Anda di halaman 1dari 2

Ringkasan Buku Fiqh Prioritas

Buku Fiqh Prioritas (Fiqh Al-Awlawiyyat) adalah salah satu buku yang Saya senangi. Buku ini dikarang oleh seorang ulama besar, Syaikh Yusuf Qardhawi
hafizhallahu anhu.

Di dalam tulisan ini Saya akan mencantumkan hal-hal yang perlu mendapat penekanan dan perhatian kita bersama tentang buku tersebut, kemudian Saya
tambahkan dengan sedikit pemahaman yang Saya peroleh dari buku-buku lain, sehingga membentuk suatu ringkasan utuh tanpa menghilangkan tujuan
dari penulisnya, Syaikh Yusuf. Meskipun demikian, ringkasan ini akan memiliki banyak kekurangan. Hmmm, untuk diketahui bahwa ringkasan ini ditulis
sebagai tugas untuk diserahkan kepada Murabbi.

1. Kebutuhan umat kita sekarang akan fiqh prioritas


Saat ini umat Islam berada di antara jalan-jalan yang penuh kebimbangan. Umat Islam belum memiliki pemahaman yang komprehensif dalam beraktifitas
dalam kehidupan sehari-hari. Urusan-urusan yang tidak penting dan tidak mendesak cenderung lebih diutamakan daripada urussan-urusan yang penting
dan tidak mendesak, juga mengutamakannya dari pada urusan-urusan yang mendesak dan penting.

Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat
Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari
keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara
optimal dam mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.

Kasus yang sering terjadi di kalangan umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan perkara-perkara tidak penting dan tidak
mendesak di atas perkara-perkara yang mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih diutamakan daripada pembangunan
pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila umat Islam tidak
memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.

2. Hubungan antara fiqh prioritas dan fiqh lainnya


Fiqh prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan fiqh lainnya terutama fiqh pertimbangan (muwazanah). Kaitannya dengan fiqh muwazanah itu
dapat dilihat dari peranan pentingnya yaitu :
- Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan
- Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan , mudharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama
- Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antarakebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain

Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib. Demikian juga dengan
kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan urutan amal
(prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang lainnya.

3. Memprioritaskan kualitas atas kuantitas


Al-Qur’an memberikan perhatian yang besar dalam hal kualitas di atas kuantitas, walaupun keduanya merupakan hal yang diharapkan. Apabila dalam
kondisi-kondisi tertentu, maka umat Islam harus mampu mendahulukan kualitas daripada kuantitas.
Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa kuantitas (jumlah yang banyak) tanpa kualitas adalah suatu hal yang sangat buruk, misal ada
beberapa ayat yang menyatakan “betapa banyak manusia yang tidak beriman, betapa banyak manusia yang tidak bersyukur, kebanyakan mereka tidak
mengetahui, kebanyakan mereka tidak memahaminya, dll”.

Saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan tentang kebanggaan akan kuantitas, sedangkan kualitas (isi/substansi) cenderung tidak diperhatikan.
Fenomena ini dapat memukul mundur Islam dalam pergulatan peradaban. Ini adalah suatu hal yang perlu disikapi secara lebih serius oleh umat Islam itu
sendiri.
Sirah Rasulullah SAW juga mengisyaratkan perlunya perhatian dalam masalah kualitas daripada kuantitas.

4. Prioritas ilmu atas amal


Dalam masalah ini, kita perku mengetahui bahwa ilmu adalah prioritas daripada amal karena ilmu akan menuntun dan memotivasi timbulnya suatu amal.
Sedangkan amal tidak mampu mendatangkan ilmu. Selain itu, pemahaman juga harus didahulukan daripada hafalan belaka, juga prioritas atas maksud
dan tujuan (hal substantif) ketimbang penampilan luar .

5. Prioritas dalam bidang fatwa dan Da'wah


Di dalam bidang fatwa dan dakwah, kita perlu memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit. Berbagai nash
memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara yang mudah dan ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai dakwahnya
sangat memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika ditanyakan tentang suatu hal, maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi
sederhana, mudah, dan tidak sulit. Beliau mengarahkan kemudahan untuk mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal yang sunnat.

Islam mensyariatkan hukum-hukum yang khusus pada kondisi-kondisi yang darurat. Sebagai contoh bolehnya memakan makanan yang haram pada
keadaan-keadaan darurat dan keadaan terpaksa. Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam Al-Qur’an
juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya
mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Ukuran yang benar dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh al-Qur'an saja. Sehingga kita
dengan mudah mengetahui manakah perkara yang diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit diperhatikan.
Di dalam buku Syaikh Yusuf yang lain (Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an Al-‘azhim), dikisahkan bahwa ada seorang ulama yang selalau membahas tentang
thaharah (bersuci) secara mendetail dan terus menerus pada setiap waktu dan kesempatan beliau berceramah, sedangkan beliau sangat jarang dan
seakan dan melupakan urusan-urusan jihad. Tindakan seorang da’I atau ulama yang sedemikian adalah tindakan yang jauh dari sorotan Al-Qur’an. Apabila
diperhatikan dengan seksama, sorotan Al-Qur’an dalam masalah thaharah secara gamblang tidak lebih dari satu tempat saja dalam Surah Al-Ma’idah.
Sedangkan masalah jihad selalu dibahas dalam hampir setiap surah di dalam Al-Quran. Inilah yang dimaksudkan tentang bagaimana kita memprioritaskan
suatu hal sesuai dengan prioritas Al-Qur’an dalam mempersoalkan dan membahasnya.

6. Prioritas dalam berbagai bidang amal


Amal-amal yang disyariatkan kepada manusia juga memiliki tingkatan-tingkatan. Ada hal-hal yang perlu disegerakan dan diutamakan, dan ada juga hal-
hal yang boleh diakhirkan. Adanya keharusan dalam memprioritaskan amal yang kontinyu atas amal yang terputus-putus, dan prioritas amalan yang luas
manfaatnya atas perbuatan yang kurang bermanfaat, serta prioritas terhadap amal perbuatan yang lebih lama manfaatnya dan lebih lama kesannya.
Selain itu, prioritas amalan hati atas amalan anggota badan dan perbedaan tingkat keutamaan sesuai dengan tingkat perbedaan waktu, tempat, dan
keadaan.

7. Prioritas dalam perkara yang diperintahkan


Adapun perkara yang pokok seperti keimanan dan tauhid kepada Allah, keimanan kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari akhir adalah lebih utama diprioritaskan daripada perkara-perkara cabang seperti syariah. Tauhid dan keimanan yang benar akan membuahkan hasil
berupa amalan-amalan yang benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Amalan-amalan itu lah yang nantinya tertuang dalam hukum-hukum
syariah bagi manusia.

Beberapa hal lain yang perlu mendapat prioritas adalah adanya prioritas fardhu atas sunnah dan nawafil, prioritas fardhu 'ain atas fardhu kifayah ,
prioritas hak hamba atas hak Allah semata-mata, prioritas hak masyarakat atas hak individu, prioritas wala' (loyalitas) kepada umat atas wala' terhadap
kabilah dan individu.

8. Prioritas dalam perkara-perkara yang dilarang


Perkara yang dilarang juga memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana perkara-perkara yang diperintahkan. Dalam hal ini, umat Islam perlu memahami
tentang perbedaan mendasar antara kekufuran, Kemusyrikan, dan Kemunafiqan yang Besar dan yang Kecil.

Selain memahami hal di atas, umat Islam juga perlu memahami adanya kemaksiatan besar yang dilakukan oleh hati manusia. Kemaksiatan tidak hanya
berwujud lahiriah. Kemaksiatan hati yang merupakan kemaksiatan yang besar antara lain : kesombongan, kedengkian dan kebencian, kekikiran yang
diperturutkan, hawa nafsu yang dituruti, riya’ (pamer diri), serta cinta dunia, cinta harta, kehormatan, dan kedudukan.

Tambahan lain bagi kemaksiatan adalah bid'ah dalam aqidah dan amalan. Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan manusia dalam urusan agama.
Sesungguhnya bid’ah memiliki banyak macamnya dan semuanya tidak berada dalam satu tingkatan yang sama dan begitu pula dengan orang yang
melakukannya. Ada orang yang menganjurkan kepada bid’ah dan ada pula orang yang hanya sekadar ikut-ikutan dalam melakukan bid’ah dan tidak
mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah. Semua kelompok ini memiliki kaitan hukum yang berbeda.
Syubhat merupakan perkara yang berada satu level di bawah perkara-perkara kecil yang diharamkan, yaitu perkara yang tidak semua orang banyak
mengetahuinya dengan jelas, atau dengan kata lain kehalalan atau keharamannya berada dalam keadaan yang samar-samar. Makruh merupakan bagian
yang paling rendah dari sekian banyak perkara yang dilarang dalam agama. Makruh teridir atas dua jenis yaitu makruh tahrimi (lebih dekat kepada hal
yang haram) dan makruh tanzihi (lebih dekat kepada hal yang halal).

9. Prioritas dalam bidang reformasi


Perlunya memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem maksudnya ialah adanya perhatian yang besar pada upaya-upaya pembinaan pribadi sebelum
membangun tatanan masyarakat. Semuanya harus dimulai dari pembangunan individu yang kelak akan membuahkan hasil yang lebih baik. Perlu diingat
bahwa kumpulan-kumpulan individu yang telah terbangun dan terbina dengan baik pada akhirnya akan membentuk suatu komunitas / tatanan sosial
kemasyarakat yang baik pula.

Pembinaan dan pendidikan individu yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan manusia mu’min, yang dapat mengemban misi dakwah,
bertanggungjawab menyebarkan risalah Islam, tidak kikir terhadap harta benda, tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Alah,
dan pada saat yang bersamaan ia memberikan teladan dalam menerapkan nilai-nilai agama terhadap dirinya sekaligus menarik orang lain untuk
melakukan perbuatan yang sama.

Dengan memahami prioritas dalam bidang reformasi, umat Islam akan semakin mudah mencapai tujuannya dalam memperbaiki keadaan. Jadi, bila ingin
membangun sebuah sistem kekhalifahan yang luas dan komprehensif maka perlu melihat skala prioritas yang utama, yakni adanya pembinaan pribad-
pribadi sebelum berkampanye lebih jauh tentang sistem khilafah yang tidak semua orang cepat memahaminya.

10. Fiqh prioritas dalam warisan pemikiran


Imam al-Ghazali memberikan perhatian dalam masalah Fiqh Prioritas. Di antara pemikirannya yakni menyoroti betapa banyak orang-orang yang tertipu
(ghurur) dalam melakukan berbagai aktifitas dan banyaknya orang yang timpang dalam membuat peringkat amalan syariah.
Ulama lain yang mempunyai kepedulian terhadap Fiqh Prioritas adalah Ibnu Taimiyah, misalnya dalam hal perbedaan keutamaan amal karena perbedaan
keadaan dan pertentangan antara kebaikan dan keburukan.

11. Fiqh prioritas dalam da'wah para pembaru di zaman modern


Beberapa ulama pembaru di zaman modern yang memiliki perhatian dalam masalah ini adalah Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab, Az-Za’im Muhammad
Ahmad al-Mahdi, Sayyid Jamaluddin, Imam Muhammad Abduh, Imam Hasan al-Banna’, Imam al-Maududi, as-Syahid Sayyid Quthub, ustadz Muhammad al-
Mubarak, Syaikh al-Ghazali.

Kajian Fiqh Prioritas yang ditulis oleh Syaikh Yusuf ini dilakukan oleh beliau secara mendasar, komprehensif, dan terperincisebagaimana yang dianjurkan
oleh tokoh pembaharu Islam. Harapan Syaikh Yusuf semoga pemikirannya tentang Fiqh Prioritas ini dapat menjadi salah satu sumbangan dalam
perkembangan pemikiran Islam di zaman modern saat ini. Satu hal penting yang menjadi catatan besar bagi kita, bahwa fiqh prioritas ini bukanlah
sesuatu yang baru, bukan suatu yang diada-adakan di dalam Islam. Semua pembahasan di dalam buku tersebut dilengkapi dengan nash-nash yang shahih,
juga disertai dengan pandangan-pandangan beberapa ulama terdahulu. Lebih jelasnya, silakan baca bukunya : FIQH PRIORITAS Yusuf Al-Qardhawi.

Wallahu a’lam

Padang, April 2009- Majlis Tarbiyah Islamiyah - Taratak Paneh


Jul Hasratman

Anda mungkin juga menyukai