Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

Mioma Uteri

Disusun Oleh :
Adi Tri Pamungkas

Pembimbing :
dr. Abdul Samad Sp.OG
dr. Rima
dr. Veimina
Daftar Isi

Status Pasien.............................................................................................................3
Indentitas Pasien.......................................................................................3
Anamnesis....................................................................................................3
Pemeriksaan Fisik.....................................................................................5
Pemeriksaan Penunjang..........................................................................7
Resume..........................................................................................................11
Diagnosis......................................................................................................11
Penatalaksanaan.......................................................................................11
Prognosis.....................................................................................................12
Analisa Kasus..........................................................................................................13
Anamnesis...................................................................................................13
Faktor Resiko………...................................................................................14
Pemeriksaan penunjang........................................................................14
Diagnosis.....................................................................................................14
Tatalaksana................................................................................................14
Tinjauan Pustaka...................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................37

2
Bab I
Status Pasien

I. Identitas pasien

No rekam medik : 216056


Tanggal masuk RS : 30 Oktober 2018
Nama : Ny.N
Tanggal Lahir : 30 September 1956
Umur : 63 Tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tangerang Selatan
Status perkawinan : Menikah

II. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada hari Rabu 31 Oktober 2018

Keluhan Utama :
Pasien mengeluh sulit BAB sejak 3 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengeluhkan sulit untuk BAB sejak 3 bulan SMRS,pasien
mengaku jika ingin BAB harus colok dubur dahulu dan terasa keras.
Keluhan sulit BAB juga disertai dengan adanya nyeri pada bagian pinggang
pasien. BAB bercampur darah disangkal, BAB seperti kotoran kambing
disangkal. Selain itu, pasien mengatakan 3 hari SMRS muncul flek flek
darah yang keluar dari vaginanya. Demam disangkal, keluhan BAK tidak
ada. Terdapat mual, tidak dikeluhkan adanya muntah. Nyeri saat
berhubungan tidak ada. Nafsu makan pasien baik, tidak ada penurunan
berat badan drastis.

3
Riwayat Kebidanan
 Riwayat haid: Menarche usia 18 tahun. Siklus haid teratur selama
kurang lebih 28 hari. Lamanya haid 4-5 hari. Banyaknya darah
kurang lebih 2-3 kali ganti pembalut sehari. Pasien mengatakan
bahwa ia sudah tidak haid selama 14 tahun terakhir ini. Tetapi pada
3 hari SMRS terdapat flek perdarahan melalui vagina.
 Riwayat kehamilan sebelumnya: Pasien tidak pernah melahirkan
anak
 Riwayat KB: Tidak memakai KB
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Diabetes Mellitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi
obat (-).
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Diabetes Mellitus (-), hipertensi (+), penyakit jantung (+), kelainan
pembekuan darah (-). Pada keluarga tidak ada yang memiliki penyakit
seperti ini.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :
Pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak merokok,
tidak minum alkohol, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

III. Pemeriksaan fisik


Keadan umum : tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 130/80mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8°C

Status general :
Kepala
 Normochepal
 Tidak tampak adanya deformitas

4
Mata
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva anemis -/-
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor

Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

Telinga
 Daun telinga : normal
 Liang telinga : lapang
 Membrana timpani : intak
 Nyeri tekan mastoid : tidak ada
 Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan


 Bibir : dalam batas normal
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis

Leher
 JVP : (5+2) cm H2O
 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah

Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru

5
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani,nyeri ketok CVA -/-, shifting dullnes
(-)
Palpasi : Supel,datar,tidak teraba adanya pembesaran
organ,nyeri tekan (-)
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, turgor kembali lambat (-).
Ekstremitas Bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi
normal, jari tabuh (-), turgor kembali lambat
(-)

IV. Status Obstetri dan Ginokologi


- Periksa luar : vulva tampak tenang,fluor (-),fluxus (-)
- Inspekulo : Portio licin, kesan melekat ke posterior,
ostium tertutup, fluor albus tidak ada, fluxus tidak ada

6
V. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan 30-10- Nilai Rujukan


2018
Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,4 12-16 g/dL
Hematokrit 43 37-47%
Leukosit 6000 4800-10.800 /uL
Trombosit 436000 150.000-400.000/uL
Golongan darah O
Rhesus Factor + (positive)

Masa Perdarahan 2 2-6 menit


Masa Pembekuan 10 8-18 menit
PT 9,8 9,9-11,8 detik
Kontrol PT 11,6
APTT 30,5 26,4-37,5 detik
Kontrol APTT 34,6

Glukosa Sewaktu 154 <140mg/dL


Ureaum 32 10-50 mg/dL
Creatini 0,62 < 0,95 U/L
SGOT 20 < 31 U/L
SGPT 15 <31 U/L
Albumin 4,2 3,4-4,8 g/dL

Natrium 137 136-145 mmol/L


Kalium 4,4 3,3-5,1 mmol/L
Chlorida 105 98-106 mmol/L

HBsAg Non reaktif Non reaktif

7
- Pemeriksaan Rontgen
o Rontgen Thoraks PA
 Foto simetris,inspirasi cukup
 Trakea posisi ditengah
 Skeletal dan soft tissue masih tampak baik
 Mediastinum tidak tampak melebar
 Cor sedikit membesar, CTR > 50%
 Kalsifikasi aorta (+)
 Sinuses dan diafragma normal
 Pulmo : hili normal, corakan bronkovaskular bertambah, tidak
tampak infiltrat
 Kesan :
o Kardiomegali ringan dd/ posisi
o Atherosklerosis aorta
o Tidak tampak TB paru aktif
- Pemeriksaan USG
Gambar 1 : USG (18-09-2018)

Kesan : Tampak uterus membesar dengan diameter 6,33cm x 6,91 cm

8
 Pemeriksaan CT-Scan Abdomen dengan Kontras

9
 Kesan :
 Multiple lesi padat dengan komponen kalsifikasi prominen di
adneksa kanan dan kiri yang menyempitkan proksimal-mid
rectum setinggi S3, DD/ Calcified fibroma ovarium, low grade
serous carcinoma.

10
 Nefrolithiasis kanan dengan kaliektasis pole inferior, mid
ginjalkanan dengan penipisan korteks.
 Tidak tampak hidroureter kanan
 Tidak tampak kelainan pada organ intraabdominal lain yang
tervisualisasi
 Retrolisthesis L5 grade 1 dan laterolisthesis L5 ke kanan
 Scoliosis torakolumbal ke kiri
 Spondylosis torakolumbal dengan degenerative disc disease

V. RESUME

Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 30 Oktober 2018 dengan


keluhan sulit BAB sejak 3 bulan SMRS, keluhan disertai dengan adanya
nyeri pada pingang pasien. 3 hari SMRS pasien mengatakan adanya flek
flek darah yang keluar dari vaginanya. Penurunan berat badan drastis
disangkal,nafsu makan baik. Pasien terakhir menstruasi 14 tahun yang
lalu dan pertama kali menstruasi pada umur 18 tahun. Pasien tidak
memiliki anak kandung.

 Tanggal 30 Oktober 2018 :


Diagnosa Kerja
Kista Ovarium Obliter
Penatalaksanaan :
 Pro Laparotomi HTSOB (02/11/2018)
 Tanggal 02 November 2018
Pada tanggal 02 November 2018 dilakukan oprasi laparotomi
HTSOB terhadap pasien, dengan laporan oprasi sebagai berikut.

Diagnosa pra bedah : Mioma uteri multiple


Tindakan pembedahan : Histerektomi total + SOB
Diagnosa pasca bedah : Uterus Miomatosus

Uraian Pembedahan :

11
o Insisi yang diperdalam sampai peritoneum. Buka peritoneum,
tampak unterus dengan mioma urteri multiple bertangkai
o Identifikasi rotundum, ureter dan infundibulo
o Dilakukan histerektomi total dan salpingo ooforektomi bilateral,
kontrol perdarahan, bilas cavum peritonii dengan Nacl
o Jahit tutup luka oprasi

 Tanggal 03 November 2018


Diagnosis kerja : Post Laparotomi HTSOB hari ke 1 atas indikasi
mioma uteri multiple

Planning
- Medikamentosa
o ceftriaxone 2x1 gr IV
o omeprazole 2x20 mg IV
o Transamin 2x500 mg IV
o Tramal supp 3 x 100 mg
- Non-Medikamentosa
o Mobilisasi bertahap
o Perawatan luka

VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

12
Bab II
Pembahasan

1. Anamnesis

Dari anamnesis pada pasien ini didapati pasien mengeluh sulit untuk buang
air besar. Menurut beberapa sumber, mioma uteri dapat menimbulkan gejala
klinis penekanan pada rectum dan juga ureter yang dapat menimbulkan keluhan
sulit untuk buang air besar dan buang air kecil. Mioma dengan ukuran besar
dapat menyebabkan penekanan tersebut yang biasanya mioma tersebut terletak
pada intramural. Selain itu keluhan pasien yang mungkin dapat disebabkan oleh
mioma uteri adalah munculnya flek flek darah yang keluar melalui vagina.
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan
abnormal ini bila terjadi secara kronis dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi1. Gejala klinis hanya terjadi pada 35%-50% penderita mioma1. Gejala yang
dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Hampir sebagian besar penderita
tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya. Keluhan
perdarahan pervaginam pada pasien ini, kemungkinan akibat dari mioma yang
dideritanya. Karena pasien menderita mioma uteri multiple, yang kemungkinan
terdapat mioma submokosa dan mioma intramural yang dapat menyebabkan
abnormal intauterine bleeding.

2. Faktor Resiko

Faktor resiko yang ditemukan pada pasien ini adalah umur yang melebihi
40 tahun. Pasien pertama kali menyadari adanya keluhan sulit BAB sejak 3
bulan SMRS. Menurut penelitian yang dilakukan Parker, wanita
kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an, tetapi
masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan formasi atau peningkatan pertumbuhan mioma secara sekunder

13
terhadap perubahan hormon pada usia ini5. Selain itu, pada pasien ny. N,
faktor resiko nya adalah tidak memiliki anak kandung. Beberapa penelitian
mengatakan pada pasien dengan paritas tinggi mengurangi resiko terjadinya
mioma uteri karena adanya remodelling miometrium dan pembuluh darah
yang menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah untuk terus
membesar.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang menggunakan USG didapati kesan adanya


pembesaran uterus. Pemeriksaan penunjang menggunkan USG dirasa tepat
karena pemeriksaan USG mudah dilakukan di poliklinik dan biayanya tidak
mahal. Namun hasil dan interpretasi dari pemeriksaan USG dapat berbeda beda
antara operator yang menyebabkan subjektifitas dari pemeriksaan USG besar.
Mioma uteri dapat didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan
transvaginal sonografi. Pemeriksaan USG dapat mengetahui letak, jumlah serta
ukuran dari mioma uteri4. Pada pemeriksaan USG pada mima uteri dapat
ditemukan gambaran masa dengan batas tegas dan hypoechoic. Selain itu juga
dapat ditemukan gambaran hyperechoic pada mioma jika terdapat adanya
kalsifikasi atau perdarahan. Gambaran anechoic dapat ditemukan ketika
terdapat adanya kista atau terjadinya nekrosis jaringan4. Selain USG dapat
dilakukan CT scan kontras dan MRI untuk menegakkan diagnosis Mioma uteri.

4. Diagnosis

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan juga pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini diagnosisnya adalah Post
Laparotomi HTSOB hari ke I atas indikasi mioma uteri multiple.

5. Penatalaksanaan

Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan secara operasi, yaitu laparotomi


HTSOB (hysterectomy dengan salpingo-oophorectomy bilateral). Lebih dari
600.000 operasi histerektomi pertahun dilakukan di Amerika karena kasus
dengan keluahan mioma uteri. Dari jumlah itu, 55% nya melakukan bilateral

14
oophorectomy profilaksis pada saat yang bersama dengan histerektomi,
walaupun hanya kurang dari 5% yang memiliki resiko tinggi terhadap kanker
payudara dan kanker ovarium12. HTSOB dilakukan sebagai langkah untuk
profilaksis dari kanker payudara dan kanker ovarium. Oophorectomy saat
histerektomi dapat mengurangi resiko payudara sebesar 20%-50% jika
dilakukan pada usia muda. Walaupun etiologi dari mioma uteri belum diketahui
secara pasti, esterogen dan progesteron diketahui berpengaruh pada
pertumbuhan mioma uteri, dan mioma uteri mengecil pada saat menopasue13.
Paparan esterogen dan progesteron juga merupakan sebagai faktor resiko dari
kanker payudara. Jadi ada hubungannya ketika seseorang menderita mioma
uteri dengan adanya resiko untuk terkena kanker payudara karena kedua
penyakit ini memiliki faktor resiko yang hampir sama.

Histerektomi pada pasien ini dilakukan karena beberpa pertimbangan, yaitu,


pasien sudah tidak mengharapkan untuk memiliki anak lagi. Adanya penekanan
terhadap rektum sehingga menimbulkan keluhan lain yaitu sulit untuk BAB dan
juga usia pasien yang sudah cukup tua.

15
Bab III
Tinjauan Pustaka
Mioma Uteri

1. Definisi

Mioma uteri atau yang dapat disebut fibromioma, leiomioma, dan fibroid
merupakan sebuah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim
dan jaringan ikat disekitarnya1. Mioma uteri berbatas tegas, memiliki pseudo
kapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak
jika otot rahimnya yang dominan (Sozen, 2000) .

2. Anatomi Uterus

Uterus merupakan organ yang berotot, berbentuk buah pir, yang sedikit
gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam pelvis antara rektum di
belakang dan kandung kemih di depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus
adalah 7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm. Berat uterus normal lebih
kurang 57 gram1.

Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama


dibawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat.
Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus,
disamping itu serabut- serabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat
meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan
janin. Setelah Menopause, uterus wanita nullipara maupun multipara,
mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa predolesen.

16
2.1. Pembagian Uterus

1. Fundus Uteri : Bagian uterus yang proksimal yang terletak antara kedua
pangkal saluran telur.
2. Korpus Uteri : Bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus
uteri mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga
yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
3. Serviks: Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio,
hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina.

2.2. Pembagian Dinding Uterus

1. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.


Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Dalam
masa haid endometrium untuk sebagian besar dilepaskan, untuk
kemudian tumbuh menebal dalam masa reproduksi pada kehamilan dan
pembuluh darah bertambah banyak yang diperlukan untuk memberi
makanan pada janin.
2. Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam berbentuk sirkuler,
dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan ini
terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos yang
paling penting pada persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di
tempat itu dan yang terbuka.
3. Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima ligamentum yang
menfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:

 Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum yang


terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan
ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah lateral
dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah,
antara lain vena dan arteria uterine.

17
 Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks
bagian belakang kiri dan kanan kearah sakrum kiri dan kanan.
 Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus agar tetap dalam keadaan antefleksi, berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri
cepat karena uterus berkontraksi kuat.
 Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung
jaringan ikat.
 Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang menahan
tuba fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena
ovarika.

Gambar 1. Anatomi Uterus

18
3. Epidemiologi

Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi pada wanita sebelum


menarche. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh.
Penelitian di Amerika Serikat yang pernah dilakukan Scwartz menunjukkan
angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap
tahunnya2. Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia reproduktif,
tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih
banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5
dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit
berwarna1. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25
tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita berkulit hitam ditemukan paling
banyak.

Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,4%-11,7% dari semua penderita


ginekologi yang dirawat3. Mioma lebih sering terjadi pada pasien nullipara atau
wanita yang hanya mempunyai satu anak. Faktor keturunan memegang peran
dalam angka kejadian mioma uteri. Wanita dari garis keturunan tingkat pertama
seorang penderita mioma uteri mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar menderita
mioma uteri4.

4. Etiologi

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma
uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah
pada usia menopause, dan belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche.
Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon
estrogen. Beberapa peneliti menyimpulkan penyebab mioma uteri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, berdasarkan faktor hormonal, faktor genetik,
faktor pertumbuhan, dan biologi molekular dari tumor itu sendiri5. Faktor yang
diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah
abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara
kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada

19
kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-
perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor
(growth factors) 5.

5. Faktor Resiko

 Usia

Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an


tetapi, masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah
disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder
terhadap perubahan hormon pada waktu usia ini5. Berdasarkan otopsi, Novak
menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause
hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.

 Endogenous Hormonal

Menarke yang terlampau cepat ( kurang dari 12 tahun ) meningkatkan resiko


terjadinya mioma uteri, sedangkat menarke yang terlambat ( lebih dari 16 tahun
) menurunkan resiko untuk menderita mioma uteri. Mioma ditemukan lebih
kecil dan lebih sedikit pada spesimen histerektomi dari wanita yang telah
menopause karena level endogenous esterogen rendah. Ukuran mioma secara
signifikan lebih kecil pada wanita yang telah menopause.

 Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma


uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita
mioma uteri. Sedangkan wanita yang memiliki 2 orang penderita mioma dalam
keluarganya memiliki resiko lebih dari 2 kali untuk mendapat ekspresi dari
VEGF-alfa ( a myoma-related growth factor ) daripada wanita yang tidak
memiliki riwayat mioma pada keluarganya5.

20
 Etnik

Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai
mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan
etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak
mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan
Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan
mempunyai mioma yang lebih banyak dan lebih besar serta lebih menunjukkan
gejala klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah
kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen,
metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walaupun demikian,
pada penelitian terbaru menunjukkan Val/Val genotype dari enzim essensial
untuk metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui pada
47% wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih.
Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini
menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri
dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi5.

 Berat Badan

Sebuah studi prospektif dilakukan dan ditemukan kemungkinan risiko


menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat
badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga
turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi
kerana obesitas menyebabkan peningkatan konversi androgen adrenal menjadi
estrone dan menurunkan sex hormon-binding globulin. Hasilnya adalah
terjadinya peningkatan estrogen secara biologikal. Oleh karena itu ,alasan
mengapa terjadinya peningkatan prevalensi mioma uteri atau percepatan
pertumbuhan mioma5.

21
 Diet

Sebuah studi yang melaporkan, makanan seperti daging sapi, daging merah
atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa
menurunkannya. Studi ini sulit diinterpretasikan karena pada studi ini tidak
menghitung jumlah kalori, dan asupan lemak. Tidak jelas apakah vitamin, serat,
atau phytoestrogen yang menyebabkan efek tersebut.

 Olah Raga

Mantan atlet didapati pada penelitian sekitar 40% lebih rendah untuk
beresiko menderita mioma dibandingkan dengan non-atlet. Tidak jelas
perbedaan ini dihasilkan oleh efek dari olah raga atau rendahnya androgen dari
esterogen pada tubuh yang ideal5.

 Kehamilan dan Paritas

Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma


uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal
ketika kehamilan, termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium
postpartum kembali ke berat, aliran darah dan ukuran semula melalui proses
apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini kemungkinan
bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain pula
mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan dan ukuran
seperti semula pada postpartum, ini menyebabkan mioma uteri kekurangan
suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar5 .

 Merokok

Merokok dapat mengurangin insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang


ditemukan dapat mengurangi bioavailibilitas dari estrogen pada target jaringan.

22
Seperti salah satunya adalah mengurangi konversi androgen menjadi estrone
yang disebabkan karena nikotin menginhibisi aromatase5.

6. Patogenesis

Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor
hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak
ini 5. Mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka
kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum pernah dilaporkan terjadi
sebelum menarche1. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak
oleh stimulasi hormon estrogen6. Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen
pada mioma uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium
normal.

Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus
terdapat dua komponen penting yaitu: sel nest ( sel muda yang terangsang) dan
estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus). Menurut Meyer asal
mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. Percobaan
Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat
lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian
preparat progesteron atau testosteron. Apakah estrogen secara langsung
memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator masih menimbulkan
silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator didalam
mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor – 1 ( IGF – 1 ),
connexsin – 43 – Gap junction protein dan marker proliferasi.

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih

23
belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor

Menurut teori inisiasi, hal terpenting dari penyebab terjadinya mioma


uteri adalah the initiator(s) yang dimana sampai saat ini belum diketahui dengan
jelas. Beberapa teori telah dibuat. Suatu hipetosesa mengatakan bahwa level
esterogen dan progesterone yang meningkat menyebabkan meningkatnya
jumlah pembelahan pada mioma uteri yang mungkin berhubungan dengan
adanya mutasi pada pembelahan tersebut(Rein,2000).

Tidak ada bukti yang kuat yang mengatakan bahwa esterogen menjadi
penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor
pertumbuhan miomatosa. Konsentrasi reseptor esterogen dalam jaringan mioma
memang lebih tinggi dibandingan dengan miometrium sekitarnya tetapi lebih
rendah dibandingkan dengan endometrium. Mioma tumbuh cepat saat penderita
hamil atau terpapar esterogen dan mengecil atau menghilang setelah
menopause. Walaupun progesterone dianggap sebagai penyeimbang esterogen
tetapi efeknya terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.

Pada mioma uteri dapat terjadi degenerasi. Degenerasi terjadi akibat


kurangnya pasokan darah ke mioma uteri akibat bertambah besarnya mioma
tersebut. Akibatnya maka mioma akan mengalami perubahan sekunder sebagai
berikut1:

 Degenerasi Jinak
o Atrofi : Ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi
setelah menopause atau setelah persalinan.
o Degenerasi Hialin : Terjadi pada mioma yang telah matang, dimana
bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat hilangnya
pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak

24
atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya
degenerasi hialin. Degenerasi hialin merupakan degenerasi yang
paling banyak terjadi (60%) diantara degenerasi lainnya7.
o Degenerasi Kistik : Setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut akan
berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya
menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian
tersebut dapat menyebaban keluarnya cairan kista ke kavum uteri,
kavum peritoneum, atau retroperitoneum.
o Degenerasi Kalsifikasi : Disebut juga degenerasi kalkareus yang
umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap
defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium
karbonat dan fosfat dalam tumor
o Septik : Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami
nekrosis dibagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang
ditandai dengan adanya nyeri, kaku dinding perut dan demam.
o Carneous : Disebut juga dengan degenerasi merah yang diakibatkan
oleh trombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan
perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna pada mioma.
Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan
karena kecepetan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih
diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi
degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai dengan rasa
nyeri tetapi akan menghilang sendiri (self limiting). Terhadap
kehamilannya sendiri, dapat terjadi partus prematurus atau koagulasi
diseminata intravaskuler.
o Miksomatosa : Disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah
proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan
umumnya asimtomatik.
 Degenerasi ganas
o Transformasi kearah keganasan (menjadi miosarkoma) Terjadi pada
0,1%-0,5% penderita mioma uteri.

25
7. Klasifikasi

7.1 Subserosa

Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan
saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai1. Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum
latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar
akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan
ementum di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih
dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan terputus,
sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik.

7.2 Intramural

Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Bila didalam


dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat1. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi. Pada umumnya mioma sering tidak memberikan gejala klinis
yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah.

7.3 Submukosa

Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa uterus/endometrium dan


tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk dan besar kavum uteri. Mioma uteri jenis lain meskipun besar
mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa,
walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan1.

26
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret, di kenal sebagai “ Currete bump” dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa
yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina,dikenal dengan nama “mioma geburt” atau mioma yang di lahirkan,
yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark.

Gambar 2. Lokasi Mioma Uteri

8. Tanda dan Gejala Klinis

Gejala klinis hanya terjadi pada 35%-50% penderita mioma1. Gejala yang
dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi . Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya,

27
terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Gejala klinis yang dapat terjadi
pada mioma uteri adalah :

o Perdarahan Abnormal Uterus

Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan
perdarahan abnormal ini bila terjadi secara kronis dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi1. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah
hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab
perdarahan ini adalah:

 Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa


 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma
di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.

Tumor dabertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis


endometrium akibat tarikan dan infeksi ( vagina dan kavum uteri terhubung
oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks).

o Nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila


kemudian terjadi gangguan vaskular1. Nyeri lebih banyak terkait proses
degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau
kontraksi uterus dalam upaya umtuk mengeluarkan mioma seubserosa dari
kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan
terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum.
Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk
mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan
saraf yang berjalan diatas permukaan tulang pelvis1.

o Efek Penekanan

28
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Mioma
intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ disekitar.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat
menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna,perlekatannya
dengan omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Semua efek penekanan
ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan
MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma
terhadap kavum uteri1.

9. Diagnosis

Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan melalui:

 Anamnesis

Dari proses anamnesis pada pasien dapat ditemukan beberapa keluhan


adanya perdarah yang abnormal pada pasien, seperti haid yang memanjang,
haid dengan perdarahan yang banyak, haid yang lebih dari 1 kali dalam 1
siklus. Selain itu dapat juga dikeluhkan adanya nyeri pada bagian pinggang
bawah dan adanya keluhan seperti tidak bisa buang air kecil dengan normal
atau adanya perasaan ingin buang air kecil terus menerus. Adanya infertilitas
juga dapat dicurigai sebagai salah satu sebab dari mioma uteri. Adanya
komplikasi pada saat kehamilan.

 Pemeriksaan Fisik

Melalu pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya benjolan pada perut


bagian bawah. Pasien dengan konjungtiva anemis karena adanya anemia akibat
perdarahan. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum mungkin didapati pasien
pucat. Selain itu pada pemeriksaan bimanual bisa didapati tumor pada uterus,

29
yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping, seringkali
teraba terbenjol- benjol

 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium

Pada Pemeriksaan darah lengkap didapati adanya anemia. Anemia


merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi

 Histeroskopi

Histeroskopi adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk memandang


bagian dalam rahim. Alat yang digunakan tampak seperti teleskop tipis. Alat ini
dimasukkan ke dalam vagina, melalui leher rahim, perlahan-lahan bergerak
melalui saluran leher rahim ke dalam rongga rahim. Dengan pemeriksaan ini
dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa.

 Ultra Sonografi (USG)

Mioma mioma uteri dapat didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan


transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma biasaanya adalah simetrikal,
berbatas tegas, dan hypoechoic4. Selain itu, area kalsifikasi atau perdarahat dapat
ditermukan hyperechoic dan kista dapat ditemukan anechoic. Usg tidak dapat
menentukan jumlah dan posisi mioma secara tepat, tetapi masih mungkin jika
dilakukan pada uterus dengan total volume <375 mL atau uterus dengan 4
mioma atau kurang4.

 Magnetic Resonance Imagine (MRI)

MRI adalah suatu cara pemeriksaan yang paling baik untuk mengevaluasi
ukuran, posisi dan jumlah mioma dan MRI merupakan pilihan yang tepat untuk
menentukan sejauh mana mioma submukosa telah berpenetrasi ke
miometrium4. Keuntungan dari MRI itu sendiri adalah hasilnya tidak tergantung

30
pada tehnik oprator untuk mengoprasikan MRI dan rendahnya varibialitas
interpretasi antar oprator jika dibandingkan dengan USG4.

10. Diagnosa Banding

Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian


bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma
submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,
karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri1.

11. Penatalaksanaan

 Konservatif

Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih
besar dari kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi
torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi5. Observasi dilakukan setiap
3-6 bulan sekali. Selain itu bila terjadi anemia maka pasien dapat diberikan zat
besi atau PRC bila hb < 8.

 Medikamentosa

 Gonadotropin-Releasing Hormone Analogues

GnRHa telah sukses dipakai untuk menciptakan keadaan hypoestrogenism


pada tubuh di berbagai kondisi estrogen-dependent seperti endometriosis dan
mioma uteri. Terapi ini memberikan hasil yang memuaskan pada terapi
konservatif mioma uteri dan sebagai adjuvan terapi sebelum dilakukannya
myomectomy8.

31
Tetapi efek terapi dari GnRha bersifat sementara, ketika tidak dilanjutkan
dalam beberapa siklus maka besarnya mioma akan kembali seperti sebelum di
terapi. Adjuvan terapi dilakukan pada 3-4 bulan pemberian GnRHa sehingga
dapat mengecilkan ukuran dari mioma, dan mempermudah jalannya oprasi
dengan sedikitnya adanya perdarahan8. Selain hasil yang cukup baik dari
pengecilan mioma setelah pemberian GnRHa, penggunaan GnRHa dapat
menimbukan efek samping jangka pendek dan dalam jangka panjang seperti
gejala postmenopausal dan osteoporosis. Nyeri pada pelvis dapat muncul saat
adanya pengecilan dari mioma ketika dilakukan pengobatan dengan GnRHa8.

Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri
yang diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan
pengurangan volume uterus rata-rata 67 %, ,pada 90 wanita didapatkan
pengecilan volume uterus sebesar 20 %, dan pada 35 wanita ditemukan
pengurangan volume mioma sebanyak 80 %.

 Terapi Pembedahan

Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of


obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine(ASRM)adalah9:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan 9

 Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan uterus.


Miomektomi adalah tindakan yang dilakukan ketika seorang wanita ingin
mempertahankan uterusnya. Selain itu miomektomi juga dilakukan pada wanita
yang masih ingin memiliki anak. Indikasi dari miomektomi adalah ketika

32
terjadinya infertilitas dan gangguan pada saat kehamilan yang disebabkan oleh
sifat dari mioma8. Berdasarkan Iverson et al, morbiditas pada pasien yang
dilakukan abdominal myomectomy lebih kecil jika dibandingkan dengan pasien
yang dilakukan histerektomi. Pada penelitiannya, dilaporkan pada pasien yang
dilakukan miomektomi lebih sedikit terjadinya perdarahan dan demam jika
dibandingkan dengan pasien yang dilakukan histerektomi. Beberapa pasien
dengan histerektomi mengeluhkan adanya keluhan pada uretra, dan kantung
kemihnya sedangkan pada pasien dengan miomektomi tidak8. Walaupun
demikian, wanita dengan mioma yang besar, jumlah mioma yang banyak dan
wanita dengan riwayat miomektomi yang berulang , sebaiknya disarankan untuk
melakukan histerektomi. Selain itu, wanita dengan riwayat miomektomi dengan
mioma multipel memiliki kecendrungan untuk munculnya mioma kembali jika
dibandingkan dengan wanita dengan riwayat miomektomi dengan 1 mioma8.
Ada beberapa teknik miomektomi yang dilakukan yaitu

Abdominal myomectomy, atau laparotomi miomektomi yaitu pengangkatan


mioma melalui sayatan pada abdomen bagian bawah. Keunggulan melakukan
miomektomi ini adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara
laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan
paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

Histeroskopi miomektomi, dilakukan secara histeroskopis. Dilakukan


untuk reseksi mioma submukosa dengan hasil yang sangat baik8. Indikasinya
adalah perdarahan abnormal pervaginam, riwayat keguguran, infertility dan
nyeri akibat mioma. Kontraindikasinya adalah adanya kanker endomtrium,
infeksi pada organ reproduksi bawah, tidak dapat melakukan distensi pada
uterus, dan ekstensi tumor pada miometrium yang terlalu dalam. The European
Society of Hysteroscopy mengklasifikasikan mioma submukosa berdasarkan level
dari penetrasi ke miometrium sebagai berikut, kategori T0: Meliputi semua
mioma submukosa yang memiliki tangkai. T1: Mioma submukosa dengan

33
penetrasi kurang dari 50% ke miometrium. T2: Mioma submukosa dengan
penetresi lebih dari 50% ke miometrium8.

Laparoskopi miomektomi, dilakukan pada mioma yang mudah diakses


seperti mioma subserosa yang terletak di superfisial dan mioma bertangkai.
Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7
hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma
terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai
saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi
wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya9.

 Histerektomi

Histerektomi adalah tindakan pengangkatan uterus yang dapat dilakukan


dengan cara melewati vagina, laproskopi atau melalui laparotomi1. Di
Amerika Serikat, hsiterektomi adalah tindakan oprasi yang terbanyak kedua
kasusnya pada wanita. 20% wanita dilakukan histerektomi pada umur 40
tahun dan satu pertiganya lagi akan dilakukan pada umur 65 tahun.
Pengangkatan uterus dilakukan ketika wanita tersebut sudah tidak ingin
memiliki anak lagi8. Terdapat beberapa indikasi pada histerektomi yaitu,
pembersaran uterus sebesar kehamilan 12-14 minggu, keluhan nyeri
padabagian pinggang atau abdomen bagian bawah, adanya keluhan
perdarahan pervaginam (menoraghia dan metroraghia), adanya penekanan
pada saluran kemih sehingga menimbulkan gejala.

Abdominal hysterectomy, adalah pengangkatan uterus melalui abdomen.


Cara ini biasanya dipakai ketika ukuran dari uterus sudah melewati besarnya
kehamilan 12 minggu, atau vagina yang teralalu sempit. Ketika terdapat
kondisi seperti riwayat oprasi pada pelvis, adanya adhesi, endometriosis atau
adanya kelainan di adneksa maka biasanya diputuskan untuk melakukan
histerektomi melalui abdominal10.

34
Vaginal hysterectomy, adalah prosedur standard untuk mengangkat
uterus pada kebanyakan pasien. Kelebihannya terhadap teknik yang lain
adalah pasien lebih cepat untuk dapat melakukan aktivitas normal kembali,
waktu rawat dirumah sakit yang lebih singkat, lebih kecil resiko infeksi dan
demam jika dibandingkan dengan histerektomi melalui abdomen. Oleh
karena itu, vaginal histerektomi lebih dipilih daripada abdominal
histerektomi ketika mungkin untuk dilakukan. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien
dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi lebih minimal10.

Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang


dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi
(Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH) dan classic
intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa
colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari
dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale
dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari
serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini
diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan
mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya
prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter
dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang
lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang
cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi.
Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki
kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas
yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal9.

35
12. Prognosis

Keberhasilan dari penatalaksanaan dan prognosis bergantung pada tingkat


keparahan dari mioma uteri berdasarkan penatalaksanaan yang telah dipilih.
Mioma dapat menggangu fertilitas, tetapi tergantung dari tempat dan ukuran
dari mioma itu sendiri. Mioma sangat jarang menuju ke kanker. Tanda yang
paling sering terjadi pada kanker adalah ketika tumor tersebut cepat bertumbuh.

36
Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, 2007. Ilmu kandungan.


Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005. 338-
345.
2. Victory R, Romano W, Bennett J, Diamond M. Clinical Gynecology. Churchill
Livingstone, an imprint of Elsevier Inc. 2006. 179-205.
3. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi II. Jakarta : Bina Pustaka, 2005.
337- 345.
4. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine
miomas.Fertility and Sterility.Vol. 87, No. 4, April 2007. p725-3
5. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 – 8
6. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 – 8
7. Okizuka H, Sugimura K, Takemori M, Obayashi C, Kitao M, Ishida T. MR
detection of degenerating uterine leiomyomas. J Comput Assist
Tomogr. 1993;17:760–766
8. Wallach, Edward E., and Nikos F. Vlahos. 'Uterine Myomas: An Overview
Of Development, Clinical Features, And Management'. Obstetrics &
Gynecology 104.2 (2004): 393-406. Web.
9. Hadibroto Budi R, 2005. Mioma uteri. Dalam: Majalah Kedokteran
Nusantara Volume 38,No.3,September 2005: 255-260
10. Johnson N, Barlow D, Lethaby A, Tavender E, Curr L, Garry R. Methods of
hysterectomy: systematic review and meta-analysis of randomised
controlled trials. BMJ 330,1478–1486 (2005).
11. Grover CM, Kupperman M, Kahn JG, Washington AE. Concurrent
hysterectomy at bilateral salpingooophorectomy. Benefits, risks and
costs. Obstet. Gynecol. 88,907–913 (1996).
12. Larson, C. A. "Evidence-based Medicine: An Analysis of Prophylactic
Bilateral Oophorectomy at Time of Hysterectomy for Benign Conditions."
Current Oncology Curr. Oncol. 18.1 (2011): n. pag. Web.
13. Nichols, H. B., K. Visvanathan, P. A. Newcomb, J. M. Hampton, K. M. Egan, L.
Titus-Ernstoff, and A. Trentham-Dietz. "Bilateral Oophorectomy in
Relation to Risk of Postmenopausal Breast Cancer: Confounding by
Nonmalignant Indications for Surgery?" American Journal of
Epidemiology 173.10 (2011): 1111-120. Web.

37
38

Anda mungkin juga menyukai