Anda di halaman 1dari 19

CASE BASED DISCUSSION

ODS KONJUNGTIVITIS VERNAL

Diajukan untuk
Memenuhi TugasKepaniteraanKlinikdan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Bagus Haruno Enggartiasto
30101507403

Pembimbing:
dr. Kasihana Hismanita., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUDDR.LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

Case Based Discussion


dengan judul :

ODS Konjungtivitis Vernal

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik

Di Departemen Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Bagus Haruno Enggartiasto 30101507403

Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing Tanggal Tanda Tangan

dr. Kasihana Hismanita., Sp.M …………….….. …………….….


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. N
Umur : 3 tahun
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Kudus
No. RM : 768xxx
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 24 Juni 2019

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada Senin, 24 Juni 2019 pukul 10.00 WIB di Poli Mata
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus.

A. Keluhan Utama :
Kedua mata merah

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli mata RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
dengan keluhan kedua matanya merah dan gatal. Keluhan sudah dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kedua mata.
Pasien mengeluh ada kotoran yang keluar dari matanya.Kotoran berwarna
putih dan terkadang keluar air.Setelah bangun tidur pasien mengeluh
kedua matanya lengket.Untuk mengurangi keluhan pasien sering
mengucek kedua matanya.Keluhan tersebut terjadi secara terus menerus
dan tidak membaik.Pasien merasakan keluhan memberat ketika dingin dan
bangun tidur. Sebelumnya pasien menggunakan obat tetes mata di warung
namun keluhan tidak membaik.
Pasien menyangkal adanya nyeri pada mata ataupun penurunan
penglihatan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat penyakit sebelumnya : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat ISPA : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluhan serupa sebelumnya di keluarga

E. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien berobat menggunakan BPJS

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS PRESENT
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital Sign
 Tekanan Darah :120/90 mmHg
 Nadi :84 kali/ menit
 Suhu :36,5 0C
 Respiration Rate (RR) :22 x / menit
 Status Gizi :baik
B. STATUS OFTALMOLOGI

PEMERIKSAAN OCULI DEXTRA (OD) OCULI SINISTRA (OS)


Visus Visus jauh (Snellen) : 6/6 Visus jauh (Snellen) : 6/6
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
Bulbus okuli enoftalmus (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),nyeri Edema (-), hiperemis(-),nyeri
tekan (-),blefarospasme (-), tekan (-),blefarospasme (-),
Palpebra
lagoftalmus (-), ektropion (-), lagoftalmus (-), ektropion (-),
entropion (-) entropion (-)
Edema (-), injeksi Edema (-), injeksi
konjungtiva (+),infiltrat (-), konjungtiva (+), infiltrat (-),
Konjungtiva
hipertrofi papil pada hipertrofi papil pada
konjungtiva palpebra inferior konjungtiva palpebra inferior
Sklera Ikterik (-) Ikterik (-)
Bulat, jernih, edema (-),keratik Bulat, jernih,edema (-), keratik
presipitat (-), infiltrat (-), ulkus presipitat (-), infiltrat (-), ulkus
Kornea
(-), sikatriks (-),Horner trantas (-), sikatriks (-), Horner trantas
dot (-) dot (-)
Camera Oculi
Jernih, hipopion (-), hifema (-) Jernih, hipopion (-), hifema (-)
Anterior
Iris atrofi (-), edema(-), synekia (-) atrofi (-),edema(-), synekia (-)
Dalam batas normal, reflek Dalam batas normal, reflek
Pupil
pupil (+) pupil (+)
Lensa Jernih, letak sentral Jernih, letak sentral
Vitreus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Ductus lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
OD OS

IV. RESUME
Telah diperiksa seorang pasien An. N 3 tahun dengan keluhan
kedua matanyamerah dan gatal. Keluhan sudah dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu.Pasien juga tidak mengeluhkan nyeri pada kedua mata. Pasien
mengeluh ada kotoran yang keluar dari matanya.Kotoran berwarna putih
dan terkadang keluar air.Setelah bangun tidur pasien mengeluh kedua
matanya lengket.Untuk mengurangi keluhan pasien sering mengucek
kedua matanya.Keluhan tersebut terjadi secara terus menerus dan tidak
membaik.Pasien merasakan keluhan memberat ketika dingin dan bangun
tidur. Sebelumnya pasien menggunakan obat tetes mata di warung namun
keluhan tidak membaik.
Pasien menyangkal adanya nyeri pada mata ataupun penurunan
penglihatan.
Riwayat penyakit dahulu; Riwayat penyakit sebelumnya,
Riwayat alergi , dan Riwayat ISPA disangkal. Riwayat Penyakit
Keluarga;Tidak ada keluhan serupa sebelumnya di keluarga. Riwayat
Sosial Ekonomi; Pasien berobat menggunakan BPJS

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
 Tekanan Darah :120/90 mmHg
 Nadi :84 kali/ menit
 Suhu :36,5 0C
 Respiration Rate (RR) :22 x / menit

B. Status oftalmologis
Konjungtiva ODS : injeksi konjungtiva (+),

V. DIAGNOSA DIFFERENSIAL
 Konjungtivitis Vernal
 Konjungtivitis Bakteri
 Konjungtivitis Papilar Raksasa (Giant Papillary Conjunctivitis)

V. DIAGNOSA KERJA
ODS Konjungtivitis Vernal
VI. TERAPI
Medikamentosa
 Cendo Lyteersedfl No. I
 Ocuflam
 Conver ed fl No. I
Konseling dan Edukasi
 Menggunakan obat yang sudah diresepkan secara rutin
 Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar
 Mengurangi frekuensi bermain di luar rumah
 Kompres mata
VII. PROGNOSIS

 Quo Ad Vitam : bonam


 Quo Ad Fungsionam : bonam
 Quo Ad Sanationam : bonam
 Quo Ad Kossmetikan : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang
transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris).Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus.Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-
kali.Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
2.1.2. Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007).
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata.Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat
mengandung pigmen (Vaughan, 2010).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis)
dan satu lapisan fibrosa (profundus).Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan.Lapisanfibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).Pada tepi
atas tarsus terdapat kelenjar Krause yang merupakan kelenjar air
mata.Konjungtiva selalu dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya
bermuara di forniks atas. Air mata yang merupakan bagian dari tearfilm ini
akan mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan dengan kedipan
mata, air mata akan terus mengalir membasahi konjungtiva dan kornea
sehingga konjungtiva dan kornea selalu basah dan untuk selanjutnya air
mata mengalir keluar melalui saluran lakrimali.
2.1.3. Perdarahan dan Persarafan

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan


arteria palpebralis.Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan
bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular
konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010).Konjungtiva juga
menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut
nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).

2.2. Konjungtivitis Vernal


2.2.1. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi
mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).Jumlah agen-agen
yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak,
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen
imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi
HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi
imunosupresif (Therese, 2002).
Konjungtivitis vernal merupakan salah satu bentuk konjungtivitis
allergi yang berulang khas musiman, bersifat bilateral, sering pada orang
dengan riwayat alergi pada keluarga, sering ditemukan pada anak laki yang
berusia kurang dari 10 tahun, diperkirakan diseluruh dunia insiden
konjungtivitis vernal berkisar antara 0,1 % – 0,5 % dan cenderung lebih
tinggi di negara berkembang. Pada bumi belahan utara lebih sering pada
musim panas dan musim semi, sedang pada bumi belahan selatan lebih
sering pada musim gugur dan musim dingin.

2.2.2 Patofisiologi
Secara histologi epitel konjungtiva terdiri ataslapisan epitel
silinderbertingkat, superfisial dan basal.Pada daerah limbus, diatas
karunkula,dekatpersambungan mukokutan pada tepi kelopak mataterdiri
dari sel skuamosa.Konjungtiva berfungsi menghasilkan airmata dan
mensuplai oksigen pada kornea, serta berfungsi sebagai pertahanan
spesifik.
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga
kemungkinan terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar. Pertahanan
konjungtiva terutama oleh adanya tearfilm pada konjungtiva yang
berfungsi untuk melarutkan kotoran dan bahan toksik yang kemudian akan
dialirkan keluar melalui saluran lakrimali menuju meatus nasi
inferior.Tearfilm ini juga mengandung lysime, lysosym A-6 yang
berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Bila ada mikroorganisma
patogen yang dapat menembus tersebut akan terjadi infeksi konjungtiva
yang disebut konjungtivitis.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
chlamidia, alergi, atau iritasi dengan bahan-bahan kimia.Konjungtivitis
vernal adalah suatu keradangan bilateral konjungtiva yang berulang
menurut musim, sebagai akibat reaksi hipersensitif tipe I dengan gambaran
spesifik hipertropi papil di canaltarsus dan limbus.
Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe limbal.
1. Tipe Palpebral.
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior yaitu terdapat
pertumbuhan papil yang besar yang disebut cobble stone. Pada beberapa
tempat akan mengalami hiperlpasi dan diberbagai tempat terjadi atrofi,
perubahan mendasar terdapat di substansia propia, dimana substanti propia
ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel limfosit plasma dan eosinofil.Pada
stadium yang lanjut jumlah selsel lapisan plasma dan eosinafil akan
semakin meningkat sehingga terbentuk tonjolan-tonjolan jaringan di
daerah tarsus dengan disertai pembentukan pembuluh darah baru kapiler
ditengahnya.

2. Tipe Limbal
Terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe
palpebral.Pada bentuk limbal ini terjadi hipertrofi limbal yang membentuk
jaringan hiperplastik gelatine.Hipertrofi limbus ini disertai bintik-bintik
yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai Horner-Trantas
dots yang merupakan degenerasi epitel kornea, atau eosinafil dengan
bagian epitel limbus kornea.Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya
dengan timbulnya radang interstisial terutama oleh reaksi hipersensitif tipe
I.
Tahap awal konjutngtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi
dalam fase ini terjadi pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan
papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi hyalin serta
pseudomembran milky white.Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinafil, basofil dan sel mast.Tahap
lanjut akan dijumpai sel-sel mononuclear serta limfosit, makrofag. Sel
mast dan eosinofil terdapat dalam jumlah besar dan terletak superfisial,
sebagian besar sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Fase vaskuler dan
seluler akan segera diikuti oleh deposisi kolagen, dan peningkatan
vaskularisasi, hiperplasi jaringan ikat terus meluas membentuk giant papil.

2.2.3 Etiologi
Penyebab utama konjungtivitis vernal adalah reaksi allergi, hal ini
didasarkan pada beberapa pemikiran:
a. Konjungtivitis yang kambuh secara musiman.
b. Pada pemeriksaan kerakan getah mata didapatkan eosinofil.
c. Lebih sering diderita oleh anak dan usia muda.
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
a. Pemeriksaan klinis didapatkan anamnesis keluhan utamanya adalah
mata merah kecoklatan/kotor.
b. Pemeriksaan pada palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble
stone, giant’s papilae. Pada konjungtiva bulbi warna merah
kecoklatan dan kotor padafissura interpalpebralis.Pada limbus
didapatkan Horner-Trantas dots.
c. Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerakan konjungtiva atau getah
mata didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.
2.2.5 Penatalaksanaan
a. Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid mata tiap 2 jam selama 4
hari. Obat lain: Sodium cromaglycate 2 % : 4-6 x 1 tetes/hari, Iodoxamide
tromethamie 0,1%, Levocabastin, Cyclosporin.
b. Pada kasus berat dapat juga diberikan anti histamin dan steroid oral. Perlu
disampaikan agar penderita:
1. Tidak menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus.
2. Obat harus dengan indikasi dokter.
3. Pemakaian steroid dapat terjadi infeksi bakteri, jamur, glaukoma dan
sebagainya.
2.2.6 Kesimpulan
Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe
limbal. Tipe palpebral terutama mengenai konjungtiva tersebut superior
yaitu terdapat pertumbuhan papil yang besar yang disebut cobble stone.
Pada beberapa tempat akan mengalami hiperlpasi dan diberbagai tempat
terjadi atrofi perubahan membesar terdapat di substansia propia, dimana
substanti propia ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel limfosit plasma dan
eosinafil. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis
dan laboratorium. Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid,
selanjutnya diberikan obat lain misalnya Sodium cromaglycate 2%.
Iodoxamide tromethamie 0,1%, Levocabastin, Cyclosporin. Pada kasus
berat dapat diberikan anti histamin dan steroid oral.
2.3. Konjungtivitis Lainnya
2.3.1 Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan
oleh bakteri.Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan
mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005). Konjungtivitis
bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita,
sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya
dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain
itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada
konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata (AOA, 2010). Ketajaman penglihatan biasanya
tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin
sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal.Gejala yang paling khas adalah
kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun
tidur.(James, 2005).
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,
penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-
obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya.Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus
konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan
sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
2.3.2 Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan
dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan,2010). Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis
virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan
penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan.Selain
itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada
orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya.Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh
adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata
berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran.Selain itu dijumpai
infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan
bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010).Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran
pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan
demam (Senaratne & Gilbert, 2005).Pada konjungtivitis herpetic yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai
anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.Konjungtivitis
hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie
virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,
hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan
subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea (Scott,2010). Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi
(James, 2005).
2.3.3 Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi.Penyakit ini ditandai
dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu.Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang
(Vaughan, 2010).
2.3.4 Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang (Vaughan, 2010).
2.3.5 Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi
oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis.
Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat
menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan
oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau
menimbulkan iritasi.Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian
substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea.


San Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Chaurasia SS, et al, 2015. Nanomedicine Approches For Corneal Diseases.
3. De Smedt, Nkurikiye J, Fonteyne Y,Hogewoning A, Van Esbroeck M,
DeBacquer D, Tuft S, Gilbert C, Delange J,Kestelyn P. Vernal
Keratoconjungtivitis in School children in Rwanda and its association with
socio economic status : A Population Based Survey.Am J Trop MedHyg.
2011. 85(4) : 711 – 717
4. Edelhauser HF. 2005. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers
Physiology of The eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri,
Mosby.
5. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal: 46-47.
2009
6. Lang GK. Gareis O, Lang GE, Recker D, Wagner P. Ophthalmology: A pocket
textbook atlas. 2nd ed. New York: Thieme. 2006. pp: 69,70,72
7. Liesegang TJ,Deutsch TA. 2009. External Disease and Cornea. Section 8,
AAO, San Fransisco
8. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2nd
edition. Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
9. Reyes NJ, Mayhew E, Chen PW, Niederkorn JY. NKT cells are necessaryfor
maximal expression of allergicconjunctivitis. Int Immunol. 2010, 22(8):627 –
636
10. Wade PD, Iwuora AN, Lopez L. AllergicConjunctivitis at Sheikh Zayed
RegionalEye Care Center Gambia. J Ophtalmic VisRes. 2012. 7(1) : 24 – 28
11. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika. 2000
12. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Binarupa Aksara. 1983
13. Wisnujono S, dkk. Pterigium dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya. 1994
14. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.

Anda mungkin juga menyukai