Kriteria kausalitas (hubungan sebab akibat) menurut Bradford Hill (1897-1991) membuat kriteria dari
suatu faktor sehingga faktor tersebut dapat dikatakan sebagai faktor yang mempunyai hubungan
kausal. Kriteria tersebut terdiri dari 9 keriteria.
Kekuatan asosiasi : semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan
pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga presisi statistik
(pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada
terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan) Konsistensi : replikasi dari temuan oleh
investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai
metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
Spesifisitas dari asosiasi : ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana
semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat hubungan yang
diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam
bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
Temporalitas : kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara
diperkirakan.
Tahapan biologis : perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam
penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual yang
dihipotesakan.
Masuk akal : kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki
lubang-lugang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita.
Koherensi : bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk
membentuk gambaran yang koheren. Untuk menjawabnya dapat dilihat pada Apakah interpretasi
kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi dari penyakit, termasuk
juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang, tempat, waktu) dan hasil dari
eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah cocok tempatnya”
Eksperimen : demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan untuk
hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat diperlukan,
untuk menyimpulkan kausalitas.
Analogi : Kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai dengan
yang kami dapatkan.
Dalam epidemiologi modern, penyakit dihasilkan dari beberapa penyebab walaupun penyakit
infeksi, namun tetap tidak dapat menjadi faktor yang berdiri sendiri. Penyebab multiple juga dapat
dilihat berdasarkan perjalanan penyakit kronis yang dimulai dari masa induksi hingga menjadi laten.
Masa induksi pada faktor penyebab adalah waktu antara causal action hingga mulainya penyakit.
Konsep masa induksi pada penyakit kronik adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu pemaparan
untuk mencapai dosis yang cukup untuk menimbulkan reaksi. Masa laten penyakit adalah waktu
antara mulainya penyakit sampai terdeteksinya penyakit. Kombinasi dari masa induksi dan laten
disebut dengan masa induksi empiris.
Misalnya pada penyakit infark miokard. Penyakit ini disebabkan oleh penyebab utama yaitu genetik
dan penyebab lainnya yang dapat berkontribusi pada proses penyakit misalnya, hipertensi, obesitas,
gaya hidup, faktor genetik. Proses induksi dimulai dari genetik hingga terjadinya atheoroklorosis.
Sedangkan periode laten dimulai dari paparan ekposure gaya hidup hingga munculnya infark
miokard.
7. Apakah Bias dan Confounding? Apakah validitasi internal dan eksternal?
A. Bias
Bias didefinisikan sebagai segala kesalahan sistematis dalam studi epidemiologi yang menghasilkan
perkiraan yang salah dari hubungan antara eksposure dan risiko penyakit. Bias terdiri dari bias
seleksi, bias informasi dan bias recall (mengingat kembali). Sebuah penelitian bisa menjadi bias pada
saat memilih subjek-subjek penelitian (bias seleksi) disebabkan kesalahan dalam mengelompokkan
responden (kelompok kasus atau kontrol). Bias dapat juga terjadi karena informasi yang salah, atau
disebabkan kesalahan mengingat informasi pada kedua kelompok yang berbeda. Cara mengukur
variabel pada penelitian, atau faktor perancu yang tidak dikendalikan dengan baik dapat
meningkatkan bias pada penelitian.
1. Bias Seleksi
Bias seleksi adalah kesalahan sistematik pada sebuah studi yang berasal dari prosedur-prosedur yang
digunakan untuk memilih subjek-subjek dan faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan
responden dalam penelitian. Bias tersebut terjadi ketika hubungan antara paparan dan penyakit
yang membedakan antara orang-orang yang berpartisipasi dengan orang yang tidak berpartisipasi
pada sebuah studi. Karena hubungan antara paparan dan penyakit diantara yang tidak berpartisipasi
tidak diketahui, keberadaan bias seleksi biasanya diduga dan dapat diobservasi.
Bias seleksi juga bisa timbul dari beberapa pilihan yang dibuat langsung oleh peneliti. Sebagai
contoh, banyak penelitian tentang pekerja yang membandingkan laju kematian antara pekerja –
pekerja pada pekerjaan khusus terhadap populasi umum. Perbandingan ini menjadi bias karena
populasi umum terdiri dari orang yang tidak bisa bekerja dikarenakan sakit. Akibatnya, keseluruhan
dari laju kematian dari pekerja sering lebih rendah daripada populasi pada umumnya, dan petunjuk
perbandingan dari kedua kelompok tersebut menjadi bias. Bias seleksi ini sering disebut sebagai efek
dari pekerja sehat. Sebuah cara untuk mencegah bias tersebut akan menjadi perbandingan pada
pekerja dengan pekerjaan khusus dan pekerja dengan pekerjaan lainnya yang membedakan paparan
atau hazard dalam pekerjaan mereka. Jika semua subjek terlibat pada perbandingan adalah pekerja,
maka peneliti bisa menghindari bias dari efek pekerja sehat.
2. Bias Informasi
Bias informasi merupakan kesalahan sistematik dalam sebuah penelitian yang bisa muncul karena
informasi yang dikumpulkan tentang atau dari subjek penelitian yang salah (tidak tepat). Informasi
sering dimaksudkan menjadi salah klasifikasi jika variabel yang diukur pada sebuah kategori yang
mutlak dan kesalahan yang mengakibatkan seseorang ditempatkan pada sebuah kategori yang salah.
Sebagai contoh, kesalahan klasifikasi jika seorang perokok berat dikategorikan sebagai perokok
ringan. Khususnya, dua variabel utama dalam penelitian epidemiologi menghubungkan paparan dan
penyakit, bisa menimbulkan asosiasi yang kurang tepat. Salah satu yang termasuk dalam bias
informasi adalah bias recall.
3. Bias Recall
Bias recall adalah sebuah kesalahan sistematik dalam responden mengingat dan melaporkan
faktor risiko/paparan yang telah dia alami. Responden yang mengalami suatu kondisi kesehatan
seperti melahirkan anak yang mengalami down syndrome akan lebih mengingat ataupun sebaliknya
tentang obat-obatan yang dia konsumsi selama kehamilannya daripada ibu yang melahirkan anak
normal. Klasifikasi yang berbeda-beda karena informasi tentang faktor paparan salah diklasifikasi
dengan cara berbeda-beda untuk subjek yang dengan atau tanpa penyakit. Sama halnya dengan
kesalahan pengkategorian (differential misclassification) yaitu kesalahan dalam hal follow up
responden (biased follow up) dimana orang-orang yang tidak terpapar terdiagnosis penyakit lebih
banyak dari pada orang-orang yang terpapar. Sebagai contoh, seorang peneliti menggunakan studi
kohort untuk mengukur akibat dari merokok terhadap kejadian penyakit Empisema. Pada penelitian
tersebut ingin diketahui kejadian empisema. Terdapat pertanyaan yang menanyakan tentang
diagnosis medis (terkait empisema) tetapi tidak dilakukan pemeriksaan untuk memastikan diagnosis
tersebut. Diagnosis tersebut (menggunakan kuesioner) mungkin menyatakan terjadinya empisema.
Diagnosis yang salah lebih sering terjadi pada perokok daripada bukan perokok. Karena pada
perokok, terdapat komplikasi penyakit pernapasan yang menyerupai empisema.
B. Confounding
Confounding terkadang disebut sebagai kelas utama ketiga bias. Ini adalah fungsi dari hubungan
yang kompleks antara berbagai eksposur dan penyakit. Confounding dapat dikontrol dalam desain
(random, pembatasan dan matching) dan dalam analisis (stratifikasi, analisis multivariabel dan
matching).
Faktor perancu atau confounding factors adalah distorsi dalam memprediksi hubungan atau
asosiasi antara faktor eksposur dan outcome (hasil) sehingga asosiasi sebenarnya tidak tampak atau
ditutupi oleh faktor lainnya. Pengaruh faktor perancu bisa memperbesar atau memperkecil
hubungan sebenarnya. Jadi, suatu variabel mungkin sebenarnya bisa faktor protektif terhadap suatu
kondisi kesehatan atau penyakit, tetapi hasil penelitian menunjukkan variabel tersebut bisa menjadi
faktor risiko terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit atau hubungan. Dalam setiap
penelitian, faktor-faktor perancu akan selalu diidentifikasi sehingga dalam pengolahan data, hasil
asosiasi yang lebih akurat dapat diperoleh setelah dikontrol oleh faktor perancu. Misal, faktor
perancu bisa ditemukan pertama pada umur sebagai faktor perancu terhadap hubungan merokok
dan risiko kematian, dan kedua aktifitas fisik mendistorsi hubungan antara asupan energi dan risiko
terkena penyakit jantung.
Syarat-syarat Confounding
validitas :
Membicarakan validitas sebagai terminologi penelitian, setidak-tidaknya akan sampai pada dua
pengertian , yakni berkaitan dengan pengukuran dan yang kedua berkaitan dengan penelitian
itu sendiri. validitas berkaitan dengan tiga unsur; alat ukur,metode ukuran dan
pengukur(peneliti).
Validitas ukur adalah suatu keadaan dimana alat ukur yang di gunakan untuk mengukur
karakteristik seperti yang diinginkan oleh peneliti untuk di ukur.
Validitas penelitian mempunyai pengertian yang berbeda dengan validitas pengukuran ,
walaupun untuk termencapai validitas penelitian syarat validitas pengukuran harus terpenuhi
pula
Validitas eksternal : ikhwal penelitian yang menyangkut pertanyaan, sejauh mana hasil suatu
penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi induk (asal sampel) penelitian diambil.
Contoh : apabila kita meneliti tingkat efektifitas suatu metode penyuluhan baru mengenai
program imunisasi dengan mengambil sampel di suatu desa dan ternyata baik hasilnya.
Manfaat Epidemiologi
memprediksi tren penyakit yang mungkin akan terjadi. Hasil penelitian epidemiologi
masyarakat.
2. Diagnosis masyarakat
Epidemiologi memberikan gambaran penyakit, kondisi, cedera, gangguan,
3. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat mempengaruhi
masalah, dan perilaku apa saja yang mempengaruhi suatu kelompok atau suatu populasi.
Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor risiko dan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan
populasi atau kelompok. Epidemiologi juga berguna untuk mengkaji keefektifan; efisiensi;
penyakit tertentu. Epidemiologi juga berguna untuk menentukan hubungan sebab akibat,
6. Identifikasi sindrom.
Dalam hal ini, ilmu epidemiologi membantu dalam menyusun dan menetapkan
kriteria untuk mendefinisikan sindrom, misalnya: sindrom down, fetal alkohol, kematian