MODUL : Sedimentasi
Oleh :
Kelompok : II
Nama : 1. Anisa Mutia Ulfa NIM.161424005
2. Bagus Bayu Nugroho NIM.161424007
3. Elvina Dheborah S NIM.161424008
4. Ferronia Carissa NIM.161424009
Kelas : 3A – TKPB
2019
I. Tujuan Praktikum
1.1 Menghitung efisiensi penurunan kekeruhan pada operasi batch sehingga didapat waktu
optimum.
1.2 Membandingkan waktu optimum kekeruhan dari dua jenis air baku.
1.3 Menganalisis pengaruh dari jenis koagulan yang digunakan pada proses pengolahan
limbah cair.
2.1 Sedimentasi
Adapun pendapat lain dari Pettijohn (1975) yang mendefinisikan bahwa sedimentasi
merupakan proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh
pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut
dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut
dangkal sampai laut dalam. Selain itu Triatmodjo, Bambang (1999) menambahkan bahwa
sebetulnya sedimen sendiri merupakan material atau pecahan dari batuan, mineral dan
material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di
dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya.
1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak
melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar
bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah.
3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak,
sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing-masing plate.
Selain itu dalam bak ini aliran air yang tampak tidaklah seragam, sehingga kecepatan
alirannya tidak konstan dan hal itu pula penyebab timbulnya kesulitan dalam
pengontrolan kecepatan aliran. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di
bagian tengah bak, kemudian air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet di sekeliling
bak, sementara partikel mengendap ke bawah.
2.4 Macam-macam Zona pada Bak Sedimentasi
1. Zona Inlet atau influent : Bagian atau tempat pertama air masuk ke dalam bak. Zona
inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan
kecepatan aliran yang baru masuk.
2. Zona Outlet atau effluent : Bagian atau tempat dimana air akan meninggalkan bak.
Seperti zona inlet, zona outlet mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola
aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi.
3. Zona lumpur : Merupakan bagian atau tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke
luar bak. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scrapper. Dalam zona ini
lumpur terakumulasi.
Berdasarkan literatur yang ada tawas atau alum, Al2(SO4)3.14H2O (Dalam bentuk
batuan, serbuk, cairan) Massa jenis dari tawas adalah 480 kg/m 3, dengan kadar air 11 – 17
%. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara : penurunan kekeruhan air baku atau air
limbah, filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 NTU (Nephelometric Turbidity Unit),
penambahan polimer, dan penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0). Selain itu, alum padat
akan langsung larut dalam air tetapi larutannya bersifat korosif terhadap beberapa jenis
logam diantaranya aluminium, besi, dan beton sehingga tangki-tangki dari bahan-bahan
tersebut membutuhkan lapisan pelindung untuk mencegahnya.
Dua faktor yang penting berkaitan dengan sedimentasi yaitu proses koagulasi
dalam hal ini terutama pada saat penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis
koagulan. Dosis optimum koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium.
Range pH optimal alum atau tawas adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang
memadai rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Cornwell, 1998).
Menurut Misnani (2010), dalam mempelajari proses sedimentasi kita mengenal istilah
TDS (Total Dissolved Solid) atau benda padat yang terlarut yaitu semua mineral, garam,
logam, serta kation-anion yang terlarut di air. TDS terukur dalam satuan Parts per Million
(ppm). Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang
umum dijumpai di perairan seperti air buangan sering mengandung molekul sabun,
deterjen dan surfaktan yang larut air.
1) Cara Batch
Sedimentasi dengan cara ini merupakan salah satu cara yang paling
ekonomis untuk memisahkan padatan dari suatu suspensi, bubur atau slurry.
Operasi ini banyak digunakan pada proses-proses untuk mengurangi polusi
dari limbah industri. bisa dilihat pada gambar berikut :
3) Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang
dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan
konstan. Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Menurut Ghozali (2016), persamaan yang berlaku dalam proses sedimentasi salah
satunya adalah persamaan Stokes dimana v0 = (g/18μ)[(ρs – ρl).d2]. Dimana; v0 =
kecepatan linier, μ = viskositas cairan, ρs = densitas padatan, ρl = densitas cairan, dan d =
diameter rata-rata partikel padatan yang berbentuk gumpalan.
3. pH-meter
5. Neraca Analitik
6. Turbidimeter
8. Spatula
1. Koagulan Tawas
pH : 6,64
TDS : 210 mg/l
Kekeruhan : 14,31 NTU
pH : 6,31
TDS : 217 mg/l
Kekeruhan : 6,37 NTU
pH : 6,5
TDS : 215 mg/l
Kekeruhan : 17,58 NTU
pH : 6,35
TDS : 213 mg/l
Kekeruhan : 9,18 NTU
pH : 6,38
TDS : 203 mg/l
Kekeruhan : 11,59 NTU
pH : 6,4
TDS : 201 mg/l
Kekeruhan :7
pH : 6,41
TDS : 215 mg/l
Kekeruhan : 20,94 NTU
pH : 6,28
TDS : 215 mg/l
Kekeruhan : 11,58 NTU
8
6
4
2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu (menit)
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
4.2.2 Limbah Balai Kota
25
20
15
10
5
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (menit)
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)
4.3 Pembahasan
1. Air Baku Sungai Gegerkalong
Pada tabel pengamatan air baku sungai gegerkalong dengan koagulan tawas dan PAC
masih terdapat titik pada tabel yang tidak sesuai dengan teori sehingga kurva menjadi
fluktuatif, adapun hal tersebut bisa disebabkan karena pada saat pengambilan sampel
secara manual di alat sedimentasi masih kurang hati-hati jadi lumpur yang masih
terdapat dalam alat ikut terambil kembali. Selain itu, bisa saja disebabkan karena
pembilasan yang kurang bersih pada pemakaian alat turbidimeter, ph meter, dan TDS
meter dimana pemakaiannya juga bergantian dengan kelompok lain, jadi
mempengaruhi data yang ada.
2. Air Baku Sungai Balai Kota
Masih sama dengan air baku Sungai Gegerkalong, dimana tabel pengamatan juga
menunjukkan adanya data yang tidak sesuai dengan teori sehingga kurva terbentuk
terlihat fluktuatif, alasan dari faktor penyebab adanya penurunan titik yang satu
dengan yang lain (artinya tidak semakin naik) sama dengan air baku sungai
Gegerkalong ditunjukkan dengan data yang ada. Namun, kurva waktu terhadap
efesiensi yang dibuat dari kedua jenis air baku di atas dibuat menyesuaikan teori yang
ada, diikuti dengan penunjukkan waktu terbaik dari tiap kurva yang disajikan.
3. Penggunaan Koagulan Tawas dan PAC
Dilihat dari data hasil praktikum dengan parameter efesiensi menunjukkan bahwa
penggunaan koagulan Tawas lebih baik dibandingkan PAC, dimana hal tersebut bisa
saja disebabkan karena karakter dari dua jenis air baku lebih sesuai digunakan
koagulan tawas, selain itu bisa juga disebabkan karena adanya ketidakakuratan
penimbangan dari Tawas dan PAC, dimana Tawas digunakan lebih banyak dibanding
PAC sehingga hal tersebut mempengaruhi nilai efesiensi proses sedimentasi dari
penggunaan koagulan pada kedua jenis air baku.
4.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Efisiensi terbaik proses sedimentasi dengan menggunakan alat berupa plate untuk
campuran air limbah sungai Gegerkalong dengan menggunakan koagulan PAC
sebanyak 1 gram sebesar 33,59% sedangkan apabila menggunakan koagulan tawas
sebanyak 1,1 gram efisiensi yang diperoleh sebesar 22,77%. Pada sedimentasi dengan
alat yang sama campuran air limbah sungai Balaikota dengan koagulan PAC sebanyak
1 gram dan koagulan tawas 1,1 gram nilai efisiensinya secara berturut-turut sebesar
7,43%% dan 51,89%.
2. Waktu optimum proses sedimentasi dengan menggunakan alat berupa plate pada
campuran air limbah sungai Gegerkalong dengan menggunakan koagulan PAC
sebanyak 1 gram dan tawas sebanyak 1,1 gram secara berturut-turut adalah 18 menit
menit dan 3 menit. Sedangkan pada sedimentasi dengan alat yang sama air limbah
sungai Balai Kota dengan menggunakan koagulan PAC sebanyak 1 gram diperoleh
waktu optimum 3 menit dan dengan menggunakan koagulan tawas sebanyak 1,1 gram
waktu optimumnya sebesar 3 menit.
3. Pada campuran air limbah sungai Gegerkalong dan Balai Kota, proses sedimentasi
dengan menggunakan alat plate memiliki efisiensi yang lebih besar apabila
menggunakan koagulan tawas namun waktu optimum yang dicapai lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Hendricks, David, 2005, ”Water Treatment Unit Processes Physical and Chemical”, Taylor
and Francis Group, New York, hal. 184 – 190.
LAMPIRAN
Koagulan Tawas
Koagulan PAC Flokulan