Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah utama yang sering dialami lansia dengan osteoartritis adalah nyeri
sendi. Nyeri bertambah ketika melakukan aktivitas, gangguan fungsi dan struktur
tubuh ini membuat aktivitas seseorang menjadi terbatas. Lansia pada umumnya
bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri kini harus tergantung dengan
orang lain, yang biasa masih bekerja, mereka harus kehilangan pekerjaannya.
Hilangnya pekerjaan adalah faktor resiko yang dapat berkembang kuat menjadi
gejala depresi, yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan berakibat
pada berkurangnya angka harapan hidup.
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif atau kelainan sendi yang
merupakan salah satu penyebab dari ketidakmampuan (disability) di dunia.
Ketidakmampuan itu ditunjukkan dengan adanya nyeri yang mengganggu dalam
aktivitas. Selain itu, OA secara luas diakui sebagai penyebab paling umum dari
cacat pada populasi lansia, dengan sekitar 85% dilakukan terapi replacement lutut
dan pinggul. Osteoarthritis merupakan gangguan ketidakseimbangan antara
kerusakan dan perbaikan dan tulang rawan di sendi dan terjadi akibat beberapa
faktor resiko termasuk mekanik yang berlebihan (obesitas, angkat berat), trauma
dan predisposisi genetic.
Osteoartritis (OA) umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada sendi-
sendi penopang berat badan, terutama sendi genu, panggul (koksa), lumbal dan
servikal. Pada OA primer / generalisata yang pada umumnya bersifat familial,
dapat pula menyerang sendi-sendi tangan, terutama sendi interfalang distal (DIP)
dan interfalang proksimal (PIP). Penderita osteoartritis di Amerika Serikat sebesar
15% dari total populasi, 50% dari jumlah tersebut adalah penderita berumur diatas
65 tahun dan 85% dari jumlah tersebut adalah penderita berumur diatas 75 tahun
(Hunter, 2009 hal 88), jadi usia dibawah 65 tahun hanya berkisar 15% saja.
Peningkatan angka harapan hidup dan populasi obesitas di Amerika akan
menyebabkan peningkatan jumlah pasien osteoartritis juga, diperkirakan pada
tahun 2020 akan terdapat 11,6 juta penderita osteoartritis (Hunter, 2009 hal 88).

1
2

Jadi permasalahan osteoartritris juga terjadi pada negara maju sama seperti pada
negara berkembang seperti Indonesia.
Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada prevalensi
di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW)
memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27
juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Estimasi insiden osteoartritis di
Australia lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua
kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi.
Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan
epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang
menderita osteoartritis lutut (Fransen, 2011 hal 50).
Berdasarkan pada hasil riset profil kesehatan di provinsi Jawa Barat tahun
2012 menyatakan bahwa penyakit muskuloskletal dan jaringan menempati urutan
pertama diatas penyakit system pencernaan dan penyakit–penyakit
kardiovaskular. Penyakit Muskuloskeletal paling sering di derita oleh penduduk
dengan rentang usia 45 – 75 tahun dengan 378.585 kasus dan 23,31% diantara nya
adalah kasus baru. Dan menempati urutan ke empat penyakit yang di derita semua
golongan umur di Jawa Barat dengan jumlah kasus mencapai 813.140 kasus di
provinsi Jawa Barat (Profil kesehatan provinsi Jawa Barat tahun 2012).
Dan berdasarkan pada hasil penelitian riset keperawatan dasar tahun 2013,
menyatakan bahwa di Indosensia jumlah penyakit rematik di Jawa Tengah
(25,5%), Jawa Timur (26,9%), dan Jawa Barat (32,1%). Prevelensi penyakit
rematik berdasarkan wawancara yang di diagnosis tenaga kesehatan meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, prevelensi tertinggi pada umur >75 tahun
(33% dan 54,8%) (Riskesdas, 2013). Prevelensi nyeri rematik di indonesia
mencapai 23,6% hingga 31,3%, angka ini menunjukan bahwa rasa nyeri akibat
rematik sudah cukup mengganggu aktifitas masyarat Indonesia. Rematik ada
beberapa macam, yang paling sering ditemukan dan akan akan dibahas disini
yaitu Artritis gout (rematik gout), Osteoartritis (oa), dan Reumatoid artritis (ra).
Gambaran klinis osteoartritis pada osteoatritis, berupa nyeri sendi, terutama
bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita
beristirahat kekakuan di pagi hari hanya berlangsung singkat (kurang dari
3

setengah jam), dan rasa sakit persendian dapat memburuk di sepanjang hari. Nyeri
pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme
otot periartikular. Adapun perilaku negatif lansia yang menjadi saat mengalami
nyeri osteoartritis digunakan untuk bekerja, lebih suka mengangkat beban
daripada mendorong, tidak memakai jaket saat malam atau udara dingin, tidak
melakukan diet sehingga mengalami kenaikan berat badan, mengkonsumsi lauk
jeroan yang mengandung zat eicosanoid. Dengan perilaku tersebut berdampak
memperberat kerja sendi sehingga akan memperparah nyeri osteoartritis.
Dampak dari keadaan ini hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan
masalah yang disebabkan oleh penyakit osteoanritis tidak hanya berupa
keterbatasan pada mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu
menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-
hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan kegagalan
organ dan mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah,
perubahan citra diri sena Resiko tinggi tersandi cidera. Penanganan nyeri dapat
dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi
farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor)
sering menimbulkan efek samping yaitu gangguan gastrointestinal misalnya
heartburn. Selain itu, penggunaan jangka panjangnya dapat mengakibatkan
perdarahan pada saluran cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal.
Penelitian tentang osteoartritis juga telah menemukan bahwa biaya terbesar yang
berhubungan dengan pengobatan osteoartritis berasal dari mengobati efek
samping obatnya. Dengan demikian, terapi non farmakologi kiranya patut menjadi
salah satu alternatif lain (Kisworo, 2010 hal 99).
Salah satu tehnik memberikan masase adalah tindakan masase punggung
dengan usapan yang perlahan (Slow-Stroke Back Massage). Usapan dengan
lotion/balsem memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada
pembuluh darah lokal. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan
peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan
mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka. Sensasi hangat
juga dapat meningkatkan rasa nyaman. Nilai terapeutik yang lain dari masase
punggung termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik
4

dan psikologis. Beberapa penelitian juga telah mengidentifikasi manfaat dari


slow-stroke massage ini. Salah satunya adalah penurunan secara bermakna pada
intensitas nyeri dan kecemasan serta perubahan positif pada denyut jantung dan
tekanan darah, yang mengindikasikan relaksasi pada pasien lansia dengan stroke.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemulis perlu melakukan penelitian
untuk mengetahui pengaruh dari tindakan tersebut dan mengambil judul “Aplikasi
Tindakan Stimulasi Kutaneus: Slow Stroke Back Massage Pada Lansia Dengan
Osteoatritis” .

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana Pengaruh Aplikasi Tindakan Stimulasi Kutaneus: Slow Stroke Back
Massage (SSBM) Terhadap Intensitas Nyeri Lansia Dengan Osteoartritis di
Wilayah Kerja Puskesmas ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan penerapan teknik Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back
Massage (SSBM) terhadap intensitias nyeri lansia dengan osteoartritis di
wilayah kerja puskesmas
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien lansia yang
mengalami Osteoartritis
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien lansia yang
mengalami Osteoartritis
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien lansia yang
mengalami Osteoartritis
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien lansia yang
mengalami Osteoartritis
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien lansia yang mengalami
Osteoartritis
5

f. Mampu Menganalisis aplikasi tindakan penerapan teknik Slow-Stroke


Back Masage terhadap intensitas nyeri pada lansia dengan
Osteoartritis
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini pengembangan ilmu keperawatan tentang penerapan
teknik Slow-Stroke Back Massage terhadap intensitas nyeri pada lansia
dengan osteoartritis.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi perawat
Agar perawat tahu manfaat penerapan teknik Slow-Stroke Back
Massage terhadap intensitas nyeri terhadap lansia dan tidak hanya
menggunakan farmakologis saja.
b. Manfaat bagi institusi pendidikan
Agar bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi institusi pendidikan
akan manfaat penerapan teknik Slow-Stroke Back Massage.
c. Manfaat bagi pasien
Untuk penurunan skala nyeri secara bertahap dan bisa memungkinkan
juga untuk memudahkan pasien atau keluarga dapat menerapkannya.
d. Manfaat bagi puskesmas
Untuk perencanaan yang baik dan bisa juga digunakan dalam
implementasi atau pendidikan kesehatan bagi masyarakat atau
keluarga tersebut.

Anda mungkin juga menyukai