3-4 : Osteoiit sedang-berat, terdapat celah antar sendi,
kemungkinan terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri
disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus pada
gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan
dalam beraktivitas (Amanda, 2015: hal 13-14).
13

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Kelainan
sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptikum
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD).
Yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran
jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

9. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)


a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat ditemukan adalah
1) Pembengkakan jaringan lunak
2) Penyempitan rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan
ankilosis.
14

d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

10. Terapi/ Penatalaksanaan


Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi
secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa
digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi.
Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang
sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti
peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan
atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila
digunakan dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat
perjalanan pnyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan
berbagai efek samping., yang melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini
menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dengan dosis rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi
dan obat- obatan.
15

a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan


pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang
diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan
secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita.
Badan- badan kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga
pendeita artritis reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap
hari, tetapi ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih
berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila
beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari
tidurnya pada malam hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin
dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin
dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan
menyebabkan nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih
jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis
16

pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel
tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Osteoartritis


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari
ANA (American Nurses Association) (Handayaningsih, 2014 as cited in Aziz,
2017 hal l6).
Pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat
meliputi:
a. Anamnesis
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis
medis. Anamnesis harus menjadi dasar bagi tindakan skrining yang
diusulkan. Ananmesis menjadi dasar bagi rencana manajemen
keperawatannya.
Pada umumnya keluhan utama klien osteoarthritis adalah nyeri
pada daerah sendi yang mengalami masalah. Osteoartritis biasanya
mengenai satu atau beberapa sendi. Gejala klinis yang ditemukan
berhubungan dengan fase inilamasi synovial, penggunaan sendi,
serta inflamasi dan degenerasi yang terjadi disekitar sendi. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat
dapat menggunakan metode PQRST:
17

a) Provoking incident: hal yang menjadi faktor presipitasi adalah


peradangan.
b) Quality of pain: nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
c) Region, Radiation, Relief nyeri dapat menjalar atau menyebar,
dan nyeri terjadi disendi yang mengalami masalah. Nyeri
terutama pada sendi yang menanggung beban tubuh, seperti
pada sendi panggul dan lutut. Nyeri ini terutama teljadi bila
sendi digerakkan dan pada waktu berjalan.
d) Severity (Scale) of Pain: nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara skala 1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
Kekakuan menjadi keluhan terutama yang terjadi karena adanya
lapisan yang terbentuk dari bahan elastis akibat pergeseran sendi
atau adanya cairan yang viskosa. Keluhan yang dikemukakan
berupa kesukaran untuk bergerak setelah duduk. Kekakuan pada
sendi besar atau pada jari tangan menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari klien. Pembengkakan pada daerah sendi
terutama ditemukan pada lutut dan siku. Pembengkakan dapat
disebabkan oleh cairan dalam sendi pada stadium akut atau
pembengkakan pada tulang yang disebut osteofit. Selain itu,
pembengkakan sendi dapat teljadi karena adanya pembengkakan
dan penebalan pada synovia yang berupa kista.
Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan oleh adanya
fibrosis pada kapsul, osteofit, atau iregularitas permukaan sendi.
Pada pergerakan sendi dapat ditemukan atau didengar adanya
hepitasi. Deformitas sendi dapat ditemukan akibat kontraktur kapsul
serta instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang dan tulang
rawan. Nodus Herbenden ditemukan pada bagian dorsal sendi
interfalang distal, sedangkan nodus Bouchard ditemukan pada
bagian proksimal sendi interfalang tangan terutama pada wanita
dengan osteoartritis primer. Nodus Herbenden kadang-kadang tanpa
18

disertai nyeri, tetapi sering ditemukan paresthesia dan kekakuan


sendi jali-jari tangan pada stadium lanjut disertai dengan deviasi jari
ke lateral.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Penting ditanyakan pemakaian obat-obatan reumatik dan NSAID.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya osteoarthritis. Masalah lain yang perlu
ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang
sama. Karena osteoarthritis merupakan keadaan kronis, riwayat
kesehatan harus juga mencakup informasi mengenai persepsi klien
terhadap masalah tersebut, terapi yang dijalani sebelumnya, dan
efektivitasnya, system dukungan klien dan dasar pengetahuan klien
yang paling akhir, serta sumber informasinya.
4) Riwayat penyakit keluarga
Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang
mengalami keluhan sama.
5) Riwayat Psikososial
Kaji respons emosi klien terhadap penyakit dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat. Pengamatan atau observasi juga
mencakup adaptasi yang sudah dilakukan klien (kadang tanpa
disadari), misalnya mendekatkan mulut ke garpu, bukan mengangkat
garpu ke mulut. Dalam lingkungan rumah sakit atau rumah, perawat
dapat mengidentifikasi perubahan fungsional. Kaji mekanisme
koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit dan perubahan perannya. Kaji apakah ada
ketakutan terhadap kecacatan, rasa cemas, ketidakmampuan
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
19

b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berguna untuk
mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem (Bl -B6) dengan fokus pemeriksaan B6 (Bone).
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi, bila tidak mengenai sistem pernapasan, biasanya
ditemukan kesimetrisan rongga dada normal, klien tidak sesak napas,
tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. Pada palpasi, taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, ada suara resonan
pada seluruh lapang paru. Pada auskultasi, suara napas
hilang/melemah pada sisi yang sakit, biasanya didapatkan suara
ronki atau mengi.
2) B2 (Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan keringat
dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek
obat atau penyakit osteoartritis.
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien biasanya mengeluh pusing dan gelisah
a) Kepala dan wajah : Ada sianosis.
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva anemis pada
kasus efusi pleura hemoragi kronis.
c) Leher : Biasanya JVP dalam batas normal.
4) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
5) B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoartritis, tidak ada gangguan eliminasi.
Walaupun demikian, perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau,
dan jumlah urine. Klien biasanya berasa mual, nyeri lambung, yang
20

menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang


menggunakan obat NSAID dalam waktu lama.
6) B6 (Bone)
a. Look
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering
mendorong klien meminta pertolongan (meskipun mungkin
sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuk). Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang
menimbulkan nyeri yang lebih dibandingkan gerakan lain. Nyeri
OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat redikolupati (OA
serviks dan lumbal). OA lumbal yang menyebabkan stenosis
spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri betis, yang
biasanya disebut dengan klaudikasi intermiten.
Klien mungkin menunjukan salah satu sendinya
(seringkali lutut atau tangan) secara perlahan membesar.
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi lama,
perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya
berdiri, perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Perubahan
gaya semua klien OA mengalami kerusakan persendian
pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul yang akhirnya
pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang
merupakan ancaman besar untuk kemandirian klien OA yang
umumnya lansia. Pembengkakan sendi yang sering asimetris
yang timbul karena efusi sendi yang biasanya tidak banyak.
(<100cc). Penyebab lain adalah adanya osteofit yang dapat
mengubah permukaan sendi.
b. Feel
Tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang sangat merata, dan warna
kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya
sinovitis. Biasanya tanda ini tidak menonjol dan timbul
21

belakang, sering dijumpai pada lutut, pergelangan kaki, dan


sendi kecil ditangan dan kaki. Krepitasi lebih berarti untuk
pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya berupa perasaan ada
sesuatu yang patah atau remuk oleh klien atau perawat yang
memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi
dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul
karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakan atau secara pasif dimanipulasi.
c. Move
Hambatan gerakan sendi biasanya semakin berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri. Pada beberapa
klien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilisasi,
seperti duduk dikursi atau mobil dalam waktu lama atau bahkan
setelah bangun tidur.

c. Pemeriksaan Khusus Keperawatan Gerontik


1) Masalah kesehatan kronis (Maryam, 2008 hal 171-172)
Tabel 2.1
No. Keluhan kesehatan Selalu Sering Jarang T.Pernah
atau gejala yang (3) (2) (1) (0)
dirasakan klien dalam
waktu 3 bulan terakhir
berkaitan dengan
fungsi organ tubuh
1. Fungsi Penglihatan
1. Penglihatan kabur
2. Mata berair
3. Nyeri pada mata
2. Fungsi Pendengaran
1. Pendengaran
berkurang
2. Telinga berdenging
3. Fungsi Paru
(pernafasan)
1. Batuk lama disertai
keringat malam
2. Sesak nafas
3. Berdahak/sputum
4. Fungsi Jantung
22

1. Jantung berdebar-
debar
2. Cepat lelah
3. Nyeri dada
5. Fungsi Pencernaan
1. Mual/muntah
2. Nyeri ulu hati
3. Makan dan minum
banyak (berlebihan)
4. Perubahan
kebiasaan buang air
besar (mencret atau
sembelit)
6. Fungsi Pergerakan
1. Nyeri kaki saat
berjalan
2. Nyeri pinggang atau
tulang belakang
3. Nyeri
persendian/bengkak
7. Fungsi Persyarafan
1. Lumpuh/kelemahan
pada kaki atau
tangan
2. Kehilangan rasa
3. Gemetar/tremor
4. Nyeri pegal pada
daerah tengkuk
8. Fungsi Saluran
Perkemihan
1. Buang air kecil
banyak
2. Sering buang air
kecil pada malam
hari
3. Tidak mampu
mengontrol
pengeluaran air
kemih (ngompol)
JUMLAH
Analisis hasil data yang didapat :
Skor < 25 : Tidak ada masalah kesehatan kronis s/d masalah
kesehatan kronis ringan
Skor 26-50 : Masalah kesehatan kronis sedang
Skor >51 : Masalah kesehatan kronis berat
23

Skor total : .........


2) Fungsi Kognitif
Pengkajian fungsi kognitif dilakukan dalam rangka mengkaji
kemampuan klien berdasarkan daya orientasi terhadap waktu, orang ,
tempat serta daya ingat (Maryam, 2008 hal 173).
Tabel 2.2
No. Pertanyaan yang diajukan Benar Salah
1. Jam berapa sekarang ?
Jawab :
2. Tahun berapa sekarang ?
Jawab :
3. Kapan bapak/ibu sekarang ?
Jawab :
4. Berapa umur bapak/ibu sekarang ?
Jawab :
5. Dimana alamat bapak/ibu sekarang ?
Jawab :
6. Berapa jumlah lansia yang tinggal
bersama sekamar dengan bapak/ibu ?
Jawab :
7. Siapa anggota keluarga yang tinggal
bersama bapak/ibu ?
Jawab :
8. Tahun berapa hari kemerdekaan
Indonesia ?
Jawab :
9. Siapa nama presiden RI sekarang ?
Jawab :
10. Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1 ?
Jawab :
JUMLAH
Analisis hasil data yang didapat :
Skor benar : 8-10 (tidak ada gangguan)
Skor benar : 0-7 (ada gangguan)
Skor Total : .......

3) Status Fungsional
Pengkajian status fungsional didasarkan pada kemandirian klien
dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian
berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan orang lain.
24

Pengkajian ini didasarkan pada kondisi aktual klien dan bukan pada
kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan suatu
fungsi, dianggap sebagai tidak melakukan fungsi meskipun ia
sebenarnya mampu (Maryam, 2008 hal 174-175).
Tabel 2.3
No. Aktivitas Mandiri Tergantung
(Nilai 1) (Nilai 0)
1. Mandi di kamar mandi
(menggosok, membersihkan, dan
mengeringkan badan)
2. Menyiapkan pakaian, membuka
dan mengenakannya.
3. Memakan makanan yang telah
disediakan
4. Memelihara kebersihan diri untuk
penampilan diri (menyisir rambut,
mencuci rambut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
5. Buang air besar di WC
(membersihkan dan mengeringkan
daerah bokong)
6. Dapat mengontrol pengeluaran
feses (tinja)
7. Buang air kecil di kamar mandi
(membersihkan dan mengeringkan
daerah kemaluan)
8. Dapat mengontrol pengeluaran air
kemih
9. Berjalan di lingkungan tempat
tinggal atau ke luar ruangan tanpa
alat bantu, seperti tongkat
10. Meminjamkan ibadah sesuai agama
dan kepercayaan yang dianut
11. Melakukan pekerjaan rumah,
seperti merapihkan tempat tidur,
mencuci pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri
atau kebutuhan keluarga.
13. Mengelola keuagan (menyimpan
dan menggunakan uang sendiri)
14. Menggunakan sarana transfortasi
umum untuk berpergian
15. Menyiapkan obat dan minum obat
sesuai dengan aturan (takaran obat
25

dan waktu minum obat tepat)


16. Merencanakan dan mengambil
keputusan untuk kepentingan
keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas sosial dan
kebutuhan akan pelayanan
kesehatan
17. Melakukan aktivitas di waktu
luang (kegiatan keagamaan, sosial,
rekreasi, olahraga, dan
menyalurkan hobi)
JUMLAH
Analisis hasil data yang didapat :
Skor 13-17 : Mandiri
Skor 0-12 : Ketergantungan
Skor Total : .......

4) Status psikologis (Skala depresi geriatric Yesavage, 2008 as cited in


Maryam hal 176-177)
Tabel 2.4
No. Apakah bapak/ibu dalam satu minggu Ya Tidak
terakhir :
1. Merasa puas dengan kehidupan yang
dijalani ?
2. Banyak meninggalkan kesenagan/minat dari
aktivitas anda ?
3. Merasa bahwa kehidupan anda hampa ?
4. Sering merasa bosan ?
5. Penuh penghargaan akan masa depan ?
6. Mempunyai semangat yang baik setiap
waktu ?
7. Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak
dapat diungkapkan ?
8. Merasa bahagia di sebagian besar waktu ?
9. Merasa takut sewaktu akan terjadi pada
anda ?
10. Sering kali merasa tidak berdaya ?
11. Sering merasa gelisah dan gugup ?
12. Memilih tinggal dipanti dari pada pergi
melakukan sesuatu yang bermanfaat ?
13 Sering kali merasa khawatir akan masa
depan ?
14 Merasa mempunyai lebih banyak masalah
26

dengan daya ingat dibandingkan orang lain


?
15. Berpikir bahwa hidup ini sangat
menyenangkan sekarang ?
16. Sering kali merasa merana ?
17. Merasa kurang bahagia ?
18. Sangat khawatir terhadap masa lalu ?
19 Merasakan bahwa hidup ini sangat
menggairahkan ?
20. Merasa berat untuk memulai sesuatu hal
yang baru ?
21. Merasa dalam keadaan penuh semangat ?
22. Berpikir bahwa keadaan anda tidak ada
harapan ?
23. Berpikir bahwa banyak orang yang lebih
baik dari pada anda ?
24. Sering kali menjadi kesal dengan hal yang
sepele ?
25. Sering kali merasa ingin menangis ?
26. Merasa sulit untuk berkonsentrasi ?
27. Menikmati tidur ?
28. Memilih menghindar dari perkumpulan
sosial ?
29. Mudah mengambil keputusan ?
30. Mempunyai pemikiran yang jernih ?
JUMLAH
Analisis hasil data yang didapat :
Skor 0-5 : Normal
Skor 6-15 : Depresi ringan sampai sedang
Skor 16-30 : Depresi berat
Skor Total : .......

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga, dan masyarakat mengenal masalah kesehatan actual atau potensial,
di mana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah status kesehatan klien.
Diagnosa keperawatan ini memberikan gambaran tentang masalah atau status
27

kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan yang akan terjadi,
dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Rumusan diagnosa keperawatan mengandung tiga kompenen dasar, yaitu
problem (masalah), ethiologi (penyebab) dan symptom (gejala). Jika
disingkatkan mejadi PES. Problem atau masalah merupakan gambaran
keadaan klien dimana tindakan penyimpangan dari keadaan normal yang
seharusnya tidak terjadi. Sedangkan, etiologi menunjukan penyebab masalah
kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya
meliputi perilaku, lingkungan, sera interaksi antara perilaku dan lingkungan.
Sementaa itu symptom ialah ciri tanda atau gejala, yang merupakan informasi
yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan. (Evania. Nadia,
2010 hal 20)
Diagnosis keperawatan yang paling sering muncul adalah sebagai berikut
(Muttaqin, 2008 hal 343).
a. Nyeri sendi yang berhubungan dengan perubahan mekanis sendi
menyangga beban tubuh serta keterbatasan mobilitas.
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekakuan pada sendi
besar atau pada jari tangan.
c. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit
atau terapi.
d. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan keterbatasan ketahanan
fisik, perubahan fungsi sendi
e. Ketidakefektifan koping yang berhuubungan dengan gaya hidup atau
perubahan peran yang aktual atau dirasakan.
f. Defisiensi pengetahuan dan infomasi yang berhubungan dengan salah
persepsi, kurang informasi.

3. Intervensi Keperawatan
Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut
Kozie (2008), perencanaan adalah sesuatu yang telah dipetimbangkan secara
28

mendalam dengan tahapan yang sistematis dari proses keperawatan meliputi


kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam perencanaan
keperawatan perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data
dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam
membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau
mengeliminasi masalah kesehatan klien.
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi
penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan,
menentukan intervensi keperawatan yang tepat, dan pengembangan rencana
asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara
spesifik, perawat menggunakan kemampuan berpikir kritis untuk segera
menetapakan prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi penting yang
sesuai dengan kebutuhan klien.
Penetapan prioitas bertujuan untuk mengidentifikasi untuk intevensi
keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien. Penetapan prioritas
dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu bersamaan.
Salah satu metode untuk menetapkan prioritas yaitu menggunakan kebutuhan
menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan,
antara lain high, intermediaste dan low priority. Dalam menetapkan prioritas
perawat juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap
kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat,
pentingnya masalah kesehatan yang didapat serta rencana pengobatan medis
(Evania. Nadia. 2010 hal 22)
Sasaran utama klien mencakup pemulihan nyeri sendi dan gangguan rasa
nyaman, peningkatan mobilitas, pemeliharaan perawatan diri, perbaikan diri,
dan tidak adanya komplikasi (Muttaqin, 2008 hal 343-346).
a. Nyeri sendi yang berhubungan dengan perubahan mekanisme sendi
dalam menyangga beban tubuh serta keterbatasan mobilisasi
Tujuan Keperawatan : Nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
Kriteria Hasil : Klien melaporkan penurunan nyeri,
menunjukan perilaku rileks, memperagakan
keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari
29

dengan peningkatan keberhasilan, skala


nyeri 0-1 atau teratasi.
Tabel 2.5
Intervensi Rasional
Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Nyeri merupakan respon yang
Observasi nyeri ke daerah yang baru. dapatdikaji dengan menggunakan skala
Kaji nyeri dengan skala 0-4 nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya
diatas tingkat cedera
Bantu klien dalam mengidentifikasi Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan
faktor pencetus. peradangan pada sendi.
Bantu klien terkait dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri nonfarmakologi ( latihan relaksasi dan tindakan nonfarmakologi
peregangan dinamis dan statis ) lain menunjukan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi teknik mengurangi Akan melancarkan peredaran darah
ketegangan otot rangka yang dapat sehingga kebutuhan oksigen pada
mengurangi intensitas nyeru dengan jaringan terpenuhi dan mengurangi
memberikan relaksasi massage nyeri
Ajarkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian klien terhadap
akut nyeri ke hal yang menyenangkan
Beri kesempatan waktu istirahat bila Istirahat merelaksasi semua jaringan
terasa nyeri dan beri posisi yang sehingga akan meningkatkan
nyaman kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan tersebut membantu
penyebab nyeri dan hubungkan dengan mengurangi nyeri dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung meningkatkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik
Kolaborasi dengan dokter untuk NSAID menghambat sintesis
pemberian analgetik NSAID oral prostaglandin yang mempunyai efek
analgesik efektif sebagai pereda nyeri
osteoartritis

b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang


gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan dan kekakuan pada sendi
besar atau pada jari tangan
Tujuan Keperawatan : Klien mampu melaksanakan aktifitas fisik
sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil : Klien ikut program latihan, tidak
mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot
30

bertambah, menunjukan peningkatan mob-


ilitas, mempertahankan koordinasi optimal.
Tabel 2.6
Intervensi Rasional
Kaji mobilitas dan observasi adanya Mengetahui tingkat kemampuan klien
peningkatan rusakan. Kaji secara teratur dalam melakukan aktivitas.
fungsi motorik.
Atur posisi fisiologis Pengaturan posisi fisiolois dapat
membantu perbaikan sirkulasi
oksigenasi lokal dan mengurangi
penekanan lokal jaringan
Ajarkan klien melakukan latihan gerak Gerakan aktif memberi massa, tonus,
aktif pada ekstermitas yang tidak sakit dan kekuatan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernafasan
Bantu klien melakukan ROM dan Untuk mempertahankan fleksibilitas
perawatan diri sesuai dengan kebutuhan sendi sesuai dengan kebutuhan
Pantau kemajuan dan perkembangan Untuk mendeteksi perkembangan klien
kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi Kemampuan mobilisasi ekstermitas
untuk melatih fisik klien dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi

c. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan


ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi.
Tujuan keperawatan : Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil : Klien mampu menyatakan
mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang terjadi,
mampu menyatakan penerimaan dini,
mengakui dan menggabungkan perubahan
kedalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa merasa harga dirinya negatif.
Tabel 2.7
Intervensi Rasional
31

Kaji perubahan persepsi dan Menentukan bantuan individual dalam


hubungannya dengan derajat menyusun rencana perawatan atau
ketidakmampuan. pemilihan intervensi.
Anjurkan klien mengekspresikan Menunjukan penerimaan, membantu
Perasaan termasuk sikap bermusuhan klien untuk mengenal dan mulai
dan marah. menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
Ingatkan kembali tentang realitas Membantu klien melihat bahwa
bahwa masih dapat menggunakan sisi perawat menerima kedua bagian
yang sakit dan belajar mengontrol sisi sebagai keseluruhan tubuh.
yang sehat. Mengizinkan klien untuk merasakan
adanya harapan dan mulai menerima
situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan
baik dan memperbaiki kebiasaan. harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan.
Anjurkan orang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengizinkan klien melakukan sebanyak mandiri dan membantu perkembangan
mungkin hal untuk dirinya. harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
Bersama klien mencari alternative Dukungan perawat kepada klien dapat
koping yang positif. meningkatkan rasa percaya diri.
Dukung perilaku atau usaha, seperti Klien dapat beradaptasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang peran
dalam aktivitas rehabilitasi. individu dimasa mendatang.
Pantau gangguan tidur, kesulitan Dapat mengindikasikan terjadinya
berkonsentrasi, letargi, dan menarik depresi sebagai pengaruh perubahan
diri. struktur tubuh sehingga memerlukan
intervensi dan evaluasi lebih lanjut
Rujuk ke ahli neuropsikologi dan Dapat memfasilitasi perubahan peran
konseling bila ada indikasi yang penting untuk perkembangan
perasaan.

d. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan keterbatasan ketahanan


fisik, perubahan fungsi sendi
Tujuan keperawatan : Kejadian jatuh tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak ada jatuh saat berdiri, tidak ada jatuh
saat berjalan, tidak ada jatuh saat duduk.
Tabel 2.8
Intervensi Rasional
32

Kaji ulang riwayat jatuh bersama pasien Mengidentifikasi hal yang menjadi
dan keluarga resiko setiap kali jatuh sebagai langkah
pencegahan dikemudian hari
Identifikasi karakteristik lingkungan Upaya dalam pencegahan resiko jatuh
yang mungkin meningkatkan potensi terjadi dengan menilai kondisi
jatuh lingkungan yang dapat menjadi
penyebab resiko jatuh terjadi
Monitor gaya berjalan (terutama Mengindentifikasi gaya berjalan,
kecepatan), keseimbangan dan tingkat keseimbangan dan tingkat kelelahan
kelelahan dengan ambulasi sebagai hal yang dapat menjadi faktor
resiko jatuh terjadi.
Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh, Meminimalisir terjadinya cedera yang
untuk meminimalkan cedera parah

e. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan gaya hidup atau


perubahan peran yang aktual atau dirasakan.
Tujuan keperawatan : Pola koping efektif
Kriteria hasil : Secara konsisten melaporkan pengurangan
stress, secara konsisten melaporkan
penurunan perasaan negative, secara
konsisten melaporkan peningkatan
kenyamanan psikologis.
Tabel 2.9
Intervensi Rasional
Bantu pasien untuk menyelesaikan Mempercepat dalam menemukan
masalah dengan cara yang kontruktif penyelesaian masalah secara positif
Berikan penilaian mengenai dampak Penilaian yang tepat mempunyai
dari situasi kehidupan pasien terhadap
dampak dari situasi kehidupan pasien
peran dan hubungan (yang ada) dapat membuat pengarahan perawat
dalam peningkatan koping pasien lebih
efektif
Gunakan pendekatan yang tenang dan Penggunaan pendekatan yang tenang
memberikan jaminan dapat membuat pasien berpikir lebih
efektif, pemberian jaminan dapat
meningkatkan koping kearah positif
Tidak mendukung pembuatan Saat kondisi stress yang berat, pasien
keputusan saat pasien berada pada tidak akan mampu berfikir ssecara
situasi stress yang berat efektif dan positif
33

f. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi


tentang penatalaksanaan perawatan dirumah.
Tujuan keperawatan : Klien dan keluarga dapat memahami cara
perawatan dirumah.
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan pengertian tentang
proses penyakit, rencana pengobatan, dan
gejala kemajuan penyakit,
mengekspresikan pengertian tentang jadwal
pengobatan.
Tabel 2.10
Intervensi Rasional
kaji tingkat pengetahuan klien dan Menjadi dasar bagi perawat untuk
keluarga tentang perawatan dirumah. menjelaskan sesuai pengetahuan klien
dan dapat menghindari pembicaraan
yang tidak perlu karena klien dan
keluarga sudah mengetahuinya.
Diskusikan tentang pengobatan nama, Memberi pengetahuan dasar tentang
jadwal, tujuan, dosis, dan efek samping. obat-obatan yang akan digunakan
sehingga dapat mengurangi dampak
komplikasi dan efek samping obat.
Meningkatkan kemauan klien dan
keluarga tentang pentingnya perawatan
dirumah.
Diskusikan tanda dan gejala kemajuan Membantu klien dan keluarga dalam
penyakit, peningkatan nyeri dan penatalaksanaan perawatan klien
mobilitas. osteoartritis.
Beri dukungan psikologis agar klien Meningkatkan kemauan klien dan
menjalankan apa yang sudah disepakati. keluarga tentang pentingnya perawatan
dirumah.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
34

perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang


efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistematis, kemampuan membelikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008 as cited in
Aziz, 2017 hal 25).
Dalam praktiknya terdapat tiga kategori implementasi keperawatan,
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Cognitive implementation, meliputi pengajaran, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik,
mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga,
serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain sebagainya.
b. Interpersonal implementation, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan
menigkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik,
menetapkan jadwal personal, pengungkapkan perasaan, memberikan
dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model dan lain
sebagainya.
c. Technical implementation, meliputi pembelian perawatan kebersihan
kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan menemukan perubahan dari
data dasar klien mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi dan lain sebagainya.
Dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat
melakukannya sesuai dengan rencana dan jenis implementasi keperawatan.
Tiga jenis implementasi keperawatan tersebut sebagai berikut.
1) Independent implementations adalah implementasi yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya
sesuai dengan kebutuhan , misalnya membantu dalam memenuhi Activity
Daily Liying (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan terapetik, memberikan dorongan spiritual,
perawatan alat invasive yang dipergunakan klien melakukan dokumentasi
dan lain sebagainya.
35

2) Interdependent atau collaborative implementation adalah tindakan


keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim keperawatan atau dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
3) Dependent implemtation adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan
dari profesi lain seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan lain
sebagainya. Tindakan ini misalnya dalam hal pemberan nutrisi kepada
klien yang sesuai diet yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik
(mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterafi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dan
pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi, 2008 as cited in Aziz, 2008 hal 25-
26).
Menurut craven dan Himir (2000) evaluasi didefiniskan sebagai keputusan
dan efektivitas asuhan keperawatan anatara dasar tujuan keperawatan klien
yang telah ditetapkan dengan respons prilaku kalien yang tampil. Tujuan dari
evalusi adalah menetukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektivitas,
efisiensi, dan produktivitas tindakan keperawatan yang telah diberikan
menilai pelaksanaan asuhan keperawatan, mendapatkan umpan balik, serta
tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang
menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera, dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil
observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu. Evaluasi sumatif
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :
36

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.
Modifikasi rencana dan tindakan mengikuti perubahan keadaan pasien.
Pada teknik ini catatan perkembangan dapat menggunakan SOAPIER, yaitu
sebagai berikut :
S : Data subjektif
O : Data objektif
A : Data subjektif dan objektif dinilai dan dianalisa, apakah
berkembang kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisa
dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi
atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan
diagnosa keperawatan baru.
P : Perencanaan.
Rencana penanganan pasien berdasarkan pada hasil analisis yang
berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau
masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana
awal tidak efektif.
I : Implementasi.
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauh mana rencana tindakan dan implementasi telah
dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien dapat teratasi.
R : Reassesment
37

C. Konsep Tindakan Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage


Penelitian ini dilandasi dari jurnal Fitria Alisa hal 127-128 yang menjelaskan
bahwa dengan melakukan tindakan terapi kutaneus slow stroke back massage,
dapat menurunkan intensitas nyeri pada penderita osteoartritis, dilihat dari
penurunan tingkat nyeri yang sebelumnya ada pada tingkat 4,50, setelah dilakukan
tindakan tersebut menjadi 2,60. Dan ditambah juga dari salah satu jurnal
Trihartini, Mardliyah, & Hadisuyatmana “Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010 hal
89-90” mengatakan hal yang sama dan hasil dari penelitiannya tersebut
didapatkan data bahwa klien dengan intensitas nyeri sedang setelah dilakukan
tindakan menjadi turun dengan intensitas nyeri ringan.
1. Definisi Slow-Stroke Back Massage
Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin,
sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan
mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan
lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-
delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi
impuls nyeri (Potter & Perry, 2013 hal 77).
Slow-Stroke Back Massage adalah tindakan masase punggung dengan
usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2013 hal 77).

2. Pengaruh
Menurut Potter & Perry, 2013 hal 78 Pengaruh stimulasi kutaneus: slow-
stroke back massage meliputi:
a. Pelebaran pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di dalam
jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan
makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak
terpakai akan diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang
lebih baik. Aktifitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan
akan menunjang proses penyembuhan luka, radang setempat seperti
abses, bisul-bisul yang besar dan bernanah, radang empedu, dan juga
beberapa radang persendian.
38

b. Pada otot-otot, memiliki efek mengurangi ketegangan.


c. Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis.
d. Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi
nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat
meningkatkan nyeri.
e. Penurunan intensitas nyeri, kecemasan, tekanan darah, dan denyut
jantung secara bermakna.

3. Petunjuk ( Potter & Perry, 2013 hal 79)


a. Perawat harus bertanya pertama kali apakah klien menyukai usapan
punggung karena beberapa klien tidak menyukai kontak secara fisik.
b. Perlu diperhatikan kemungkinan adanya alergi atau kulit mudah
terangsang, sebelum memberikan lotion.
c. Hindari untuk melakukan masase pada area kemerah-merahan, kecuali
bila kemerahan tersebut hilang sewaktu dimasase.
d. Masase punggung dapat merupakan kontraindikasi pada pasien imobilitas
tertentu yang dicurigai mempunyai gangguan penggumpalan darah.
Identifikasi juga faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk
atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka
yang menjadi kontraindikasi untuk masase punggung. Pada klien yang
mempunyai riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan
tekanan darah.

4. Metode (Potter & Perry, 2013 hal 79)


Tehnik untuk stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage dilakukan
dengan beberapa pendekatan, tetapi salah satu metode yang dilakukan ialah
dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan
dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup suatu area
yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung
kepala sampai area sakrum. Tehnik ini berlangsung selama 3-10 menit.
39

5. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan stimulus kutaneus slow stroke back massage (Shocker,
2008), adalah:
a. Fase Orientasi :
1) Mengucapkan Salam
2) Memperkenalkan diri
3) Kontrak waktu
4) Menjelaskan tujuan
5) Menanyakan kesiapan pasien Fase Kerja
b. Fase Kerja
1) Klien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama
intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau duduk.
2) Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan
selimut.
3) Sebelum melakukan terapi SSBM, dilakukan pemeriksaan lokalis
terlebih dahulu
4) Setelah itu perawat mencuci tangan dalam air hangat. Hangatkan
losion (minyak kelapa) di telapak tangan atau tempatkan botol losion
ke dalam air hangat. Tuang sedikit losion di tangan. Jelaskan pada
responden bahwa losion akan terasa dingin dan basah. Gunakan
losion sesuai kebutuhan.
5) Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-jari dan
telapak tangan sesuai dengan metode di atas selama 3-10 menit. Jika
responden mengeluh tidak nyaman, prosedur langsung dihentikan.
6) Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa
perawat mengakhiri usapan
7) Bersihkan kelebihan lotion di punggung klien dengan handuk mandi.
8) Bantu memakai baju/piyama.
9) Bantu klien posisi yang nyaman.
10) Rapikan alat dan cuci tangan
c. Fase Terminasi
1) Menyampaikan hasil anamnesa dan dokumentasi
40

2) Menyampaikan rencana tindak lanjut dan berpamitan Penampilan


Selama Tindakan
d. Penampilan Selama Tindakan
1) Ketenangan
2) Menjaga keamanan perawat
3) Menjaga keamanan pasien

6. Stimulasi Kutaneus dalam Menurunkan Nyeri Osteoartritis


Degenerasi pada kartilago artikuler dan hipertrofi tulang atau pertumbuhan
tulang berlebih dalam bentuk taji/tonjolan tulang yang terjadi pada penyakit
osteoartritis akan menimbulkan pergesekan yang merangsang nyeri. Sendi
adalah salah satu organ yang banyak memiliki reseptor nyeri (Guyton & Hall,
2014 hal 55). Stimulus nyeri yang mencapai ambang nyeri akan
menyebabkan aktivasi reseptor dan terjadi penjalaran impuls nyeri oleh
serabut saraf A delta dan C.
Adanya impuls ini akan menyebabkan gerbang nyeri di substansia
gelatinosa terbuka. Namun dengan pemberian stimulasi kutan berupa usapan
punggung, dimana stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih
besar, maka stimulus ini akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian
akan menutup gerbang nyeri sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Di
samping itu, sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan
endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga persepsi nyeri tidak
terjadi.

D. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
41

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
(Smeltzer dan Bare, 2010 hal 55).
Nyeri adalah suatu sensori subj ektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi
kerusakan IASP (Potter dan Perry, 2014 hal 221).
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja serta seseorang mengatakan bahwa ia merasa
nyeri (McCatfery dalam Potter dan Perry, 2014 hal 221).

2. Penyebab Nyeri
a. Trauma
1) Mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan
lain-lain.
2) Termal, yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas dan dingin. Misal karena api dan air.
3) Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau basa kuat. & Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan
kekejangan otot dan luka bakar.
4) Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,
misalnya abses.
5) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.
6) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
7) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
8) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria
yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
9) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
42

3. Pengukuran Nyeri
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010 hal 67) Intensitas nyeri
menunjukkan seberapa banyak nyeri yang dialami seseorang. Pasien
biasanya mampu mendeskripsikan intensitas nyeri yang mereka rasakan
dalam wakru yang relatif cepat. Intensitas nyeri sering diungkapakan
dengan menggunakan kata-kata seperti ‘tidak ada nyeri’, ‘ringan’,
‘sedang’, ‘berat’ atau bisa juga menggunakan skoring untuk menunjukkan
intensitas nyeri yang dirasakan. Mengkaji nyeri tidak hanya sebatas
menilai intensitas nyeri, kualitas nyeri, dan durasi nyeri, tetapi, mengkaji
nyeri juga mempertimbangkan pengaruh dan respon nyeri tersebut
terhadap orang yang mengalaminya.
Pada osteoartritis pengukuran nyeri yang digunakan cukup banyak
meliputi Visual Analogue Scale (VAS), Numeric Rating Scale (NRS),
Neuropathic pain Scale (NPS), McGill Pain Quistionare (MPQ), The
Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index
(WOMAC) yang menilai tiga dimensi yaitu nyeri, kekakuan, dang fungsi
fisik. Selain itu the Brief Pain Inventory (BPI) yang biasa digunakan pada
nyeri kanker dapat juga digunakan pada nyeri osteoartritis. Terdapat juga
The Health Assessment Questionnaire (HAQ) dan The Disease Activity
Score (DAS) merupakan alat yang mengukur nyeri pada osteoartritis.
a. Pengukuran nyeri dengan Numeric Rating Scale (NRS)
NRS adalah skala sederhana yang digunakan secara linier dan
umumnya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dalam praktek
klinis. NRS khas menggunakan skala 11 point dimana titik akhirnya
mewakili nyeri yang paling ekstrim. NRS ditandai dengan garis angka
nol sampai sepuluh dengan interval yang sama dimana 0 menunjukkan
tidak ada nyeri, 5 menunjukkan nyeri sedang, dan 10 menunjukkan nyeri
berat.
NRS biasanya dijelaskan kepada pasien secara verbal, namun dapat
disajikan secara visual. Ketika disajikan secara visual, NRS dapat
ditampilkan dalam orientasi horizontal atau vertikal. Alat ini telah
menunjukkan sensitivitas terhadap pengobatan dalam intensitas nyeri dan
43

berguna untuk membedakan intensitas nyeri saat istirahat dan selama


beraktivitas. NRS dapat digunakan untuk penelitian analgesik yang
sesuai untuk penilaian nyeri secara klinis. Bukti mendukung validitas dan
kemampuan dari alat NRS dapat digunakan pada pasien dewasa dan tua.
Penilaian nyeri terhadap pasien dengan gangguan kognitif ringan dan
pada lansia mungkin lebih baik menggunakan NRS yang mencakup
angka yang lebih besar dan kata isyarat.
Gambar 2.2

4. Penanganan Nyeri
a. Farmakologi
1) Analgetik narkotik
Analgetik narkotik terdiri atas berbagai derivate opium seperti
mofrin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan
nyeri dan kegembiraan karena obat ini membuat ikatan dengan
reseptor opiat dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada
susunan saraf pusat. Namun, penggunaan obat ini akan menimbulkan
efek menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga
perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status
pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini. Nyeri yang
membandel (intractable pain) tidak dapat dihilangkan secara
permanen. (Wahit Iqbal, dkk 2015 hal 221)
2) Analgetik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti
implamasi dan antipiretik. Obat golongan ini myenyebabkan
penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari
44

jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi. (smeltzer dan barre,


2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan
pencernaan seperti adanya ulkus gaster, dan perdarahan gaster.
(Wahit Iqbal, dkk 2015 hal 221).
b. Non farmakologi
1) Relaksasi progresif, relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik
dari ketegangan stress. Teknik relaksasi memberikan individu
control diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik,
dan emosi pada nyeri.
2) Stimulasi kutaneus plasebo. Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan
farmakologis dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat
seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Plasebo umumnya
terdiri atas larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa.
3) Teknik distraksi. Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan
nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang
lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. (Wahit
Iqbal, dkk 2015 hal 222).

E. Konsep Lansia
1. Pengertian
a. Lansia adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri adalah populasi berumur 60 tahun keatas
(Nugroho, 2009).
b. Lansia adalah tahap akhir dari proses penuaan seseorang dimana terjadi
perubahan sel pada tubuhnya dan biasanya berusia 80 tahun keatas
(Suhartiana, 2010).
c. Lansia adalah sesorang yang lazimnya menginjak usia 50 tahun atau 60
tahun keatas maupun normal sosialnya ( Yaunul, 2010).

2. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
45

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap


infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2009).
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No
13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Meskpun secara alamiah terjadi penurunan
fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh
karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Nugroho, 2009)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka
timbulah berbagai masalah. Nugroho, 2009 hal 88 menyebutkan masalah-
masalah yang menyertai lansia yaitu:
a. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
b. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam
pola hidupnya,
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
e. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung
menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut
46

untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, bahwa perubahan yang dialami oleh setiap
orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan
apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh
perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Nugroho, 2009 hal 90)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Nugroho, 2009 hal 90) adalah:
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c. Selalu mengingat kembali masa lalu
d. Selalu khawatir karena pengangguran,
e. Kurang ada motivasi,
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain
adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak
sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang
dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan
orang lain.

3. Batasan Lansia
Menurut WHO, 2013 ada beberapa batasan umur lansia yaitu :
a. Middle Age : 45-59 tahun
b. Ederly : 60-70 tahun
c. Old : 75-90 tahun
d. Very Old : Diatas 90 tahun
47

4. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain: (Nugroho, 2009 hal 90)
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia

5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Penuaan yaitu :


a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres

Anda mungkin juga menyukai