Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM ISLAM DAN PEMBAGIANNYA


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Usul Fiqh”

Dosen :
Setyabudi Daryono, M.Sy

Disusun Oleh :
Muhamad Irfan Fauzan

PROGRAM STUDY EKONOMI SYARIAH


SEMESTER 1
FAKULTAS STAI
PERGURUAN TINGGI LA TANSA MASHIRO
RANGKASBITUNG
2019
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT. Kepada-Nya kami


mohon pertolongan dan ampunan serta bertobat. Kami mohon kepada-Nya
dihindarkan dari segala nafsu dan perbuatan yang jahat. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh-Nya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan siapa yang
disesatkan maka tidak ada yang mampu memberinya petunjuk.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada suri tauladan kita Nabi
Muhammad yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan untuk
membimbing umat ke jalan yang lurus. Begitu juga kepada para Keluarga dan
Sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jejaknya sampai akhir zaman.

Dengan mengucapkan alhamdulillah, dalam waktu yang singkat ini kami


kelompok 2 dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Usul Fiqh” yang
berjudul “Hukum Islam dan Pencabangannya”, tak lupa ungkapan terima kasih
kepada Istriku tercinta yang telah memberikan semangat dan motivasinya, tak
lupa juga kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikn manfaat, Aamiin.

Namun bagaimanapun juga apa yang telah kami susun, tidaklah lepas dari
kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan kritik dan saran
dari para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

1.1 : Latar Belakang 1

1.2 : Rumusan Masalah 1

1.3 : Tujuan 1

BAB 2 : Pembahasan 2

2.1 : Pengertian Hukum Islam 2

2.2 : Sumber Hukum Islam 2

2.3 : Pembagian Hukum Islam 2

BAB 3 : Penutup 3

3.1 : Kesimpulan 3

3.2 : Saran 3

DAFTAR PUSTAKA 4

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Islam adalah suatu hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT yang
berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka dari itu kita sebagai umat
Islam harus menjalankan apa yang diperintahkan kepada umat Islam yaitu
berpedoman kepada Al-Qur’an dan juga Sunnah. Yang dimana Al-Qur’an itu
adalah pedoman bagi umat Islam yang diturunkan langsung dari Allah SWT yang
berupa Wahyu. Sedangkan Sunah dalam pandangan uama ushul adalah “apa-apa
yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW., baik dalam bentuk ucapan,
perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa Pengertian Hukum Islam?


b. Dari mana sumber hukum Islam?
c. Berapakah pencabangan hukum Islam?

1.3 Tujuan

a. Memahami pengertian hukum Islam


b. Mengetahui sumber hukum Islam
c. Mengetahui pembagian hukum Islam

1
BAB 2
2.1 Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata “Hukum” dan kata


“Islam”. Kedua kata itu, secara terpisah, merupakan kata yang digunakan
dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an, juga berlaku dalam
bahasa Indonesia. “Hukum Islam” sebagai suatu rangkaian kata telah
menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai, namun bukan
merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab, dan tidak ditemukan
dalam Al-Qur’an; juga tidak ditemukan dalam literatur berbahasa Arab.
Karena itu kita tidak akan menemukan artinya secara definitif.
Untuk memahami pengertian hukum Islam, perlu diketahui lebih
dahulu kata “Hukum” dalam bahasa Indonesia, kemudian pengertian
hukum itu disandarkan kepada kata “Islam”. Ada kesulitan dalam
memberikan definisi kepada kata “Hukum” karena setiap definisi akan
menemukan titik lemah. Karena itu, untuk memudahkan memahami
pengertian hukum, berikut ini akan diketengahkan definisi hukum secara
sederhana, yaitu: “Seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang diakui sekelomok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi
wewenang oeh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh
anggotanya”.
Definisi ini tentunya masih mengandung kelemahan, namun dapat
memberikan pengertian yang mudah dipahami.
Bila kata “hukum” menurut definisi di atas dihubungkan kepada
“Islam” atau “Syara’”. Maka “hukum Islam atau hukum Syara’” akan
berarti: “Seperangkat peraturan berdasarkan Wahyu Allah dan sunnah
Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini
mengikat untuk semua yang beragama Islam”.
Kata “Seperangkat Peraturan” menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang dirumuskan
secara terperinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat.
Kata “yang berdasarkan Wahyu Allah dan Sunnah Rasul”
menjelaskan bahwa perangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan
kepada wahyu Allah dan Sunnah Rasul, atau yang populer dengan sebutan
“Syariah”.
Kata “tentang tingkah laku manusia mukalaf” mengandung arti
bahwa hukum Islam itu hanya mengatur tindak lahir dari manusia yang
dikenai hukum. Peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan
terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan sunnah Rasull
itu, yang dimaksud dlam hal ini adaah umat Islam.

2
Bila artian sederhana tentang “Hukum Islam” itu dihubungkan
kepada pengertian “Fiqh” sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah yang
bernama “fiqh” dalam literatur Islam yang berbahasa Arab. Dengan
demikian, setiap kata “fiqh” dalam buku ini berarti “Hukum Islam”.
Kajian tentang hukum Islam itu mengandung dua bidang pokok
yang masing-masing luas cakupannya, yaitu:
Pertama, kajian tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat
amaliah dan harus diikuti umat Islam dalam kehidupan beragama. Inilah
yang secara sederhana disebut “fiqh” dalam artian khusus dengan segala
lingkup bahasannya.
Kedua, kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang
sistematis dalam menghasilkan perangkat peraturan yang terinci itu
disebut “Usul Fiqh”, atau dalam arti lain “Sistem Metodologi Fiqh”. Fiqh
dan usul fiqh merupakan dua bahasan terpisah, namun saling berkaitan.
Pada waktu menguraikan suatu ketentuan tentang fiqh, untuk menguatkan
bahasannya, sering disertai penjelasan mengenai kenapa ketentuan itu
begitu adanya, sehingga memasuki lapangan pembahasan usul fiqh.
Demikian pula sebaliknya waktu membicarakan usul fiqh, untuk
memperjelas bahasannya dikemukakan contoh-contoh yang berada dalam
lingkup bahasan fiqh.
Adapun Hukum Syara’ berasal dari dua kata yaitu “Hukum” dan
“Syara’”. Kata “Hukum” berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi
berarti “memutuskan, menetapkan dan menyeesaikan”. Kata “hukum” dan
kata lain yang berakar kepada kata itu terdapat dalam 88 tempat pada ayat
Al-Qur’an; tersebar dalam beberapa surat yang mengandung arti tersebut.
Kata “Syara’” secara etimologi berarti : “Jalan, jalan yang biasa
dilalui air”. Maksudnya adalah jallan yang dilalui manusia dalam menuju
kepada Allah. Kata ini secara sederhana berarti “ketentuan Allah”. Dalam
Al-Qur’an terdapat 5 kali disebutkan kata “syara’” dalam arti ketentuan
atau jalan yang harus ditempuh.
Bila kata “hukum” dirangkaikan dengan kata ”syara’” yaitu
“Hukum Syara’” akan berarti “Seperangkat peraturan berdasarkan
ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini
berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.”

3
2.2 Sumber Hukum Islam

Mari kita cermati jawaban salah satu seorang sahabat Nabi yang
bernama Muadz Bin Jabal ketika memberikan jawaban kepada Nabi dalam
diaolog diantara keduanya sewaktu Muaz diutus Nabi ke Yaman untuk
menduduki jabatan qadhi.

Nabi : “Bagaimana cara Anda menetapkan hukum bila kepada Anda


dihadapkan perkara yang memerlukan ketetapan hukum?”

Muaz : “Aku menetapkan hukum berdasarkan Kitab Allah.”

Nabi : “Bila Anda tidak menemukan jawabannya dalam Kitab Allah?”

Muaz : “Aku menetapkan hukum dengan sunah Nabi.”

Nabi : “Bila dalam sunah, Anda juga tidak menemukannya?”

Muaz : “Aku melakukan Ijtihad dan aku tidak akan gegabah dalam
Ijtihadku.”

Jawaban Muaz dengan urut-urut seperti itu mendapat pengakuan


dari Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT. Dalam surat An-Nisa ayat 59 berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan
taatilah Ulil Amri diantara kamu. Jika kamu berselisih pendapat tentang
sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul.”

Suruhan Allah dalam ayat tersebut untuk menaati Allah dan Rasul-
Nya berarti perintah untuk mengikuti apa-apa yang terdapat dalalm Al-
Qur’an dan Hadits Nabi. Suruhan utuk menaati Ulil Amri berarti perinth
untuk mengikuti kesepakatan para Ulama Mujtahid dalam menetapkan
hukum, karena mereka adalah orang-orang yang mengurus kepentingan
umat Islam dalam bidang Hukum. Suruhan untuk memulangkan hal dan
urusan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul berarti perintah untuk
menggunakan Qiyas (daya nalar) dalam hal-hal yang tidak ditemukan
jawabannya dalam Al-Qur’an, Hadits, dan tidak ada pula Ijma’ atau
kesepakatan ulama mujtahid. Dengan demikian, dalil hukum syara’ yang
disepakati di kalangan Jumhur Ulama adalah empat yaitu Al-Qur’an,
Hadist atau Sunah, Ijma’, dan Qiyas.

4
2.3 Pembagian Hukum Islam atau Syara’

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali, bahwa mengetahui


hukum syara’ merupakan (inti) dari Ilmu Fiqh dan Usul Fiqh. Sasaran
kedua disiplin ilmu ini memang mengetahui hukum syara’ yang
berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, meskipun dengan tinjauan
yang berbeda. Usul fiqh meninjau hukum syara’ dari methodologi dan
sumber-sumbernya, sementara ilmu Fiqh meninjau dari segi hasil
penggalian hukum syara’, yakni ketetapan Allah yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa iqtidha’ (tuntutan
perintah atau larangan), Takhyir (Pilihan), maupun berupa Wadh’i (sebab
akibat). Yang dimaksud dengan ketetapan Allah ialah sifat yang telah
diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf. Seperti Hukum Haram, Makruh, wajib,
Sunnah, Mubah, sah, bathal, Syarat, sebab, halangan (Mani’) dan
ungkapan-ungkapan lain yang akan dijelaskan pada bab-bab yang akan
datang. Kesemuanya itu merupkan obyek pembahasan ilmu Usul Fiqh.
Yang dimaksud dengan Iqtidha’ ialah suatu tuntutan, baik tuntutan
untuk mengerjakan suatu (perintah), atau tuntutan untuk meninggalkan
(larangan). Hukum haram misalnya, merupakan larangan pasti, dan hukum
wajib menunjukan perintah yang pasti. Adapun yang dimaksud dengan
hukum takhyir ialah, bahwa Allah SWT memberikan kebebasan kepada
orang mukallaf untuk mengerjakan atau meninggalkannya, seperti makan,
tidur dan pekerjaan-pekerjaan lain yang biasa dilakukan manuisa pada
waktu-waktu tertentu, dimana Allah memang memerintahkan perbuatan-
perbuatan tersebut, hanya saja tidak memberikan ketentuan waktunya.
Sedangkan yang dimaksud dengan hukum Wadh’i ialah bahwa
Allah SWT menghubungkan dua hal yang berkaitan dengan orang-orang
mukallaf. Seperti hubungan antara pembagian harta pusaka dengan
kematian seseorang, di mana kematian seseorang menjadi sebab
berhaknya ahli waris terhadap pemilikan harta pusaka darin orang yang
mati. Atau hubungan antara dua hal, yang satu menjadi syarat bagi
terwujudnya yang lain, seperti syarat mengambil wudhu untuk
mengerjakan shalat, atau syarat adanya saksi bagi sahnya pernikahan.
Oleh Karena itu, hukum syara’ yang berupa Iqtidha’ (perintah dan
larangan), dan takhyir (pilihan) disebut hukum taklifi, sedangkan hukum
yang menghubungkan antara dua hal disebut hukum wadh’i. Dengan
demikian, hukum syara’ terbagi menjadi dua macam yaitu : Hukum Taklifi
dan Hukum Wadh’i.

5
BAB 3
Penutup

3.1 Kesimpulan

Pengertian Hukum Islam atau Syara’ adalah “Seperangkat


peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia
yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.”
Adapun Dasar Sumber hukum Islam diambil dari empat aspek
yaitu: Al-Qur’an, Hadits atau Sunah, Ijma’ dan Qiyas.
Adapun pembagian Hukum Islam itu terbagi menjadi dua yaitu :
1. Hukum Taklifi yang meliputi : ”Wajib, Mandub, Haram, Karahah,
Mubah, Rukhshah dan ‘Azimah”.
2. Hukum Wadh’i yang meliputi : Sabab, Syarath, Mani’(penghalang),
Shah, Bathal dan Fasid.

3.2 Saran

Hukum Islam adalah hukum yang paling sempurna karena


berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Sunah, sedangkan hukum yang lain
berdasarkan kepada hawa nafsu yang dimana tidak mempunyai ketetapan
yang pasti.

Maka kita selaku umat Islam harus kembali menggunakan hukum


yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Usul Fiqh Jilid 1, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin


2. Usul Fiqh, Prof. Muhammad Abu Zahrah

Anda mungkin juga menyukai