Anda di halaman 1dari 15

“ DISPEPSIA ”

(KONSEP TEORITIS)

A. Definisi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse

berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang

terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau

mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa

panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi

termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari

kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas,

perih, mual, yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas

kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam

dari mulut (Hadi, 2009).

Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri

dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai dengan

keluhan lain, perasaan panas didada di daerah jantung (heartburn), regurgitasi,

kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, bersendawa, anoreksia, mual,

muntah, dan beberapa keluhan lainnya. (Warpadji Sarwono,et all,1996,hal.26).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan

Setiowulan, (2008) dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang


terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau

mengalami kekambuhan

Pengertian dispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat keluhan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,

radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai

kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong saluran pencernaan).

B. Etiologi

1. Perubahan pola makan

2. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu

yang lama

3. Alkohol dan nikotin roko

4. Stres

5. Tumor atau kanker saluran pencernaan


C. Faktor Predisposisi

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup.

Menurut Guyton (1997) berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis) yang

dapat menyebabkan keluhan dispepsia :

1. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah

rasa tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan

pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti.

Dispepsia fungsional adalah penyebab maag yang paling sering.

2. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus

atau luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang

dirasakan terus menerus, bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin

berat.

3. Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)

4. Pangkreatitis

5. Iritable bowel syndrome

6. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik

anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen

dapat menyebabkan peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat –

obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah

lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara terus menerus atau

pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan maag.

7. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar

atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada

lambung.
8. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)

9. Penyakit kandung empedu

10. Penyakit liver

11. Kanker lambung (jarang)

12. Kanker esofagus (kerongkongan) (jarang)

13. Penyakit lain (jarang)

D. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,

zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,

pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,

kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan

antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan

peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam

pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls

muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan

(Corwin,2001).

E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri perut (abdominal discomfort)

2. Rasa perih di ulu hati

3. Mual, kadang-kadang sampai muntah

4. Nafsu makan berkurang

5. Rasa lekas kenyang


6. Perut kembung

7. Rasa panas di dada dan perut

8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

F. Penatalaksanaan Medik

 Penatalaksanaan non farmakologis

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

 Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-

obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

 Atur pola makan

 Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

 Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan

terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti

karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan

bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.

 Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam

lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam

lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah).

G. Komplikasi

 Gastritis

 Tukak lambung

 Perdarahan saluran cerna bagian atas


H. Pemeriksaan Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama,

seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya

merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu

dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu

diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk

menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik,

diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil

laboratorium dalam batas normal.

2. Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di

saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis

terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras

ganda.

3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran

endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

4. USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak

dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu

penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat


digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat

dimanfaatkan

5. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada

dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 %

kasus.

I. Terapi / Pengobatan

Pengobatan yang diberikan pada penderita dispepsia adalah :

 Suportif

Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai jenis

makanan yang berpengaruh.

 Medikamentosa

Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi keluhan

pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat

pompa proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan

setengah dosis pada tahap berikutnya.

J. Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang

dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak

mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan

pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit

kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
(KONSEP ASKEP TEORITIS)

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang

dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan

menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi

adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu

makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan

perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer,

2000).

Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia

adalah sebagai berikut:

1. Biodata

a. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,

pekerjaan, pendidikan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,

pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.

2. Keluhan Utama

Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada

depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa

kenyang.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat

minum-minuman beralkohol.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit

saluran pencernaan.

5. Pola aktivitas

Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan makanan

yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan sebelum dan

sesudah sakit.

6. Aspek Psikososial

Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah

interpersonal yang bisa menyebabkan stress.

7. Aspek Ekonomi

Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal,

hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola

makan.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan cemas,

b. Palpasi

Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien

sering muntah.

c. Auskultasi

Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (<5x/menit).


d. Perkusi

Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan perdarahan

akibat perlukaan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah

makan, anoreksia.

3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

adanya mual, muntah.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri.

Kriteria Hasil : Klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya

rasa nyeri.

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10).

R/ Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan.

b. Berikan istirahat dengan posisi semifowler.

R/ Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan

abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.


c. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan

kerja asam lambung.

R/ Dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas

peristaltik.

d. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya.

R/ Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium.

e. Observasi TTV tiap 24 jam.

R/ Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya.

f. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi.

R/ Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol.

g. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik.

R/ Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan

intervensi terapi lain.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah

makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang

yang diharapkan individu.

Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.

Intervensi :

a. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat.

R/ Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang

diharapkan.

b. Timbang BB klien.
R/ Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat.

c. Berikan makanan sedikit tapi sering.

R/ Meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster.

d. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan,

integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus,

riwayat mual/rnuntah atau diare.

R/ Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang

tepat.

e. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.

R/ Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan.

f. Monitor intake dan output secara periodik.

R/ Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake

diet klien.

g. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada

hubungannya dengan medikasi.

R/ Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

h. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).

R/ Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan

masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

adanya mual, muntah.

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku


yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan.

Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan / menunjukkan perubahan

keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran

mukosa lembab, turgor kulit baik.

Intervensi :

a. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran

mukosa, turgor kulit.

R/ Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

b. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan

akurat.

R/ Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan

dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak

pada keseimbangan elektrolit.

c. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan

laksatif/diuretik.

R/ Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau

penggunaan laksatif / diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.

d. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan

keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan.

R/ Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan

untuk berhasil.

e. Berikan/awasi hiperalimentasi IV.

R/ Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan

elektroli.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Menunjukkan kemampuan beraktivitas.

Kriteria Hasil : Klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh.

Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas dan catat laporan

kelelahan.

R/ Untuk melakukan intervensi selanjutnya.

b. Awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan sebelum dan sesudah aktivitas.

R/ Untuk mengetahui kondisi klien.

c. Beri bantuan dalam melakukan aktivitas.

R/ Menjaga keamanan klien, dan menghemat energi klien.

D. Evaluasi
1. Nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria :

 Klien tidak mengeluah nyeri

 Wajah klien ceria

2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Dengan kriteria :

 Nafsu makan baik

 Menunjukkan berat badan stabil/ideal

3. Kebutuhan cairan klien terpenuhi, dengan kriteria :

 Klien tidak merasa mual/muntah lagi

4. Intoleransi aktivitas berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil :

 Klien mampu menggerakkan tubuh


DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta,


Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan,
W. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

NANDA. (2009). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan


klasifikasi 2009/2010. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2009.
Yogyakarta

…….(2010). Sindrom dispepsia. Terdapat pada : http://www.ipteknet.com.


(1 januari 2013)

……..(2012). Gastroesophageal refluks disease. Terdapat pada


http://www.interna.or.id. (1 januari 2013)

……..(2012). An kg_a kejadian dispepsia. Terdapat pada : http://www.ina-


ghic.or.id. (1 januari 2013)

Anda mungkin juga menyukai