Buku Fiqh Prioritas (Fiqh Al-Awlawiyyat) adalah salah satu buku yang Saya senangi. Buku ini dikarang oleh seorang ulama besar, Syaikh Yusuf Qardhawi
hafizhallahu anhu.
Di dalam tulisan ini Saya akan mencantumkan hal-hal yang perlu mendapat penekanan dan perhatian kita bersama tentang buku tersebut, kemudian Saya
tambahkan dengan sedikit pemahaman yang Saya peroleh dari buku-buku lain, sehingga membentuk suatu ringkasan utuh tanpa menghilangkan tujuan
dari penulisnya, Syaikh Yusuf. Meskipun demikian, ringkasan ini akan memiliki banyak kekurangan. Hmmm, untuk diketahui bahwa ringkasan ini ditulis
sebagai tugas untuk diserahkan kepada Murabbi.
Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat
Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari
keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara
optimal dam mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.
Kasus yang sering terjadi di kalangan umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan perkara-perkara tidak penting dan tidak
mendesak di atas perkara-perkara yang mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih diutamakan daripada pembangunan
pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila umat Islam tidak
memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.
Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib. Demikian juga dengan
kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan urutan amal
(prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang lainnya.
Saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan tentang kebanggaan akan kuantitas, sedangkan kualitas (isi/substansi) cenderung tidak diperhatikan.
Fenomena ini dapat memukul mundur Islam dalam pergulatan peradaban. Ini adalah suatu hal yang perlu disikapi secara lebih serius oleh umat Islam itu
sendiri.
Sirah Rasulullah SAW juga mengisyaratkan perlunya perhatian dalam masalah kualitas daripada kuantitas.
Islam mensyariatkan hukum-hukum yang khusus pada kondisi-kondisi yang darurat. Sebagai contoh bolehnya memakan makanan yang haram pada
keadaan-keadaan darurat dan keadaan terpaksa. Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam Al-Qur’an
juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya
mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Ukuran yang benar dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh al-Qur'an saja. Sehingga kita
dengan mudah mengetahui manakah perkara yang diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit diperhatikan.
Di dalam buku Syaikh Yusuf yang lain (Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an Al-‘azhim), dikisahkan bahwa ada seorang ulama yang selalau membahas tentang
thaharah (bersuci) secara mendetail dan terus menerus pada setiap waktu dan kesempatan beliau berceramah, sedangkan beliau sangat jarang dan
seakan dan melupakan urusan-urusan jihad. Tindakan seorang da’I atau ulama yang sedemikian adalah tindakan yang jauh dari sorotan Al-Qur’an. Apabila
diperhatikan dengan seksama, sorotan Al-Qur’an dalam masalah thaharah secara gamblang tidak lebih dari satu tempat saja dalam Surah Al-Ma’idah.
Sedangkan masalah jihad selalu dibahas dalam hampir setiap surah di dalam Al-Quran. Inilah yang dimaksudkan tentang bagaimana kita memprioritaskan
suatu hal sesuai dengan prioritas Al-Qur’an dalam mempersoalkan dan membahasnya.
Beberapa hal lain yang perlu mendapat prioritas adalah adanya prioritas fardhu atas sunnah dan nawafil, prioritas fardhu 'ain atas fardhu kifayah ,
prioritas hak hamba atas hak Allah semata-mata, prioritas hak masyarakat atas hak individu, prioritas wala' (loyalitas) kepada umat atas wala' terhadap
kabilah dan individu.
Selain memahami hal di atas, umat Islam juga perlu memahami adanya kemaksiatan besar yang dilakukan oleh hati manusia. Kemaksiatan tidak hanya
berwujud lahiriah. Kemaksiatan hati yang merupakan kemaksiatan yang besar antara lain : kesombongan, kedengkian dan kebencian, kekikiran yang
diperturutkan, hawa nafsu yang dituruti, riya’ (pamer diri), serta cinta dunia, cinta harta, kehormatan, dan kedudukan.
Tambahan lain bagi kemaksiatan adalah bid'ah dalam aqidah dan amalan. Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan manusia dalam urusan agama.
Sesungguhnya bid’ah memiliki banyak macamnya dan semuanya tidak berada dalam satu tingkatan yang sama dan begitu pula dengan orang yang
melakukannya. Ada orang yang menganjurkan kepada bid’ah dan ada pula orang yang hanya sekadar ikut-ikutan dalam melakukan bid’ah dan tidak
mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah. Semua kelompok ini memiliki kaitan hukum yang berbeda.
Syubhat merupakan perkara yang berada satu level di bawah perkara-perkara kecil yang diharamkan, yaitu perkara yang tidak semua orang banyak
mengetahuinya dengan jelas, atau dengan kata lain kehalalan atau keharamannya berada dalam keadaan yang samar-samar. Makruh merupakan bagian
yang paling rendah dari sekian banyak perkara yang dilarang dalam agama. Makruh teridir atas dua jenis yaitu makruh tahrimi (lebih dekat kepada hal
yang haram) dan makruh tanzihi (lebih dekat kepada hal yang halal).
Pembinaan dan pendidikan individu yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan manusia mu’min, yang dapat mengemban misi dakwah,
bertanggungjawab menyebarkan risalah Islam, tidak kikir terhadap harta benda, tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Alah,
dan pada saat yang bersamaan ia memberikan teladan dalam menerapkan nilai-nilai agama terhadap dirinya sekaligus menarik orang lain untuk
melakukan perbuatan yang sama.
Dengan memahami prioritas dalam bidang reformasi, umat Islam akan semakin mudah mencapai tujuannya dalam memperbaiki keadaan. Jadi, bila ingin
membangun sebuah sistem kekhalifahan yang luas dan komprehensif maka perlu melihat skala prioritas yang utama, yakni adanya pembinaan pribad-
pribadi sebelum berkampanye lebih jauh tentang sistem khilafah yang tidak semua orang cepat memahaminya.
Kajian Fiqh Prioritas yang ditulis oleh Syaikh Yusuf ini dilakukan oleh beliau secara mendasar, komprehensif, dan terperincisebagaimana yang dianjurkan
oleh tokoh pembaharu Islam. Harapan Syaikh Yusuf semoga pemikirannya tentang Fiqh Prioritas ini dapat menjadi salah satu sumbangan dalam
perkembangan pemikiran Islam di zaman modern saat ini. Satu hal penting yang menjadi catatan besar bagi kita, bahwa fiqh prioritas ini bukanlah
sesuatu yang baru, bukan suatu yang diada-adakan di dalam Islam. Semua pembahasan di dalam buku tersebut dilengkapi dengan nash-nash yang shahih,
juga disertai dengan pandangan-pandangan beberapa ulama terdahulu. Lebih jelasnya, silakan baca bukunya : FIQH PRIORITAS Yusuf Al-Qardhawi.
Wallahu a’lam