Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nurma Astrid Utami

NIM : 6511417059
Rombel : 5B
Mata Kuliah : Konseling Gizi

MOTIVATIONAL INTERVIEWING

Motivational interviewing adalah proses konseling dengan menggunakan model atau


gaya konseling yang berpusat pada klien untuk membantu klien memperoleh perubahan
perilaku dan menyelesaikan ambivalensi (dua perasaan yang bertentangan). Dalam proses
motivational interviewing ini dijumpai suatu premature focus trap yang dapat menghambat
proses konseling, dimana konselor terlalu terfokus pada suatu topik masalah yang menurutnya
penting, namun belum tentu penting menurut klien. Untuk menghindari hal tersebut, seorang
konselor harus benar-benar mendengarkan dan memahami apa yang diceritakan oleh klien agar
mendapatkan pemahaman tentang situasi kehidupan klien dan memperoleh penyelesaian dari
ambivalensi yang dihadapi klien.
Dalam video motivational interviewing ini terdapat dua skenario berbeda yang
berkaitan dengan premature focus trap, yaitu:
a. Skenario Ke-1
Dalam skenario pertama, konselor menggunakan cara konseling yang salah dan
jatuh ke dalam premature focus trap. Mulanya klien datang untuk konseling setelah
dirinya terdiagnosis dokter terkena Pra-diabetes. Klien menceritakan aktivitasnya
kepada konselor, dimana klien ini memliki kesibukan yang cukup padat akibat
pekerjaan, sering bepergian dan makan makanan yang tidak terlalu sehat di luar. Selain
itu, klien sangat menganggap penting pekerjaannya sehingga tidak sempat untuk
mengurus dan memperhatikan kondisi kesehatannya sendiri, termasuk makanan dan
gaya hidupnya, karena dianggap terlalu rumit dan sulit baginya serta menyita banyak
waktu. Meskipun klien menyadari akan pentingnya berolahaga, namun dia tetap tidak
bisa melakukannya mengingat kesibukannya tersebut. Mulai dari hal ini, konselor
mulai terjatuh dalam premature focus trap. Konselor tidak menggali informasi klien
lebih jauh, yang mugkin menjadi penyebab dari masalah yang ada, hanya terfokus pada
masalah berolahraga dan mulai menyarankan klien untuk berolahraga, karena
menurutnya penyebab dari diabetes yang dialami klien adalah karena kurang
berolahraga dan berat badannya berlebih. Namun, klien kontra dengan konselor, karena
klien tidak merasa yakin bisa melakukan hal yang disarankan oleh konselor, mengingat
kesibukannya. Hingga akhir konseling kedua pihak tetap berdiri pada keputusannya
masing-masing, dan dengan berat hati klien menyetujui datang di waktu konseling
berikutnya untuk melihat perkembangan dari olahraganya, meskipun klien tidak yakin
dapat melakukannya.
Dalam skenario ini, terlihat jelas bahwa konselor langsung melompat pada
masalah pertama yang diidentifikasi klien dan mulai membuat rencana tindakan untuk
program olahraga. Mulai dari tahap ini, klien menjadi tidak tertarik pada topik
konseling, meskipun klien menyadari olahraga sebagai perubahan gaya hidup. Ketika
konselor jatuh ke dalam jebakan ini, resistensi diam meningkat dan terjadi perselisihan
diantara keduanya. Tampak jelas bahwa olahraga menjadi tidak menarik dan bukan
prioritas bagi klien tetapi konselor terus mendorong topik kepada klien, meskipun klien
tidak melihat ini sebagai perubahan realistis yang dapat dilakukannya.
b. Skenario Ke-2
Dalam skenario kedua, konselor menggunakan cara benar dan dapat
menghindari premature focus trap. Klien dalam skenario kedua ini memiliki masalah
yang sama yaitu pre-diabetes. Dalam konseling skenario kedua ini, konselor berusaha
untuk membangun empati dan mendengarkan dengan baik cerita dari klien, sehingga
konselor mendapatkan pemahaman yang luas dan bisa mengidentifikasi masalah yang
dihadapi klien. Untuk menghindari suatu premature focus trap oleh konselor dapat
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka pada klien, menentukan fokus
masalah, dan mengarahkan untuk mengubah topik pembicaraan.
Dalam skenario ini, pembahasan dimulai dengan penjelasan klien tentang
aktivitasnya yang cukup sibuk, klien juga menyadari akan pentingnya berolahraga dan
konsumsi makanan yang sehat, namun klien kurang memperhatikan dan meluangkan
waktu untuk melakukannya karena sering bepergian. Selain itu, disela-sela bepergian
itu, klien suka mencoba makanan baru yang manis, seperti donat selai kacang dan suka
untuk mengonsumsi minuman berkafein dan minuman bersoda, karena menurutnya
minuman tersebut memberikan dorongan energy untuk melakukan aktivitasnya. Disela-
sela klien bercerita, konselor mengajukan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi
lebih lanjut tentang berbagai faktor yang mungkin menjadi penyebab pre-diabtets yang
dialaminya, serta melakukan penegasan terhadap cerita yang sudah disampaikan oleh
klien, dan secara tidak langsung hal tersebut membuat klien menyadari akan hal yang
dilakukannya itu tidak baik. Selain itu, konselor juga menawarkan beberapa saran
terkait kebiasaannya, dan klien menyetujui apa yang dikatakan konselor dengan
sukarela. Akhir konseling, konselor dank lien merasa puas akan konseling yang telah
berlangsung dan sepakat akan bertemu lagi di konseling berikutnya, selain itu, konselor
juga menawarkan perhatian khusus untuk menghubungi dirinya apabila ada hal yang
ingin klien tanyakan.
Dalam skenario kedua ini, klien dan konselor bekerja sama untuk menentukan
di mana fokus masalahnya, klien memperbolehkan konselor untu memandu sesi
konseling, serta klien dan konselor sama-sama berperan dalam sesi konseling, sehingga
klien lebih bisa menyuarakan kondisinya dan terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam rangka meningkatkan kesehatannya. Dengan menggunakan teknik motivational
interviewing yang tepat dapat menghindari premature focus trap, mengembangkan
hubungan antara klien dan konselor, dan membantu klien menyelesaikan ambivalensi
untuk bergerak menuju perubahan perilaku melalui motivasi internal.

Anda mungkin juga menyukai