Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/318962050

Kemungkinan Terjadinya Retak pada Balok Pratekan Full Prestressing

Article · August 2009


DOI: 10.12962/j12345678.v7i1.2743

CITATIONS READS
0 59

1 author:

Muhammad Sigit Darmawan


Institut Teknologi Sepuluh Nopember
28 PUBLICATIONS   211 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Precast Geopolymer Concrete View project

Heavy metal immobilization by fly ash geopolymer View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Sigit Darmawan on 05 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI
ISSN.1907-753X

Kemungkinan Terjadinya Retak pada Balok Pratekan


Full Prestressing

M. Sigit Darmawan
Dosen Jurusan Diploma Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Email: msdarmawan@ce.its.ac.id

ABSTRAK

Pada tulisan ini akan disajikan perhitungan tegangan yang terjadi pada penampang balok
sistem full prestressing, dengan memperhitungkan variabilitas sifat-sifat beton, baja dan
beban yang bekerja. Variabitas sifat-sifat beton, baja dan beban yang bekerja akan
dimasukkan dalam analisa perhitungan dengan memakai teori kemungkinan (probability
analysis). Mengingat sangat terbatasnya data parameter statistik untuk kondisi Indonesia,
maka parameter statistik yang diperlukan untuk perhitungan tegangan akan diambil dari
berbagai penelitian sebelumnya yang pada umumnya dilakukan di luar Indonesia. Hasil studi
menunjukkan bahwa meskipun balok pratekan sudah didisain dengan memakai sistem full
prestressing (tidak ada tegangan tarik pada penampang), dari perhitungan dengan memakai
probabilty analysis didapat kemungkinan sebesar ±50% akan terjadi tarik pada serat
terbawah. Tegangan tarik yang terjadi tersebut selanjutnya ada kemungkinan sebesar ±20%
akan melebihi tegangan tarik yang diijinkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada sistem full
prestressing masih terdapat kemungkinan terjadinya retak.

Kata kunci: Full prestresing, Probability Analysis, Tegangan Tarik, Retak

1. PENDAHULUAN
Pada disain balok pratekan dikenal adanya 2 tekan), kemungkinan terjadinya tarik pada
sistem pemberian pratekanan (Warner dkk, sebagian penampang beton masih mungkin
1998), yaitu akan terjadi. Penyebab utama terjadinya
• Full prestressing tarik disebabkan antara lain adalah adanya
• Partial prestressing ketidaktentuan pada sifat-sifat material
beton, baja dan besarnya beban yang
Pada sistem full prestressing, seluruh bekerja. Adanya ketidaktentuan tersebut
penampang balok beton direncanakan dalam menyebabkan tegangan yang terjadi pada
kondisi mengalami tegangan tekan (tidak sebuah penampang merupakan sebuah nilai
ada tarik sama sekali), dan sebaliknya pada yang bervariasi dan bukannya sebuah nilai
sistem partial prestressing penampang yang dapat ditentukan dengan secara pasti
beton diijinkan mengalami tegangan tarik. (deterministic). Untuk itu akan dilakukan
Tegangan tarik yang terjadi pada sistem perhitungan tegangan pada penampang
partial prestressing dibatasi nilainya, agar balok full prestressing, dengan memasukkan
tidak melebihi nilai yang diijinkan. variabitas sifat-sifat beton, baja dan beban
Mengingat kuat tarik beton hanya sebesar yang bekerja. Variabilitas sifat-sifat beton,
10% dari kuat tekan beton dan sifatnya yang baja dan beban tersebut akan
sangat erratic (variatif sekali), maka pada diperhitungkan dengan memakai analisa
umumnya dipakai tulangan baja pasif untuk teori kemungkinan (probability analysis).
memikul tegangan tarik yang terjadi pada
penampang balok pratekan partial
prestressing, serta untuk keperluan 2. TINJAUAN PUSTAKA
mengendalikan besarnya retak yang terjadi. Balok pratekan sistem full prestressing
Pada tulisan ini akan ditunjukkan bahwa dipakai untuk kondisi dimana tidak boleh
meskipun balok sudah direncanakan terjadi retak sama sekali. Sistem ini dipakai
memakai sistem full prestressing (seluruh antara lain dipakai pada (Warner dkk, 1998):
penampang beton menerima tegangan

Halaman 20 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini
Jurnal APLIKASI Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009
ISSN.1907-753X

• Struktur pelindung (misalnya atap) yang variabilitas beban yang terjadi perlu
tidak boleh terjadi kebocoran diperhitungkan, baik yang disebabkan beban
• Tangki air atau bahan kimia berbahaya mati maupun beban hidup. Pada studi tahap
lainnya ini hanya pengaruh beban mati saja yang
• Containment structure seperti dipakai diperhitungkan. Pengaruh lingkungan yang
pada instalasi reaktor nuklir berupa suhu dan kelembaban juga
• Bangunan di lingkungan yang sangat diperhitungkan karena mempengaruhi
agresif atau korosif besarnya susut dan rangkak yang terjadi,
yang pada akhirnya berpengaruh pada
Mengingat pentingnya peranan bangunan- besarnya tegangan yang terjadi pada
bangunan yang direncanakan memakai penampang balok.
sistem full prestressing diatas, maka perlu
adanya kepastian bahwa tidak akan terjadi Adapun perumusan untuk menentukan
retak sama sekali untuk menghindari besarnya tegangan pada penampang beton
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, akibat pengaruh gaya pratekan dan beban
misalnya bocornya bahan kimia yang yang bekerja adalah sbb:
berbahaya.
F F ∗e∗h/2 M ∗h/2
Penyebab utama terjadinya retak pada f ct = − + −
balok pratekan full prestressing adalah A I I
adanya ketidaktentuan sifat-sifat beton, .....(1)
baja dan beban yang bekerja. Dengan F F∗e∗h / 2 M ∗h / 2
adanya ketidaktentuan ini, maka nilai f cb = − − + .....(2)
tegangan yang terjadi pada penampang A I I
beton bukan merupakan nilai yang dapat
ditentukan dengan tepat (determinisitic), dimana
tetapi nilai ini merupakan sebuah variable fct = tegangan beton pada serat teratas
acak (random variable), yang mempunyai fcb = tegangan beton pada serat terbawah
nilai rata-rata (mean) dan sebaran tertentu F = besarnya gaya pratekan efektif
(coefficient of variation). e = eksentrisitas baja pratekan
h = tinggi penampang balok
Sifat-sifat beton yang perlu diperhitungkan A = luas penampang
dalam menentukan besarnya tegangan yang I = momen inersia penampang
terjadi pada sebuah penampang balok M = momen lentur akibat beban yang
pratekan adalah bekerja
• Dimensi penampang
• Mutu beton (fc’) 3. PARAMETER STATISTIK YANG DIPAKAI
• Modulus elastis beton
• Susut Mengingat belum terdokumentasinya dengan
• Rangkak baik data penelitian di Indonesia, maka
parameter statistik yang akan dipakai untuk
Sedangkan sifat-sifat baja perlu yang perhitungan tegangan yang terjadi dengan
diperhitungkan dalam menentukan besarnya memakai analisa teori kemungkinan adalah
tegangan yang terjadi pada sebuah memakai parameter statistik yang berasal
penampang balok pratekan adalah dari penelitian di luar Indonesia (lihat Tabel
• Modulus elastis baja 1). Tabel 1 menunjukkan bahwa parameter
• Mutu baja (fpu) statistik dari sifat-sifat beton mempunyai
• Relaksasi baja koefisien variasi yang lebih besar
dibandingkan parameter statistik sifat-sifat
Disamping sifat-sifat beton dan baja diatas, baja. Hal ini berarti parameter beton akan
beban yang terjadi juga mempunyai nilai mempunyai pengaruh yang lebih besar
ketidaktentuan yang cukup besar. Sehingga dibandingkan parameter baja pada saat
dipakai untuk menentukan besarnya
tegangan yang terjadi.

Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 21
Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI
ISSN.1907-753X

Tabel 1: Parameter Statistik yang Dipakai


Parameter Rata-rata COV Distribution Referensi
D
1.05Dnom 0.1 Normal Nowak et al. (2001)
(beban mati)
εcs.b
Uniform
(regangan susut dasar 750 x10-6 144x x10-6 AS 3600
(500-1000)x10-6
rencana)
φ cc.b Uniform
(faktor rangkak dasar) 2.5 0.43 AS 3600
(3.25-1.75)

Rb (%) Uniform
1.5 0.29 AS 3600
(faktor relaksasi dasar) (1-2)

f’c (MPa)
F’ac + 7.5 sb = 6 Lognormal Attard and Stewart (1998)
(kuat tekan beton)

Ec(t) (MPa)
(modulus elastis beton) 4600 f c' ( t ) - - Mirza et al. (1979)

MEc(Ec(t)) 1.0 0.12 Normal -

Ep (MPa)
195000 0.02 Normal Mirza et al. (1980)
(modulus elastis baja)

fpu (MPa)
1.04 fpk 0.025 Normal Mirza et al. (1980b)
(tegangan max baja)

H (mm) Mirza and McGregor


Hnom+0.8 s = 3.6 Normal
(Tinggi balok) (1979b)
B (mm)
Mirza and McGregor
(lebar balok) Bnom+2.5 S = 3.7 Normal
(1979b)
ME(Susut)
1.0 0.34 Normal Bazant and Baweja (1995)
ME(Rangkak)
1.0 0.23 Normal Bazant and Baweja (1995)
RH (%)
80 0.1 Normal Stewart (1996)
(kelembaban relatif)

te (oC)
27.5 0.1 Normal -
(temperatur rata-rata
tahunan)
a ’
F c =kuat tekan karakteristik;b s=standar deviasi, COV=koefisien variasi;c ME=Model Error; fpk=
tegangan max baja karakteristik

Analisa teori kemungkinan dilakukan dengan variabel yang terlibat kedalam perumusan
melakukan simulasi Monte Carlo (Melchers, tegangan yang terjadi pada penampang
1999). Simulasi Monte Carlo dilakukan dengan secara acak (random) sesuai dengan
dengan memasukkan sebuah nilai dari setiap tipe distribusinya. Langkah ini dilakukan

Halaman 22 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini
Jurnal APLIKASI Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009
ISSN.1907-753X

berulangkali untuk mendapatkan nilai (tekan) dan pada penampang beton


tegangan yang terjadi yang dapat diterima terbawah (fcb) adalah sebesar -1.50 MPa
secara statistik, misalnya dengan melakukan (tekan). Tidak terjadi tarik pada penampang
1000000 simulasi. Dengan tersedianya beton, sesuai dengan disain memakai sistem
perangkat keras komputer yang relatif full prestressing.
cepat, simulasi sebanyak ini telah dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat.
5. HASIL YANG DIPEROLEH
4. APLIKASI PERHITUNGAN Selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan
pada penampang beton dengan memakai
Monte Carlo simulation. Hasil perhitungan
Sebagai contoh perhitungan, maka dilakukan
disajikan secara berurutan pada Gambar 3,
perhitungan tegangan yang terjadi untuk
4, 5 dan 6. Besarnya tegangan yang terjadi
balok pratekan dengan dimensi seperti
dinyatakan dalam MPa, dimana tegangan
Gambar 1 (Warner dkk, 1998).
negatif menunjukkan penampang dalam
keadaan menerima tegangan tekan dan
positif bila menerima tegangan tarik.

Gambar 3 menunjukkan tegangan yang


675 terjadi pada penampang beton serat
900
teratas, sementara Gambar 4 menunjukkan
Aps tegangan yang terjadi pada penampang
beton serat terbawah. Gambar 3
mengindikasikan bahwa tegangan tekan yang
terjadi pada serat teratas penampang beton
300 bervariasi antara -15 MPa s/d -35 MPa,
dengan rata-rata sebesar -24.09 MPa dan
Gambar 1: Balok Pratekan 30 cm x 90 cm.
standar deviasi sebesar 3.05 MPa. Sama
sekali tidak terjadi tarik di daerah ini.
1.5

Gambar 4 mengindikasikan bahwa tegangan


25 yang terjadi pada serat terbawah
penampang beton bervariasi antara -15 MPa
Gambar 2: Balok dengan bentang 25 meter. s/d 16 MPa, dengan rata-rata sebesar 0.032
MPa dan standar deviasi sebesar 3.45 MPa.
Sedangkan data disain yang dipakai adalah Berbeda dengan penampang beton bagian
sebagai berikut: teratas yang tidak terjadi tarik sama sekali,
pada serat terbawah terdapat kemungkinan
f’c (kuat tekan)=40 MPa terjadi tegangan tarik. Tegangan tarik yang
Aps(luas penampang baja)=3643 mm2 terjadi bahkan telah melebihi tegangan tarik
f’ci(kuat tekan saat transfer)=30 MPa yang diijinkan, yaitu sebesar 0.5(fc’)0.5 atau
Ep(modulus elastis baja)=195000 MPa sebesar 3.16 MPa (ACI318, 2002). Gambar 3
fsi (tegangan awal baja pratekan)=1100 Mpa dan 4 juga menunjukkan bahwa tegangan
Dnom (beban mati) = 1.5 t/m pada serat terbawah mempunyai standar
L (bentang) = 25 m deviasi yang sedikit lebih besar
Dengan memakai persamaan 1 dan 2, maka dibandingkan tegangan pada serat teratas.
besarnya tegangan pada penampang beton
teratas (fct) adalah sebesar -22.85 MPa

Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 23
Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI
ISSN.1907-753X

5
1.5 10
mean=-24.09; s=3.05; D =1.5 t/m
n
5
1.2 10

4
9 10
Jumlah

4
6 10

4
3 10

0
-38 -34 -30 -26 -22 -18 -14 -10
f (tegangan beton di serat teratas, MPa)
ct

Gambar 3: Tegangan beton di serat teratas.

5
1.5 10

mean=0.032; s=3.45; D =1.5 t/m


n
5
1.2 10

4
9 10
Jumlah

4
6 10

4
3 10

0
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16
f (tegangan beton di serat terbawah, MPa)
cb

Gambar 4: Tegangan beton di serat terbawah.

Halaman 24 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini
Jurnal APLIKASI Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009
ISSN.1907-753X

0.14

0.12

Probability Density
0.10

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00
-35 -30 -25 -20 -15 -10
f (tegangan beton di serat teratas, MPa)
ct

Gambar 5: Distribusi tegangan beton di serat teratas.

0.12

0.10
Probability Density

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00
-15 -10 -5 0 5 10 15
f (tegangan beton di serat terbawah, MPa)
cb

Gambar 6: Distribusi tegangan beton di serat terbawah.

Gambar 5 dan 6 secara berurutan tarik pada penampang beton serat teratas.
menyajikan distribusi tegangan yang terjadi Sebaliknya Gambar 6 menunjukkan bahwa
pada penampang beton bagian teratas dan kemungkinan terjadinya tarik pada
terbawah. Gambar 5 menunjukkan bahwa penampang beton serat terbawah cukup
tidak ada kemungkinan sama sekali terjadi besar, yaitu sebesar ±50%. Sedangkan

Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 25
Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI
ISSN.1907-753X

tegangan tarik yang melebihi tegangan ijin AS 3600 (2001), Concrete Structures,
tarik pada daerah ini mempunyai Standards Association of Australia,
kemungkinan terjadi sebesar ±20%. Hal ini Homebush, New South Wales, Australia.
dapat terjadi karena adanya variabilitas
Attard, M. M. and Stewart, M. G. (1998), A
sifat-sifat beton, baja dan beban yang
Two Parameter Stress Block for Model
bekerja, yang mengakibatkan terjadi variasi
for High Strength Concrete, ACI
tegangan yang terjadi, meskipun penampang
Structural Journal, ACI, Vol. 95, No. 3,
telah didisain dengan memakai sistem full
pp. 305-317.
prestressing (tidak ada tarik pada
penampang beton). Terjadinya tegangan Bazant, Z. P. and Baweja, S. (1995), Creep
tarik ini selanjutnya dapat menimbulkan and Shrinkage Prediction Model for
retak yang tentunya sangat tidak diharapkan Analysis and Design of Concrete
terjadi pada sistem full prestressing. Structures-model B3, Materials &
Structures, Vol. 28, pp. 357-365.
6. KESIMPULAN & SARAN Melchers, R. E. (1999), Structural Reliability
Analysis and Prediction, John Wiley &
Hasil perhitungan tegangan dengan memakai
Sons, New York.
teori kemungkinan menunjukkan bahwa
pada penampang balok pratekan sistem full Mirza, S. A., Hatzinikolas, M. and
prestressing terdapat kemungkinan sebesar MacGregor, J. G. (1979), Statistical
±50% terjadi tegangan tarik pada serat Description of Strength of Concrete,
terbawah, meskipun sudah didisain dengan Journal of the Structural Division, ASCE,
konsep full prestressing (tidak ada tarik). Vol. 105, No. ST6, pp. 1021-1037.
Hal ini terjadi karena adanya variabilitas
Mirza, S. A., Kikuchi, D. K. and MacGregor,
sifat-sifat baja dan beton serta beban yang
J. G. (1980), Flexural Strength
bekerja, yang mengakibatkan nilai tegangan
Reduction Factor for Bonded
yang terjadi juga bervariasi.
Prestressed Concrete Beams, ACI
Journal, Vol. 77, No. 4, pp. 237-246.
Dari hasil perhitungan juga didapatkan
bahwa tegangan tarik yang terjadi ada Mirza, S. A. and MacGregor, J. G. (1979b),
kemungkinan sebesar ±20% akan melebihi Variations in Dimensions of Reinforced
tegangan tarik ijinnya. Tentu saja hal ini Concrete Members, Journal of the
juga menunjukkan bahwa masih ada Structural Division, ASCE, Vol. 105, No.
kemungkinan yang cukup besar akan terjadi ST4, pp. 751-766.
retak pada balok sistem full prestressing.
Nowak, A. S., Park, C. and Casas, J. R.
Dari hasil diatas maka disarankan bahwa (2001), Reliability Analysis of
meskipun balok pratekan telah didisain Prestressed Concrete Bridge Girders:
dengan sistem full prestressing, maka Comparison of Eurocode, Spanish
sebaiknya tetap diberi tulangan baja pasif Norma IAP and AASHTO LRFD,
pada daerah serat bawah untuk menghindari Structural Safety, Vol. 23, pp. 331-344.
terjadinya retak. Stewart, M. G. (1996), Serviceability
Reliability Analysis of Reinforced
Concrete Structures, Journal of
7. DAFTAR ACUAN Structural Engineering, ASCE, Vol. 122,
No. 7, pp. 794-803.
ACI 318 (2002), Building Code Requirement
for Sructural Concrete (ACI 318-02) and Warner, R. F., Rangan, B. V., Hall, A. S. and
Commentary (ACI 318R-02), American Faulkes K. A. (1998), Concrete
Concrete Institute, Farmington Hills, Structures, Longman Press, Melbourne.
Michigan.

Halaman 26 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai