Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TEMA
MENGGAGAS PENDIDIKAN ERA MILENIAL
MEMBANGUN DAYA SAING BANGASA

(DESENTRALISASI PENDIDIKAN)

Oleh :
HANTI ANTI
NIM. 201810240211009

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

1
MENGGAGAS PENDIDIKAN ERA MILENIAL
MEMBANGUN DAYA SAING BANGASA
(DESENTRALISASI PENDIDIKAN)

BAB I

A. PENDAHULUAN
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perkembangan yang
panjang, hal ini seiring dengan kondisi bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia
mencapai kemerdekaan, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah
sistem pendidikan tradisional yang disesuaikan dengan tuntunan dan kebutuhan
masyarakat. Pada awal kemerdekaan, para pendiri republik yang sebagian besar
adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun sistem
pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan kolonial yang telah
berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan nasional mulai menampakkan
bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di sekolah.
Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1950, Undang-undang Nomor 12 tahun 1954, dan Undang-
Undang Nomor 2 tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai
perubahan dan perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan
kewenangan penyelenggaraannya. Perubahan pada aspek kekuasaan dan kewenangan
penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem pendidikan
nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang
mengalami desentralisasi.
Reformasi membawa perubahan disegala bidang salah satunya adalah
otonomi daerah. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada Pasal 1 ayat (5) dikemukakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

2
perundang-undangan. Daerah Otonom di sini dimaksudkan adalah diartikan sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik. Penerapan
otonomi daerah dengan dasar desentrealisari ini didasari oleh keinginan menciptakan
demokrasi, pemerataan, dan efisiensi. Desentralisasi berimplikasi kebijakan bangsa
harus berasal dari masyarakat bawah ke atas, bukan lagi dari atas ke bawah.
Keterbukaan dan kesempatan untuk bertpartisipasi dalam bidang pendidikan
harus dimanfaatkan dengan baik yakni dengan cara setiap mengambil kebijakan
pemerintah harus menerapkan sistem botom up, yakni kebijakan yang berasal dari
kondisi masyarakat (bawah ke atas).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Desentralisasi Pendidikan
2. Konsep Desentralisasi Pendidikan
3. Tujuan Desentralisasi Pendidikan
4. Landasan Yuridis Kebijakan tentang Desentralisasi Pendidikan
5. Analisis Desentralisasi Pendidikan di Indonesia

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi Desentralisasi Pendidikan?
2. Untuk mengetahui Konsep Desentralisasi Pendidikan?
3. Untuk mengetahui Tujuan Desentralisasi Pendidikan?
4. Untuk mengetahui Landasan Yuridis Kebijakan tentang Desentralisasi
Pendidikan?
5. Untuk mengetahui Analisis Desentralisasi Pendidikan di Indonesia?

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN


Secara umum desentralisai pendidikan adalah pelimpahan
wewenang (autority) dan tanggung jawab (responsibility) dari institusi
pendidikan tingkat pusat kepada institusi pendidikan di tingkat daerah hingga
pada tingkat sekolah. Desentralisasi mengandung arti pelimpahan kekuasaan oleh
pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah pada tingkat
propinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan
efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah (Mulyasa, 2005).
Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi
bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan
lain berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi
dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru
sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka
dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah
(Hasbullah,2010).
Dapat disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan salah satu
model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses
pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki
kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru
yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun
secara internasional.

2. KONSEP DESENTRALISASI PENDIDIKAN


Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga
Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan

4
Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan
serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan pendidikan” (Imma, 2015).
Konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup
filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu
sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi
pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang
mendalam dan meluas tentang trendperkembangan penduduk dan masyarakat
untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan
analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran
nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang
dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah
yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang
bermutu dan produktif.

3. TUJUAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN


Tujuan dari desentralisasi adalah:
1. Mencegah pemusatan keuangan;
2. Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan
rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat
lokal sehingga dapat lebih realistis (Bella, 2015).
Tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya
mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah. dengan kata lain tujuan
desentralisasi adalah untuk merangsang kepekaan elit lokal terhadap tuntutan dan
kebutuhan masyarakat daerah.

5
4. LANDASAN YURIDIS KEBIJAKAN TENTANG DESENTRALISASI
PENDIDIKAN
Desentralisasi secara yuridis tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang secara resmi sebagai pengganti dari
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, diterangkan bahwa pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang menjadi
urusan pemerintah (pusat), dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah (Mulyasa, 2005).
Urusan pemerintah dibagi sedemikian rupa antara pemerintah dan
pemerintah daerah. Dijelaskan pula selanjutnya yaitu pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah. Selanjutnya pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah provinsi yang mengarah pada pendidikan yaitu
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.

5. ANALISIS DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA


Sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia secara sentralistis yang
hampir kasat mata sudah kelihatan sejak rezim orde baru. Banyak yang menilai
bahwa pendidikan pada masa orba tersebut didesain untuk kepentingan politik.
Beberapa mata pelajaran, pelatihan-pelatihan, serta program pendidikan lain
lebih diarahkan kepada peneguhan nilai-nilai yang kemudian dimanfaatkan
dengan baik oleh rezim penguasa. Kondisi tersebut telah dikritik secara habis-
habisan oleh YB. Mangunwijaya. Tokoh yang satu ini banyak mengkritik sistem
pendidikan nasional pada masa rezim orba yang cenderung sentralistik dan
banyak diintervensi oleh penguasa. Pendidikan kemudian hanya berfungsi
sebagai alat (media) untuk melanggengkan kekuasaan rezim (Mu’arif,2008)

6
Beberapa kelemahan dan ketimpangan pendidikan yang dikelola secara
sentralistis ini sudah kelihatan sejak dimulai dari pemberlakuan satu kurikulum
secara nasional, sampai dengan peranan pusat yang sangat dominan dalam
pengelolaan guru (sekolah negeri). Memasuki Indonesia baru yang ditandai
dengan gerakan reformasi total, maka pada tahun 1999 mulailah dicetuskan
berbagai agenda reformasi, termasuk reformasi dalam dunia pendidikan yang
ditandai dengan proses desentralisasi yang diimplementasikan pemerintah
melalui UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah kemudian diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Melalui Undang-Undang tersebut dapat ditangkap prinsip-prinsip dan arah dalam
pengelolaan sektor pendidikan dengan mengacu pada pembagian kewenangan
antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
Konsep desentralisasi pendidikan ini pada mulanya memang banyak
membawa harapan bagi kalangan pakar dan praktisi pendidikan kita. Orang
banyak yang menaruh optimis jika pendidikan di Indonesia akan mengalami
perubahan-perubahan yang cukup signifikan. Namun dalam praktiknya, masih
banyak kalangan yang meragukan eksistensi kebijakan pendidikan nasional
Indonesia. Berbagai kebijakan pendidikan justru dianggap kontroversial sehingga
mimbulkan berbagai kritik. Untuk itu, pemerintah perlu berbenah diri dalam
memaknai serta mengaplikasikan makna desentralisasi secara menyeluruh demi
menciptakan pendidikan yang berkualitas.
Meskipun demikian, kebijakan desentralisasi pendidikan tidak harus
disimpulkan gagal untuk dilaksanakan. Ada hal-hal yang merupakan kekuatan
dan peluang bagi keberhasilan implementasi berikutnya. Berikut ini disajikan
hasil analisis SWOT terhadap implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan
di Indonesia. Berikut ini hasil identifikasinya melalui analisis SWOT.
http://titikcerdas.blogspot.com/2012/05/desentralisasi-pendidikan.html

7
a. Strength (Kekuatan)
Jika digunakan analisis SWOT terhadap implementasi kebijakan
desentralisasi pendidikan ini, maka ada beberapa hal yang dapat
diidentifikasikan sebagai faktor kekuatan, yaitu:
1. Secara politis kebijakan desentralisasi pendidikan telah dikenal luas oleh
masyarakat dan merupakan kebijakan yang populis.
2. Jiwa dan ruh kebijakan desentralisasi pendidikan telah lama diidamkan
oleh masyarakat, khususnya dalam menghadapi era persaingan bebas
yang mengharuskan masyarakat kita memiliki kompetensi dan daya
kompetitif yang tinggi.
3. Kebijakan ini merupakan bentuk nyata dari diakuinya eksistensi
pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan bidang pendidikan di daerah masing-masing.

b. Weakness (Kelemahan)
Disamping adanya kekuatan-kekuatan sebagaimana dikemukakan di atas,
kebijakan ini juga memiliki sisi kelemahannya, antara lain adalah:
1. Tidak meratanya kemampuan dan kesiapan pemerintah daerah untuk
menjalankan kebijakan desentralisasi pendidikan, khususnya pemerintah
daerah di wilayah terpencil. Bahkan untuk wilayah tertentu
implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan secara penuh justru
cenderung menjadi masalah tersendiri di daerah tersebut.
2. Tidak meratanya kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli Daerah)
dalam menopang pembiayaan pendidikan di daerahnya masing-masing,
terutama daerah-daerah miskin.
3. Belum adanya pengalaman dari masing-masing pemerintah daerah untuk
mengatur sendiri pembangunan pendidikan di daerahnya sesuai dengan
semangat daerah yang bersangkutan. Sehingga dikhawatirkan
implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan akan dijadikan

8
komoditas bagi pemerintah daerah tertentu untuk tujuan-tujuan jangka
pendek.
4. Belum bersihnya aparat birokrasi dari mentalitas dan budaya korupsi.
5. Belum jelasnya pos-pos anggaran untuk pendidikan.

c. Opportunity (Peluang)
Berikut ini diinventarisir sejumlah faktor yang diduga kuat dapat menjadi
faktor peluang bagi keberhasilan pelaksanaan kebijakan desentralisasi
pendidikan, yaitu:
1. Adanya semangat yang kuat dari masyarakat untuk menjadikan
implementasi kebijakan ini (harus) berhasil, karena munculnya
kebijakan ini disadari bersama sebagai keinginan masyarakat banyak.
2. Adanya semangat dari kalangan masyarakat untuk turut serta mengawasi
pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan di daerah masing-
masing. Bahkan muncul banyak LSM atau lembaga non-pemerintah
yang merelakan diri memonitor dan mengawasi pelaksanaan kebijakan
ini.

d. Threat (Ancaman/Tantangan)
Selanjutnya adalah faktor ancaman. Ada beberapa faktor yang diduga
menjadi faktor ancaman bagi implementasi kebijakan desentralisasi
pendidikan, yaitu:
1. Tidak meratanya hasil prestasi pendidikan dilihat secara nasional karena
sangat dimungkinkan munculnya variasi kualitas di masing-masing
lembaga pendidikan, baik di dalam satu wilayah daerah, maupun
dibandingkan dengan daerah yang lain.
2. Faktor tidak meratanya kualitas guru di masing-masing daerah juga
diduga sebagai ancaman.

9
KESIMPULAN

Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat


mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang desentralis bergaya
demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu
masyarakat yang berbudaya tinggi dan menjunjung nilai-nilai positif.
Desntralisasi pendidikan masih terdapat kelemahan-kelemahan yakni apabila
penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan
dari sentralisasi pendidikan ke tingkat daerah. Maka desentralisasi tersebut akan
mempunyai nasib yang tidak pernah menemukan solusi terbaik untuk mengentaskan
keterpurukan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu menelaah kembali
tentang pentingnya analisis SWOT yang menjadi tolak ukur keberhasilan
desentralisasi pendidikan di Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bella Putri, http://makalah pendidikan kewarganegaraan.


Blogspot.com/2013/05/makalah-sentralisasi-dan desentralisasi.html,diunduh
pada tanggal 14 Maret 2015.

Hasbullah. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2010.

http://immakhasanah.blogspot.com/2013/03/makalah-desentralisasi-pendidikan.html.

http://makalah-pendidikankewarganegaraan.blogspot.com/2013/05/makalah-
sentralisasi-dan-desentralisasi.html

http://titikcerdas.blogspot.com/2012/05/desentralisasi-pendidikan.html

Imma khasanah, http://immakhasanah.blogspot.com/2013/03/makalah-desentralisasi-


pendidikan.html, di unduh pada tanggal 14 Maret 2015.

Mu’arif. Liberalisasi Pendidikan: Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa.


Yogyakarta: Pinus. 2008.

Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005.

Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan: Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa,


(Yogyakarta: Pinus, 2008), hlm. 7

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 2 (3)

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 10 (1)

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 10 (2)

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 13 (1/f)

11

Anda mungkin juga menyukai