Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 6

AINUN ANNISHA (21706003)

OCHTAVYANI EMBONG BULAN (21706036)

RANI ASTUTI (21706040)

MIRAWATI DEWI (21706027)

AWILIA EKA PUTRI

HAERUNISHA

INDRIANA HASMA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR

2019

10
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Kejang Demam


1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI,
2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di
Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam
sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh,
2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami
demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang
perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah


kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya.
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak
besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan
lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk
membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
1) Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel
saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks
serebri.
 Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medulla spinalis.
 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis
bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran
utama
 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar
otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran inilah
yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri
penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi
alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah arteri mayor
tersumbat.
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007
diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla
spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor
Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral
ketiga dan keempat, secara organik dan non organik LCS sama dengan
plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS mengandung
protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS
hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah
merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
c. Medula Spinalis
 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
 Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi
saraf otak dan saraf spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
 Saraf servikal 8 pasang
 Saraf torakal 12 pasang
 Saraf lumbal 5 pasang
 Saraf sacrum/sacral 5 pasang
 Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula
spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal.
Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan
terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik
dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk
anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta (nervus inter
kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama
serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai.
Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi
penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke
kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat
motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah
kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan
parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua
itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga,
cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa olfaktorius
pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada
sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni
yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-
bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi
salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke
serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem
limbik.
2) Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat
arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada
dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial
serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh sehingga
serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal
retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual
nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang
berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa
serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan
dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati
bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus
oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan
diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus
parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus temporal. Akibat
dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.
3) Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung
jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior,
otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus
otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit
mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.
4) Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik
dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot
masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus
dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu saraf oftalmikus, maksilaris,
dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi,
wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula,
dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar
dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian
bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat
saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke
dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot
frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-
serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang
mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan
menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke
korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius
pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf
glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke
basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada
daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks
dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan
paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap
sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf
motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = Tidak ada respon
1 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi kurang
lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul
dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan
terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi
bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2
cm diatas olekranon)
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat
bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks
ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking
dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul
bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya
tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala
klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila
kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada
sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135°
terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi
jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan
atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan
tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.
3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan
suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh
naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong
L, 2008).
4. Patofisiologi

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG

(Sumber: Nugroho, 2011)

5. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun
tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
b. Penurunan kesadaran
c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
d. Muntah
e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam
waktu yang singkat (Lyons, 2012
6. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu,
glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam
durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan
Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang
demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari
12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi >
18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam
hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana
namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang
kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang
demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang
bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan
dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak
(mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus
VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).
7. Manajemen Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang
mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal
dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya
belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya
dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2
kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus
dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI,
2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua
parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi
kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang
demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi demam dan
memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan
metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis
harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga
sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas
usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis
dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-
anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang
demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari
15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian
kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental
dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat
dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam
berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka
panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis)
atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan
pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara
bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al.,
2011 dan Capovilla et al., 2009):
1) Baringkan pasein di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):
1) Hilangkan obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan
menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika
perlu, setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam


Sederhana
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya
gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena
pasien merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur
dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana
adalah sebagai berikut :
Diagnosa Intervensi
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
0
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1 C
tubuh Setelah pasien (derajat menunjukkan proses
berhubungan dilakukan dan pola): penyakit infeksius
dengan proses tindakan perhatikan akut.
patologis keperawatan menggigil?diafore 2. Suhu ruangan,
selama 4 x 24 si. jumlah selimut harus
suhu tubuh 2. Pantau suhu dirubah untuk
normal. lingkungan, mempertahankan
Tupen: batasi/tambahkan suhu mendekati
Setelah linen tempat tidur normal
dilakukan sesuai indikasi. 3. Dapat membantu
tindakan 3. Berikan kompres mengurangi demam,
perawatan hangat: hindari penggunaan air
selama 3 x 24 penggunaan es/alkohol mungkin
jam proses kompres alkohol. menyebabkan
patologis teratasi 4. Berikan selimut kedinginan
dengan kriteria: pendingin 4. Digunakan untu
TTV stabil Kolaborasi: kengurangi demam
Suhu tubuh 5. Berikan antipiretik umumnya lebih besar
dalam batas sesuai indikasi dari 39,5-40 0C pada
normal waktu terjadi
gangguan pada otak.
5. Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat 1. Penurunan haluaran


kekurangan dilakukan haluaran urin. urin dan berat jenis
volume cairan tindakan 2. Pantau tekanan akan menyebabkan
berhubungan perawatan darah dan denyut hipovolemia.
dengan selama 3 x 24 jantung 2. Pengurangan dalam
peningkatan suhu jam kekurangan 3. Palpasi denyut sirkulasi volume
tubuh volume cairan perifer. cairan dapat
tidak terjadi 4. Kaji membran mengurangi tekanan
Tupen: setelah mukosa kering, darah/CVP,
dilakukan turgor kulit yang mekanisme
tindakan tidak elastis kompensasi awal
perawatan dari takikardia
Kolaborasi:
selama 2 x 24 untuk meningkatkan
jam peningkatan 5. Berikan cairan curah jantung dan
suhu tubuh intravena, meningkatkan
teratasi, dengan misalnya tekanan darah
kriteria: kristaloid dan sistemik.
Tidak ada tanda- koloid 3. Denyut yang lemah,
tanda dehidrasi mudah hilang dapat
Menunjukan menyebabkan
adanya 6. Pantau nilai hipovolemia.
keseimbangan laboratorium 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti ruang ketiga akan
output urin memperkuat tanda-
adekuat tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik 5. Sejumlah besar
Membran cairan mungkin
mukosa mulut dibutuhkan untuk
lembab mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
permeabilitas
kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan dilakukan untuk aspirasi atau
nafas b.d tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
peningkatan perawatan mulut dari benda asing ke
sekresi mucus selama 4 x 24 benda/zat tertentu. faring.
jam jalan nafas 2. Letakkan pasien 2. Meningkatkan aliran
kembali efektif pada posisi (drainase) sekret,
miring, mencegah lidah
Tupen: setelah permukaan datar, jatuh dan
dilakukan miringkan kepala menyumbat jalan
tindakan selama serangan nafas.
perawatan kejang. 3. Untuk memfasilitasi
selama 2 x 24 3. Tanggalkan usaha
jam peningkatan pakaian pada bernafas/ekspansi
sekresi mukus daerah leher/dada dada.
teratasi, dengan dan abdomen. 4. Jika masuknya di
kriteria: 4. Masukan spatel awal untuk
Suara nafas lidah/jalan nafas membuka rahang,
vesikuler buatan atau alat ini dapat
gulungan benda mencegah
Respirasi rate
lunak sesuai tergigitnya lidah dan
dalam batas
dengan indikasi. memfasilitasi saat
normal
5. Lakukan melakukan
penghisapan penghisapan
sesuai indikasi lendiratau memberi
sokongan terhadap
Kolaborasi :
pernafasan jika di
6. Berikan tambahan perlukan.
oksigen/ventilasi 5. Menurunkan risiko
manual sesuai aspirasi atau
kebutuhan pada asfiksia.
fase posiktal. 6. Dapat menurunkan
hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dilakukan badan minimum kondisi gangguan
dari kebutuhan tindakan dan kebutuhan minat yang
tubuh b.d intake perawatan nutrisi harian. menyebabkan
yang tidak selama 5 x 24 2. Gunakan depresi, agitasi dan
adekuat jam perubahan pendekatan mempengaruhi
nutrisi kurang konsisten, duduk fungsi
dari kebutuhan dengan pasien saat kognitif/pengambila
tidak terjadi makan, sediakan n keputusan.
dan buang 2. Pasien mendeteksi
Tupen: setelah makanan tanpa pentingnya dan
dilakukan persuasi dapat beraksi
tindakan dan/komentar. terhadap tekanan,
perawatan 3. Berikan makan komentar apapun
selama 3 x 24 sedikit dan yang dapat terlihat
jam intake makanan kecil sebagai paksaan
nutrisi adekuat, tambahan, yang memberikan fokus
dengan kriteria: tepat. padad makanan.
Makan klien 4. Buat pilihan menu 3. Dilatasi gaster dapat
habis yang ada dan terjadi bila
izinkan pasien pemberian makan
BB klien normal untuk mengontrol terlalu cepat setelah
pilihan sebanyak periode puasa.
mungkin. 4. Pasien yang
5. Pertahankan meningkat
jadwal bimbingan kepercayaan dirinya
berat badan dan merasa
teratur. mengontrol
lingkungan lebih
suka menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Memberikan catatan
lanjut penurunan
dan/atau
peningkatan berat
badan yang akurat.

4. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi
hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan
dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai