1 Defenisi
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan
saraf autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-
spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi merupakan
satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta
gagasan bunuh diri. Keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam
berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik (Ashadi, 2008).
2.2. Etiologi
Ada beberapa penyebab ansietas, yang pertama adalah faktor biologis, termasuk
faktor genetik, dan yang kedua adalah faktor psiko-sosial. Faktor biologis
misalnya karena sakit, pengaruh hormonal atau depresi pasca-melahirkan.
Sedangkan faktor psiko-sosial misalnya konflik pribadi atau interpersonal,
masalah eksistensi atau masalah keluarga. Ansietas berupa gangguan perasaan
cemas berlebih sering dianggap sebagai masalah pribadi dan bukan sebagai
penyakit.
a) Faktor Pikiran
Orang yang selalu berfikir apa yang buruk nanti, padahal itu belum tentu dan
bahkan biasanya tidak akan terjadi namun mereka mengurung diri mereka di
bawah pengaruh ansietas atau kecemasan. ‘Dari pendekatan sosial, ansietas dapat
disebabkan karena frustasi, konflik, tekanan, krisis, ketakutan yang terus menerus
yang disebabkan oleh kesusahan dan kegagalan yang bertubi-tubi, adanya
kecenderungan-kecenderungan harga diri yang terhalang, represi terhadap
macam-macam masalah emosional, akan tetapi tidak bisa berlangsung secara
sempurna(incomplete repress), atau dorongan-dorongan seksual yang tidak
mendapat kepuasan dan terhambat, sehingga mengakibatkan banyak konflik
batin’ (Fatimah, 2009).
b) Faktor TFR
Tidak semua ansietas yang mungkin dialami muncul dari pikiran yang buruk
mengenai kemungkinan kelemahan-kelemahan pribadi atau kegagalan-kegagalan
yang terungkap secara luas. Namun bisa saja terjadi TFR atau Toleransi Frustasi
yang Rendah. Ide dasar dari TFR adalah sebagai berikut: ‘Hidup harus gampang
dan berjalan sesuai dengan yang saya inginkan tanpa terlalu banyak kesulitan atau
kekesalan; dan jika itu tidak terjadi, adalah mengerikan dan saya tidak tahan’. Jika
memegang gagasan ini, maka kita berada dalam ‘jebakan nyaman’. Variasi yang
tipikal dari gagasan ini adalah, “Saya harus merasa baik”, “Saya tidak boleh
cemas”, Saya harus selalu sabar, tenang, dan terkendali”. Jika kita menganut
pikiran ini, sudah terbukti bahwa kita akan mulai merasa tidak enak segera setelah
memikirkan hal tersebut, dan hampir dapat dipastikan bahwa serangan ansietas
akan terjadi, bahkan kita mencemaskan tentang keadaan cemas itu (Fatimah,
2009).
c) Faktor Lingkungan
d) Faktor Biologis
Faktor biologis ansietas merupakan akibat dari reaksi syaraf otonom yang
berlebihan (tonus syaraf simpatis meningkat) dan terjadi pelepasan
katekholamine., sebagai contoh PMS atau Pre Menstrual Syndrome, disamping
dapat terjadi gangguan fisik ternyata PMS juga dapat memunculkan ansietas,
berupa gangguan mental seperti mudah tersinggung dan sensitif (Fatimah, 2009).
e) Faktor Psikologis
f) Faktor Penyakit
Ansietas juga timbul sebagai efek sekunder dari suatu penyakit, misalnya pasien
yang menderita penyakit kanker ternyata juga sering menderita gangguan psikis
seperti depresi, ansietas dan gangguan lainnya, ketakutan pasien akan penyakit
yang dideritanya atau pun kesakitan fisik yang dialaminya dari suatu penyakit
itulah yang menjadi penyebab timbulnya ansietas (Fatimah, 2009).
h) Faktor Keturunan
Ansietas juga dapat disebabkan karena adanya pengaruh faktor genetik dari
keluarga. Penelitian telah melaporkan bahwa duapertiga sampai tigaperempat
pasien yang terkena ansietas memiliki sekurang-kurangnya satu sanak saudara
derajat pertama dengan ansietas spesifik tipe spesifik yang sama (Brust, 2007).
Meskipun demikian masih banyak penyebab ansietas yang harus selalu dicari,
untuk itu diperlukan analisis yang lengkap seperti asal timbulnya gejala dan
matriks interpersonal dan social bermulanya gejala. Sama halnya dengan
mekanisme depresi yang kompleks, penyebab gangguan ini hingga kini juga
masih belum dapat ditentukan. Sejauh ini penyebabnya diduga berasal dari faktor
biologi (keturunan), penyakit (gangguan) neurologi, efek samping pengobatan
jangka panjang (pada reserpine atau beta blocker), penyalahgunaan obat seperti
amphetamine serta adanya penyakit kronis dan stress psikososial (Fatimah, 2009).
Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor yang dikemukakan para ahli,
yaitu:
a) Faktor predisposisi
1. Teori psikoanalitik
Menurut Sigmund Freud struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu id,
ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif.
Superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator
antara tuntutan dari id dan superego. Menurut teori psikoanalitik, ansietas
merupakan konflik emosional yang terjadi antara id dan superego, yang berfungsi
memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi (Wahid, 2008).
2. Teori interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga
dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan
yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai
harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat
(Wahid, 2008).
3. Teori prilaku
4. Kajian keluarga
5. Kajian biologis
b) Faktor presipitasi
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ;
(1) tidak tercapainya harapan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan status, (3)
rasa bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku, (4) tidak
mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain (Wahid, 2008).
c) Pengkajian pada ansietas juga dilakukan pada tiga aspek yaitu :
1. Aspek Fisiologis
1. Aspek kognitif
Gangguan pada aspek emosi atau prilaku antara lain : mudah tersinggung, marah,
menarik diri, merasa tidak berdaya, dan mudah menangis. Pengkajian pada reaksi
afektif didapatkan dari keluhan klien. Klien mungkin menceritakan bahwa dirinya
merasa gugup yang luar biasa, tegang, ketakutan, dan bingung (Wahid, 2008).
Gejala-gejala Ansietas
Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stres tergantung pada
kondisi masing-masing individu, beberapa simtom yang muncul tidaklah sama.
Kadang beberapa diantara simtom tersebut tidak berpengaruh berat pada beberapa
individu, lainnya sangat mengganggu. Gejala muncul biasanya disebabkan
interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik dengan beberapa
situasi, stres atau trauma yang merupakan stressor munculnya gejala ini. Di sistem
saraf pusat beberapa mediator utama dari gejala ini adalah. norepinephrine dan
serotonin. Sebenarnya ansietas diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang
melibatkan sistem limbic, thalamus, korteks frontal secara anatomis dan
norepinefrin, serotonin dan GABA pada sistem neurokimia, yang mana hingga
saat ini belum diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian tersebut
menimbulkan ansietas (Ashadi, 2008).
Ansietas dan gangguannya dapat menampilkan diri dalam berbagai tanda dan
gejala fisik dan psikologik seperti gemetar, renjatan, rasa goyah, nyeri punggung
dan kepala, ketegangan otot, napas pendek, mudah lelah, sering kaget,
hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah dan pucat, takikardi, palpitasi,
berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing. Rasa takut,
sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di tenggorok, rasa mual
di perut dan sebagainya (Ashadi, 2008).
KLASIFIKASI ANSIETAS
Beberapa teori membagi ansietas kedalam empat tingkat sesuai dengan rentang
respon ansietas yaitu :
1. Ansietas ringan
Respon Fisiologis
– Sesekali nafas pendek
– Nada dan tekanan darah naik
– Gejala ringan pada lambung
– Muka berkerut dan bibir bergetar
Respon Kognitif
– Mampu menerima rangsang yang kompleks
– Konsentrasi pada masalah
– Menyelesaikan masalah secara efektif
Respon Perilaku dan Emosi
– Tidak dapat duduk tenang
– Tremor halus pada tangan
– Suara kadang – kadang meninggi (Anonim2, 2009).
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih
memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Respon fisiologik
– Sering nafas pendek
– Nadi dan tekanan darah naik
– Mulut kering
– Anorexia
– Diare / konstipasi
– Gelisah
Respon kognitif
– Lapang persepsi menyempit
– Rangsang luar tidak mampu diterima
– Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
3. Ansietas berat
4. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan (Wahid, 2008).
Respon fisiologik
– Palpitasi
– Jantung berdenyut keras
– Berkeringat
– Gemetar/menggigil
– Sensasi sesak nafas
– Merasa tersedak
- Nyeri dada
- Mual,pusing, pening
Respon kognitif
– Merasa tidak nyata (derealisas)
– Merasa terasing pada diri sendiri (depersonalisasi)
– Takut kehilangan kendali (menjadi gila dan mati)
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada
tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial
dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut :
4) Tidak merokok