Anda di halaman 1dari 9

PARADIGMA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Oleh: Zulkifli*

Abstract: There were three paradigm of relationship between religion and state. The first kind was
integrated paradigm. This dealed with the relationship between religion (including
political issue) and state. This paradigm was represented by ‘Syiah’ and ‘Sunni’. The
second kind was symbolic paradigm. This kind dealed with the mutual relationship
between religion and state in which religion could be developed because of the state
existency, and the state also could be developed because of the religion. This paradigm
supported by M. Mawardi Al-Ghazali. The last kind was secular paradigm. This
kind opposed integreted and symbolic paradigm. This paradigm was supported by Ali
Abdul Raziq.

Kata kunci: paradigma, agama, negara

PENDAHULUAN kontribusi pemikiran, seputar ke-


terkaitan Islam dan negara atau
P erbincangan sekitar keterkaitan
Islam sebagai entitas sakral dan
politik sebagai entitas profan telah
Islam dan politik.

menyita perhatian cendikiawan TIPOLOGI HUBUNGAN ISLAM


muslim dan tetap menarik untuk DAN NEGARA
didiskusikan sampai sekarang.
Negara dipahami sebagai lem-
(Syafiq Hasyim, 1996: 50) Hal ini
baga politik yang merupakan mani-
disebabkan oleh karena tidak adanya
festasi dari kebersamaan dan ke-
ketegasan di dalam Islam mengerti
berserikatan sekelompok manusia
hubungan agama dan negara, se-
untuk mewujudkan kebaikan dan
hingga melahirkan beraneka ragam
kesejahteraan bersama. Eksistensi ne-
penafsiran tentang keterlibatan Islam
gara, dalam hal ini meniscayakan ada-
di antara dua entitas yang berbeda
nya perpaduan, meminjam istilah
tersebut.
Hegel/antara “kebebasan subyektif”
Pada kesempatan kali ini, pe-
(subjective liberty), yaitu kesadaran
nulis juga ingin mendiskusikan,
dan kehendak individual untuk
bagaimana hubungan agama dan
mencapai tujuan tertentu/dan "ke-
negara dalam pemikiran politik
bebasan objektif" (objective liberty),
Islam. Karena persoalan ini termasuk
yaitu kehendak umum yang bersifat
dalam wilayah yang debatable, maka
mendasar. Sebagai faktor instrumental
memberikan peluang bagi para in-
dalam mewujudkan kesejahteraan
telektual muslim untuk memberikan
bersama, negara memerlukan pem-
* Lektor dalam Mata Kuliah Fikih Mawaris Jurusan Syariah STAIN Batusangakar
175
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 176

berlakuan hukum (law enforcement). dengan hal ini adalah imamah atau
Oleh karena itu, doktrin dasar ne- kepemimpinan) adalah lembaga ke-
gara, seperti diungkapkan Immanuel agamaan dan mempunyai fungsi
Kant, adalah negara berdasarkan keagamaan. Menurut pandangan
hukum dan bertujuan untuk men- Syi'ah, berhubung legitimasi ke-
ciptakan perdamaian abadi. agamaan berasal dari Tuhan dan
Dalam pemikiran politik Islam diturunkan lewat garis keturunan
terdapat, paling tidak, tiga para- Nabi Muhammad, legitimasi politik
digma tentang hubungan agama dan harus berdasarkan legitimasi ke-
negara. Nuansa di antara ketiga agamaan dan hal ini hanya dimiliki
paradigma ini terletak pada konsep- oleh keturunan Nabi.
tualisasi yang diberikan kepada Berbeda dengan paradigma pe-
kedua istilah tersebut. Kendati Islam mikiran politik Sunni, yang me-
dipahami sebagai agama yang me- nekankan ijma' (pemufakatan) dan
miliki totalitas --dalam pengertian bay'ah (pembalatan) kepada "kepala
meliputi keseluruhan aspek kehi- negara" (khalifah), paradigma Syi'ah
dupan manusia, termasuk pofitik-- menekankan walayah (kecintaan" dan
namun sumber-sumber Islam juga "pengabdian" kepada Tuhan) dan
mengajukan pasangan istilah seperti 'ismah (kesucian dari dosa), yang
dunya-akhirat (dunia-akhirat), din- hanya dimiliki oleh para keturunan
dawlah (agama negara), atau umur al- Nabi, sebagai yang berhak dan absah
dunya-umur al-din (urusan dunia- untuk menjadi "kepala negara"
urusan agama). Pasangan istilah-istilah (imam). (Hamid Enayat, 1982: 6)
tersebut menunjukkan adanya per- Sebagai lembaga politik yang
bedaan konseptual dan mengesan- didasarkan atas legitimasi keagama-
kan adanya dikotomi. (M. Din an dan mempunyai fungsi menye-
Syamsuddin, 1993: 1-3) lenggarakan "kedaulatan Tuhan" ne-
Paradigma pertama memecah- gara, dalam perspektif Syi'ah, ber-
kan masalah dikotomi tersebut de- sifat teokratis. Negara teokrasi
ngan mengajukan konsep bersatu- mengandung unsur pengertian bah-
nya agama dan negara. Agama wa kekuasaan mutlak berada di
(Islam) dan negara, dalam hal ini tangan Tuhan, dan konstitusi negara
tidak dapat dipisahkan (integrated). berdasarkan pada wahyu Tuhan
Wilayah agama juga meliputi politik (Syariah). Sifat teokratis negara
atau negara. Karenanya, menurut dalam pandangan Syi'ah dapat
paradigma ini, negara merupakan ditemukan dalam pemikiran banyak
lembaga politik dan keagamaan se- ulama politik Syi'ah. Khomeini,
kaligus. Pemerintahan negara dise- umpamanya, menyatakan bahwa
lenggarakan atas dasar "kedaulatan “dalam Negara Islam wewenang
Illahi" (divine sovereignty), karena me- menetapkan hukum berada pada
mang kedaulatan itu berasal dan Tuhan. Tiada seorang pun berhak
berada di “tangan" Tuhan. menetapkan hukum. Dan yang boleh
Paradigma seperti ini dianut berlaku hanyalah hukum dari
oleh kelompok Syi'ah. Paradigma Tuhan”. (Imam Khomeini, 1981: 55)
pemikiran Syi'ah memandang bah- Kendati demikian, pemikir
wa negara (istilah yang relevan politik Iran kontemporer menolak
177 Zulkifli, Paradigma Hubungan Agama dan Negara

penisbatan Republik Islam Iran de- Tuhan, dalam statusnya sebagai


ngan negara teokratis. Sistem kene- wakil Tuhan. Dalam perspektif
garaan Iran memang menyiratkan demikian, konsepsi Maududi ten-
watak "demokratis", seperti di- tang negara Islam bersifat teokratis,
tunjukkan oleh penerapan asas terutama menyangkut konstitusi ne-
distribusi kekuasaan berdasarkan gara yang harus berdasarkan
prinsip Trias Politica, dan pemakai- Syari'ah. Tapi al-Maududi sendiri
an istilah republik sebagai bentuk menolak istilah lebih memilih istilah
dari negara itu sendiri. (The "teo-demokratis", karena konsepsi-
Constitution of the Islamic Republic of nya mengandung unsur demokratis,
Iran) yaitu adanya peluang bagi rakyat
Paradigma "penyatuan" agama untuk memilih pemimpin negara.
dan negara juga menjadi anutan Paradigma kedua memandang
kelompok "fundamentalisme Islam" agama dan negara berhubungan
yang cenderung berorientasi nilai- secara simbiotik, yaitu berhubungan
nilai Islam yang dianggapnya men- timbal balik dan saling memerlukan.
dasar dan prinsipil. Paradigma funda- (Kuntowijoyo, 1997: 191-193) Dalam
mentalisme menekankan totalitas hal ini agama memerlukan negara,
Islam, yakni bahwa Islam meliputi karena dengan negara agama dapat
seluruh aspek kehidupan. Menurut berkembang. Sebaliknya negara me-
salah seorang tokoh kelompok ini, merlukan agama, karena dengan
al-Maududi (w. 1979), syari'ah tidak agama negara dapat berkembang
mengenal pemisahan antara agama dalam bimbingan etika dan moral.
dan politik atau antara agama dan Pandangan tentang simbiosis
negara. “Syari'ah adalah skema ke- agama dan negara ini dapat ditemu-
hidupan yang sempurna dan me- kan, umpamanya, dalam pemikiran
liputi seluruh tatanan kemasya- al-Mawardi (w. 1058), seorang
rakatan; tidak ada yang lebih dan teoritikus politik Islam terkemuka
tidak ada yang kurang”. (Abul A'la pada masa klasik. Pada baris per-
Maududi, 1967: 243) tama dari karyanya yang terkenal, al
Negara Islam yang berdasarkan Ahkam al-Sulthaniyah, al-Mawardi
syari'ah itu, dalam pandangan al- menegaskan bahwa kepemimpinan
Maududi, harus didasarkan pada negara (imamah) merupakan instru-
empat prinsip dasar, yaitu: bahwa ia men untuk meneruskan misi ke-
mengakui kedaulatan Tuhan, mene- nabian guna memelihara agama dan
rima otoritas Nabi Muhanunad mengatur dunia. (Abu al-Hasan al-
SAW, memiliki status "wakil Tuhan", Mawardi, t.th.: 5) Pemeliharaan
dan menerapkan musyawarah. agama dan pengaturan dunia me-
(Abul A'la Maududi, 1967: 165-168) rupakan dua jenis aktivitas yang
Berdasarkan prinsip-prinsip terse- berbeda, namun berhubungan secara
but, kedaulatan yang sesungguhnya simbiotik. Keduanya merupakan dua
berada pada Tuhan. Negara ber- dimensi dari misi kenabian.
fungsi sebagai kendaraan politik Untuk menjelaskan fungsi
untuk menerapkan hukum-hukum "mengatur dunia" bagi seorang
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 178

kepala pemerintahan, dalam separuh Dia juga telah mengirim raja-raja dan
kedua dari bukunya al-Mawardi memberi mereka "kekuatan Illahi"
menguraikan tugas-tugas adminis- (farr-i izadi). Keduanya memiliki
tratif dan seorang kepala peme- tujuan yang sama: kemaslahatan
rintahan (khalifah). Namun hal ini kehidupan manusia (masalahat-
tidak dapat disimpulkan bahwa al- izandaghani). (Al-Ghazali, 1317: 10)
Mawardi mengeliminasi watak Mungkin al-Ghazali tidak
keagamaan dari lembaga kenegaraan bermaksud menyamakan antara nabi
(kekhalifahan). Dalam pandangan- dan raja, mungkin dapat berarti
nya, negara tetap merupakan lem- antara agama dan negara, namun
baga politik dengan sanksi-sanksi paralelisme yang dilakukannya me-
keagamaan. nunjukkan status tinggi dan raja atau
Dalam konsepsi al-Mawardi negara dalam hubungannya dengan
tentang negara, syari’ah (baca: nabi atau agama. Paralelisme ini
agama) mempunyai posisi sentral dapat ditafsirkan sebagai simbiosis
sebagai sumber legitimasi terhadap yang bersifat setara. Kesimpulan ini
realitas politik. Dalam ungkapan lain, dikuatkan oleh al-Ghazali dalam
al-Mawardi mencoba mengkompro- Kimiya yi Sa'adat bahwa agama dan
mikan realitas politik dengan idea- negara adalah saudara kembar
litas politik seperti diisyaratkan oleh (tawaman) yang lahir dari satu ibu.
agama, dan menjadikan agama (Al-Ghazali, 1940: 59)
sebagai alat justifikasi kepantasan Konsep farr-i izadi yang men-
atau kepatutan politik. Dengan de- jadi dasar simbiosis agama dan
mikian, al-Mawardi sebenarnya me- negara dalam pemikiran al-Ghazali,
ngenalkan sebuah pendekatan prag- mempunyai akar sejarah pada pe-
matik dalam penyelesaian persoalan mikiran pra-Islam Iran. Konsep ini
politik kala dihadapkan dengan mengandung arti bahwa kualitas-
prinsip-prinsip agama. kualitas tertentu yang harus dimiliki
Seorang pemikir lain yang juga oleh seorang pemimpin atau kepala
dapat disebut membawa pandangan negara, seperti pengetahuan, keadil-
simbiosis agama dan negara adalah an, dan kearifan. Kualitas-kualitas
al-Ghazali (w. 1111). Kendati al-- demikian diyakini bersumber pada
Ghazali tidak secara khusus dikenal Tuhan dan bersifat "titisan" (pre-
sebagai pemikir politik, namun ordained). Dengan menegaskan farr-i
beberapa karyanya mengandung izadi dalam kepemimpinan negara,
pemikiran pemikiran politik yang al-Ghazali mungkin bermaksud me-
signifikan, seperti Nasihat al- Mulk, negaskan dimensi keagamaan. dalam
Kimiya-yi al-Sa'adat, dan al-Iqtisad fi lembaga negara. Jika demikian ada-
al-I'tiqad. nya, maka al-Ghazali, seperti halnya
Dalam nasihat al-Mulk, al-Ghazali al-Mawardi, juga mengenalkan sua-
antara lain, mengisyaratkan hubung- tu pendekatan realistik dalam me-
an paralel antara agama dan negara, lakukan rekonsiliasi antara idealitas
seperti dicontohkan dalam paralelis- agama dan realitas penyelenggaraan
me nabi dan raja. Menurut al-Ghazali, negara.
jika Tuhan telah mengirim nabi-nabi Paradigma ketiga bersifat seku-
dan memberi mereka wahyu, maka laristik. Paradigma ini menolak baik
179 Zulkifli, Paradigma Hubungan Agama dan Negara

hubungan integralistik maupun hu- organisasikan negara sesuai de-


bungan simbiotik antara agama dan ngan kondisi-kondisi intelektual,
negara. (Muhammad A. al-Buraey, sosial dan ekonomi yang kita
1986: 137-140) Sebagai gantinya para- miliki, dan dengan mempertim-
digma sekularistik mengajukan pe- bangkan perkembangan sosial
misahan antara agama dan negara. dan tuntutan zaman. (Muhammad
Dalam konteks Islam, paradigma 'Imarah, 1972: 92)
sekularistik menolak pendasaran ne- Argumen utama 'Ali 'Abd. al-
gara kepada Islam, atau paling tidak Raziq adalah bahwa kekhalifahan
menolak determinasi Islam akan tidak mempunyai dasar baik dalam
bentuk tertentu dari negara.
al-Qur'an maupun al-Hadist. Kedua
Salah seorang pemrakarsa pa- sumber Islam ini tidak menyebut
radigma ini adalah'Ali 'Abd.. al- istilah khilafah dalam pengertian
Raziq, seorang cendekiawan muslim kekhilafahan yang pernah ada dalam
dan Mesir. Pada tahun 1925, 'Ali sejarah, Lebih dari pada itu, tidak
'Abd. al-Raziq menerbitkan sebuah ada petunjuk yang jelas dalam al-
risalah yang berjudul al-Islam wa Qur'an dan al-Hadist yang menen-
Lisul al-Hukm, yang menimbulkan tukan suatu bentuk sistem politik
kantroversi dan menyebabkan ia (baca: sistem negara) untuk didirikan
dipecat dari jabatannya sebagai oleh umat Islam. 'Ali 'Abd. al-Raziq
hakim agama oleh semacam Majelis menolak keras pendapat bahwa Nabi
Ulama Mesir.
Muhammad SAW pernah mendiri-
Isu sentral dalam risalah 'Ali kan suatu negara Islam di Madinah.
'Abd. al-Raziq, seperti dikutip oleh Menurutnya, Nabi Muhammad
Muhammad Diya al-Din al-Ra'is, SAW adalah semata mata utusan
adalah bahwa Islam tidak mem- Tuhan, bukan seorang kepala negara
punyai kaitan apapun dengan sistem atau pemimpin politik. ('Ali 'Abd. al-
pemerintahan kekhalifahan; ke- Raziq, 1966: 42)
khalifahan, termasuk kekhalifahan al- Dalam kaitan di atas, 'Ali 'Abd.
khulafa al-rasyidin, bukanlah sebuah al-Raziq bermaksud membedakan
sistem politik keagamaan atau ke- antara agama dan politik, tepatnya
islaman, tapi sebuah sistem yang antara misi kenabian dan aktivitas
duniawi. (Muhammad Diya al-Din
politik. Dia memberikan alasan cu-
al-Rais,, 1973: 54) 'Ali 'Abd. al-Raziq kup panjang dari perspektif teologis
sendiri menjelaskan pokok pan- dan historis untuk membuktikan
dangannya bahwa: bahwa tindakan-tindakan politik
Islam tidak menetapkan suatu Nabi Muhammad SAW, seperti
rezim pemerintahan tertentu, ti- melakukan perang, mengumpulkan
dak pula mendesakkan kepada jizyah, dan bahkan jihad, tidak ber-
kaum Muslimin suatu sistem pe- hubungan dan tidak merefleksikan
merintahan tertentu lewat mana fungsinya sebagai utusan Tuhan.
mereka harus diperintah; tapi Bagi 'Ali 'Abd. al-Raziq, Islam adalah
Islam telah memberikan kita ke- suatu entitas keagamaan (wahdah
bebasan mutlak untuk meng- diniyyah) yang bertujuan untuk
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 180

mewujudkan komunitas keagamaan Islam tidak menganjurkan pem-


yang tunggal (jama'ah wahidah), ber- bentukan suatu negara. Sebaliknya,
dasarkan kesamaan keyakinan. Islam, menurut pandanganmya, me-
Dalam hal ini, 'Ali 'Abd al-Raziq mandang penting kekuasaan politik.
mengatakan: Tapi hal ini tidak berarti bahwa
Adalah masuk akal bagi seluruh pembentukan negara atau peme-
dunia untuk mempunyai satu rintahan itu merupakan salah satn
agama, dan seluruh kemanusiaan ajaran dasar Islam. ('Ali 'Abd. al-
diorganisasikan dalam satu ke- Raziq, 1966: 81-83)
satuan keagamaan, tapi bahwa Dalam ungkapan lain, ke-
seluruh durua dipimpin oleh satu kuasaan politik diperlukan oleh
pemerintahan adalah melampaui umat Islam/tapi bukan karena
watak kemanusiaan dan ber- tuntutan agama/melainkan tuntutan
tentangan dengan kehendak situasi sosial dan politik itu sendiri.
Tuhan. Hal semacam ini meru-
pakan tujuan duniawi yang
PENUTUP
Tuhan telah menyerahkannya
kepada akal kita. Dia telah Dalam proses pencarian konsep
memberikan manusia kebebasan tentang negara/para pemikir politik
untuk mengatur urusan-urusan Islam berhadapan dengan dua tan-
(duniawi)-nya sesuai dengan arah tangan yang saling tarik mena-
kecenderungan akal pikiran dan rik/yaitu tantangan realitas politik
pengetahuannya. Ketentuan Tu- yang harus dijawab dan tantangan
han adalah bahwa umat manusia idealitas agama, yang harus dipa-
harus tetap dalam kebhinekaan. hami untuk menemukan jawaban.
('Ali 'Abd. al-Raziq, 1966: 153) Oleh karena itu, perbedaan konsepsi
lebih berada dalam tataran metodo-
Pernyataan di atas sengaja
logis, yang pada giliran berikutnya
dikutip panjang sebab mengandung
menentukan perbedaan substansi
paling tidak dua arti penting.
pemikiran.
Pertama, bahwa istilah jama'ah, yang
Secara umum dapat dibagi be-
mempunyai arti sebuah komunitas
berapa polarisasi kecenderungan di
keagamaan, tidak mengandung arti
kalangan para pemikir politik Islam
komunitas politik. Kedua, kendati
dalam memandang konsep tentang
komunitas keagamaan itu non-politik,
negara.
tapi ia jelas membutuhkan instrumen
Pertama antara skripturalistik dan
politik untuk mencapai tujuannya.
rasionalistik. Polarisasi ini berhubung-
Dapat disimpulkan dari pandangan
an dengan pendekatan terhadap
'Ali 'Abd al-Raziq, bahwa masya-
sumber Islam, al-Qur'an dan al-
rakat Islam bukanlah masyarakat
Hadis, terutama menyangkut me-
politik. Tapi selalu ada peluang bagi
tode penafsiran. Kecenderungan
masyarakat ini untuk mewujudkan
skripturalistik menampilkan pema-
bentuk pemerintahan Islam yang
haman yang bersifat tekstual dan
sesuai dengan konteks budaya.
literal, yaitu penafsiran yang meng-
'Ali 'Abd. al-Razaq sebenarnya
andalkan pengertian bahasa. Sedang-
tidak bermaksud mengatakan bahwa
kan kecenderungan rasionalistik
181 Zulkifli, Paradigma Hubungan Agama dan Negara

menampilkan penafsiran yang Kedua, antara idealistik dan


rasional dan kontekstual. Kedua realistik. Pendekatan pertama cen-
pendekatan ini melahirkan paham derung melakukan idealisasi ter-
yang berbeda tentang konsepsi al- hadap sistem pemerintahan dengan
Qur'an mengenai negara. Konsepsi menawarkan nilai-nilai Islam yang
negara seperti hakimiyyah (peme- ideal, sedangkan yang kedua lebih
rintahan Illahi) yang dikemukakan melihat kenyataan-kenyataan obyek-
Sayyid Qutb, umpamanya, merupa- tif. Termasuk dalam kecenderungan
kan produk dari pemahaman yang ini adalah konsepsi negara yang
sangat harfiah terhadap al-Qur'an bersifat filosofis seperti dikemukakan
(QS. al-Maidah: 44,45,47). Konsepsi filsuf-filsuf seperti al-Farabi dan al-
menuntut adanya suatu peme- Ikhwan al-Safa. Para filsuf ini
rintahan Illahi, yang dalam format mengajukan suatu bentuk negara
kelembagaan negara akan berbentuk ideal yang disebut dengan al-
negara teokratis. Lewat penafsiran Madinah al-fadilah (negara utama).
yang bersifat rasional dan konteks- Namun konsepsi yang bersifat filo-
tual, ayat-ayat yang sama tidak sofis ini tidak pernah menjadi
sampai membawa kesimpulan se- kenyataan dalam sejarah.
perti itu, karena dipahami bahwa Jika kaum idealis cenderung
ayat-ayat tersebut tidak berhubung- menolak format kenegaraan yang
an dengan sistem pemerintahan. ada, kaum realis cenderung untuk
Begitu pula, ayat al-Qur'an menerimanya. Para pemikir Sunni,
tentang khilafah (QS 2:30), dalam seperti al-Mawardi dan al-Ghazali,
perspektif pendekatan skriptura- sebagaimana dikemukakan di atas,
listik/merupakan landasan teologis dapat dikategorikan ke dalam ke-
bagi sistem kekhalifahan sebagai lompok ini, karena orientasi mereka
sistem pemerintahan Islam yang yang bersifat realistik terhadap
ideal. Pemahaman demikian dianut kenyataan politik. Ada dua kemung-
oleh para pemikir yang melegitimasi kinan implikasi politik dari pemikir
kekhalifahan historis, dan bahkan politik realistik, yaitu melegitimasi
menganggap sang khalifah sebagai kekuasaan atau mengoreksinya tapi
"bayangan Tuhan di muka bumi" lewat pemberian isyarat pesan moral.
(ziunllah fil al-ard), seperti yang Yang pertama dilakukan al-Mawardi
terjadi pada masa Dinasti Umawiyah dan yang kedua dilakukan al-
maupun Dinasti Abbasiyah. Dalam Ghazali.
perspektif pendekatan rasionalistik, Ketiga, antara formalistik dan
ayat tersebut dipahami berhubungan substantivistik. Sesuai dengan arti
dengan misi kehadiran setiap manu- kata kedua istilah ini, pendekatan
sia di muka bumi, yaitu sebagai formalistik cenderung mementing-
wakil Tuhan, karenanya berlaku kan bentuk dari pada isi. Pendekatan
menyeluruh (tidak untuk individu ini akan menampilkan konsep ten-
tertentu), dan tidak ada sangkut paut tang negara dengan simbolisme
dengan konsep politik. keagamaan, seperti tampak pada
JURIS Volume 13, Nomor 2 (Desember 2014) 182

model negara Islam atau partai Pada masa klasik, kala kekuasaan
Islam. berada dalam dominasi penguasa
Pendekatan substantivistik, se- muslim dan rakyat terdiri dari kaum
baliknya, cenderung menekankan isi muslim, unifikasi agama dan negara
dari pada bentuk atau format negara hanya berada pada tingkat formal,
itu, tapi memusatkan perhatian ke- tapi proses politik kenegaraan tidak
pada bagaimana mengisinya dengan sepenuhnya memantulkan etika dan
etika dan moralitas agama. moralitas Islam. Begitu pula, bebe-
Kedua pendekatan ini juga rapa eksperimentasi negara Islam di
menampilkan perbedaan mendasar masa modern, di mana kekuasaan
pada aktualisasi keyakinan keagama- negara juga berada dibawah domi-
an (religious belief) ke dalam aksi politik nasi penguasa muslim dan rakyat
(political action). Kelompok formalis- terdiri dari mayoritas pemeluk
me keagamaan akan cenderung Islam, masih dihadapkan pada per-
mengadakan politisasi agama, se- tanyaan tentang kualitas inple-
dangkan kelompok substantivisme mentasi nilai-nilai Islam. Penerapan
cenderung melakukan substansiasi nilai-nilai Islam, dalam hal ini,
agama ke dalam proses politik. terkesan formalistik dan juristik da-
Terlepas dari adanya berbagai lam bentuk pemberlakuan hukum-
paradigma hubungan agama dan positif berdasarkan norma-norma
negara, dan berbagai kecenderungan Islam.
dalam menemukan jawaban Islam Beberapa prinsip Islam tentang
bagi konsep tentang negara, uni- pemerintahan dan kenegaraan, se-
fikasi agama dan negara dalam perti prinsip demokrasi, persamaan
kenyataan sejarah agama Islam ma- hak politik, kebebasan politik, belum
sih memerlukan pembuktian hakiki. menjelma dalam kenyataan.

DAFTAR PUSTAKA
Tradisi, Kemodernan dan
Al-Buraey, Muhammad A. Islam
Metamodernisme, Yogyakarta:
Landasan Alternatif Adminstrasi
LKiS, 1996
Pembangunan, Jakarta: Rajawali
Press, 1986 Imam Khomeini, Islam and
Revolution, Writing and
Enayat, Hamid, Modern Islamic
Declaration of Imam Khomeini.
Political Thought, Austin: 1982
Terjemahan dan anotasi Hamid
Al-Ghazali, Kimiya yi Sa'adat, Vol. l, Algar, Berkeley: 1981
Teheran: 1940
Imarah, Muhammad, al-Islam wa
______, Nasihat al-Mulk, Teheran: Ushul al-Hukm ii 'Ali 'Abd al-
1317 H Raziq, Beirut: 1972
Hasyim, Syafiq, Islam dan Politik: Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat
Sebuah Studi Keterkaitan, Telaah Islam, Bandung: Mizan, 1997
Awai Mengenai Pemikiran
Al Maududi, Abul A'la, "Political
Mohammad Arkoun, dalam John
Theory of Islam" dalam Khursid
Hendrik Meuleman (ed),
183 Zulkifli, Paradigma Hubungan Agama dan Negara

Ahmad (Editor), Islamic Law Syamsuddin, M. Din, Usaha


and Constitution, Lahore: 1967 Pencarian Konsep Negara dalam
Sejarah Pemikiran Politik Islam,
Al Mawardi, Abu al-Hasan, al Ahkam
dalam Jurnal Ulumul Qur'an
al-Sultaniyyah, Beirut, t.t.
No. 2 Vol. IV, 1993
Al Rais, Muhammad Diya al-Din, at-
The Constitution of the Islamic Republic
Salam wa al-Khalifdhfi al Asr al-
of Iran, diterbitkan oleh Islamic
Hadits: Naqd Kitab al-lslam wa
Propagation Organization
Usul al-Hukm, Jeddah: 1973
Al Raziq, 'Ali 'Abd., al-Ahlam wa
Usul al-Hukm, Beirut: 1966

Anda mungkin juga menyukai