Anda di halaman 1dari 9

SINUSITIS

1.Definisi
Sinusitis adalah infeksi dan pembengkakan pada sinus akibat adanya penyumbatan di
dalamnya. Gejala sinusitis dapat terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung hanya dalam jangka
waktu yang pendek (biasanya 4 minggu), dan hal itu biasanya disebut sinusitis akut.Untuk kasus
sinusitis yang lebih parah, yaitu peradangan sinus dalam waktu yang lama sekitar 3 bulan dan
sering kambuh, ini disebut sinus kronis.

Sinusitis adalah kondisi yang umum terjadi dan dapat terjadi pada semua orang. Kondisi ini
dapat dicegah dengan mengurangi faktor risiko Anda. Silakan diskusikan dengan dokter Anda
untuk informasi lebih lanjut.

2. Etiologi
Etiologi sinusitis dapat dibedakan menjadi infeksi dan non-infeksi. Kuman patogen penyebab
sinusitis akut sedikit berbeda dengan sinusitis kronis.

A. Non Infeksi

Etiologi non-infeksi pada sinusitis merupakan segala penyebab yang dapat menimbulkan
sumbatan pada ostium sinus, mengganggu fungsi dan pergerakan silia, serta mengganggu
kualitas dan kuantitas mukus sinus. Etiologi non infeksi sinusitis antara lain:

Iritan : polusi udara, asap rokok, bahan kimia

Alergen : rhinitis alergi karena serbuk sari, debu, atau alergen lain
Kelainan anatomi hidung: infundibulum lebih sempit, deviasi septum nasal

Trauma : fraktur tulang hidung

Gangguan silia : jaringan parut, diskinesia silia

B. Infeksi

Pada etiologi infeksi sinusitis,dibagi menjadi 3 yakni infeksi virus,infeksi bakteri,dan infeksi
jamur.

A. Infeksi Virus

Hampir 90% sinusitis akut disebabkan oleh infeksi virus. Virus yang sering menimbulkan sinusitis
akut adalah rhinovirus, virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, dan enterovirus. Sekitar
0,5-2% kasus sinusitis akut akibat infeksi virus dapat berkembang menjadi sinusitis bakterial
akut.

B. Infeksi Bakteri

Sinusitis akibat infeksi bakteri kebanyakan berhubungan dengan infeksi virus pada saluran nafas
atas ataupun faktor-faktor lain yang dapat mengganggu fungsi silia sinus.

1. Sinusitis Akut

Beberapa bakteri yang banyak ditemukan pada kasus sinusitis akut antara lain:

 Streptococcus pneumoniae adalah bakteri gram positif, anaerobik fakultatif merupakan


penyebab utama sinusitis akut pada dewasa
 Haemophilus influenzae adalah bakteri gram positif, anaerobik fakultatif
 Moraxella catarrhalis merupakan bakteri gram negatif, aerobik. Sama seperti bakteri
Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis juga dapat menghasilkan beta laktamase
yang dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik
 Staphylococcus aureus merupakan kuman yang biasanya menyebabkan sinusitis
sfenoid
 Pseudomonas aeruginosa banyak ditemukan pada kasus sinusitis akibat infeksi
nosokomial misalnya akibat pemasangan selang nasal, pada pasien HIV dan
immunocompromised lainnya, dan pada pasien dengan fibrosis kistik
 Bakteri lain yang pernah dilaporkan : Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia, Enterobacter sp.
2. Sinusitis Kronis

Pada kasus sinusitis kronis, bakteri penyebab yang ditemukan dari kultur mukus sinus antara
lain:

 Staphylococcus aureus, termasuk MRSA (methicillin-resistant S. aureus)


 Coagulase-negative staphylococci
 Haemophilus influenzae
 Moraxella catarrhalis
 Streptococcus pneumoniae
 Streptococcus intermedius
 Pseudomonas aeruginosa
 Nocardia sp.
 Bakteri anaerob seperti Prevotella sp., Porphyromonas sp., dan Bacteroides sp

3. Infeksi Jamur

 Infeksi jamur pada sinusitis akut dapat disebabkan oleh Aspergillus sp. dan Alternaria sp.
 Sinusitis akut alergi, penyebab paling sering adalah Bipolaris sp. dan Curvularia sp.
 Kasus sinusitis jamur kronis yang paling sering ditemukan adalah Aspergillus sp.,
Candida sp., Cryptococcus neoformans, Sporothrix schenckii, dan Alternaria sp.

Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan sinusitis antara lain:

 Kelainan anatomi: deviasi septum nasal, polip, bullosa pada konka, obstruksi akibat
tumor
 Gangguan transpor mukus pada fibrosis kistik ataupun akibat diskinesia silia
 Kondisi imunodefisiensi akibat infeksi HIV, diabetes mellitus, atau kemoterapi
 Alergi : Rhinitis alergi, asma
 Infeksi saluran nafas atas berulang oleh virus
 Obat-obatan seperti kokain atau obat-obatan lain seperti antikolinergik dan antihistamin
 Bahan iritan seperti asap rokok ataupun polusi udara
 Trauma : Barotrauma, trauma atau fraktur pada sinus
 Benda asing yang dapat menimbulkan sumbatan ostium sinus
 Pasien yang menggunakan selang nasogastrik atau nasotrakeal
 Periodontitis atau penyakit gigi lainnya
 Penyakit sistemik seperti granulomatosis Wegener, sarkoidosis, vaskulitis Churg-Strauss.

3. Patofisiologi
Patofisiologi sinusitis melibat faktor-faktor seperti obstruksi jalur drainase sinus (ostium sinus),
gangguan pergerakan silia, serta gangguan keseimbangan jumlah dan kualitas mukus.
A. Peran Obstruksi pada Ostium Sinus

Sinus merupakan rongga yang steril. Aliran mukus sinus bersifat satu arah dari sinus melalui
ostium sinus menuju rongga hidung. Infeksi saluran pernapasan atas akibat virus atau paparan
alergen dapat menimbulkan edema mukosa yang menyebabkan penyempitan ostium sinus yang
lambat laun akan mengakibatkan obstruksi yang mengganggu aliran mukus sinus.

Ketika ada sumbatan, udara mulai berkurang pada rongga sinus, sehingga tekanan di dalam
rongga sinus berubah menjadi lebih negatif dibandingkan dengan tekanan atmosfer. Tekanan
negatif ini membuat bakteri dalam rongga hidung dapat masuk ke dalam rongga sinus, terutama
saat menarik napas atau membuang sekret hidung. Selain karena infeksi dan alergen, sumbatan
ostium sinus juga dapat terjadi akibat adanya polip, benda asing, deviasi septum, atau tumor.

B. Gangguan Fungsi Silia

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia. Silia berperan dalam
aliran mukus dari rongga sinus ke rongga hidung. Gangguan fungsi silia akan berdampak pada
penumpukan mukus pada rongga sinus. Gangguan fungsi silia dapat disebabkan karena infeksi
virus, bakteri, aliran udara yang tinggi, bahan kimia yang toksik terhadap silia, mediator
inflamasi, jaringan parut, serta sindrom Kartagener (diskinesia silier primer). Fungsi siliar juga
dapat terganggu akibat faktor asap rokok, dehidrasi, udara kering, dan obat-obatan seperti
antikolinergik dan antihistamin.

C. Gabungan dari Obstruksi Ostium dan Gangguan Fungsi Silia

Saat terjadi obstruksi ostium sinus, mukosa rongga sinus akan tetap memproduksi mukus,
akibatnya terjadi akumulasi berlebih mukus. Silia hanya dapat bekerja bila ada komposisi cairan
mukus yang sesuai. Mukus pada saluran pernapasan terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama
adalah lapisan serosa (sol phase) yang lebih encer dan tipis yang mengelilingi batang silia dan
membantu kerja silia. Lapisan kedua (gel phase) memiliki konsistensi lebih kental dan berada di
atas lapisan pertama.

Lapisan mukosa gel phase ini yang ditranspor oleh gerakan silia menuju ostium sinus. Bila terjadi
perubahan komposisi lapisan mukus menjadi lebih kental (misalnya pada pasien fibrosis kistik
atau sekresi sol phase berkurang), transpor mukus akan menjadi lebih lambat sehingga lapisan
gel phase akan semakin menumpuk di rongga sinus. Perubahan kualitas mukus akibat adanya
debris peradangan juga akan semakin mengganggu pergerakan silia.

4. Manifestasi Klinis
A. Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama
sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.

B. Sinusitis etmoid akut

Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.

C. Sinusitis frontal akut

Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus
kental dan penciuman berkurang.

D. Sinusitis sphenoid akut

Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring

E. Sinusitis Kronis

Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus
di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis,
batuk kering, dan sering demam.

5. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri : kepala, tenggorokan, sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
 Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis (irigasi sinus/operasi)
 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi atau adanya secret
yang mengental
 Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder peradangan
hidung
 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun sekunder dari peradangan sinus
 Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Rinoskopi anterior

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema. Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari
meatus superior.

 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).


 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

2. Transiluminasi (diaphanoscopia)

Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila
salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

3. Foto sinus paranasalis

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit. Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak
di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa
sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan
di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

4. Pemeriksaan CT –Scan

Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air
fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal,
penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). Hal-hal yang mungkin
ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

 Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan
CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang
terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid
level.
 Polip yang mengisi ruang sinus
 Polip antrokoanal
 Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
 Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan
lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang
berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

5. Pemeriksaan di setiap sinus

a) Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat
berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan
merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.

pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke
langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata.
Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk
diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah
(unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral).

b) Sinusitis etmoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis.
Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.

c) Sinusitis frontal akut

Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang
terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis.
Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d) Sinusitis sfenoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

7. Penatalaksanaan Medis

Diberikan terapi medika mentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari, namun dapat
diperpanjang sampai semua gejala hilang. Antibiotik dipilih yang mencakup anerob,seperti
penisilin V. Klidamisin atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak efektif.
Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis diganti dengan antibiotik untuk kuman yang
menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin atau ampisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat. Steroid nasal topikal seperti beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan
antialergi. Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase sinus. Dapat diberikan
sistemik maupun topikal. Khusus yang topikal harus dibatasi selama 5 hari untuk menghindari
terjadinya rinitis medika mentosa. Bila perlu, diberikan analgesik untuk menghilangkan nyeri;
mukolitik untuk mengencerkan sekret, meningkatkan kerja silia, dan merangsang pemecahan
fibrin. Bila perlu dilakukan diatermi. Diatermi dilakukan dengan sinar gelombang pendek
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Jika belum
membaik, dilakukan pencucian sinus. Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang
patologik dan membuat drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi cald
well-luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan edmoidektomi dari intranasal atu ekstra
nasal. Pada sinusitis frontal dilakukan secara intra nasal atau ekstra nasal (operasi killian).
Drainase sinus sfenoid dilakukan secara intranasal.

Anda mungkin juga menyukai