Rangkuman Jalan Nafas PDF
Rangkuman Jalan Nafas PDF
AIRWAY MANAGEMENT
(PENATALAKSANAAN
(PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS)
Disusun oleh :
Untuk menjamin oksigenasi yang adekuat maka JALAN NAPAS HARUS PATEN, YAITU
TERBEBAS DARI SUMBATAN. Sumbatan jalan napas bisa parsial atau total, bisa berasal
dari luar/benda asing atau dari pasien sendiri, misal lidah/terjadi penyempitan jalan napas.
Hubungan jalan napas dan dunia luar didapatkan melalui dua jalan:
• Hidung menuju nasofaring
Apabila ada masalah terkait jalan napas, langkah apa yang musti dilakukan?
dil akukan?
1. Mengenali adanya sumbatan jalan napas
2. Menentukan penyebabnya untuk dapat mengambil tindakan yang diperlukan
Untuk mengenali adanya sumbatan pada jalan napas, maka kita harus mengerti CIRI
PERNAPASAN YANG NORMAL, YAITU: napas teratur, frekuensi dalam batas normal,
gerakan dada dan abdomen sinkron, tidak disertai bunyi napas tambahan, otot-otot tambahan
pernapasan tidak ikut serta (retraksi sela
s ela iga,
i ga, supraklavikula, dan cuping hidung). Disamping
itu, kita juga harus mengetahui ciri dari adanya
adan ya gawat napas dan gagal napas.
Gawat Nafas (Respiratory Distress)
a. Frekuensi nafas cepat
b. Otot-otot tambahan ikut bekerja
c. Nadi cepat pada dewasa, lambat pada bayi dan anak.
d. Gelisah, disorientasi
e. Berkeringat
f. Sianosis
Gagal nafas (Respiratory Failure)
Gambaran klinik gawat nafas ditambah:
a. PaO2 < 60 mmHg (udara biasa)
b. PaCO2 > 50 mmHg (udara biasa)
c. pH < 7,35
Obstruksi jalan nafas sering terjadi di jalan nafas atas / hipofaring partial / total yang dapat
disebabkan oleh:
1. Otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding
belakang pharing sehingga lidah jatuh menutup jalan nafas. Ini sering terjadi pada
pasien tidak sadar dengan posisi kepala fleksi atau mid posisi
2. Benda asing : cairan, darah,sekret, benda padat.
3. Laringospasme
4. Infeksi
5. Udem laring
6. Neoplasma
7. Trauma
8. Luka bakar.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan jalan napas:
1. Membebaskan jalan napas
2. Memberikan tambahan oksigen
3. Menunjang ventilasi
4. Mencegah aspirasi
MEMBEBASKAN/
MEMBEBASKAN/ MEMBUKA JALAN NAPAS
a. TANPA ALAT
Anjurkan untuk BATUK KUAT
Pada Obstruksi total biasanya penyebabnya adalah benda asing padat, yang kita
lakukan adalah membuat batuk buatan sehingga benda asing terlempar keluar.
Kalau tidak berhasil, bisa dilakukan krikotiroidotomi.
Bayi/anak
Lakukan TEHNIK BACK BLOW : pemukulan antara 2 skapula, kepala lebih
rendah, 5 pukulan atau CHEST THRUST : pemijatan pada area midsternal diatas
Px menggunakan 2 jari)
Dewasa
Bila Pasien Sadar lakukan BACK BLOW : sedikit bungkukkan, pukul antara
2 skapula 5 pukulan Tidak berhasil HEIMLICH MANUVER atau
ABDOMINAL THRUST : Berdiri dibelakang pasien, rangkul pasien, kepalkan
satu tangan pada perut korban antara Px dan umbilicus, tarik tangan ke dalam dan
ke atas secara menghentak 5 kali.
Sebelum melakukan pertolongan pada korban, lakukan inisiasi awal dengan
memberi pertanyaan
memberi pertanyaan “Apakah Anda
Anda tersedak?”
1) Jika korban masih dapat menjawab maka kemungkinan besar obstruksinya
bersifat partial. Beberapa sumber mengatakan tindakan backblow pada
obstruksi partial malah membuat obstruksi tersebut makin masuk ke dalam.
2) Jika korban tidak mampu menjawab, maka obstruksi bersifat total.
Bila Pasien Tidak Sadar miringkan pasien menghadap penolong lakukan
back blow kemudian telentangkan.
Lakukan AIRWAY POSITIONING
No Manuver Kriteria Pasien Teknik
1. Head Tilt Korban Sadar Duduk: korban yang duduk kepala
Tanpa cedera cenderung fleksi ke arah dada. Lakukan
kepala, leher atau reposisi agar kepala tidak menunduk
spinal Berbaring : Letakkan salah satu tangan
penolong pada dahi korban, lalu dengan hati-
hati dan mantap tekan ke belakang
menggunakan telapak tangan
2. Head Tilt- Korban sadar / tidak
Chin Lift sadar
Tanpa cedera
kepala, leher atau
spinal
3. Head Tilt Korban sadar / tidak Penolong berlutut di sebelah kepala korban,
- Neck sadar letakkan tangan penolong yang paling dekat
Lift Tanpa cedera dengan kepala korban pada dahi dan tangan
kepala, leher atau yang lain di bawah leher. Angkat leher korban
spinal sambil menekan dahi korban dengan lembut.
Gerakan ini akan menggeser lidah korban dari
belakang tenggorok dan membantu
membukanya jalan nafas yang adekuat.
4. Modified Korban Tidak Sadar
Jaw Dengan Cedera,
Thrust kepala, leher dan
spinal
Komplikasi
• Jika jalan napas tetap terobstruksi suction perlu dilakukan, dan kemudian lakukan
pemasangan OPA (oropharyngeal airway, misal: gudel/mayo) atau NPA
(nasopharyngeal airway).
airway) .
• Cedera pada spinal dapat terjadi jika dilakukan pergerakan pada kepala dan/atau leher
pada pasien dengan cedera servical.
• Pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai mengalami
cedera/trauma leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan dalam posisi netral
tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw
Gunakan jaw thrust untuk
untuk membuka jalan napas pada situasi
tersebut. Perhatian: Jika jari-jari menekan terlalu dalam jaringan lunak di bawah dagu,
maka jalan napas akan terobstruksi.
b. DENGAN ALAT
1. Oropharyngeal
Oropharyngeal Ai r way (OPA)
2. Nasofari
Nasofari ngeal
ngeal Ai rway (NPA)
Adalah : bentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet lateks atau
plastic yang lembut.
Tujuan :
- Mempertahankan jalan napas adekuat
No Jenis Alat Kriteria Pasien Teknik Ukuran
2. Nasofaringea Pasien menolak Pilih alat dengan ukuran yang Panjang = ±15cm
l Airway menggunakan tepat.Tentukan diameter alat Diameter = 6 – 8
orofaring (Sesuai dg Diameter lubang mm
Secara teknis hidung luar)
orofaring tidak Lumasi alat dengan jelly dan
dapat dipakai masukkan menyusuri bagian
karena adanya tengah dan dasar rongga hidung
trismus,rahang hingga mencapai daerah
menutup kuat belakang lidah
atau trauma/ Apabila ada tahanan dengan
cedera berat dorongan ringan alat diputar
daerah mulut) sedikit
Komplikasi :
Alat
Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
–
Tujuan:
1. Mengangkat sekret yang tidak bisa dikeluarkan sendiri atau dibatukkan oleh pasien
2. Mengurangi penumpukan CO2 di paru-paru
3. Mencegah terjadinya bronchopneumonia
4. Memperlancar sirkulasi dan perfusi ke seluruh jaringan
Rekomendasi Suction
a. Pre Suctioning
1. Lakukan pengkajian sistem respirasi auskultasi dada
2. Hiperoksigenasi dan Hiperinflasi. Hiperoksigenasi = pemberian O2 melebihi
persentasi yang pasien terima sebelumnya. Hiperinflasi = Inflasi paru pasien
dengan volume tidal lebih dari yang diberikan sebelumnya.
Kombinasi hiperoksigenasi dan hiperinflasi dapat menurunkan kejadian hipokesia
induced suctioning.
3. Menjaga teknik aseptik
b. Selama Suctioning
1. Seleksi kateter
Kateter suction tidak boleh lebih dari ½ diameter TT/ET/NTT/OTT untuk
menghindari tekanan negative pada jalan nafas dan meminimalkan penurunan
kadar PaO2.
Ukuran kateter suction: (Ukuran TT/ET-2) x 2
Contoh:
Ukuran TT= 8
Ukuran kateter suction = (8-2) x 2 = 12 Fr
Ukuran FG-8 FG-10 FG-12 FG-14 FG-16 FG-18 FG-20
Warna kode Biru Hitam Putih Hijau Orange Merah Kuning
4. Lama suctioning
Lama tindakan tiap 1 kali suctioning adalah 10-15 detik
5. Jumlah suctioning
Melakukan suction maksimum 2 kali dalam satu periode tindakan
c. Post Suctioning
Beberapa tindakan yang direkomendasikan setelah suctioning adalah:
a. Memberi dukungan pasien untuk mengurangi nyeri dan kecemasan
b. Memonitor hemodinamik (HR, irama, SpO 2), perfusi, dan adanya sianosis
c. Auskultasi paru
d. Cuci tangan
e. Dokumentasi tindakan
Kriteria Pasien
Pasien dengan intubasi / trakeostomi
Koma
Tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernafasan
Pasien dengan sekret banyak
banyak dan kental, yang
yang mana dia sulit mengeluarkan
Ukuran
Bayi : 5 Fr
Anak-anak: 6-12 Fr
Dewasa : 12-16 Fr
Persiapan alat:
1. Peralatan oksigen air viva, oksigen + selang
2. Peralatan suction yang lengkap: suction dinding, selang suction, tubing/kateter su ction
steril yang sesuai dengan usia dan nomor endotrakeal/trakeostomi
3. Sarung tangan steril atau pinset steril
4. Ember yang berisi larutan savlon untuk tempat kateter suction bekas
5. Handuk untuk alas dada
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Observasi saturasi, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan irama EKG
4. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui air viva atau ventilator
5. Atur tekanan pada suction.
6. Gunakan sarung tangan atau pinset steril
7. Pilih kateter suction yang sesuai dengan umur pasien dan ukuran ETT/TT (1/3
diameter ETT/TT)
8. Sambungkan kateter suction pada selang suction
9. Lakukan ventilasi dengan air viva 3 kali, dengan oksigen 12 15
15 l/mnt
–
10. Masukkan kateter dalam keadaan terbuka, jika ada reflek trachea angkat kateter 1 2
2
–
cm kemudian tutup kateter dan angkat kateter dengan gerakan memutar. (lama
tindakan 5 15
15 detik)
–
4. Bronchial Washing
Bronchial Washing adalah tindakan pemberian cairan NaCl 0,9% (2,5-8 cc) pada pasien
yang menggunakan ETT dan TT. Perawat sebaiknya tidak melakukan bronchial washing
saat suctioning pada orang dewasa. Menjaga hidrasi pasien adekuat merupakan cara
yang tepat untuk memfasilitasi pengangkatan secret. Selain itu, NaCl 0,9% yang
dimasukkan saat suctioning tidak akan bercampur dengan secret sehingga tidak
memobilisasi secret, dan secara signifikan berhubungan
berhubungan dengan
dengan penurunan saturasi O2
beberapa saat setelah suction.
Perempuan = 7; 7,5; 8
Laki-laki = 8; 8,5
Emergency = 7,5
Persiapan alat:
1. Larigoscope dengan bilah yang sesuai
2. Magillas untuk membantu memasukkan pipa
3. Maudrin (bila ada kesulitan saat memasukkan tube)
4. OTT/NTT sesuai kebutuhan pasien
5. Xylocain jelly
6. Sarung tangan
7. Obat-obatan untuk persiapan intubasi antara lain: sedasi (midazolam, propofol,
pentotal), muscle relaxan (succinyl cholin, rocuronium, atracurium, vecuronium)
8. Xylocain spray/semprot
9. Presssure cuff/spuit cuff
10. Guedell/mayo
11. Stetoscope
12. Suction catheter untuk menghisap sekresi
13. Emergency trolly yang berisi obat-obatan emergency
14. Air viva, face mask untuk oksigenasi
15. Plester/pita untuk fiksasi
16. Suction dinding/sentral
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Cek suction sentral dan atur tekanan antara 100-200 mmHg dan sambungkan selang
catheter steril
4. Nilai kesadaran pasien, bila sadar diberitahu
5. Bersihkan jalan nafas dengan cara suctioning
6. Sambungkan pasien ke EKG monitor dan ukur tensi, nadi dan pernafasan ulang,
saturasi oksigen.
7. Posisi pasin terlentang/flat dan ekstensikan leher pasien (sesuaikan dengan kondisi
pasien)
8. Bantu tindakan intubasi sesuai dengan tahapannya.
9. Ikat selang trakea/trakeostomi dengan tali/plester
10. Bereskan peralatan dan dokumentasikan tindakan
Hal yang harus diperhatikan:
1. Keadaan umum pasien, terutama tensi, nadi, pernafasan, saturasi oksigen
2. Monitoring EKG
3. Pengisian cuff (balon)
4. Fiksasi
5. Penghisapan sekresi dengan tehnik yang semestinya
Komplikasi Pemasangan ETT
• ETT masuk kedalam oesophagus, yang dapat menyebabkan hipoksia.
• Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi.
• Gigi patah.
• Laserasi pada faring dan trakhea akibat stilet (mandrin) dan ujung ETT.
• Kerusakan pita suara.
• Perforasi pada faring dan oesophagus.
• Muntah dan aspirasi.
• Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi
hipertensi, takikardi dan aritmia.
• ETT masuk ke salah satu bronkus. Umumnya masuk kebronkus kanan, untuk
mengatasinya tarik ETT 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan
auskultasi bilateral. Jika ETT masuk ke paru kanan maka suara paru kiri akan
lebih redup dan kurang mengembang sehingga berisiko untuk terjadi atelektasis
pada paru kiri.
Ekstubasi
Ekstubasi adalah pengankatan pipa endotrachea dari trachea
Beberapa indikator umum pasien bisa dilakukan ekstubasi adalah:
- Bisa mempertahankan napas spontan dan adekuat dengan nilai AGD cukup
dengan pemberian O2 dalam jumlah sedikit atau sedang
- Bisa menjaga jalan napas
- Bersih dari sekret paru
Tujuan:
1. Sebagai tahap akhir proses penyapihan dari ventilator
2. Pasien sudah tidak mengalami sumbatan (potensial sumbatan jalan nafas)
3. Supaya pasien dapat bernafas seperti semula
4. Dapat berbicara dan menelan seperti biasa
5. Supaya pasien dapat batuk dengan efektif dan dapat mengeuarkan sputum sendiri
Persiapan alat:
1. Laringoscope
2. Peralatan suction yang lengkap
3. Spuit cuff
4. Pinset, spirometer
5. Alat-alat untuk memberikan pelembaban dan oksigen, misal: O2 + NRM, O2 +
binasal
6. Peralatan lengkap untuk intubasi
Cara kerja:
1. Ukur nadi, tensi, suhu, pernafasan dan kesadaran
2. Ukur TV pasien
3. Periksa AGD
4. Bila ada instruksi dokter (misal dexametasone)
5. Beritahu pasien untuk pengangkatan pipa pernafasan
6. Lakukan penghisapan sekresi sampai bersih dan cuff dikempeskan
7. Lepaskan fiksasi tube
8. Waktu pengangkatan tube, suction kateter yang baru harus berada di dalam sambil
tube diangkat (jangan dipakai suction katheter bekas untuk membersihkan mulut)
9. Selesai pengangkatan tube pasang NRM
10. Satu jam kemudian periksa AGD ulang
Hal yang harus diperhatikan:
1. Keadaan umum pasien
2. Ukur tensi, nadi, pernafasan dan kesadaran
3. Perhatikan apakah ada stidor dan kelainan pernafasan yang lain
Monitor respon pasien terhadap ekstubasi. Perubahan signifikan pada heart rate,
respiratory rate dan atau tekanan darah lebih dari 10% batas normal mengindikasikan
bahaya pernapasan, pengkajian intensive dan kemungkinan
kemungkinan reintubasi.
Batuk dan napas dalam juga perlu diperhatikan saat meminitor vital sign serta adanya
suara stidor pada pernapasan atas. Inspirasi stidor yang terjadi karena adanya udema
pada glotis dan subglotis. Jika keadaan klinis pasien demikian, treatment dengan
2,5% epinephrine (0,5 ml dalam 3 ml normal saline) yang diberikan melalui alat yang
disemprot.
Post ekstubasi pasien berisiko:
- Spasme laring
- Aspirasi
- Kepatenan jalan napas tidak adekuat karena ketidakadekuatan otot relaksasi,
adanya udema/hematom, adanya udema lidah, kelumpuhan pita suara
- Ketidakadekuatan ventilasi
- Penurunan fungsi paru karena volume jalan napas bagian atas digantikan ETT.
Saturasi O2 <90% pada 20-3-% pasien ekstubasi tanpa tambahan O2.
c. DENGAN PEMBEDAHAN
1. Krikotiroidotomi
Krikotiroidotomi adalah : Tindakan yang dilakukan untuk membuka jalan napas
sementara dengan cepat, apabila cara lain sulit dilakukan. Pada tekhnik ini membran
krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan dan dimasukan ETT. Krikotiroidotomi
lebih mudah dilaksanakan pada keadaaan gawat darurat daripada trakeostomi, setelah
jalan napas dibebaskan maka krikotiroidotomi dapat dikonversikan dalam tr akeostomi
elektif
Indikasi Teknik
Tindakan ini dilakukan jika pasien Setelah membran krikotiroid dapat diraba,
tidak dapat diintubasi dan tidak dapat lakukan irisan pada kulit hingga menembus
diberi ventilasi melalui mulut membran krikotiroid tersebut. Kemudian irisan
Tindakan ini dilakukan untuk dilebarkan dengan forsep/klem arteri.
membuka jalan nafas sementara Masukkan pipa endotrakea kecil (4-6 mm) atau
dengan cepat apabila cara lain sulit pipa trakeostomi kecil, lalu lakukan fiksasi
dilakukan
2. Trakheostomi
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea, trakeostomi dapat
temporer atau permanen. trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obstruksi jalan
nafas atas untuk membuang mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan
obstruksi jalan pernapasan bagian
bagian atas dan untuk memungkinkan
memungkinkan penggunaan ventilasi
mekanis jangka pajang.
Indikasi Teknik
- pasien yang memerlukan Tindakan membuat lubang pada trakea untuk jalan
ventilasi mekanis dalam nafas.
jangka panjang, Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan darurat
- pasien dengan keganasan (live saving).
kepala dan leher yang akan Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada kamar
dilakukan reseksi yang sulit bedah oleh seorang yang ahli.
dilakukan intubasi, Keuntungan:
- pasien dengan trauma Lebih baik dari pada dengan intubasi, dimana pasien
maksilofasial disertai dengan masih dapat bicara, makan, mudah disuction, tahanan
risiko sumbatan jalan napas, pada waktu memasukkan sedikit, tidak terjadi
te rjadi trauma
- Pasien dengan sumbatan jalan laring karena insersi dan deadspace dapat dikurangi,
napas akibat dari trauma, luka dapat batuk dengan spontan
bakar atau keduanya, Kerugian:
- Pasien dengan gangguan Trakeostomi dapat beresiko tinggi terjadinya
neurologis yang disertai perdarahan dan stenosis. Prinsipnya, selagi
sela gi tidak
ti dak ada
dengan risiko sumbatan jalan penyempitan saluran nafas atas maka dianjurkan
napas, untuk intubasi
Kebutuhan Oksigen
Konsentrasi FiO2 yang diperlukan pada pasien yang terpasang ventilator dapat dihitung
dengan rumus:
PaO2 = (760-47) x FiO2 – PaCO
PaCO2
AaDO2 = PAO2 – PaO
PaO2
FiO2 = AaDO2 + 100 x 100%
760
Keterangan:
PAO2 : Tekanan parsial O2 dalam alveolus (dihitung menurut rumus)
PaO2 : Tekanan parsial O2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
FiO2 : Fraksi oksigen inspirasi (dilihat dari setting ventilator)
Pb : Tekanan barometrik (760 mmHg) (konstanta)
PH2O : Tekanan air dalam paru-paru (47 mmHg) (konstanta)
PaCO2 : Tekanan parsial CO2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
AaDO2 : Selisih antara Tekanan parsial O2 dalam alveolus dan Tekanan parsial O2
dalam arteri
Contoh kasus:
Misalkan pasien mendapat FiO2 100% dan AGD menunjukkan:
PH : 7,40
PO2 : 150 mmHg
PCO2 : 40 mmHg
Perhitungannya menjadi:
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O)
PH2O) (PCO2
– (PCO2 : RQ)
–
= 662 mmHg
Persamaan AGD:
PAO2 663 =X
PO2 150 90 (PO2 yang diharapkan)
X = 663 x 90
150
= 397,8
PAO2 = FiO2
FiO2 (Pb PH2O)
PH2O) (PCO2
– (PCO2 : RQ)
–
Jadi untuk mendapatkan PO2 dengan target 90 mmHg, FiO2 yang diperlukan adalah 60%.
Sedangkan untuk mempertahankan tekanan alveolar (PAO2) menjadi 100 mmHg dengan
PCO2 40 mmHg adalah:
Konsentrasi oksigen pada ventilator dapat lebih pasti ditentukan jumlahnya mulai dari 21-
100%. Berbeda dengan non invasive seperti nasal kanul atau simple m ask yang menggunakan
aliran dalam liter/menit. Konsentrasi dalam persen akan lebih akurat dalam menilai besarnya
kandungan oksigen yang diberikan. Perbandingan masing-masing konsentrasi pada non
invasive diperlihatkan pada tabel berikut