Anda di halaman 1dari 15

3.

KOORDINASI DAN PENGUMPULAN DATA


1. Koordinasi dan Konsolidasi Tenaga Ahli
Setelah persiapan administrasi dan teknis selesai, selanjutnya dilakukan
koordinasi dengan pihak pemberi kerja dan tenaga ahli untuk penyusunan strategi
yang akan dilaksanakan sehingga pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan.
2. Review Ketersediaan Data
Data yang disediakan oleh Badan Informasi Geospasial selaku pemberi kerja melalui
Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas yaitu:
-Informasi Geospasial Dasar (data RBI) digital skala 1:25.000 yang meliputi seluruh
area kegiatan;
- Citra satelit resolusi tinggi multi waktu seluruh area yang dikaji dalam rentang
waktu minimal 5 tahun.
Review Ketersediaan Data Dasar
 Data dasar yang diperlukan untuk analisis neraca sumberdaya alam, baik itu sumber
daya lahan, hutan, air, dan minerba antara lain :
a. Peta administrasi yang ditetapkan melalui peraturan dan perundangan yang
berlaku;
b. Citra satelit penginderaan jauh dengan resolusi spasial sesuai dengan skala
informasi yang akan dihasilkan;
Review Ketersediaan Data Tematik

 Data tematik yang diperlukan untuk analisis neraca sumberdaya lahan antara lain :
a. Interpretasi penutup lahan dari citra satelit untuk menghasilkan data penutup
lahan aktiva dan pasiva;
 Data tematik yang diperlukan untuk analisis neraca sumber daya hutan antara lain :
a. Peta Regional Physical Planning Programme Transmigration (RePProT)
b. Peta Vegetasi dan Penggunaan Lahan (National Forest Inventory), interpretasi citra
satelit (Landsat, SPOT, Radar), dan potret udara
c. Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK – RTRWP,
peta RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan
d. Peta garis kontur
 Data tematik yang diperlukan untuk analisis neraca sumber daya air antara lain :
a. Peta dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS);
b. Peta lokasi titik pengambilan air;
c. Data debit runtut waktu (time series) rata-rata harian, 10 harian, tengah – bulanan,
atau bulanan minimal 10 tahun atau melalui kajian khusus pada kondisi dan lokasi
tertentu;
d. Data hujan rata-rata harian minimum 10 tahun atau melalui kajian khusus pada
kondisi dan lokasi tertentu
e. Data statistik meliputi data kependudukan, peternakan, perikanan, perindustrian
f. Data penggunaan air yang terdiri dari:
- Data irigasi, meliputi:
1. Luas daerah irigasi;
2. Pola dan jadwal tanam dan kebutuhan air per satuan waktu.
- Data non irigasi (pengguna lainnya), meliputi:
1. Lokasi titik pengambilan;
2. Jenis penggunaan air (Air baku, Industri, PLTA, Peternakan, Perikanan/kolam,
Pariwisata/pelayaran, debit minimum untuk kebutuhan pemeliharaan
lingkungan);
 Data tematik yang diperlukan untuk analisis neraca sumber daya minerba antara
lain :
a. Data cadangan tiap komoditi mineral dan batubara di tingkat propinsi / daerah.
b. Data Produksi tahunan tiap komoditi mineral dan batubara di tingkat propinsi /
daerah.
c. Pemutakhiran data mineral dan batubara pada periode tahun yang sedang berjalan.
d. Harga komoditi mineral dan batubara terbaru yang berlaku di pasaran.
3. Penetapan Sumber Data Informasi
Penetapan Kebutuhan Data Dasar
Kebutuhan data dasar diperoleh dari pemberi kerja yaitu Badan Informasi
Geospasial. Data tersebut terdiri dari:
a. Informasi Geospasial Dasar (data RBI) digital skala 1:25.000 yang meliputi seluruh
area kegiatan;
b. Citra satelit resolusi tinggi multi waktu seluruh area yang dikaji dalam rentang
waktu minimal 5 tahun.
Penetapan Kebutuhan Data Tematik
Kebutuhan data tematik didapat dari berbagai sumber yang dapat dikatakan
sebagai wali data sehingga data yang diperoleh valid, reliable, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun data-data tersebut meliputi:

a. Data statistik demografi, sosial, dan ekonomi di 20 Kabupaten/Kota (Wilayah


Sungai Bengawan Solo) dari BPS
b. Data statistik/numerik sumberdaya alam lain dari institusi pusat/daerah,
c. Data debit air (time series) rata-rata harian, 10 harian, tengah – bulanan, atau
bulanan minimal 10 tahun (2004/2005-2014/2015) atau melalui kajian khusus
dari AWLR (pos duga air) untuk seluruh Wilayah Sungai Bengawan Solo dari
Kementerian PUPR;
d. Data klimatologis terutama curah hujan untuk penghitungan neraca
sumberdaya air dari BMKG;
e. Data cadangan dan eksploitasi sumberdaya mineral dan batubara d i
tingkat provinsi dan daerah dari Kementerian ESDM;
f. Data RTRW untuk seluruh Wilayah Sungai Bengawan Solo Skala 1: 50.000 untuk
kabupaten dan 1:25.000 untuk kota dari Kementerian ATR
g. Informasi geospasial tematik lain sebagai basis referensi analisis
dan akurasi interpretasi seperti :
- Peta Tutupan Lahan WS Bengawan Solo 5 tahun terakhir mulai dari tahun
2009/2010 – 2014/2015 atau sesuai dengan ketersediaan data dari
Kementerian Kehutanan
- Peta Sistem Lahan dari Badan Informasi Geospasial
- Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK –
RTRWP, peta RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan dari
Kementerian Kehutanan
- Peta Penggunaan Lahan WS Bengawan Solo 5 tahun terakhir mulai dari
tahun 2009/2010 – 2014/2015 atau sesuai dengan ketersediaan data dari
Kementerian ATR

4. Pengumpulan Data Dasar dan Tematik


Data-data yang akan digunakan dalam pekerjaan ini dikumpulkan untuk dilakukan
pengolahan datanya. Data-data tersebut terdiri dari Data Dasar dan Data Tematik.
Berdasarkan lingkup kegiatan analisis, maka kebutuhan data untuk mendukung kegiatan
ini antara lain meliputi :
1. Pengumpulan Data Dasar
a. Informasi Geospasial Dasar (data RBI) digital skala 1:25.000 yang meliputi seluruh
area kegiatan dari Badan Informasi Geospasial;
b. Citra satelit resolusi tinggi multi waktu seluruh area yang dikaji dalam rentang
waktu minimal 5 tahun.
2. Pengumpulan Data Tematik
a. Data statistik demografi, sosial, dan ekonomi di 20 Kabupaten/Kota (Wilayah
Sungai Bengawan Solo) dari BPS
b. Data statistik/numerik sumberdaya alam lain dari institusi pusat/daerah;
c. Data debit air (time series) rata-rata harian, 10 harian, tengah – bulanan, atau
bulanan minimal 10 tahun (2004/2005-2014/2015) atau melalui kajian khusus dari
AWLR (pos duga air) untuk seluruh Wilayah Sungai Bengawan Solo dari
Kementerian PUPR;
d. Data klimatologis terutama curah hujan tahunan untuk penghitungan neraca
sumberdaya air dari BMKG;
e. Data cadangan dan eksploitasi sumberdaya mineral dan batubara di
tingkat provinsi dan daerah dari Kementerian ESDM;
f. Data RTRW untuk seluruh Wilayah Sungai Bengawan Solo Skala 1: 50.000 untuk
kabupaten dan 1:25.000 untuk kota dari Kementerian ATR
g. Informasi geospasial tematik lain sebagai basis referensi analisis
dan akurasi interpretasi seperti :
- Peta Tutupan Lahan WS Bengawan Solo 5 tahun terakhir mulai dari tahun
2009/2010 – 2014/2015 atau sesuai dengan ketersediaan data dari
Kementerian Kehutanan
- Badan Informasi Geospasial
- Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK –
RTRWP, peta RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan dari
Kementerian Kehutanan
- Peta Penggunaan Lahan WS Bengawan Solo 5 tahun terakhir mulai dari
tahun 2009/2010 – 2014/2015 atau sesuai dengan ketersediaan data dari
Kementerian ATR

Penetapan Sumber Data dan Pengumpulan Data isinya mirip2 nyaris


sama? Bingung ngebedainnya
8. ANALISIS NERACA SPASIAL SUMBERDAYA ALAM TERINTEGRASI
1. Analisis Neraca Sumberdaya Lahan
Sumberdaya Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
vegetasi, dan benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan
lahan. Neraca sumberdaya lahan disusun untuk mengetahui perubahan sumberdaya lahan
pada periode awal (aktiva) dan sumberdaya lahan pada periode akhir (pasiva). Kerangka
neraca sumberdaya lahan spasial dinyatakan dalam bentuk peta perubahan atau informasi
geospasial dan model tabulasi statistik berupa table diskonto.
1.1 Metode Penyusunan Neraca Spasial Sumberdaya Lahan
Skala Informasi Geospasial Neraca
Ketentuan penggunaan skala informasi geospasial neraca adalah sebagai berikut:
a. Skala informasi geospasial neraca sumberdaya lahan spasial nasional, menggunakan
informasi geospasial dan klasifikasi penutup lahan dengan skala minimal
1:1.000.000;
b. Skala informasi geospasial neraca sumberdaya lahan spasial provinsi, menggunakan
informasi geospasial dan klasifikasi penutup lahan dengan skala minimal 1:250.000;
c. Skala informasi geospasial neraca sumberdaya lahan spasial kota dan daerah
khusus/tertentu, menggunakan informasi geospasial dan klasifikasi penutup lahan
dengan skala minimal 1:25.000
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi:
a. Informasi geospasial dasar;
b. Peta administrasi yang ditetapkan melalui peraturan dan perundangan yang
berlaku;
c. Citra satelit penginderaan jauh dengan resolusi spasial sesuai dengan skala
informasi yang akan dihasilkan;
d. Interpretasi penutup lahan dari citra satelit untuk menghasilkan data penutup lahan
aktiva dan pasiva;
e. Survei lapangan untuk verifikasi hasil interpretasi penutup lahan baik aktiva maupun
pasiva, peta penutup lahan sekunder.
Metode Pengolahan Data
Tahap pengolahan data neraca sumberdaya lahan spasial menggunakan metode
pendekatan teknik tumpang susun peta atau overlay
Penutup Lahan Penutup Lahan
Tahun Awal (t0) Tahun Akhir (t1)

Kawasan Areal Kawasan Areal


Kawasan Hutan Kawasan Hutan
Penggunaan Lain Penggunaan Lain
(APL) (APL)

Peta Aktiva Peta Pasiva

Overlay

Peta Neraca
Sumberdaya Lahan

Gambar . Diagram Alir Penyusunan Neraca Sumberdaya Lahan

Teknik overlay dapat digunakan bagi peta yang sudah sama format dan skalanya.
Pengolahan data neraca sumberdaya lahan untuk penyusunan saldo neraca sumberdaya
lahan, dengan melakukan overlay pada penutup lahan baru dan peta penutup lahan lama.
Analisis dan evaluasi sumberdaya lahan tersebut dihitung ke dalam satuan areal luasan
(ha) maupun dalam perhitungan persentase (%)
2. Analisis Neraca Sumberdaya Hutan
Neraca Sumberdaya Hutan merupakan suatu informasi yang dapat menggambarkan
cadangan sumberdaya hutan, kehilangan dan penggunaan sumberdaya hutan, sehingga pada
waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika
dibandingkan dengan waktu sebelumnya.
Syarat dapat disusunnya neraca sumberdaya hutan adalah telah dilakukan inventarisasi
hutan minimal untuk dua periode waktu. Dengan demikian neraca sumberdaya hutan dapat
berfungsi sebagai salah alat evaluasi hutan sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning
system) mengenai degradasi hutan.

2.1 Metode Penyusunan Neraca Sumberdaya Hutan


Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Data Primer
Bila data dan peta yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan neraca
sumberdaya hutan tidak/belum ada maka digunakan metode pendekatan teknik
penginderaan jauh, melalui metode penafsiran citra satelit dan foto udara. Petunjuk
Teknis (Juknis) mengenai intepretasi foto udara dan citra satelit, menggunakan JUKNIS
yang berlaku pada Kementerian Kehutanan

Metode Pengumpulan Data Sekunder


Peta yang diperlukan dalam penyusunan neraca sumberdaya hutan antara lain :
g. Peta Regional Physical Planning Programme Transmigration (RePProT), Badan Informasi
Geospasial (BIG)
h. Peta Vegetasi dan Penggunaan Lahan (National Forest Inventory), interpretasi citra
satelit (Landsat, SPOT, Radar), dan potret udara
i. Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK – RTRWP, peta
RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan (Kementerian Kehutanan)
j. Peta garis kontur

Metode Pengolahan Data


Pengolahan data potensi tegakan hutan untuk mendapatkan hubungan antara
peubah langsung di potret udara (kerapatan tajuk, diameter tajuk, dan tinggi pohon)
terhadap peubah tak langsung (volume tegakan) untuk memperoleh suatu persamaan
regresi. Peta-peta tersebut kemudian diplot pada peta dasar sehingga menghasilkan Peta
Aktiva dan Peta Pasiva. Peta Aktiva dan Peta Pasiva kemudian dioverlaykan untuk
menghasilkan Peta Neraca Sumberdaya Hutan. Peta Aktiva dan Peta Pasiva yang dibuat
secara manual kemudian didigitasi. Luas masing-masing berdasarkan fungsi hutan dan tipe
hutan diperoleh dari hasil perhitungan peta digitasi

3. Analisis Neraca Sumberdaya Air


Neraca sumberdaya air adalah keseimbangan antara kebutuhan air dengan jumlah air
yang tersedia. Dengan memahami neraca air pada suatu wilayah sungai, maka dapat
diidentifikasikan seberapa kritis kondisi kekurangan air yang dapat terjadi, atau seberapa rawan
terhadap kekeringan pada wilayah sungai yang bersangkutan. Neraca sumberdaya air disusun
berdasarkan evaluasi hasil inventarisasi data yang mencakup dua periode penyusunan, sehingga
dapat diketahui perubahannya. Secara deskriptif, neraca sumberdaya air disajikan dalam format
tabel diskonto sebelah menyebelah, yaitu satu bentuk tabel yang menyatakan potensi (aktiva)
pada bagian kolom sebelah kiri dan menyatakan pemanfaatan (pasiva) pada kolom sebelah
kanan.
3.1 Metode Penyusunan Neraca Sumberdaya Air
Persyaratan
Syarat penyusunan neraca sumberdaya air spasial adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan sumberdaya air dilakukan dalam wilayah sungai (WS) pada satuan fisik DAS
atau gabungan DAS;
b. Jika suatu DAS meliputi lebih dari satu wilayah administrasi, pelaporan perlu
mempertimbangkan wilayah administrasi;
c. Penyusunan neraca sumberdaya air spasial didasarkan pada ketentuan berikut:
- Neraca sumberdaya air spasial nasional menggunakan peta skala 1:1.000.000;
- Neraca sumberdaya air spasial daerah provinsi menggunakan peta skala 1:250.000;
- Neraca sumberdaya air spasial daerah kabupaten/kota menggunakan peta skala
1:50.000 s.d. 1:25.000;
- Neraca sumberdaya air daerah prioritas menggunakan peta skala 1:25.000 s.d. lebih
besar

Pengumpulan Data
Data Statis
Data statis yang dikumpulkan antara lain:
a. Informasi Geospasial Dasar;
b. Peta dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS);
c. Skematisasi sistem aliran sungai yang menunjukkan penggunaan air;
d. Peta lokasi prasarana sumberdaya air.
Data Dinamis
Data dinamis yang harus dikumpulkan antara lain:
a. Peta lokasi titik pengambilan air;
b. Data debit runtut waktu (time series) rata-rata harian, 10 harian, tengah – bulanan,
atau bulanan minimal 10 tahun atau melalui kajian khusus pada kondisi dan lokasi
tertentu;
c. Data hujan rata-rata harian minimum 10 tahun atau melalui kajian khusus pada
kondisi dan lokasi tertentu
d. Data statistik meliputi data kependudukan, peternakan, perikanan, perindustrian
e. Data penggunaan air yang terdiri dari:
- Data irigasi, meliputi:
1. Luas daerah irigasi;
2. Pola dan jadwal tanam dan kebutuhan air per satuan waktu.
- Data non irigasi (pengguna lainnya), meliputi:
1. Lokasi titik pengambilan;
2. Jenis penggunaan air (Air baku, Industri, PLTA, Peternakan, Perikanan/kolam,
Pariwisata/pelayaran, debit minimum untuk kebutuhan pemeliharaan
lingkungan);
3. Bagi perusahaan pemanfaatan air perlu dilengkapi surat perizinan, masa
berlaku surat tersebut, dan debit air yang diizinkan.
Gambar . Alur Penyusunan Neraca Spasial Sumberdaya Air

4. Analisis Neraca Sumberdaya Mineral dan Batubara

Neraca Sumberdaya Mineral merupakan alat evaluasi sumberdaya mineral, yang menyajikan
cadangan awal, perubahan/pemanfaatan, dan tingkat kerusakan lingkungan akibat eksploitasi
sebagai faktor degradasi lingkungan dan pembiayaannya serta keadaan akhir dalam bentuk tabel
dan peta penyebaran sumberdaya mineral.
Dalam Neraca Sumberdaya Mineral terdapat informasi mengenai besarnya
sumberdaya/cadangan setiap jenis mineral, jumlah mineral-mineral yang telah dimanfaatkan dan
cadangan yang masih tersisa (saldo) serta besarnya pembiayaan pemulihan lingkungan di dalam
pelaksanaan eksploitasi (pemanfaatannya), yang kesemuanya bisa dikonversikan dalam nilai
rupiah sesuai harga terbaru yang berlaku dari waktu ke waktu sesuai dengan tahun anggaran
(APBD) kabupaten maupun kota.

3.1 Metode Penyusunan Neraca Sumberdaya Mineral dan Batubara


Penyusunan neraca mineral dan batubara spasial dilaksanakan dengan inventarisasi
data sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara, data produksi mineral dan batubara.
Pengisian tabel penyusunan neraca hanya digunakan data cadangan terbukti dan data
eksploitasi/produksi. Dalam pengisian tabel neraca tersebut cadangan terbukti mineral dan
batubara masuk dalam kolom aktiva, sedangkan data pemutakhiran cadangan dan produksi
mineral dan batubara masuk dalam kolom pasiva. Kolom saldo merupakan hasil dari
penghitungan aktiva dikurangi produksi ditambah pemutakhiran/ penambahan cadangan
pada tahun produksi.

4.1.1 Inventarisasi Data Cadangan Mineral dan Batubara


Inventarisasi data sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara dilaksanakan
berdasarkan seperti dalam metode tersebut diatas. Disamping itu yang masuk dalam
cadangan termasuk pertambahan lain diantaranya dari limbah eksploitasi yang dapat
diolah kembali. Inventarisasi data sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara
beserta pemutakhiranya didapatkan dari inventarisasi data cadangan yang terdapat di
instansi pemerintah terkait yaitu di Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi
Kementerian ESDM. Sedangkan data ekploitasi atau produksi dikumpulkan dari Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM
Informasi data dalam tahap inventarisasi meliputi :
a. Inventarisasi data cadangan tiap komoditi mineral dan batubara di tingkat propinsi /
daerah.
b. Produksi tahunan tiap komoditi mineral dan batubara di tingkat propinsi / daerah.
c. Inventarisasi pemutakhiran data mineral dan batubara pada periode tahun yang
sedang berjalan.
d. Harga komoditi mineral dan batubara terbaru yang berlaku di pasaran.

Inventarisasi ini dilakukan untuk pengelompokkan sumberdaya dan cadangan


mineral dan batubara di tingkat provinsi. Data-data lokasi Sumberdaya dan cadangan
mineral serta batubara hasil inventarisasi yang diperoleh dituangkan kedalam format
Tabel 2 Lokasi Data Cadangan Sumberdaya Mineral dan Batubara.
Tabel Lokasi Sumberdaya dan Cadangan Mineral dan Batubara
Komoditi : ………………….

NO. LOKASI SUMBERDAYA JUMLAH CADANGAN JUMLAH KET

daerah koordinat hipotetik tereka terindikasi terukur SUMBER terkira terbukti CADANGAN

DAYA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Keterangan :
 Kolom (1), meyatakan nomor urut pendataan;
 Kolom (2), menyatakan lokasi atau nama tempat areal penambangan berdomisili,
lengkap dengan wilayah adminstratifnya (lokasi geografis ditulis secara lengkap);
 Kolom (3-10), besarnya Sumberdaya dan cadangan, menyatakan jenis Sumberdaya/
cadangan bahan galian yang sudah diketahui;
 Kolom (11), merupakan kolom keterangan yang dianggap perlu atau sesuatu yang
perlu dicatat, misalnya mutu, kadar, luas areal, No. KP dan nama perusahaan, atau
notasi lainnya.

4.1.2 Inventarisasi Data Produksi Mineral dan Batubara


Data produksi mineral dan batubara yang akurat dibutuhkan agar jumlah cadangan
mineral dan batubara yang tersisa dapat diketahui secara pasti, sehingga status mineral
dan batubara dapat di-update secara berkala. Data produksi mineral dan batubara didapat
dari Dirjen Mineral dan Batubara KESDM dan laporan perusahaan. Produksi tahunan tiap
komoditi mineral dan batubara dikelompokan dalam kedalam satuan administrasi provinsi.

Tabel Produksi Tahunan Bahan Galian

No. KOMODITI TAHUN PRODUKSI TOTAL KETERANGAN


(Ton)
2010 2011 PRODUKSI
1 2 3 4 5 6
A. Mineral Logam

Cu
Pb
Dst...

B. Mineral Industri, Bahan Keramik dan Batuan

Ls
Do
Dst...

C. Batubara

Inventarisasi produksi mineral dan batubara tersebut diatas merupakan bagian dari
kolom pasiva tentang produksi komoditi mineral dan batubara. Produksi komoditi mineral
dan batubara dapat digunakan untuk menghitung neraca moneter dengan memasukkan
angka rupiah dari besarnya pemanfaatan / penyusutan (produksi, hilang dalam proses,
limbah), dan menghitung valuasi ekonomi lingkungan dengan menambahkan faktor
eksternalitas (kerusakan lingkungan hidup pada saat eksploitasi, dan lain-lain faktor
eksternal).

4.1.3 Pengisian Neraca Sumberdaya Mineral dan Batubara


Neraca mineral dan batubara disusun dalam bentuk tabel diskontro yang berisi aktiva,
pasiva dan saldo setiap jenis komoditi mineral dan batubara. Pengisian dan perhitungan
aktiva dan pasiva akan menghasilkan saldo akhir cadangan mineral dan batubara.

Kolom Aktiva
a. Cadangan awal : data cadangan awal dalam satuan ton/ juta ton dengan klasfikasi
terbukti didapatkan dari data cadangan awal yang tercatat dalam Tabel Inventarisasi
sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara (Tabel 4). Setelah itu baru dikalikan
dengan harga-harga tiap-tiap komoditi atau jika tidak terdapat pada tabel tersebut, bisa
memakai sumber informasi yang tepat dan dikeluarkan secara resmi.
b. Perhitungan aktiva :
- Sub total : jumlah seluruh cadangan terbukti pada awal tahun di suatu wilayah provinsi
- Total : jumlah seluruh aktiva (cadangan terbukti suatu komoditas) dalam satuan
wilayah nasional

Kolom Pasiva
Faktor pemanfaatan/produksi mineral dan batubara yang diperhitungkan dalam
satuan ukuran ton/juta ton dan dikonversikan kedalam rupiah. Pemanfaatan mineral dan
batubara mencakup produksi pada tahun tersebut. Dalam tabel pasiva diperhitungkan
pemutakhiran data cadangan yang terjadi dalam tahun perhitungan.
a. Pemanfaatan/produksi mineral dan batubara: meliputi produksi hilang dalam proses,
limbah yang dipindahkan dari inventarisasi data mineral (Tabel4), kemudian dikonversi
kedalam nilai rupiah dengan cara dikalikan harga yang berlaku.
b. Pertambahan lain: yaitu pemutakhiran pada data cadangan meliputi penemuan baru
dan perbaikan perhitungan cadangan dalam inventarisasi seluruhnya dikonversikan
kedalam rupiah, cara dikalikan dengan harga.

Perhitungan Saldo
Saldo merupakan hasil pengurangan cadangan terbukti status akhir tahun
sebelumnya (kolom aktiva) ditambah pemutakhiran cadangan dikurangi jumlah
pemanfaatan/produksi pada tahun yang terjadi dalam tahun perhitungan (kolom pasiva),
kemudian dikonversi kedalam nilai rupiah dengan cara dikalikan harga yang berlaku.
Peta Dasar Data Sekunder Neraca Sumberdaya dan
(RBI) Cadangan Mineral dan
- Data Aktiva
Batubara
- Data Pasiva

Plotting data sebaran


minerba ke dalam peta
dasar

Peta Neraca Sumberdaya


Peta Aktiva Peta Pasiva
dan Cadangan Mineral dan
Batubara

Gambar . Alur Penyusunan Neraca Sumberdaya dan Cadangan Mineral Batubara

4. Analisis Kesesuaian RTRW


Tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang baik
direncanakan atau tidak direncanakan. Tata ruang perlu direncanakan dengan maksud agar
lebih mudah menampung kelanjutan perkembangan kawasan yang bersangkutan. Struktur
ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
Analisis kesesuaian RTRW merupakan perbandingan antara arahan kawasan menurut
tata ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini. Data penggunaan lahan
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang pola penggunaan lahan suatu wilayah
serta informasi tentang kesesuaiannya dengan fungsi kawasan dalam RTRW. Informasi ini
diperlukan untuk menilai keberhasilan pembangunan yang didasarkan pada tingkat
kesesuaian penggunaan tanah dan arahan fungsi kawasan. Penggunaan dan pemanfaatan
tanah pada dasarnya harus sesuai dengan fungsi kawasan, namun pada kenyataannya
kondisi tersebut sulit dapat dicapai seluruhnya, karena RTRW disusun pada bidang-bidang
yang sudah digunakan atau yang belum digunakan atau sudah dikuasai atau belum dikuasai
oleh sesuatu hak, sehingga dalam pelaksanaannya untuk mewujudkan fungsi kawasan secara
utuh akan banyak menghadapi kendala.
5. Analisis Laju Konversi Lahan
Fenomena konversi lahan muncul seiring makin tinggi dan bertambahnya tekanan
kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor
nonpertanian sebagai akibat dari bertambahnya penduduk dan kegiatan pembangunan.
Analisis laju konversi lahan merupakan cara menghitung laju pertumbuhan lahan dari 2
jenis guna lahan. Sutandi (2009) dalam Astuti (2011) menjelaskan bahwa laju konversi lahan
dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu.
Laju konversi lahan secara parsial dapat dijelaskan secara berikut:

dimana:
𝒱 = Laju alih fungsi lahan (%)
Lt = Luas lahan saat tahun ke-t (hektar)
Lt-1 = Luas lahan pada tahun sebelum tahun ke-t (hektar)

Laju alih fungsi lahan (%) dapat ditentukan melalui selisih luas lahan pada tahun ke-t
dengan luas lahan tahun sebelumnya, dibagi dengan luas lahan pada tahun sebelumnya,
kemudian dikalikan dengan 100%. Hal ini dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya
sehingga dapat diperoleh hasil alih fungsi setiap tahun. Apabila nilai 𝒱 < 0, maka luas lahan
tersebut dinyatakan telah mengalami penyusutan.
6. Analisis Integrasi Neraca Spasial Sumberdaya Alam
Konsep integrasi neraca sumberdaya alam melihat bahwa sumberdaya merupakan suatu
sistem yang saling terkait, sehingga diharapkan sumberdaya alam suatu daerah dapat
diketahui potensi dan pemanfaatannya. Analisis Integrasi dilakukan untuk melihat
keterkaitan antar komponen sumberdaya alam.
BIG (2016) menyatakan integrasi yang berarti ”penyatuan” memberikan implikasi adanya
kesatuan (dan konsistensi) dalam pengolahan data mulai awal sampai akhir, yang
mempertimbangkan adanya masalah incompatible antar data yang disebabkan bentuk,
struktur asli, serta sifat-sifatnya. Integrasi neraca spasial sumberdaya lahan, hutan, air, dan
minerba menjadi masalah sehubungan dengan adaya perbedaan struktur dan karakteristik
data yang diperoleh melalui prosedur yang berbeda-beda.
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 END
START Menyusun Matching
Verifikasi Data Matriks (INTEGRASI 4
(4 KOMPONEN & Skenario Process (Ideal Kesesuaian (ada KOMPONEN
NERACA) Menentukan Terbaik (Ada atau Tidak) & okupasi area, NERACA)
map unit Impact & Menentukan perubahan “Rekomendasi
Keseimbangan Nilai eksisting, dll) Kebijakan”

Gambar . Alur Penyusunan Integrasi Neraca Sumberdaya Alam

7. Analisis Evaluasi Tata Ruang dengan Indeks Sumberdaya Alam


Mr daydeh said: kesesuaian RTRW dan evaluasi seperti yg biasa dasmap
lakukan atau gitamanda lakukan
gataauuuuuu.. ga nemuuuu…

Referensi:
1. Badan Informasi Geospasial. 2016. Laporan Intergrasi Neraca Sumberdaya Alam Pulau
Kalimantan dan Sulawesi. Bogor
2. Astuti. 2011. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu
Sungai Ciliwung, Kabupaten Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor
3. Sumber SNI ikutin punya oci. Sama aja

Anda mungkin juga menyukai