Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PRAKTIKUM

PRACTICE COMPOUNDING AND DISPENSING


“ KIE– KONSTIPASI ANAK”

KELAS PRAKTIKUM :
A1

Claudia Cindy Narang 1920384224

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

TINJAUAN KONSTIPASI
A. Definisi Konstipasi
Konstipasi memiliki arti berbeda bagi tiap pasien, pasien dapat menggambarkan
konstipasi sebagai berkurangnya frekuensi defekasi, volume feses sedikit, kesulitan dalam
mengeluarkan feses, tegang pada saat buang air besar, buang air besar tidak dapat keluar
sepenuhnya, atau kurangnya dorongan untuk feses. Pada umumnya konstipasi berarti penurunan
frekuensi defekasi. Hal ini disebabkan oleh abnormalitas/melambatnya pergerakan feses
melewati kolon sehingga terjadi akumulasi pada ujung (descending) kolon (Curry et al.,1990;
Edwards et al., 2000; Herfindal et al., 2000; Dipiro et al., 2005).
Orang normal biasanya buang air besar sedikitnya 3 x dalam seminggu. Beberapa definisi
mengenai konstipasi yang biasanya digunakan dalam studi klinis diantaranya meliputi :
a. Kurang dari 3x buang air besar dalam seminggu bagi perempuan dan kurang dari 5x
dalam seminggu bagi laki-laki.
b. Kurang dari 2x buang air besar dalam seminggu
c. Kesulitan dalam defekasi dan kurang dari 1x buang air besar dalam sehari dengan usaha
minimal.
(Dipiro et al., 2005)
Berbagai definisi yang ada ini menyebabkan kesulitan dalam mengklasifikasikan
konstipasi, oleh karena itu suatu komisi internasional mendefinisikan dan mengklasifikasikan
konstipasi berdasar frekuensi buang air besar, konsistensi dan kesulitan defekasi (Dipiro et al.,
2005).
Kriteria konstipasi adalah sebagai berikut (WGO, 2007) :
1. Kurang dari 3 x buang air besar dalam seminggu
2. Feses yang keras lebih dari 25% bowel movements
3. BAB tidak bisa keluar sepenuhnya
4. Mengejan berlebihan lebih dari 25% bowel movements
5. Sensasi adanya hambatan pada anus
B. Etiologi Konstipasi
Konstipasi/sembelit dapat disebabkan oleh:
1. Faktor gaya hidup meliputi:
a) Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan
buang air besar yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal jika dihambat atau
diabaikan, maka refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika
kebiasaan diabaikan, maka keinginan untuk defekasi menjadi hilang. Hal ini misalnya terjadi
pada anak-anak (masa bermain) sedangkan pada orang dewasa mengabaikannya karena
tekanan waktu dan pekerjaan. Pasien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air
besar karena malu menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak
nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik
untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan buang air besar yang teratur.
b) Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makanan
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna.
c) Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang sering duduk pada waktu yang lama dapat menyebabkan konstipasi
karena secara umum otot melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang
digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan
dengan kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting
untuk merangsang refleks pada proses defekasi.
2. Gangguan sistemik.
Meliputi endokrin dan metabolisme seperti hipotiroid, hiperkalemia dan porphyria. Selain itu
juga termasuk didalamnya gangguan neurologic seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, luka pada saraf, neuropati autonom, dan kegagalan autonom.
3. Penyakit yang dapat menyebabkan sembelit dapat terjadi di saluran pencernaan atau
anorectum.
4. Obat-obatan
Ada beberapa obat yang dapat menyebabakan konstipasi antara lain antasida antikolinergik,
bismuth, calcium channel blocker, α-adrenegik, klozapin, diuretic ganglion blockin agents,
Fe, laksatif (bila berlebihan), monoamine oxidase inhibitor, opiate, phenothiazine, resin,
sukralfat, antidepresan trisiklik, dan vinkristin.
5. Faktor psikologi (peningkatan stres psikologi) dapat menyebabkan perubahan dalam
peristaltik usus dan spasme usus melalui kerja epinefrin dan sistem saraf simpatis, sehingga
dapat menyebabkan sembelit. (Herfindal et al., 2000; www.NursingBegin.com., 2009)

C. Patofisologi Konstipasi
Konstipasi bukan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit atau
masalah. Penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi diantaranya adalah penyakit GI tract
(irritable bowel syndrome), penyakit metabolic (diabetes), gangguan endokrin (hypothyroidism).
Konstipasi umumnya disebabkan karena makanan yang kurang serat atau penggunaan obat yang
memiliki efek samping konstipasi misalnya opiate. Selain itu dapat juga dipengaruhi faktor
psikogenik lain. Konstipasi sering dilaporkan terjadi pada usia tua, kemungkinan dikarenakan
diet yang kurang tepat (rendah serat dan cairan), menurunnya kekuatan otot dinding perut, serta
penurunan aktivitas fisik (Dipiro et al., 2005).
Pemahaman tentang fisiologis normal aliran cairan dan elektrolit dan proses dari buang
air besar merupakan dasar untuk membahas pengembangan sembelit dan diare. Tiga aspek utama
adalah fungsi penyerapan usus kolon, motilitas colonc dan refleks buang air besar (Herfindal et
al., 2000). Volume harian cairan melintasi duodenum adalah 9 liter untuk orang-orang
mengkonsumsi makanan tiga kali sehari. Sekitar 8 liter cairan per hari diserap oleh usus kecil.
Namun, usus besar menyerap 0,9-1,4 liter per hari, 90% dari cairan awal. Kemampuan absorpsi
dari usus besar melebihi dari usus kecil, yang menyerap hanya 75% dari cairan awal. Fecal
output harian kurang lebih 200 ml, yang mengandung ± 5 mEq natrium dan kalium 8 mEq
(Herfindal et al., 2000).
Motilitas usus melibatkan tiga pola kontraksi otot yang dikendalikan oleh sistem saraf
otonom, yaitu kontraksi segmental nonpropulsive, yang mengandung lumen; segmen kontraksi
pendek pendorong, yang bergerak maju dan mundur untuk absorpsi; dan segmen kontraksi
panjang pendorong, yang bergerak maju dengan jarak jauh. Dorongan untuk buang air besar
terjadi ketika pengisisan lambung dan peningkatkan aktivitas fisik yang memicu refleks
gastroenteric untuk menghasilkan gerak peristaltik besar. Feses bergerak dari kolon sigmoid pada
rektum, menghasilkan dorongan untuk BAB. Ini paling sering terjadi setelah sarapan (Herfindal
et al., 2000).
Buang air besar adalah memulai oleh distensi dari dubur oleh feses. Biasanya, rectum
dapat membedakan cairan yang menghasilkan kembung, kentut, dan feses melalui refleks buang
air besar. Evakuasi terjadi setelah sfingter anal internal dan eksternal dalam keadaan relax
bersama dengan kontraksi segmen rectosigmoid dan meningkatnya tekanan intraabdominal.
Relaksasi dari sphincter anal eksternal memungkinkan terjadinya perpindahan dari usus besar.
Kontraksi sphincter menghambat defekasi (Herfindal et al., 2000).

D. Gejala Konstipasi
Jika terjadi konstipasi, maka gejala yang muncul secara umum antara lain feses yang
keras (sedikit atau kering) anoreksia, sakit kepala, mual, muntah, nyeri punggung bagian bawah
(low back pain), lassitude, perasaan tidak nyaman pada perut/perut kembung (abdominal
distention) dan tekanan pada perut bagian bawah (lower abdominal distress) (Curry et al.,1990;
Dipiro et al., 2005).

E. Tes Laboratorium
Pemeriksaan protoscopy, sigmoidoscopy, colonoscopy, barium enema mungkin
diperlukan untuk mengetahui adanya patologi kolon-rectal. Studi fungsi tiroid mungkin
diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit metabolik atau endokrin. Pada penyalahgunaan
pemakaian laksatif, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (paling umum adalah hipokalemia),
akan ditemukan hipoalbuminemia (Dipiro et al., 2005).

F. Faktor Resiko (WGO, 2007) :


1. Bayi dan anak-anak
2. Usia diatas 55 tahun
3. Pasien post operasi perut/anus
4. Kehamilan yang terlambat
5. Kurang gerak
6. Kurang serat
7. Obat-obatan utamanya pada manula
8. Penyalahgunaan laksatif
9. Penyakit penyerta
10. Pasien terminal disease
11. Perjalanan
12. Riwayat konstipasi kronik

G. Terapi Farmakologi
1. Bulk Forming-Laxative
Bulk-forming laxative merupakan rekomendasi pertama dalam mengatasi konstipasi
fungsional (Nathan, 2002). Bulk forming-agents seperti polisakarida dan derivat selulosa tidak
terabsorpsi. Bahan-bahan ini mengembang dengan adanya air, membentuk gel emolien yang
akan memperbesar padatan yang ada di usus. Dengan meningkatnya massa feses maka akan
menstimulasi gerak peristaltik sehingga akan mempersingkat waktu transit di usus. Mikroflora
akan memetabolisme polisakarida menjadi metabolit yang aktif secara osmotik. Metabolit
tersebut dapat mengubah motilitas usus dan transport elektrolit (Hogue, 2000). Dilihat dari
mekanisme aksinya, bulk forming-agents merupakan bahan inert yang memiliki mekanisme aksi
yang menyerupai makanan berserat alami. Bulk forming-agents direkomendasikan untuk pasien
pediatri dan geriatri, serta aman untuk digunakan pada kehamilan (Edwards & Stillman, 2009).
Konstituen yang biasanya terkandung di dalam preparat bulk-forming laxative adalah
wheat bran, isphagula husk, sterculia, metilselulosa. Bran sebagian besar tersusun atas serat
yang tidak larut dan bekerja dengan cara meningkatkan volume feses dan merangsang terjadinya
defekasi. Bulk-forming laxative lainnya mengandung mucilloid yang akan mengikat air dan
mengembang menjadi gel pada lumen kolon, sehingga akan meningkatkan massa feses dan akan
memperlunak feses. Mekanisme tersebut ditemukan pada Isphagula husk (didapatkan dari
selaput biji tanaman Plantago) dan sterculia (atau dikenal sebagai tragakan Indian atau gum
karaya, gum yang diperoleh dari semak-semak tropis Sterculia urens). Metilselulosa adalah
koloid hidrofilik semisintesis dengan mekanisme aksi yang sama dengan isphagula husk dan
sterculia (Nathan, 2002).
Mekanisme aksi bulk-laxative (Lüllmann et al, 2000)

Bulk-forming laxative tidak terabsorpsi oleh karena itu tidak memiliki efek sistemik, tidak
berinteraksi dengan obat-obatan yang lain serta tidak mempengaruhi absorpsi obat-obatan yang
lain (Nathan, 2002). Bulk forming-agents umumnya menghasilkan efek laksatif setelah 12-24
jam, tetapi efek maksimalnya akan dihasilkan setelah 2-3 hari penggunaan. Secara umum bahan-
bahan dalam golongan terapi ini dapat dikatakan aman dan efek sampingnya minimal. Flatulen
dapat terjadi apabila dosis ditingkatkan dengan cepat. Obstruksi esophagus dan intestinal dapat
terjadi bila pada penggunaannya tidak disertai dengan intake cairan dengan cukup. Oleh karena
itu pasien harus diingatkan untuk meminum obat beserta dengan 240-ml air minum. Bulk
forming-laxative tidak boleh digunakan pada pasien dengan intestinal stenosis, ulserasi, atau
adhesions. Reaksi alergi jarang dilaporkan, karaya dapat menyebabkan urtikaria, rhinitis,
dermatitis, dan bronchospasm (Hogue, 2000). Beberapa preparat bulk-forming laxative
mengandung glukosa sehingga harus diperhatikan ketika kita akan memberikan rekomendasi
kepada pasien dengan diabetes mellitus. Bran mengandung gluten sehingga sebaiknya tidak
diberikan pada pasien dengan coeliac disease atau gluten enteropathies. Selain itu bulk-forming
laxative tidak cocok digunakan oleh pasien yang tidak boleh menerima asupan cairan dalam
jumlah besar (Nathan, 2002).

2. Faecal Softener – Docusate Sodium


Docusate sodium (dioctyl sodium sulphosuccinate) adalah surfaktan anionik yang bekerja
dengan cara menurunkan tegangan permukaan dari kandungan intestinal sehingga memudahkan
cairan dan lemak berpenetrasi, mengemulsikan dan memperlunak materi feses sehingga lebih
mudah untuk dieliminasikan. Feses dijaga tetap lunak sehingga pemgeluaran feses dilakukan
tanpa disertai pengejanan. Efek laksatif tercapai setelah penggunaan 1-3 hari. Apabila digunakan
sendirian, docusate adalah laksatif lemah, tetapi sangat berguna pada pasien yang tidak boleh
mengejan terlalu kuat seperti pada pasien pascaoperasi dan penderita infark miokardium
(Nathan, 2002). Docusate sodium juga berguna pada pasien hemmorhoid yang mengalami
konstipasi, pada pasien geriatric, atau untuk konstipasi yang disebabkan oleh karena penggunaan
kodein atau obat lain yang mengandung opioid tetapi pada kasus konstipasi yang diinduksi oleh
opioid, harus digunakan bersama dengan laksatif stimulan, seperti senna, untuk meningkatkan
gerakan peristaltik (Edwards & Stillman, 2009). Docusate tidak dapat terabsorpsi dan tidak
bersifat toksik namun dipercaya dapat meningkatkan transport obat melewati dinding intestinal
sehingga dapat meningkatkan aksi serta adverse effect dari obat tersebut. Pada dewasa digunakan
hingga 500 mg dalam sehari dalam dosis terbagi sedangkan pada anak-anak, lebih dari 6 bulan
digunakan 12.5 mg, sehari tiga kali (Nathan, 2002)

3. Faecal-Lubricant
Laksatif lubrikan yang terutama adalah mineral oil, salah satu contohnya adalah paraffin
cair. Paraffin cair adalah senyawa yang tak dapat dicerna dan hanya diserap dalam jumlah
sedikit.Mekanisme aksinya adalah berpenetrasi dan memperlunak feses dan menyelubungi
permukaannya dengan lapisan minyak sehingga dapat membantu feses melewati usus. Parrafin
cair merupakan laksatif yang biasa digunakan pada kasua khusus dimana penderita tidak boleh
mengejan terlalu kuat. Tetapi ada beberapa hal yang membuat paraffin tidak boleh digunakan
secara regular (Nathan, 2002).
Paraffin cair dapat merembes keluar ke anus dan dapat menyebabkan iritasi, hal ini dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien, selain itu paraffin cair dapat mengganggu absorbs
vitamin – vitamin yang larut lemak. Paraffin cair dapat diserap meskipun dalam jumlah kecil, hal
ini dapat mengakibatkan reaksi granuloma karena benda asing, dapat pula masuk kedalam paru
dan menyebabkan lipoid pneumonia. Paraffin cair tidak dianjurkan untk mereka yang mengalami
nyeri perut, mual atau muntah dan tidak digunakan untuk anak-anak (Nathan, 2002).

4. Laksatif Osmotik
Laksatif osmotik mengandung satu dari bahan berikut :
1. Mg sulfat
2. Mg hidroksida
3. Sodium sulfat
4. Laktulosa
5. Gliserol
6. Makrogol ( PEG )
Laksatif osmotik merupakan salah satu garam anorganik atau campuran organik dimana
absopsinya lemah pada usus. Di usus laksatif tersebut berada pada kondisi hipertonis. Agar
tekanan osmotik sama, air ditarik dari dinding usus ke dalam lumen, tekanan intraluminal
meningkat dengan cara meningkatkan volume isinya, dengan menstimulasi peristaltik dan
mengadakan pengosongan. Efek dari garam anorganik sangat cepat, dosis besar menghasilkan
pengosongan, kental atau encer dalam tiga jam dan dosis kecil 6-8 jam. Garam magnesium
dipercaya dapat menstimulasi sekresi dari hormon cholecystokinin, dimana menunjukkan adanya
sekresi cairan dan motilitas di usus (Nathan, 2002).
Laktulosa, merupakan disakarida sintetik, memberikan kerja yang lebih panjang
dibanding dengan laksatif osmotik anorganik karena pertama-tama akan dirusak oleh bakteri di
kolon, sebagian besar menjadi asam laktat. Ini memberikan efek osmotik lokal. Hal ini mungkin
memerlukan 72 jam dari dosis teratur untuk memberikan efek, dan ini terlihat sebagai hal yang
merugikan bagi pasien yang mencari hasil cepat. Rasanya manis, dimana membuat senang anak-
anak, untuk siapa saja yang dapat memberikan secara aman, tetapi banyak ditemukan pada orang
dewasa perlu volume dosis besar (sampai 30 ml) untuk kondisi sakit dan pencegahan (Nathan,
2002).
Gliserol merupakan alkohol trihidrat dengan higroskopisitas yang tinggi dimana
menggunakan prinsip kerja dari laksatif dengan menarik air dari hidrasi ke usus. Gliserol dapat
dipercaya dapat memberikan efek iritasi ringan secara langsung dan beberapa dapat bekerja
sebagai lubrikan dan pelembut. Gliserol dapat dibuat dalam bentuk supositoria, dimana kerjanya
15-30 menit. Ini biasanya digunakan untuk penanganan pada bayi atau balita. Gliserol tidak aktif
dengan mulut seperti halnya siap diabsorpsi dan secara ekstensif dimetabolisme di hati. Sorbitol
merupakan alkohol polihidrat, kerjanya hampir sama dengan gliserol. Ini tidak digunakan
sebagai laksatif karena banyak digunakan sebagai pemanis. Tidak seperti gliserol, sorbitol sangat
sedikit diabsorpsi di usus dan pemakaian dalam jumlah banyak menyebabkan diare. Makrogol
merupakan polimer inert dari etilen glikol dimana biasanya berbentuk cairan. Makrogol efektif
digunakan pada anak-anak yang mengalami konstipasi tanpa trauma (Nathan, 2002).
Beberapa absorpsi ion laksatif garam anorganik telah terjadi, tetapi normalnya, individu
yang sehat jumlahnya sangat kecil untuk mengalami efek toksik, dan ion tersebut sangat cepat
diekskresi lewat ginjal. Akan tetapi, akumulasi ion magnesium dapat terjadi pada kerusakan
ginjal, menyebabkan efek toksik pada CNS dan merubah fungsi neuromuskular melalui
hypermagnesaemia. Untuk merawat fungsi ginjal dari kemunduran karena umur mungkin
sebaiknya meminimalkan penggunaan secara teratur laksatif yang mengandung magnesium
untuk pasien tua (Nathan, 2002).
Absorpsi dari garam natrium dapat menghasilkan retensi air dan tekanan darah
meningkat, dan penggunaan kronik sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan gagal ginjal,
udema, tekanan darah tinggi atau CHF. Efek samping dari laksatif osmotik anorganik adalah
mual dan muntah. Disamping itu dosis besar akan menghasilkan dehidrasi yang signifikan, jadi
kecukupan air dapat diatur dengan dosis untuk menjamin tubuh tidak kehilangan banyak air
(Nathan, 2002).
Efek serius yang merugikan pada penggunaan laktulosa jarang terjadi. Efek sampingnya
relatif kecil, sehingga dapat mengurangi kepatuhan, 20 % pasien memakai dosis penuh dan
mencakup gas dalam usus/perut, kram atau kejang dan ketidaknyamanan perut terutama saat
pertama penanganan. Laktulosa merupakan disakarida dari galaktosa dan fruktosa, dan biasanya
mengandung beberapa laktosa. Ini tidak bisa digunakan oleh pasien dengan intoleransi galaktosa
dan laktosa dan penggunaannya harus dengan perhatian pada pasien dengan diabetes. Efek
samping yang biasa terjadi bila menggunakan makrogol adalah dehidrasi. Makrogol ini dapat
digunakan untuk pengobatan jangka panjang pada konstipasi kronik (Nathan, 2002).

5. Stimulan Laksatif
Stimulan laksatif bekerja dengan cara meningkatkan peristaltic dan sering menimbulkan
kram usus. Penggunaan stimulan laksatif ( iritan atau kontak laksatif) tidak sering dengan
maksimum pemakaian 1 minggu. Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit bahakan hipokalemia. Oleh karena itu, perlu
mendapatkan pengawasan medis.Mula kerjanya lebih cepat dibandingkan dengan bulk forming
yaitu dalam waktu 4-12 jam setelah obat diminum sehingga obat diminum pada malam hari agar
efek dapat dihasilkan pada pagi harinya. Stimulan laksatif tersebut tidak direkomendasikan dan
mayoritas tidak diizinkan bagi anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Beberapa produk dari
stimulant laksatif merupakan produk OTC.Pemakaian dari stimulant laksatif tidak dianjurkan
bagi ibu hamil (Nathan, 2002)
Stimulan laksatif meliputi bisakodil, Na-pinoculate dan kelaompok golongan
antraquinon, senna dan dantron dengan berbagai macam bentuk sediaan (BNF, 2009). Ada yang
berbentuk tablet, tablet enteric, suppositoria,cairan dan sebagainya. Mayoritas kelompok
stimulant laksatif dibagi menjadi 2 kelompok besar antara lain derivate difenilmetan dan
antraquinon (Nathan, 2002).
1. Derivat difenilmetan
Komponennya bisakodil dan Na pikosulfat.
a. Bisakodil
Cara kerja obat ialah menstimulasi mukosa usus besar sehingga obat baru bekerja
6-10 jam setelah obat diminum. Aksi laksatifnya lebih lama dibandingkan obat
yang kerja pada usus halus.. Absorpsi obat rendah dan tidak bersifat sistemik.
Obat tersebut memiliki efek samping yaitu dapat mengiritasi lambung sehingga
dibuat dalam bentuk tablet enteric coated /dilepas di lambung. Dalam bentuk
suppositoria, efeknya lebih cepat muncul yaitu sekitar 15 menit sampai 1 jam.
Bisakodil suppositoria dapat memberikan sensasi terbakar pada rectum. Dosis
pada anak-anak di bawah 5 tahun sebesar 5 mg (Nathan, 2002).
b. Na-pikosulfat
Memiliki dwi fungsi baik sebagai stimulant dan efek pelembut.Obat akan aktif
saat dimetabolisme oleh bakteri di usus sehingga obat baru bekerja pada 10-14
jam. Obat ini dapat digunakan bagi anak-anak (Nathan, 2002).
2. Antraquinon
Bahan obat bersifat alami karena diperoleh dari ekstrak tanaman yang telah
terstandarisasi. Penggunaan antraquinon sebagai stimulant laksatif telah menurun
drastis. Bahan alam lainnya adalah kelopak sena dan cascara.
Namun,penggunaannya tidak direkomendasikan karena tidak standard an aksi
yang ditimbulkan di luar perkiraan. Minyak jarak juga sudah tidak digunakan lagi
sejak muncul sediaan yang lebih baik (Nathan, 2002).

H. Terapi Non Faramakologi


Diet, asupan cairan, dan olah raga dapat membantu mencegah dan mengatasi konstipasi.
Berikan bimbingan pada anak untuk mencegah atau mengatasi konstipasi, mencegah anak
menunda pergi ke toilet dan membantu anak menetapkan jadwal regular untuk pergi ke toilet.
1. Makan lebih banyak serat
Serat akan memperlunak dan memperbesar massa feces. Serat banyak terkandung dalam
sayuram, buah-buahan dan gandum. Tambahkan sedikit serat pada suatu waktu agar tubuh secara
perlahan terbiasa menerimanya. Batasi makanan tinggi lemak, makanan yang banyak
mengandung gula dan makanan yang hanya mengandung sedikit serat seperti es krim, keju,
daging, kudapan seperti chips dan pizza, dan makanan olahan lainnya seperti makanan beku dan
makanan instan
2. Minum air dan konsumsi cairan lainnya seperti jus buah dan sayur serta sup jernih dalam
jumlah yang cukup
Cairan membuat feces menjadi lunak dan mudah untuk dikeluarkan. Hindari cairan yang
mengandung kafein (banyak ditemukan pada soft drink), minuman tersebut dapat membuat
saluran pencernaan menjadi kekurangan cairan. Jus yang mengandung sorbitol seperti jus apel
dan pear dapat mengurangi terjadinya konstipasi pada bayi dengan usia lebih dari 6 bulan. Tetapi
mengonsumsi jus buah dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan masalah pada system
gastrointestinal. Oleh karena itu, pastikan bahwa pemberiannya dalam jumlah cukup sesuai
dengan yang dibutuhkan.
3. Olah Raga
Olah raga yang teratur dapat menjaga system penceranaan tetap sehat dan aktif. Dukung
anak anda untuk berolah raga setiap hari baik itu seperti kegiatan bersepeda atau jalan kaki
selama 20-30 menit.
4. Berikan penjelasan pada anak untuk menyediakan waktu pergi ke toilet
Penting untuk tidak mengacuhkan kebutuhan mendesak pergi ke toilet. Menunggu dan
menunda hanya akan memperparah terjadinya konstipasi. Cobalah untuk membiasakan anak
anda bangun lebih pagi sehingga anak memiliki waktu yang cukup untuk pergi ke toilet sebelum
berangkat ke sekolah. Secar rutin. Menyediakan waktu luang untuk pergi ke toilet setelah makan,
khususnya setelah sarapan atau makan malam akan membentu mencegah timbulnya konstipasi.
5. Obat dapat menyebabkan sembelit, hubungi dokter untuk menentukan pilihan obat yang
lainnya (IIFGD, 2010; Mayo Clinic, 2010).
BAB II
ISI
A. Permasalahan
KASUS 17
Seorang ibu datang ke apotekmembawa resep untuk anaknya yang berusia 9 tahun.beliau
bercerita bahwa anaknya sudah 3 hari kesulitan BAB, karena feses keras. Dokter member
resep untuk pasien tersebut. Berikan penjelasan mengenai obat yang diresepkan dokter dan
cara penggunaanya.
B. Skrining Resep
Dari hasil assessment, farmasis dapat menyimpulkan bahwa konstipasi yang dialami oleh
Anak Faiz (9 tahun). Disebabkan konsistensi feses yang keras sehingga sulit untuk melakukan
BAB. Penundaan defekasi lebih dari 3 hari kemungkinan dapat menyebabkan nyeri pada anus
saat defekasi dengan feses yang keras, spasme anus, dan kemungkinan dapat menyebabkan anak-
anak menghindari defekasi karena trauma tersebut.

B. Pemerian Obat
1. MICROLAX ®
Produksi : Pharos, Labaz
Kandungan : Na-Lauril Sulfoasetat 45 mg, Na-sitrat 450 mg, asam sorbat 5 mg, PEG-400 625
mg, sorbitol 4.465 mg
Indikasi : Konstipasi rectal dan sigmoidal, konstipasi pada kehamilan, konstipasi bakal
atau peralihan pada anak-anak
Dosis : Dewasa dan anak-anak : isi dari 1 tabung (5 ml) digunakan secara rectal, pada
kasus yang berat bisa digunakan 2 tabung sekaligus. Pada anak-anak di bawah 3
tahun. Masukkan hanya setengah dari ujung tabung ke dalam dubur. Defekasi
biasanya terjadi setelah 5-20 menit penggunaan.
Informasi Obat
MICROLAX ® (Manufacturer Information Pharos Indonesia, 2010; myDR, 2010)
Microenema 5 ml

Sediaan dan Kemasan


Gel / cairan jernih agak kental 5 ml dikemas dalam tube
Harga
Harga Jual Apotek berkisar antara Rp. 15.800,- sampai Rp. 17.875,-
Komposisi
Setiap tube Microlax 5 ml mengandung :
1. Natrium Lauril Sulfoasetat 0,045 g
2. PEG 400 0,625 g
3. Sorbitol 4,465 g
4. Natrium Sitrat 0,450 g
5. Asam Sorbat 0,005 g
6. Air murni sampai dengan 6,250 g
Indikasi
Microlax membantu mengatasi masalah susah buang air besar atau konstipasi yang dialami oleh
anak, dewasa, ibu hamil dan lansia. Microlax diindikasikan untuk susah buang air besar karena
berbagai macam sebab misalnya enteroparesis (penyakit usus yang tidak diketahui sebabnya),
lemahnya otot perut, factor makanan, kurang bergerak, dan lain-lain.
Kontra Indikasi
Pasien yang alergi dengan bahan-bahan yang tercantum pada Deskripsi Produk pada leaflet.
pada penderita wasir yang akut dan pada penderita yang mengalami perdarahan karena radang
usus besar.
Efek Samping
Microlax aman untuk digunakan, belum pernah ada laporan adanya efek samping. Penggunaan
berlebihan dapat menyebabkan diare dan kekurangan cairan. Dilaporkan dapat menimbulkan
sedikit sensasi rasa terbakar. Reaksi alergi mungkin terjadi (reaksi alergi umum pada kulit
dengan atau tanpa penurunan tekanan darah atau kesulitan nafas)
Cara Kerja
Microlax memiliki 3 cara kerja sekaligus yaitu :
1. Na lauril sulfoasetat : menurunkan tegangan permukaan feses sehingga feses mudah
terbasahi
2. Sorbitol, Na Sitrat : menyerap air ke dalam usus besar / rektum untuk melunakkan feses

yang keras
3. PEG 400 : melumasi rektum sehingga feses mudah dikeluarkan
Dari 3 mekanisme kerja tersebut Microlax akan mempermudah buang air besar

Aturan Pakai
Untuk anak usia diatas 3 tahun dan dewasa diberikan 1 tube. Untuk anak usia 1-3 tahun cukup
diberikan ½ tube.
Cara Penggunaan Microlax
Microlax mudah digunakan dan biasanya efektif dalam waktu 30 menit setelah penggunaan
1. Putar dan tarik segel dari aplikator sediaan.
2. Tekan tabung secara perlahan sehingga setetes Microlax membasahi ujung sediaan,
hal tersebut akan mempermudah masuknya enema ke dalam dubur.
3. Masukkan setengah dari aplikator ke dalam dubur.
4. Tekan bagian leher tabung untuk mengeluarkan semua isinya
5. Tetap tekan kuat tabung, tarik perlahan aplikatornya
Peringatan
1. Pencahar hanya digunakan bila benar-benar diperlukan, hanya untuk penggunaan jangka
pendek.
2. Pencahar hanya digunakan pada penderita wasir akut dan jangan digunakan pada orang
yang menderita peradangan pada usus besar.
3. Jangan gunakan produk bila telah lewat masa kadaluarsa sesuai dengan ynag tercantum
pada kemasan masing- masing sediaan.
4. Jangan gunakan sediaan bila kemasan rusak atau menunjukkan bahwa kemasan telah
terbuka.
Rekomendasi yang haruss diberikan mengenai penggunaan dari laksatif ini ;
1. Minum air dalam jumlah cukup
2. Meningkatkan konsumsi serat
3. Penggunaan laksatif jangka panjang tidak direkomendasikan dan dapat menyebabkan
ketergantungan
4. Jika gejala tetap ada, hubungi dokter
Penyimpanan
Microlax harus disimpan pada tempat dengan suhu di bawah 30°C.
Jangan menyimpan Microlax ataupun obat-obatan lainnya pada kamar mandi atau pada tempat
yang basah.
Jauhkan Microlax dari jangkauan anak-anak.
Pembuangan
Tabung Microlax yang telah kosong dibungkus dengan kertas dan selanjutnya dapat dengan
aman dibuang. Sediaan yang belum digunakan tetapi sudah lewat masa kadaluarsanya
sebaiknya dikembalikan ke farmasis.
Materi KIE
1. Jelaskan tata cara menggunakan Microlax enema
Microlax mudah digunakan dan biasanya efektif dalam waktu 30 menit setelah penggunaan
1. Putar dan tarik segel dari aplikator sediaan.
2. Tekan tabung secara perlahan sehingga setetes Microlax membasahi ujung sediaan,
hal tersebut akan mempermudah masuknya enema ke dalam dubur.
3. Masukkan setengah dari aplikator ke dalam dubur.
4. Tekan bagian leher tabung untuk mengeluarkan semua isinya
5. Tetap tekan kuat tabung, tarik perlahan aplikatornya
2. Microlax enema bisa diberikan pada anak langsung setelah pembelian (segera).
3. Kalau setelah menggunakan obat ini selama 1 minggu, anak belum bisa BAB seperti
kebiasaannya dulu maka harus membawa anak saya ke dokter.
4. Anjuran yang diberikan untuk konstipasi adalah harus memberi anak banyak makan sayur,
buah dan banyak minum air.

2. VEGEBLEND 21 JUNIOR ®
Produksi : Pharos, Nutrisains
Kandungan : 1 kapsul mengandung 275mg sari sayur alami, 40mg serat sayur alami, vitamin
dan mineral
Indikasi : Suplemen makanan
Dosis : Anak 1-5 tahun (1 kapsul/hari pada sore atau malam hari setelah makan) ; Anak
5-12 tahun (1-2 kapsul/hari diminum sekaligus pada sore/ malam hari setelah
makan).
Informasi Obat
VEGEBLEN 21 JUNIOR ® (PT. Nutrisains Indonesia)
@30 kapsul/ box dan @60 kapsul/box

Sediaan dan Kemasan


Kapsul
Harga
Harga Jual Apotek berkisar antara Rp. 95.000,- sampai Rp. 120.000,-
Komposisi
1 kapsul mengandung 275mg sari sayur alami (brokoli, wortel, tomat, bit, bayam, ketimun,
kubis, kol hijau, seledri, kale, asparagus, kol kembang, lada, bawang merah, peterseli, gandum,
alfalfa, barley hijau, kacang polong, lobak, lobak cina) , 40mg serat sayur alami, vitamin dan
mineral.
Indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan sayur pada anak dan meningkatkan nafsu makan anak, bagi anak
yang kekurangan nutrisi sayuran, berkurangnya nafsu makan dan stamina anak.
Cara Penggunaan Vegeblend 21 Junior
Anak 1-5 tahun (1 kapsul/hari pada sore atau malam hari setelah makan) ; Anak 5-12 tahun (1-2

kapsul/hari diminum sekaligus pada sore/ malam hari setelah makan). Jika anak sulit menelan

kapsul, dibuka kapsulnya, lalu isinya dicampur pada makanan/minuman favorit anak, misalnya

bubur, ice cream dan lain-lain

Peringatan
Tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 1 tahun.

Materi KIE
Jelaskan tata cara menggunakan Vegeblend 21 junior
Gunakan 1-2 kapsul/hari diminum sekaligus pada sore/ malam hari setelah makan. Jika anak sulit

menelan kapsul, dibuka kapsulnya, lalu isinya dicampur pada makanan/minuman favorit anak,

misalnya bubur, ice cream dan lain-lain.


Simulasi Dialog
KONSELING dan EDUKASI PASIEN
Assessment
Apoteker : Selamat siang Bu
Ibu Pasien : Iya, siang
Apoteker : Sebelumnya perkenalkan, nama saya Claudia selaku apoteker di Apotek Setia
Budi. Ada yang bisa saya bantu?
Ibu Pasien : Iya…saya mau menebus obat untuk anak saya nih mba, habis periksa ke dokter.
Anak saya susah BAB, kata dokter sembelit mba.
(Apoteker melakukan skrining resep)
Apoteker : Mohon maaf Ibu…saya boleh meminta waktunya sebentar sekitar 10-15 menit
Ini terkait terapi yang akan digunakan untuk anak Ibu
Ibu Pasien : Iya..silahkan
Apoteker : Sebelumnya apakah anak Ibu pernah mengalami sembelit tidak?
Ibu Pasien : Nggak pernah…baru kali ini saja
Apoteker : Kebiasaan anak Ibu BAB sebelumnya gimana??
Ibu Pasien : Biasanya sih…anak saya BAB sehari sekali, kadang-kadang dua hari sekali
Tapi sekarang sudah hampir 3 hari tidak bisa BAB
Apoteker : Berarti ini baru pertama kalinya anak Ibu mengalami sembelit ya?
Ibu Pasien : Iya mba
Apoteker : Bagaimana keadaan anak Ibu sekarang?
Ibu Pasien : Anak saya sih masih beraktivitas seperti biasa, masih bisa main, tapi kalau
dipegang perutnya terasa keras dan biasanya nangis kalau mau ke belakang
Apoteker : Kalau masalah makanannya gimana Ibu?
Ibu Pasien : Anak saya sih kurang suka makan sayur ya, untuk mengatasinya, maunya mie
terus mba sama ice cream.
Apoteker : Oh begitu ya Bu. Apakah anak Ibu memiliki alergi obat tertentu atau riwayat
penyakit lain?
Ibu Pasien : Nggak ada mba
Apoteker : Atau sedang mengkonsumsi obat tertentu?
Ibu Pasien : Anak saya sedang tidak mengkonsumsi obat apapun sekarang.
Apoteker : Baiklah Ibu, silahkan tunggu sebentar ya Ibu
Saya siapkan obatnya segera
Ibu Pasien : Ok (sambil menuju ke tempat duduk)

Konseling
Apoteker : Anak Faiz Akbar 9 tahun
Ibu Pasien : Iya…. (datang menuju ke tempat farmasis)
Apoteker : Maaf bu apakah sebelumnya dokter sudah menjelaskan terkait resep yang ibu
dapat?
Ibu Pasien : Belum mba
Apoteker : Sebelumnya apakah dokter sudah memberi tahu harapan setelah menggunakan
obat ini Bu?
Ibu Pasien : Gak ada sih mba
Apoteker : Apakah dokter sudah menjelaskan bagaimana cara pemakaian obatnya bu?
Ibu Pasien : Belum juga mba
Apoteker : Baik ibu, disini saya akan menjelaskan obat yang nantinya akan ibu terima dari
resep dokter ini ya bu adalah yang pertama ada Microlax Enema fungsinya
untuk membantu melunakan BAB anak Ibu dan efeknya juga cepat sehingga
BAB cepat dan mudah untuk dikeluarkan. Obat yang kedua ada Vegeblend 21
junior yang digunakan untuk suplemen makanan, nah guna obat ini untuk
menangani kekurangan serat yang dialami anak ibu. Bagaimana bu?
Ibu Pasien : Oh begitu ya mba
Apoteker : Baik Ibu, sekarang saya akan jelaskan cara penggunaan ya Bu. Obat microlax
digunakan melalui dubur…digunakan langsung 1 tube ya bu Bu. untuk anak Ibu
bisa langsung diberikan setelah Ibu pulang nanti
Cara penggunaan obat ini:
1. Cuci tangan terlebih dahulu. Caranya putar dan tarik segel dari tutup
sediaan
2. Tekan tabung secara perlahan sehingga setetes mikrolax membasahi
ujung
sediaan
3. Kemudian masukkan setengah ujung tabung ke dalam dubur
4. Tekan bagian leher tabung untuk mengeluarkan isi tabung
5. Tetap tekan kuat tabung hingga isi tabung habis dan tarik perlahan ujung
tabungnya.
Nah untuk efeknya akan terasa setelah 5-20 menit setelah penggunaan ya
Bu
Untuk penggunaan vegeblend 21 juniornya, diberikan 1-2 kapsul/ hari diminum
sekaligus pada sore atau malam hari. Jika nantinya anak ibu susah menelan
kapsul, bisa dicampurkan pada makanan/minuman kesukaan anak ibu ya.
Ibu Pasien : Iya mba
Apoteker : Oh, iya..Bu obat ini akan menyebabkan anak Ibu sering kentut dan rasa tidak
enak pada perut, jadi Ibu tidak perlu khawatir. Lalu jika anak Ibu sudah bisa
BAB dengan lancar, sebaiknya obat ini dihentikan, kalau yang vegeblend tetap
bisa digunakan sampai habis ya bu. Tetapi kalau misalnya, sesudah
menggunakan obat microlax ini…anak Ibu masih susah BAB selama 1 minggu
dimana BABnya masih kurang dari kebiasaan anak Ibu BAB biasanya
sebaiknya Ibu menghubungi dokter ya.
Untuk mencegah agar anak Ibu tidak mengalami hal ini lagi, sebaiknya anak
Ibu minum air putih yang banyak, lebih banyak makan buah, sayuran ataupun
sereal. Kemudian obat microlax sebaiknya disimpan di kotak obat. Jangan
menyimpan obat ini di tempat yang basah sedangkan untuk
vegeblend 21 juniornya bisa disimpan di suhu ruangan ya Bu.
Ibu Pasien : Iya, mbak
Apoteker : Bagaimana Ibu, apakah Ibu sudah mengerti?
Kalau sudah, coba Ibu jelaskan kembali kepada saya tentang apa yang saya
jelaskan tadi?
Ibu Pasien : Emm…Obat microlax digunakan melalui dubur…digunakan langsung 1 tube ya
bu Bu. untuk anak Ibu bisa langsung diberikan setelah Ibu pulang nanti
Cara penggunaan obat ini:
1. Cuci tangan terlebih dahulu. Caranya putar dan tarik segel dari tutup
sediaan
2. Tekan tabung secara perlahan sehingga setetes mikrolax membasahi
ujung
sediaan
3. Kemudian masukkan setengah ujung tabung ke dalam dubur
4. Tekan bagian leher tabung untuk mengeluarkan isi tabung
5. Tetap tekan kuat tabung hingga isi tabung habis dan tarik perlahan ujung
tabungnya.
Untuk penggunaan vegeblend 21 juniornya, diberikan 1-2 kapsul/ hari diminum
sekaligus pada sore atau malam hari. Jika nantinya anaknya susah menelan
kapsul, bisa dicampurkan pada makanan/minuman kesukaan. Begitu kan mba?
Apoteker : Iya Bu…tampaknya Ibu sudah paham dengan apa yang saya jelaskan…(sambil
tersenyum kepada Ny. Terry)
Nah kalau Ibu masih ada kesulitan terkait obat ini….ibu dapat menghubungi
saya kembali ya melalui nomor yang tertera pada kartu nama ini ya Bu.
Ibu Pasien : Iya mbak…untuk obat ini berapa harganya mbak?
Apoteker : Rp. 156.000 ya Bu
Ibu Pasien : Baiklah, ini uangnya ya Mba. Terima kasih…
Apoteker : Sama-sama Bu…semoga anak Ibu cepat sembuh ya…

Anda mungkin juga menyukai