OTONOMI DAERAH
BAB V
OTONOMI DAERAH
A. Pendahuluan
V/1
sesuai dengan UUDS RI tahun 1950 melalui UU No. 1 Tahun 1957,
PENPRES No. 6 Tahun 1959, PENPRES No. 5 Tahun 1960, dan
setelah kembali pada UUD 45 diubah lagi dengan UU No. 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
V/2
upaya peningkatan ekonomi didaerahnya, sehingga Pendapatan
Asli Daerah sulit meningkat.
c. Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional
serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah belum
dilaksanakan secara proposional sesuai dengan prinsip
demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
d. Belum lengkap dan rincinya peraturan perundang-undangan
yang mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah menimbulkan
perbedaan interprestasi dan persepsi yang mengakibatkan
tumpang tindih kewenangan antara instansi Pusat dan Daerah.
V/3
bentuk pemerintahan di Daerah serta mengupayakan pengembangan
potensi sumber daya Daerah agar dapat terangkat dalam era
globalisasi. Namun ada pula kendala yang dihadapi, antara lain:
krisis politik menghadapi Indonesia pada berbagai pilihan bentuk
pemerintahan yang jika tidak hati-hati bisa menjurus kearah
disintegrasi. Krisis ekonomi juga akan memperlemah kemampuan
dalam pembiayaan. Kendala yang lain adalah tersedianya waktu
yang sempit mengingat realisasi AFTA pada tahun 2003.
V/4
Agar pemerintah daerah otonomi mampu melaksanakan tugas-
tugasnya yang dibebankan kepadanya, dibutuhkan dukungan
keuangan yang lebih besar. Menurut Undang-undang No. 25 Tahun
1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah,
Daerah Otonomi akan mempunyai 4 sumber pendapatan yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman, dan
Penerimaan lainnya yang sah.
V/5
Pada prinsipnya semua tugas umum pemerintah dan
pembangunan dapat diserahkan kepada Daerah Otonom, kecuali
bidang-bidang pertahanan keamanan, peradilan, luar negeri,
moneter, dan agama serta bidang lainnya yang secara nasional lebih
tepat diurus oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu secara mendasar
ada pembagian kewenangan yang tegas antara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
V/6
dan daerah. Perhatian sungguh-sungguh terhadap kemampuan
ekonomi pada semua Daerah Otonom ini sangat penting. Urusan
keuangan dikelola sesuai APBD dengan memanfaatkan semua
sumber dana dari pendapatan asli daerah, bantuan umum, dan
bantuan khusus dari pemerintah pusat serta dana perolehan sesuai
kontribusi ekonomi daerah, dengan tetap memperhatikan aspek
pemerintah.
V/7
Sesuai dengan TAP MPR tersebut, Pemerintah bersama-sama
DPR telah menetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
V/8
anggaran dan legislasi Daerah, Kepala Daerah dipilih dan
bertanggung jawab kepada DPRD, Gubernur selaku Wakil
Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab kepada
Presiden.
5) Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
6) Daerah diberi kewenangan untuk melakukan
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan
pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan, pendidikan dan
pelatihan pegawai sesuai kebutuhan dan kemampuan
Daerah, berdasarkan norma, standar, prosedur yang
ditetapkan Pemerintah.
7) Keuangan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah, dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah,
pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah.
8) Daerah kabupaten/kota diberi Otonomi yang luas, sedang
Propinsi terbatas. Kewenangan pemerintahan pada
Propinsi adalah otonomi yang sifatnya lintas Kabupaten
dan Kota serta kewenangan yang belum mampu ditangani
oleh Kabupaten dan Kota.
9) Kelembagaan Daerah disamping lembaga DPRD, adalah
Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan
Lembaga Teknis Daerah, seperti perencanaan, penelitian dan
pengembangan, Diklat, pengawasan dan Badan Usaha Milik
Daerah.
V/9
2. Hal-hal pokok yang tertuang dalam Undang-undang No.
25 Tahun 1999, adalah :
1) Penyelenggaraan Otonomi Daerah diperlukan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Daerah secara
proposional yang diwujudkan dengan pengaturan
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
2) Sumber pembiayaan pemerintah Daerah dalam rangka
perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
3) Pelaksanaan desentralisasi berasal dari Pendapatan Asli
Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain
penerimaan yang sah :
a) Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah,
retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain
b) Dana Perimbangan berasal dari bagian daerah dari
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber
daya alam, serta dana alokasi umum dan alokasi
khusus.
4) Penerimaan negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi:
10 persen untuk penerimaan Pusat (dibagikan ke seluruh
kabupaten/kota) dan 90 persen untuk daerah.
5) Penerimaan negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan dibagi: 20 persen untuk Pemerintah Pusat
(dibagikan keseluruh kabupaten/kota) dan 80 persen untuk
daerah.
V/10
6) Penerimaan negara di sektor Kehutanan dan
Pertambangan dibagi: 20 persen untuk pemerintah pusat dan
80 persen untuk daerah.
7) Penerimaan negara dari hasil minyak bumi dibagi: 85
persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk daerah.
8) Penerimaan negara dari gas alam dibagi: 70 persen untuk
pemerintah pusat dan 30 persen untuk daerah (setelah
dikurangi komponen pajak).
9) Dana alokasi umum sekurang-kurangnya 25 persen dari
penerimaan dalam negeri dengan komposisi: 10 persen
untuk daerah propinsi dan 90 persen untuk daerah
kabupaten/kota.
10) Dana alokasi khusus untuk membantu kebutuhan khusus
yang disediakan dalam APBN termasuk yang berasal dari
dana reboisasi. Dana reboisasi dibagi 40 persen kepada
daerah penghasil sebagai dana alokasi khusus dan 60
persen untuk pemerintah pusat.
11) Pembiayaan dekonsentrasi disalurkan kepada Gubernur
melalui Departemen/LPND.
12) Pembiayaan tugas pembantuan disalurkan kepada daerah
dan desa Departemen/LPND yang menugaskan.
V/11
negatif dari semakin luasnya otonomi daerah tersebut, perlu
diciptakan aturan main dan mekanisme kerjasama antar daerah.
V/12
1. Penyiapan Perangkat Hukum Untuk Pelaksanaan
Otonomi Daerah
Sebagai dasar hukum dari pelaksanaan otonomi daerah
pemerintahan bersama dengan DPR telah mengundangkan UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Kedua undang-undang tersebut selanjutnya akan ditindak-
lanjuti dengan peraturan pelaksanaan lainnya. Peraturan pelaksanaan
yang diperlukan antara lain :
V/13
3) Keputusan Presiden, tentang :
V/14
untuk melakukan langkah-langkah koordinasi dengan para menteri
terkait, meliputi antara lain:
V/15
b) Kelompok Kerja Kewenangan dan Kelembagaan
Pemerintah Daerah;
c) Kelompok Kerja Sumberdaya Aparatur.;
V/16
g) menyusun rancangan realokasi Pegawai Negeri Sipil
diantara instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah;
h) menyusun daftar seluruh kekayaan negara berupa
tanah/gedung, perlengkapan dan peralatan yang ada di
daerah untuk dialihkan kepada Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, mengikuti pembagian
kewenangan.
V/17
pengembangan disain proses pembangunan dan kegiatan
masyarakat.
V/18
1) Penyelesaian Kebijaksanaan dan Perundang-undangan:
a. Melakukan penyesuaian kebijaksanaan dengan
pertimbangan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun
1999, menurut pasal-pasal;
b. Menyusun prioritas produk hukum dari kedua undang-
undang tersebut sesuai dengan periode sasaran;
c. Menyelesaikan semua produk hukum yang prinsip harus
diselesaikan menurut periode sasaran;
d. Melakukan pembinaan pengaturan antara produk hukum
Pusat dan produk hukum Daerah.
V/19
2) Reorganisasi Pusat dan Pemerintah Daerah:
a. Melakukan inventarisasi kebijaksanaan strategis nasional;
b. Menyiapkan naskah akademik/peraturan dan draft;
c. Melakukan pengembangan substansi kewenangan pusat;
V/20
e. Melaksanakan koordinasi dengan instansi Pusat dan Daerah;
f. Memberikan petunjuk kepada Daerah;
g. Inventarisasi dan pengkajian berbagai Peraturan Perundang-
undangan yang terkait dengan kepegawaian dan kediklatan;
h. Penyusunan berbagai naskah akademis, sebagai masukan
penyempurnaan dan perubahan berbagai peraturan
perundang-undangan dibidang kepegawaian termasuk Diktat
Aparatur;
i. Penyusunan Pedoman dan Instrumen Pendataan
Pegawai per unit organisasi;
j. Penyusunan draft Rencana Induk Penataan dan
Pendayagunaan pegawai;
k. Penyusunan draft Rencana Relokasi Pegawai Kantor
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota;
1. Pendalaman materi Rancangan Undang-Undang dibidang
Kepegawaian;
m. Penjajagan, pembentukan Tim/Pokja Rencana Relokasi
Aparatur yang terintegrasi antara Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota serta Penyusunan draft Mekanisme Kerja.
V/21
e. Melakukan bimbingan dan asistensi ke Daerah;
V/22
c. Melakukan inventarisasi kebutuhan penyesuaian dalam
mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
Pembangunan Daerah;
d. Menyusun kebijaksanaan, dukungan peraturan pemerintah
tentang perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
pembangunan daerah;
e. Mengembangkan desain mekanisme dan sistem
pengambilan keputusan dan sistem keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat;
f. Monitoring dan evaluasi kegiatan sistem manajemen
pembangunan dan kemasyarakatan, serta melakukan
penyempurnaan yang diperlukan.
V/23
diharapkan dapat mempercepat pemulihan kegiatan ekonomi
masyarakat sekaligus mengatasi dampak krisis ekonomi di daerah.
V/24
daerah agar dapat dicapai kinerja pembangunan daerah yang
semakin baik. Pedoman umum tersebut memuat tujuan prinsip dasar
pengelolaan dana pembangunan daerah yang mengarah pada
pemberdayaan masyarakat dan kesinambungan hasil-hasil program,
yaitu; keterbukaan, partisipasi, pendanaan tepat waktu dan langsung,
pertanggungjawaban, berkelanjutan, sederhana dalam pelaksanaan
dan pengembangan potensi lokal.
V/25
Peningkatan Pendidikan Dasar di SD dan MI, Pembangunan Sarana
Kesehatan, dan Pengembangan Wilayah.
V/26
Pengelolaan dana pembangunan Kabupaten/Kota dibagi dalam
dua jenis, yaitu dana umum dan dana khusus. Dana Umum adalah
dana yang diberikan kepada seluruh Pemerintahan Daerah Tingkat II
untuk membiayai berbagai program/proyek prioritas pembangunan
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah
Tingkat II dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat,
meningkatkan pendapatan masyarakat dan kualitas hidup
masyarakat. Dalam rangka mendukung pelaksanaan reformasi, maka
pengelolaan bantuan dana umum dalam tahun 1998/1999 dan
1999/2000 dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat,
kebutuhan nyata, kondisi dan potensi daerah, penataan ruang daerah
serta selaras dengan kebijakan pembangunan nasional. Pengelolaan
dana umum juga memperhatikan proyek/kegiatan yang memberikan
nilai tambah secara ekonomis dan memberikan manfaat secara sosial
dalam pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat. Sedangkan
Dana Khusus merupakan dana yang diberikan kepada Dati II
merupakan bantuan program untuk mendukung pencapaian sasaran
dan tujuan program pembangunan secara nasional yang menjadi
prioritas dan harus dilaksanakan oleh daerah.
V/27
melalui lembaga dan forum musyawarah masyarakat setempat
seperti kelompok pengajian, masjid, gereja, ormas, dan badan
pengelola penyelenggara pendidikan (BP3). Begitu pula halnya
dalam penyaluran dana dilakukan secara sederhana, lebih cepat dan
terbuka sehingga dapat diketahui semua unsur masyarakat luas.
V/28
Sedangkan dana perluasan jaring pengaman sosial dan
pemberdayaan masyarakat lebih ditujukan kepada masyarakat
sebagai perencana sekaligus pelaksana dan pengawas. Dalam upaya
untuk mencapai sasaran yang lebih efektif, pemerintah
meningkatkan upaya-upaya diseminasi informasi program-program
yang disampaikan, dan membuka mekanisme pengaduan masyarakat
atas setiap penyelewengan atau penyimpangan yang terjadi dalam
kegiatan-kegiatan program pembangunan di daerah, dimulai dari
program-program jaring pengaman sosial.
V/29
tingkatan Dati I dan Dati II diganti dengan Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
b. UU ini memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang
dibatasi hanya sampai pemerintahan propinsi. Pemerintahan
Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi kuat
melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom dan
Kepala Wilayah Administratif. Bupati dan Walikota adalah
Kepala Daerah Otonom saja. Sementara itu jabatan Kepala
Wilayah pada Kabupaten dan Kota sudah tidak di kenal lagi.
c. Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri oleh DPRD
Kabupaten/Kota tanpa melibatkan pemerintah propinsi
maupun pemerintah Pusat. Oleh karena itu, Bupati dan
Walikota harus bertanggungjawab kepada dan bisa
diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya selesai.
Sementara itu, pemerintah Pusat (Presiden) hanya diberi
kekuasaan untuk "memberhentikan sementara" seorang
Bupati/Walikota jika dianggap membahayakan integrasi
nasional.
d. UU ini menghapuskan posisi wilayah administratif pada
level daerah Kabupaten dan daerah Kota. Integrated
Prefectoral System yang sentralistis yang digunakan UU
No. 5 Tahun 1974 diubah menjadi Functional System, bukan
sekedar Unintegrated Prefectoral System sebagaimana
dikenal dalam UU No. 1 Tahun 1957.
e. UU ini menetapkan pemerintahan kecamatan dan kelurahan
sebagai perangkat daerah otonom, yaitu daerah kabupaten
dan daerah kota. Dengan kata lain, pemerintahan kecamatan
menempati posisi sebagai kepanjangan Langan pemerintah
daerah otonom, dan bukan sebagai aparat dekonsentrasi.
f. UU ini mengenal Badan Perwakilan Desa yang menjadi
lembaga perwakilan rakyat di tingkat desa. Hal ini
V30
merupakan perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di
tingkat desa.
g.
UU ini memberikan kewenangan yang lebih luas kepada
daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan
kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan
fiskal, agama serta 'kewenangan bidang lain'. Hanya raja
definisi 'kewenangan bidang lain' itu ternyata masih sangat
luas, sebab mencakup perencanaan dan pengendalian
pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM, pendayagunaan
SDA serta teknologi tinggi strategis, konservasi dan
standarisasi nasional.
V/31
transparansi dan kontrol daerah terhadap pemerintah pusat
mengenai penggunaan dana-dana ini sangat diperlukan.
V/32
kemampuan daerah yang cukup beragam, maka perlu diwaspadai
dan dicermati akan terjadinya berbagai dampak buruk dari
"
kecongkakan daerah", misalnya: hambatan arus barang dan jasa
antar daerah, hambatan arus perpindahan penduduk antar daerah,
dan perbedaan kapasitas dan kemampuan serta pertumbuhan antar
daerah. Dampak-dampak seperti ini seyogyanya dapat diselesaikan
didalam suatu forum koordinasi pembangunan antar daerah dan
antar daerah dengan pusat.
V/33