Anda di halaman 1dari 19

PERAN ORANG TUA DALAM PENANGANAN ANAK HIPERAKTIF

Suci Prasasti
Heni Wahyun

Suci.prasasti@gmail.com

BK FKIP UTP Surakarta

ABSTRAK

Kecenderungan pola tingkah laku anak pada usia dini maupun usia sekolah pada
umumnya bersikap aktif. Sikap aktif pada anak umumnya merupakan sebagai tanda
bahwa anak tersebut memiliki energi berlebih dan memiliki aktivitas gerak lebih tinggi
dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Anak yang memiliki perilaku yang tidak
terkontrol (impulsive, kurang sopan, dan tidak segan-segan berbuat nekat),cenderung
bersikap ceroboh, mudah tersinggung, tidak bisa fokus dalam waktu yang lama, tidak
bisa menyelesaikan tugas dengan baik dapat dikategorikan sebagai anak Hiperaktif atau
ADHD. Anak hiperaktif mengalami gangguan perkembangan baik itu secara kognitif,
perilaku, sosialisasi dan komunikasi.
Dilihat dari dampak dan efek samping pemberian obat pada anak hiperaktif, maka
penanganan yang dianggap tepat adalah terapi yang diberikan melalui stimulus -stimulus,
menjalin kedekatan yang lebih kepada anak, memberikan perhatian khusus yang berbeda
dengan anak normal, dan yang terpenting adalah kasih sayang dari orang tua dan
lingkungan terdekatnya.
Dalam tulisan ini, penulis ingin memberikan gambaran tentang peran orang tua
dalam penanganan anak hiperaktif. Peran orang tua yang tepat dapat sebagai terapi dalam
penanganan anak hiperaktif karena orang tua adalah tempat pertama anak mendapatkan
kasih sayang dan pendidikan. Stimulus positif yang diberikan orang tua akan berdampak
positif terhadap perkembnagan anak hiperaktif.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecenderungan pola tingkah laku anak pada usia dini maupun usia sekolah pada
umumnya bersikap aktif. Sikap aktif pada anak umumnya merupakan sebagai tanda
bahwa anak tersebut memiliki energi berlebih dan memiliki aktivitas gerak lebih tinggi
dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Anak yang memiliki perilaku yang tidak
terkontrol (impulsive, kurang sopan, dan tidak segan-segan berbuat nekat),cenderung
bersikap ceroboh, mudah tersinggung, tidak bisa fokus dalam waktu yang lama, tidak
bisa menyelesaikan tugas dengan baik dapat dikategorikan sebagai anak Hiperaktif atau
ADHD. Anak hiperaktif mengalami gangguan perkembangan baik itu secara kognitif,
perilaku, sosialisasi dan komunikasi.
Dampak dari perilaku yang tidak normal ini menjadikan anak tersebut memiliki
“label” sebagai anak nakal, anak bandel, bahkan sampai dikatakan sebagai anak idiot
tanpa adanya perhatian khusus. Anak-anak yang memiliki pola tingkah laku seperti ini
seharusnya mendapatkan pendampingan secara khusus dari orang tua, guru, dan tenaga
ahli yang terkait dengan anak.
Namun demikian, anak hiperaktif memiliki taraf kecerdasan yang tergolong rata-
rata atau lebih dibandingkan anak seusianya. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang
sangat tinggi ( IQ di atas 130 ) atau sering disebut dengan anak gifted. Saat memasuki
usia sekolah, anak-anak gifted umumnya juga tidak bisa diam, menampilkan perilaku
banyak berkeliling dikelas karena tugasnya sudah selesai. Sehingga untuk menentukan
apakah seorang anak mengalami gangguan ADHD atau bahakn anak gifted memerlukan
pemeriksaan dari ahlinya.
Di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti berapa persen anak-anak yang
menyandang ADHD. Sementara itu, orang tua yang memiliki anak dengan
kecenderungan pola tingkah laku yang hiperaktif lebih memilih untuk memberikan
penanganan melalui obat-obatan yang dianggap akan menekan perilaku anak menjadi
lebih tenang padahal efek samping dari pemberian obat-obatan merasakan sulit tidur,
hilangnya nafsu makan dan perubahan perilaku secara tiba-tiba tegantung dari masing-
masing kondisi anak. Selain itu efek samping yang serius dari pemberian obat secara
bertahap adalah perkembangan yang tidak tekontrol yang berakibat tubuh anak
mengalami kejang-kejang dan verbalisasi yang terganggu.
Dilihat dari dampak dan efek samping pemberian obat pada anak hiperaktif, maka
penanganan yang dianggap tepat adalah terapi yang diberikan melalui stimulus -stimulus,
menjalin kedekatan yang lebih kepada anak, memberikan perhatian khusus yang berbeda
dengan anak normal, dan yang terpenting adalah kasih sayang dari orang tua dan
lingkungan terdekatnya.
Dalam tulisan ini, penulis ingin memberikan gambaran tentang peran orang tua
dalam penanganan anak hiperaktif. Peran orang tua yang tepat dapat sebagai terapi dalam
penanganan anak hiperaktif karena orang tua adalah tempat pertama anak mendapatkan
kasih sayang dan pendidikan. Stimulus positif yang diberikan orang tua akan berdampak
positif terhadap perkembnagan anak hiperaktif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah bagaimana peran orang tua dalam menghadapi anak hiperaktif ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orangtua dalam
menghadapi anak hiperaktif.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi orang tua dalam menghadapi anak
yang hiperaktif.
2. Manfaat praktis
Memberikan informasi kepada orang tua tentang penanganan masalah anak
hiperaktif.
BAB II
KAJIAN TEORI

1. Tinjauan Teori Tentang Orang Tua


A. Pengertian Orang Tua

Menurut Zaldy Munir (2010), dikemukakan bahwa orang tua adalah pria dan
wanita yang terikat dalm perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab
sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Orang tua adalah hubungan
antara laki – laki dan wanita yang terikat dalam sebuah komitmen pernikahan dan
mempunyai tugas dan kewajiban masing – masing.

Menurut Hurlock (1999) , orangtua adalah orang dewasa yang membawa anak ke
dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Orang tua adalah pasangan dewasa yang
nantinya akan membimbing dan membina anaknya dalam fase perkembangan dan fase
belajarnya.

Sedangkan menurut Widnaningsih dalam Indah Pertiwi (2010), menyatakan


bahwa orang tua merupakan seorang atau dua orang ayah-ibu yang bertanggung jawab
pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan atau zigot baik berupa
tubuh maupun sifat-sifat moral dan spiritual.

Berdasarkan dari pendapat di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua
merupakan orang yang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya
mulai dari pembuahan hingga dewasa baik itu pertumbuhan maupun perkembangan
kehidupan kedepan nantinya. Selain itu orang tua mempunyai tanggung jawab secara
moral kepada penciptanya kelak.

B. Jenis Pola Asuh

Menurut Hurlock, E.B (1990: 204) menyatakan bahwa pola asuh ada 3
macam yaitu:
1) Pola Asuh Otoriter
Ciri - cirinya menggunakan peraturan yang kaku, orangtua memaksakan
kehendak pada anaknya,menyebabkan anak menjadi tertekan dan tidak bisa
mengambil keputusan sendiri. Karena orangtua yang selalu menentukan segala
sesuatu kepada anak.

2) Pola Asuh Permisif


Ciri - cirinya menggunakan peraturan sedikit, orangtua bersikap longgar
pada anak, sehingga anak diperbolehkan berbuat apa saja yang dia inginkan,
orangtua tidak memberi tahu bahwa perbuatan anaknya benar atau salah,
menyebabkan anak menjadi orang yang sulit dibimbing, lebih mementingakn
dirinya sendiri. Karena pola asuh orangtua yang terlalu longgar.
3) Pola Asuh Demokratis
Orangtua memberikan aturan-aturan yang jelas. Serta menjelaskan akibat
yang terjadi apabila peraturan dilanggar dengan aturan yang selalu diulang agar
anak dapat memahaminya, memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat,
anak diberi hadiah atau pujian apabila telah berbuat sesuatu sesuai dengan
harapan orangtua, sehinnga anak memiliki kemampuan sosialisasi yang baik,
memiliki rasa percaya diri dan bertanggung jawab.
Sedangkan Conger (1973), pola asuh dibagi menjadi tiga macam, yaitu
pola asuh pola asuh authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative, dan pola
asuh permisif.

a. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter ditandai dengan detached dan controlling, kurang
hangat dari orang tua. Orang tua menerapkan peraaturan-peraturan yang tidak
dapat di rundingkan dan melanggar peraturan tersebut biasanya akan dihukum.
Pelaksanaan peraturan tersebut tampaknya menjadi tujuan penting bagi orang tua.
Hubungan dengan anak menekankan kekuasaan, kuarang responsif, dan kurang
hangat. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi sehingga anak
melakukan bukan karena kesadaran diri, tetapi karena perasaan takut.
b. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini sebagai akibat dari orangtua yang memanjakan anak,
sehingga pola asuh ini ditandai dengan “tidak ada pengawasan, tidak ada tuntutan
dan orang tua yang relatif hangat”. Pola asuh ini menerima dan responsif terhadap
anak. Namun sedikit melakukan pengawasan dan pembatasan tentang sikap dan
tingkah laku.
c. Pola asuh Autoritatif
Dalam pola asuh ini bersikap fleksibel, responsif dan merawat. Pola asuh
ini melakukan pengawasan dan tuntutan tetapi orang tua juga hangat, rasional,
mau berkomunikasi dengan anak. Pola asuh ini memberikan kebebasan pada anak
tetapi dalam peraturan yang mempunyai acuan. Batasan-batasan tentang disiplin
dijelaskan, boleh dinyatakan, dapat dirundingkan dengan anak.

Berdasarkan pendapat di atas ada beberapa jenis pola asuh orang tua yaitu
pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif. Pola asuh demokratis adalah pola
asuh yang memberikan batasan yang jelas dan aturan yang jelas kepada anak
namun tetap memberikan ruang berpendapat bagi anak. Pola asuh otoriter
merupakan pola asuh yang dapat dikatakan kaku. Pola suh ini memberikan aturan
– aturan bagi anak yang tidak dapat dirundingkan terlebih dahulu dan pendapat
orang tua lah yang paling benar. Sementara pola asuh permisif merupakan pola
asuh yang yang bisa dikatakan bebas. Karena orang tua tidak memberikan batasa
– batasan tertentu pada anak yang mengakibatkan anak cenderung untuk berbuat
sesuai kehendaknya tanpa orang tua memberikan penjelasan apakah itu benar atau
salah.

2. Tinjauan Teori Tentang Hiperaktif

A. Pengertian Hiperaktif / ADHD / ADD


Attention-Deficit/Hyperactive Disorder atau ADHD adalah nama yang diberikan
untuk anak-anak, remaja, dan beberapa orang dewasa, yang kurang mampu
memperhatikan, mudah dikacaukan, dengan over aktif, dan juga impulsif. ADHD
adalah suatu gangguan neurobiologi, dan bukan penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik. Banyak macam faktor yang disebut sebagai penyebab ADHD. (Millichap,
2013).
Pengertian ini didukung oleh Rusmawati dan Dewi (2011) yang mendiskripsikan
“Attention Deficit Hyperactivity Disorder” (ADHD), sebagai gangguan yang
menyebabkan individu memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah pemusatan
perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
Sedangkan menurut Judarwanto (2013) dalam tulisannya mengenai
“Penatalaksaan Attention Deficit Hyperactives Disorder Pada Anak”, mengatakan
bahwa ADHD merupakan suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan
tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat
dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan
yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak - gerakkan jari-jari
tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat
duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang.. Terminologi
lain yang dipakai mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi perasaan yang meletup
- letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif
yang menetap.
Dengan demikian Hiperaktif atau disebut juga dengan ADHD merupakan
gangguan yang di alami oleh anak , remaja, atau pun orang dewasa yang mengarah ke
terganggunya pemusatan konsentrasi (In-Atensi), Impulsivitas, dan Hiperkativitas.
Sejalan dengan itu, hiperaktif juga mengarah ke perilaku anak yang tidak lazim dan
cenderung berlebihan seperti : tidak dapat duduk dengan tenang, gelisah dan selalu
mengerakkan jari maupun kakinya.

B. Faktor Penyebab
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi belum ada satu pun
penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua gangguan yang ada. Berbagai virus,
zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika,
masalah selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan
kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai faktor penyebab ADHD ini.
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya ADHD, secara
umum karena ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia tertentu di otak
yang berfungsi untuk mengatur “perhatian dan aktivitas”. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula
penelitian yang menyebutkan bahwa faktor - faktor sosial lingkunganlah yang lebih
berperan.
Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame mempunyai andil
dalam memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan ciri ADHD tetapi tidak
ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga ada kaitan dengan faktor
emosi dan pola pengasuhan.
Namun untuk bahan kajian lebih lanjut, dikemukakan hasil penelitian Faron dkk,
(dalam MIF Baihaqi dan Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD yaitu :
1) Faktor Genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor
penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota
keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka
anaknya beresiko ADHD sebesar 60%. Pada anak kembar, jika salah satu
mengalami ADHD, maka saudaranya 70-80% juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul
genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan
demikian temuan-temuan dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu
menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
2) Faktor Neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranaya
bahwa terdapat persamaan antara cirri - ciri yang muncul pada ADHD dengan yang
muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontal. Demikian juga penurunan
kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan
fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi
tinggi) menunjukkan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini
meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah
korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan
respons, dan organisasi respons. Kerusakan - kerusakan daerah ini memunculkan
ciri - ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks
prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.
Sementara itu faktor penyebab menurut Philips et al (2007), etiologi
ADHD melibatkan saling keterkaitan antara faktor genetik dan lingkungan.
a) Pengaruh Genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin
studi menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam
populasi adalah karena faktor genetik (hereditas perkiraan 0,7-0,8). Pengaruh
genetik tampaknya mempengaruhi distribusi gelaja ADHD di seluruh penduduk
dan bukan hanya dalam kelompok sub klinis.
b) Pengaruh Lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal
dan anak usia dini berhubungan dengan peningkatan resiko ADHD tanpa
gangguan hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD yaitu
ibu yang merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin selama
kehamilan. Heroin sendiri menyebabkan berat lahir sangat rendah dan hipoksia
janin, cedera otak dan terkena racun. Faktor resiko tidak bertindak dalam
isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, resiko ADHD terkait
dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan mungkin lebih kuat pada anak-
anak dengan transporter dopamine.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan faktor penyebab
hiperaktif adalah faktor genetik dan pengaruh lingkungan. Faktor genetik
adalah faktor yang diturunkan dari orang tua maupun silsilah dalam keluarga
sehingga apabila gen orang tua sebagai pencetus maka anaknya pun akan
menurunkan faktor pembawa tersebut. Sementara pengaruh lingkungan
merupakan pengaruh yang berkaitan dengan anak. Apabila seorang ibu seorang
peminum alcohol atau pun pemakai obat – obatan maka anaknya pun beresiko
menderita ganguan penyakit tertentu.

C. Gejala Hiperaktif
Gejala hiperaktif merupakan gejala yang disebabkan adanya ketidaknormalan
pada perkembangan otak. Sehingga membuat pertumbuhan sang anak menjadi tidak
normal seperti anak pada umumnya. Pada balita, baru dapat dipastikan menjelang usia –
usia masuk sekolat atau di atas usia 4 sampai 5 tahun.
Gejala GPPH atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
sebagaimana yang tercantum di dalam “Diagnostic And Statistical Annual Of Mental
Disorder menurut Montauk L.(2006) terdiri dari utama, yaitu :
1) Intensivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari :
- Gagal menyimak hal yang terperinci
- Kesulitan bertahan pada satu aktivitas
- Tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara
- Sering tidak mengikuti instruksi
- Kesulitan dalam mengatur jadwal tugas dan kegiatan
- Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama
- Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas
- Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar
- Sering pelupa dalam kegiatan sehari-hari
2) Impulsiritas atau tidak sabaran, bisa impulsive motorik dan impulsive verbal atau
kognitif, terdiri dari :
- Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai
- Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
- Sering memotong atau menyela orang lain
- Sembrono, melakukan tindakan berbahaya tanpa berpikir panjang
- Sering berteriak di kelas
- Tidak sabaran
- Usil, suka mengganggu anak lain
- Permintaannya harus segera dipenuhi
- Mudah frustasi dan putus asa
3) Hiperaktifitas atau tidak diam, terdiri dari :
- Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat
- Sering meninggalkan tempat duduk di keles
- Sering berlari dan memanjat
- Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang
- Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak
- Sering berbicara berlebihan

Sekilas memang sulit membedakan mana anak yang termasuk mengalami


gangguan, dan mana yang tidak mengalami gangguan, dan mana yang tidak mengalami
gangguan. Pada dasarnya balita yang aktif adalah wajar, karena inilah usia dimana anak
yang sedang giat-giatnya mengeksplorasi lingkungannya.

Sama halnya menurut Mujiman dan Munawar (1997) mengidentifikasikan


sebagai berikut : anak dengan gejala hiperaktif tidak dapat duduk diam, banyak ulah,
mengganggu ketenangan dan tentunya sulit untuk berkonsentrasi. Ia sering mendapatkan
hukuman atau teguran dari guru. Begitu pula halnya dengan lingkungan orang tuanya, di
rumah sering mengganggu orang lain, malas belajar maunya main terus. Tentunya ia akan
sering mendapatkan teguran atau kena marah, orang tua secara tidak sadar akan
membandingkan dengan saudaranya yang lain atau anak lain. Sebagai akibatnya anak
merasakan stress, merasa ditolak oleh orang tuanya. Hal ini dapat menimbulkan perasaan
bahwa dirinya bodoh, jelek tidak seperti anak lain. Semangat belajar menurun bahkan
dapat berkembmang menjadi perasaan benci pada pelajaran sekolah.

Dari uraian tersebut maka perilaku anak hiperaktif dapat digolongkan pada
perilaku yang menyimpang dengan ditandai oleh aktivitas gerakan berfrekuensi tinggi,
sulit untuk duduk manis dan diam tidak bisa konsentrasi penuh dan banyak ulah. Bukan
hanya itu, anak – anak yang berperilaku demikian, akan mendapatkan cemoohan baik
dari guru atau pun orang tua secara sadar atau tidak. Sehingga menimbulkan pesimistis
dalam diri anak tersebut untuk melakukan suatu hal dan menganggap dirinya bodoh dan
tidak mampu.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Peran orang tua dalam keluarga

Orang tua merupakan figur yang pertama kali di lihat secara langsung oleh anak.
Dalam perkembangan kepribadian sang anak baik secara fisik maupun psikis, orang tua
lah yang akan menjadi salah satu faktor penentu apakah anak dapat bersosialisasi dengan
baik terhadap lingkungan sekitarnya, atau malah menjadi seorang anak yang tidak
mempunyai kepercayaan diri. Orang tua akan sangat berperan dalam keluarga baik untuk
kebutuhan materil atau pun immaterial dan juga orang tua juga turut terlibat dalam daur
kehidupan anaknya.

Senada dengan Mangunsong yang dikutip oleh Monika dan Fidelis E. Waruwu
(2006) bahwa, mengungkapkan berbagai bentuk keterlibatan orang tua sesuai dengan
peran dan tanggung jawab, antara lain :
a. Orang tua sebagai pengambil keputusan yang dimana tanggung jawab orang tua tersebut
lebih dalam membantu anak menyesuaikan diri, melakukan sosialisasi, memfasilitasi
hubungan dengan saudara kandung dalam keluarga, dan merencanaka masa depan anak.
b. Proses penyesuain diri yaitu orang tua harus menerima realitas bahwa anak mereka
berbeda dengan anak normal pada umumnya, memiliki kesadaran intelektual mengenai
gangguan yang dialami anaknya serta orang tua harus bisa melakukan penyesuaian
emosional terhadap kondisi tersebut.
c. Sosialisasi anak yang dimana keperhatinan orang tua biasanya berasal dariperlakuan
masyarakat normal terhadap anak berkelainan karena merasa terasingkan dan kurang
menjalin sosialisasi dengan baik. Maka dari itu langkah sosialisasi bagi anak
berkebutuhan khusus sebaiknya dimulai dari kehidupan yang paling dekat yaitu keluarga.
Memperhatikan hubungan dengan saudara-saudaranya seperti kakak maupun adik dari
anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan pemahaman keadaan saudari dari mereka
yang berbeda sehingga orang tua lebih peka terhadap keadaan mereka untuk bisa saling
memahami kondisi saudara berkebutuhan khusus
2. Peran Orang Tua Dalam Menangani Anak Hiperaktif

Perilaku hiperaktif anak ADHD berkaitan dengan bagaimana mereka beraktivitas


dan berinteraksi dalam kehidupannya sehari – hari serta adanya perbedaan dengan anak –
anak normal lainnya, bagaimana beradaptasi dengan peraturan – peraturan, norma –
norma etika yang diterapkan di lingkungan akademis yang akan lebih jelas teramati bila
mereka di dalam suatu kelas yang “normal”. Dalam hal ini peran orang tua dalam
penanganan perilaku hiperaktif anak ADHD sangat penting karena anak ADHD
membutuhkan penanganan terutama perhatian yang khusus jika dibandingkan dengan
anak – anak normal lainnya, baik dalam belajar maupun bersosialisasi. Seringkali seluruh
keluarga berada dalam situasi yang mengkhawatirkan karena keadaan anak mereka yang
mengalami ADHD, anak mereka mendapat label sebagai anak yang nakal, mengganggu
dan sulit dikendalikan karena banyak masyarakat yang belum memahami bahwa anak
mereka mengalami gangguan hiperaktivitas atau ADHD.
Perkembangan anak hiperaktif akan lebih optimal apabila mereka mendapatkan
tempat istimewa dan sesuai pula dimana mereka akan mendapatkan perlakuan yang
nyaman dengan penanganan yang tepat oleh peran tenaga – tenaga pendidik yang khusus
menangani gangguan ini. Selain itu keluarga adalah lingkungan yang utama bagi anak
ADHD khususnya orang tua karena peran orang tua dalam memfasilitasi mensupport dan
mengarahkan anak ADHD dalam memahami dan menjalani kehidupannya sangatlah
penting. Anak ADHD membutuhkan bantuan dan pengertian dari orang – orang disekitar
kita khususnya orang tua. (Pentecost,2004).
Berdasarkan hal tersebut di atas, pola tingkah laku anak dengan gangguan ADHD
akan tampak jelas ketika anak tersebut berada dalam lingkungan anak – anak yang
berperilaku normal lainnya. Peran orang tua dalam hal ini, menjadi kunci pokok sebagai
penghubung antara lingkungan luar dan anak ADHD, karena pada dasarnya, anak ADHD
akan di cap sebagai anak bandel di mata masyaratakat umum lainnya. Bukan hanya itu,
peran seorang pendidik pun akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan yang
optimal pada anak ADHD. Seorang pendidik yang mempunyai keahlian khusus dalam
menangani anak ADHD, akan menimbulkan rasa nyaman ketika anak tersebut berada
lingkungan sekolah.
Menurut Heward (2003) menyatakan bahwa efektivitas berbagai program
penanganan dan peningkatan kemampuan hidup anak berkebutuhan khusus akan sangat
ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah
pihak yang mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh
lebih baik daripada orang - orang yang lain. Di samping itu, dukungan dan penerimaan
dari orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberikan “energi” dan
kepercayaan dalam diri anak berkebutuhan khusus untuk lebih berusaha mempelajari dan
mencoba hal-hal baru yang terkait dengan keterampilan hidupnya dan pada akhirnya
dapat berprestasi. Sebaliknya, penolakan atau minimnya dukungan yang diterima dari
orang-orang terdekat akan membuat mereka semakin rendah diri dan menarik diri dari
usaha karena lingkungan, enggan berusaha karena selalu diliputi ketakutan ketika
berhadapan dengan orang lain maupun untuk melakukan sesuatu dan pada akhirnya
mereka benar-benar menjadi orang yang tidak dapat berfungsi secara sosial.
Dapat dikatakan bahwa penanganan dalam hal peningkatan kemampuan hidup
bagi anak berkebutuhan khusus akan lebih baik dengan adanya dukungan dan penerimaan
dari keluarga. Dukungan dari keluarga menumbuhkan rasa percaya diri pada anak yang
berkebutuhan khusus.
Bagi anak berkebutuhan khusus, peran aktif orangtua ini merupakan bentuk
dukungan sosial yang menentukan kesehatan dan perkembangan , baik secara fisik
maupun psikologis. Hendriani (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah
pemberian bantuan seperti materi, emosi, informasi yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan manusia, demikian pula dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Antara orangtua dan anggota keluarga yang lain dengan lembaga pendidikan harus dapat
bekerja sama dengan baik.

Dukungan sosial yang di dapatkan anak berkebutuhan khusus dari keluarga


menjadi suatu kekuatan untuk anak dalam perkembangan psikis maupun fisiknya.
Dukungan sosial yang kurang terhadap anak akan berdampak negatif terhadap perilaku
hiperaktif atau defisit.
Hal ini sesuai dengan paparan di berbagai literature, bahwa efektivitas berbagai
program penanganan dan peningkatan kemampuan hidup anak dan remaja yang memiliki
kebutuhan khusus akan sangan tergantung pada peran serta dan dukungan penuh dari
keluarga dan masyarakat (Hallahan,2006).

Peran serta dan dukungan dari keluarga memegang peranan penting bagi
perkembangan anak berkebutuhan khusus kedepannya.

Menurut Hewett & Frank D (1968) penanganan dan pelayanan orang tua terhadap
anak berkebutuhan khusus yaitu :

1) Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagi pendamping utama yang dalam
membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan anak.
2) Sebagai advokat (as advocates), yaitu mengerti, mengusahakan, dan menjaga hak anak
dalam kesempatan mendapat penanganan dan pendidikan sesuai dengan karakteristik
khususnya.
3) Sebagai sumber (as sources), menjadi sumber data yang lengkap dan benar mengenai diri
anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
4) Sebagi guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-
hari di luar jam sekolah.
5) Sebagai diagnostisian (as diagnosticians), penentu karakteristik dan jenis kebutuhan
khusus dan berkemampuan melakukan treatment, terutama di luar jam sekolah.
Orang tua menjadi salah satu faktor penentu bagi keberlangsungan hidup seorang anak
dengan berkebutuhan khusus. Orang tua dalam hal ini memegangan peranan yang
penting, sebagai pendamping utama, advokat,sumber informasi bagi sang anak, guru,
dan juga sebagai diagnotisian .
Di samping itu, peran ibu menjadi sangat penting karena ibu memiliki andil yang
sangat besar dalam menciptakan situasi positif di rumah yang mendukung penanganan
anak berkebutuhan khusus. Suasana positif di sekitar lingkungan rumah anak inilah yang
menentukan keberhasilan belajar anak. (Pujaningsih,2006)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang tua haruslah lebih berperan aktif dalam
mengembangkan pendidikan dan pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Karena orang
tua adalah orang terdekat bagi anak-anaknya sehingga mereka bisa lebih tahu dan
memahami anaknya sendiri menggunakan ikatan batin atau perasaan yang mereka miliki.
Kemudian, dalam hal penanganan anak hiperaktif peran orang tua merupakan
kunci pokok penentu bagi perkembangan sang anak. Anak dengan ADHD tidak bisa
lepas dari arahan dan bimbingan orang tua dalam pergaulannya sehari - hari. Orang tua
menjadi fasilitator dan penghubung secara langsung dengan lingkungan luar. Anak
ADHD yang sudah mendapatkan penanganan yang tepat, baik dari orang tua di rumah
maupun pendidik di sekolah akan sangat mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
Selain itu, berbagai program penanganan yang di tujukan bagi anak – anak dengan
ADHD akan berjalan secara optimal apabila mendapatkan dukungan dari keluarga dan
orang tua.
BAB IV

KESIMPULAN

Sikap aktif pada anak umumnya merupakan sebagai tanda bahwa anak tersebut memiliki
energi berlebih dan memiliki aktivitas gerak lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak
lainnya. Anak yang memiliki perilaku yang tidak terkontrol (impulsive, kurang sopan, dan tidak
segan-segan berbuat nekat),cenderung bersikap ceroboh, mudah tersinggung, tidak bisa fokus
dalam waktu yang lama, tidak bisa menyelesaikan tugas dengan baik dapat dikategorikan sebagai
anak Hiperaktif atau ADHD. Anak – anak dengan pola tingkah laku seperti ini menjadikan tugas
tambahan bagi orang tua dalam penanganannya. Peran orang tua dalam daur kehidupan manusia
dimulai dari zigot, bayi, anak – anak, remaja hingga dewasa sangatlah memegang peranan
penting. Orang tua menjadi salah satu faktor penentu bagi anak dalam hal perkembangan secara
psikis maupun fisik. Keberhasilan anak dalam bersosialisasi yang baik dengan lingkungan sekitar
tidak lepas dari campur tangan orang tua. Keberhasilan tersebut didukung oleh pendidikan yang
diberikan dan dicontohkan oleh orang tua dengan baik.

Peran orang tua dalam menangani anak ADHD sangatlah penting. Penanganan yang baik
akan mengantarkan sang anak pada kehidupan yang baik pula. Berbagai macam pola asuh yang
telah di teliti oleh para ahli seperti pola asuh secara otoriter, permisif, atau pun demokratis
menjadi tolak ukur bagi orang tua dalam menentukan penanganan yang tepat bagi anak ADHD.
Perkembangan anak ADHD menjadi lebih optimal apabila mereka mendapatkan tempat istimewa
dan penanganan yang tepat. Selain itu keluarga merupakan lingkungan yang utama dan terdekat
bagi anak ADHD. Orang tua dalam keluarga menjadi fasilitator, dan juga sebagai penghubung
bagi anak ADHD dengan lingkungan luar. Melalui orang tua anak ADHD dapat memahami dan
juga bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungan sekitar. Efektivitas dalam berbagai program
penanganan bagi ADHD akan sangat bergantung dan berjalan dengan baik dengan adanya
dukungan dari keluarga terutama orang tua. Dapat dikatakan bahwa, penanganan dalam hal
peningkatan kemampuan hidup bagi anak berkebutuhan khusus akan lebih baik dengan
dukungan dan penerimaan dari keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, MIF. dan Sugiarmin, M. Memahami dan Membantu Anak ADHD, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2006
Conger,J.J.1991.Adolescence And Youth:Phychological development in a changing.New
York:Harper Collins Publishers Inc.

Hallahan, Daniel P. dkk., Exceptional Learners: An Introduction to Special Education, Boston:


Pearson Education Inc., 2009

Hendriani. 2006. Psikologi perkembangan: pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri
dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: PT Refika Aditama

Heward, W.L. (2003). Exceptional Children An Introduction to Special Education. New Jersey:
Merrill, Prentice Hall.

Hewett dan D, Frenk. The Emotionally Child in The Classroom Disorders, USA: Ellyn and
Bacon, Inc, 1968

Hurlock, E. B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Alih Bahasa: Soedjarwo dan Iswidayanti. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima.Jakarta: Erlangga

Judarwanto. Penatalaksanaan Attention Deficit Hyperactive Disorder pada Anak. Terapi


Biomedis Gangguan Prilaku (serial online), Cited 2013 March 5 Available from:
http://www.puterakembara.org/rm/adhd.shttml

Millichap, J Gordon.Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook. London :Springer

Monika dan Fidelis E.Waruwu.(2006).Anak Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan


Menanganinya.Jurnal Pravitae.Vol 2.No2.

Montauk SL. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder.http://www.emedicine.com.Last update :


Juny 2005.Accessed:August 2nd 2006

Mujiman dan Munawar. 1997. Disfungsi Minimal Otak. Surakarta : Pusat Penelitian Universitas
Sebelas Maret

Pentecost David. Menjadi Orang Tua Anak ADD/ADHD, Penerbit Dian Rakyat. Jakarta, 2004
Pujaningsih. (2006). Penanganan anak berkesulitan belajar: Sebuah pendekatan kolaborasi
dengan orang tua. Jurnal pendidikan khusus. Vol 2 November 2006, jurusan pendidikan luar
biasa FIP UNY. Hal: 85

Phillips, 2007.Analisis Wacana, Teori dan Metode.Penerjemah: Imam Suyitno, dkk,Editor:Abdul


Syukur Ibrahim. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Cetakan Pertama: Januari.

Rusmawati, Diana & Dewi, Endah K. 2011. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak Terhadap
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan ADHD. Jurnal Psikologi
Undip

Widnaningsih dalam Indah Pertiwi. 2010. Pengertian Orang Tua.

Zaldy Munir. 2010. Pengertian Orang Tua.Bandung. PT.Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai