SEPSIS NEONATORUM
PADA BY NY “S” DI RUANG NICU
RSUD BAHTERAMAS
2019
OLEH :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang hampir sebagian besar neonatus
yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis dan di negara berkembangpun sepsis
tetap merupakan sebuah masalah. Selain itu sepsis memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project
Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal Mortality (1999), dikemukakan bahwa
42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. Setelah tetanus
neonatorum, sepsis neonatorum merupakan penyakit dengan case fatality rate tertinggi. Hal
ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah
dan ditanggulangi.
Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi
(1.8–18/1000) dibandingkan dengan negara maju (1–5/1000). Pada bayi laki-laki resiko
sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada Bayi
Kurang Bulan dan Bayi Berat Lahir rendah. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 gram)
kejadian sepsis terjadi pada 26 / 1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan
bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yanbg angka kejadiannya antara 8 – 9 perseribu
kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila
dibandingkan bayi cukup bulan.
Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi tersebut bisa
berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian dari sepsis.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawaatan sepsis
neonatorum, pada pembaca
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada by ny “S” di ruang NICU RSUD
BAHTERAMAS tahun 2019
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
3. Mahasiswa mampu memberikan intervensi keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
4. Mahasiswa mampu memberikan implementasi keperawatan pada by ny “S” di
ruang NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
a. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau, tanpa pegobatan yang memadai
bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.
b. Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab
sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di
negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri Gram
negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Oleh karena itu
pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit
memegang peranan yang sangat penting.
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti
oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat
negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalam
penelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur
darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli
(18%). Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini
banyak ditemukan bakteri Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan
pada awitan lambat selain bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus
pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di
rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara
Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain
mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas,
Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di
Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003,
kuman terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter
sp, Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan
Acinetobacter calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti Enterobacter sp (7,01%), dan
Staphylococcus sp (6,81%).
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :
c. Patofisiologi
Sepsis terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara sitokin proinflamasi
dan antiinflamasi, komponen koagulan dan antikoagulan serta antara integritas endotel
dan sel yang beredar. Gangguan keseimbangan tersebut disebabkan oleh infeksi bakteri
patogen.19 Bakteri mencapai aliran darah melalui aspirasi janin atau tertelan melalui
kontaminasi cairan amnion, menyebabkan bakteremia.
Proses molekuler dan seluler yang memicu respon sepsis berbeda tergantung dari
mikroorganisme penyebab. Respon sepsis karena bakteri gram negatif dimulai saat
pelepasan dari lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin dari dalam dinding
sel bakteri. Lipopolisakarida berikatan secara spesifik di dalam plasma dengan
lipoprotein binding protein (LPB). Kemudian kompleks LPS-LPB akan berikatan dengan
CD14. CD14 merupakan reseptor pada membran makrofag. CD14 mempresentasikan
LPS pada Toll-like receptor 4 (TLR4) yang merupakan trasnduksi sinyal untuk aktivasi
makrofag.
Bakteri gram positif dapat menyebabkan sepsis dengan dua mekanisme yaitu
dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen yang mengaktifkan
sebagian besar sel T untuk melepaskan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang dapat merangsang sel imun
non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua
kelompok bakteri tersebut akan memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan oleh sel-sel yang
teraktivasi makrofag. Pelepasan mediator akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen.
Sistem komplemen merupakan komponen yang sangat penting dari sistem imun
bawaan yang memfasilitasi pembunuhan bakteri melalui opsonisasi dan aktivitas
bakterisidal secara langsung. Komponen komplemen juga memiliki aktivitas kemotaktik
atau anafilaktik yang akan meningkatkan agregasi leukosit dan permeabilitas vaskuler di
tempat yang terinvasi. Selain itu, komponen komplemen juga saling mengaktifkan
sejumlah proses penting lainnya seperti koagulasi, produksi sitokin proinflamasi dan
aktivasi leukosit. Disregulasi dari aktivasi komplemen dapat menyebabkan efek yang
tidak diinginkan seperti pada neonatus dengan sepsis berat atau syok septik. Pada
neonatus prematur terjadi penurunan kadar protein komplemen dan fungsi dari kedua
jalur sistem imun. Opsonisasi yang dimediasi oleh komplemen juga sangat rendah pada
neonatus prematur dan terbatas pada neonatus cukup bulan
d. Manifestasi dan gejala klinis
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang
terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh
terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir
dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir bayi
akan tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi
organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap
buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel
dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, akral
dingin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan
retraksi). Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood
Illnesses tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis sepsis neonatorum berat bila
ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut :
Laju napas > 60 kali per menit, dan Retraksi dada yang dalam
Cuping hidung kembang kempis
Merintih
Ubun ubun besar membonjol
Kejang
Keluar pus dari telinga
Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit
Suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin)
Letargi atau tidak sadar atau Penurunan aktivitas /gerakan
Tidak dapat minum
Tidak dapat melekat pada payudara ibu atau Tidak mau menetek.
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003
untuk menentukan kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis
dibagi menjadi dua kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien
dan gambaran klinis sesuai dengan kategori :
Kategori A Kategori B
Gangguan napas (misalnya : apnea, Tremor
frekuensi napas > 60 atau <30 Letargi atau lunglai / layu
kali/menit retraksi dinding Mengantuk atau kurang aktif
dada,merintih pada waktu ekspirasi, Iritabel atau rewel
sianosis sentral) Muntah (menyokong kearah sepsis)
Kejang Distensi abdomen (menyokong kearah
Tidak sadar sepsis)
Suhu tubuh tidak normal ( tidak normal Tanda mulai muncul sesudah hari ke 4
sejak lahir dan tidak memberi respons (menyokong kearah sepsis)
terhadap terapi atau suhu tidak stabil Air ketuban bercampur meconium
sesudah pengukuran suhu normal Malas minum, sebelumnya minum
selama 3x atau lebih, menyokong kea dengan baik (menyokong kearah
rah sepsis) sepsis)
Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong kearah sepsis)
Kondisi memburuk secara cepat dan
darmatis (menyokong kearah sepsis)
Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda- tanda
dan gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini).
Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau tiga tanda
atau lebih pada Kategori B (tabel).
Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B.
e. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena
hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur
perlu dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang
berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik.
Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini
maupun lanjut.
2) Fungsi lumbal
Kemungkinan terjadinya meningitis pada sepsis neonatorum sangat tinggi.
Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik. Punksi
lumbal dilakukan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan sepsis neonatorum
bila dicurigai terdapat meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada sepsis
neonatorum dini maupun lanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dari
cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif, punksi lumbal diulang
24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai apakah pengobatan cukup
efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih didapatkan kuman pada
LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis. Dari penelitian, terdapat
15% bayi dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah negatif.
3) Pewarnaan gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat
ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif.
Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus, pemeriksaan
untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam menentukan
penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteri.
4) Pemeriksaan hematologi
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang
diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis
neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari
100.0000/µL), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution
width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
2. Pemeriksaan Radiograf
Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:
Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome).
Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.
Pneumonia : Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan
pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti
dengan kultur.
f. Diagnosa
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan
prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup
bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.
Gejala spesis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada
neonatus. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non
infeksi berat lain pada neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang
yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.
Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis
pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita
pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan
ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut
sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.
Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi :
1. Factor ibu
Persalinan dan kelahiran kurang bulan, Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam,
Chorioamnionitis, Persalinan dengan tindakan, Demam pada ibu ( > 38,4 °C ),
Infeksi saluran kencing pada ibu, Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Factor bayi
Asfiksia perinatal, Berat lahir rendah, Bayi kurang bulan, Prosedur invasive,
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat ini
masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan
dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini
sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan
yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang
bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain
atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini
walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian
khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini
dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki
mortalitas dan morbiditas pasien.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin
yang terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan asfiksia, dan memerlukan
resusitasi karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak
gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ
tubuh.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti
letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry
dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti
hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan,
ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan
lambung yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.
Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi :
g. Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan
komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan
antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab
yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila
sensitifitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah
mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini (SAD)
Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas
antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab
SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas
antibakteri.
2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat (SAL)
Pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin.
Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar
enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan
aminoglikosida lain.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin
(ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi
ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas
dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.
Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik
lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin.
Dosis Antibiotik
h. Therapy
1. Suportif
1) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
2) Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
3) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
4) Awasi adanya hiperbilirubinemia
5) Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin.
Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di
ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan
aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji
sistematis diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila
terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk
Meningitis.
i. Komplikasi
Meningitis
Hipoglikemia, asidosis metabolic
Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
ikterus/kernicterus
j. Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila
tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan
angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dan bayi
cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi
SBG pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada
infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %).
B. Tinjauan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata : Nama, Umur, Jenis kelamin, Nama Ayah, Nama Ibu, Bangsa, Agama,
Alamat, MRS tanggal
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang : Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
2) Riwayat Prenatal : Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
3) Riwayat Persalinan : Cara persalinan, trauma persalinan
3. Data subjektif
4. Data objektif : Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat dan
suhu tubuhnya turun-naik, gangguan pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning),
muntah, diare,perut kembung
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Kesadaran, Vital sign, Antropometri
2. Kepala :Adakah trauma persalinan, adanya caput, cepat hematan, tanda ponsep
3. Mata : Apakah ada Katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera, konjungtiva
perdarahan dan anemis.
4. System gastrointestinal : Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak
untuk disusui, muntah, distensi abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama kali.
5. System pernapasan : Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo,
teratur/tidak, bunyi napas
6. Tali pusat : Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah
pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
7. Sistem Genitourinaria : Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama
kali
8. Ekstremitas : Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak,
posisi/postur, normal/abnormal.
9. Muskuloskletal : Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah,
simetris/asimetris
10. Kulit : Apakah ada pustule, abrasi, ruam dan ptekie.
c. Pemeriksaan khusus
1. Apgar Score
2. Frekuensi kardiovaskuler Apakah ada takikardi, bradikardi, normal
3. Sistem Neurologis
1) Refleks moro : tidak ada, asimetris/hiperaktif
2) Refleks menghisap : kuat, lemah
3) Refleks menjejak : baik, buruk
4) Koordinasi refleks menghisap dan menelan
d. Diagnosa keperawatan
1. Hipetermi b/d proses penyakit (infeksi)
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
3. Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan menelan makanan
4. Perfusi perifer tidak efektif b/d kekurangan volume cairan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 5 Agustus 2019
1. Identitas
Nama : By.Ny. “S”
TTL : Konawe Selatan, 23-07-2019
Jenis kelamin : Laki - laki
Nama ayah : Tn. “F”
Umur : 21 Tahun
Nama ibu : Ny. “S”
Umur : 19 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan ayah : SD
Pendidikan ibu : SMA
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Pekerjaan ibu : Pengurus Rumah Tangga
Suku kebangsaan : Tolaki / Indonesia
Alamat : Ds. Rambu rambu Jaya, Konawe Selatan
Diagnose medis : Sepsis Neonatorium
No RM : 55 71 94
2. Keluhan utama:
Ibu mengatakan bayinya sesak, perut kembung, malas minum dan demam
3. Keluhan lain:
Badan terkelupas kering dan sering demam
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Konsel dengan sepsis Neonatorium, sempat dirawat selama
satu minggu , Ibu mengatakan anaknya tidak ada perubahan karena keterbatasan alat
kemudian di rujuk ke RS Bahteramas, advice dari dokter spesialis anak untuk di rawat di
ruang NICU.
5. Riwayat kelahiran dan persalinan
a. Antenatal
Ibu Pasien mengatakan saat hamil selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke
Bidan saat jadwal Posyandu . Ibu pasien makan makanan biasa yang kurang diketahui
nilai gizinya, Ibu pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol selama
hamil. Ibu mengkonsumsi obat dan vitamin dari pelayanan kesehatan / Bidan
b. Intranatal
Pasien lahir Normal di ruang poned RSUD Konsel, di tolong Bidan Pada pukul
23.05 WITA
c. Postnatal
Ibu pasien mengatakan ini merupakan anak pertama. By. Ny.”S” lahir pada usia
kehamilan 40 minggu. Lahir Normal pervaginam tanggal 23-07-2019, dengan BB
2000 gram, LK 33 Cm, PB 46 Cm, LD 30 Cm, LILA 9 Cm. APGAR SCORE 7 dan 9
6. RiwayatKeluarga
a. Genogram
b. Pemeriksaan Lain
IT ratio : 0,4 ( 0,2 ) Rujukan
B. Klasifikasi Data
Nama/
N
Tanggal Data Subjektif No Data Objektif Tanda
o
Tangan
05-08- 1 Ibu mengatakan bayinya sesak 1 Terdengar ronchi
2019 nafas 2 Pola nafas berubah ubah
2 Ibu mengatakan lelah dan cemas 3 Nampak gelisah, retraksi
dengan keadaan bayinya dada +
3 Ibu mengatakan bayinya malas 4 BAK 6 x / hari
menghisap BAB 1-2 x / hari
5 Asi tidak memancar
6 Bayi menghisap tidak terus
menerus
7 Kulit teraba hangat
8 Suhu tubuh fluktuatif
9 TTV :
N : 120 x / menit
S : 37 0 C
P : 48 x / menit
10 Nampak kemerahan pada
kulit
11 BB lahir : 2000 gram
BB pengkajian : 1995 gram
12 Peristaltik usus 7x / menit
13 Bibir pucat
14 Menelan lemah
15 Lendir +
16 Terpasang OGT
17 Terpasang infus Dextrose 10
% 6,6 tetes permenit
18 Penggunaan otot bantu nafas
C. Diagnosa Keperawatan
Nama Pasien : By. Ny.”S” Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan *)
Tanggal Lahir : 23-07-2019 No Rekam Medis : 55 71 94
Nama/
No Tanggal Data Masaalah Tanda
Tangan
1. 05-08- DS : Pola nafas tidak
2019 Ibu mengatakan bayinya sesak efektif ( D.0005)
nafas
DO :
Pola nafas berubah-ubah
Nampak gelisah, retraksi dada
positif
Terpasang oksigen nasal kanul
0,5 L/ menit
Penggunaan otot bantu
pernafasan
3. DS : - Termoregulasi tidak
DO : efektif (D.0149)
Kulit teraba hangat
Suhu tubuh fluktuatif
Nampak kemerahan pada kulit
TTV : N=120X/Menit
SB= 37 0C
RR= 48X/menit
4. DS : Defisit nutrisi
Ibu mengatakan bayinya malas (D.0019)
menghisap
DO :
BB lahir 2000 gram
BB pengkajian 1995 gram
Peristaltic usus 7x/menit
Otot menelan lemah
Terpasang OGT
Terpasang infus dextrosen 10%
6,6 tetes/menit
D. Diagnosis kepearawatan dan prioritas masalah
Kode Nama/
Diagnosis Keperawatan
No**) Tanggal Diagnosis Tanda
(Masalah + Penyebab + Data (DS+DO))
(SDKI) Tangan
1 05-08- D.0005 Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
2019 ditandai dengan :
DS :
Ibu mengatakan bayinya sesak nafas
DO :
Pola nafas berubah-ubah
Nampak gelisah, retraksi dada positif
Terpasang oksigen nasal kanul 0,5 L/ menit
Penggunaan otot bantu pernafasan
Hari/Tanggal : ................................................
Kode Nama/
Jam Tindakan Diagnosis Tanda
(SDKI) Tangan
09.00 Memonitor pola nafas ( frekuensi kedalaman, usaha D.0005
nafas ) dan monitor pola nafas tambahan
Nama/
Jam Diagnosis Evaluasi Keperawatan Tanda
Tangan
08.00 D.0001 S : ibu S mengatakan sesaknya agak berkurang
O : terdengar ronchi saat auskultasi
Lendir positif
Saturasi O2 97%
A : produksi lendir (3)
Pola nafas (4)
Dyspnea (5)
P : pemantauan respirasi
Pengaturan posisi
Terapi O2
D.0149 S:-
O : kulit masih teraba hangat
Suhu badan 38,1 0C
Frekuensi nafas 48X/menit
Nampak kemerahan pada kulit
Frekuensi nadi 122X/menit
A : tidak kejang (5)
Suhu tubuh dan kulit membaik (3)
Tidak pucat (3)
Pengisian kapiler (4)
P : regulasi temperature
Pemantauan tanda vital
D.0001
S : ibu mengatakan anaknya tidak sesak
O : saturasi O2 99%
Frekuensi nafas teratur 42X/menit
A : pola nafas membaik (5)
Dyspnea negative (5)
P : pemantauan respirasi
Pengaturan posisi
D.0029
S : ibu masih tetap belajar menyusui
Nama/
Jam Diagnosis Evaluasi Keperawatan Tanda
Tangan
O : ASI tidak memancar
Anak sedikit rewel
A : perlekatan ibu kebayi (4)
Pancaran ASI (3)
Kemampuan mengisap (4)
P : manajemen dan konseling laktasi
Dukungan emosional
D.0019
S : ibu mengatakan anaknya agak rewel
O : BB 2090 gram
Bising usus positif
A : panjang badan membaik (4)
Kesulitan menelan (4)
P : manajemen nutrisi
Konseling nutrisi
Pemberian ASI
BAB IV
PEMBAHASAN
Adapun kesenjangan antara teori dan pengkajian pada asuhan keperawatan saat dilapangan
yaitu sebagai berikut :
A. Pada tinjauan teori pasien dengan sepsis neonatorum mengalami hipertermi, sedangkan saat
pengkajian di ruang PICU RSU BAHTERAMAS by ny “S” sudah tidak mengalami
hipertermi yaitu dengan suhu tubuh 37.0 oC, dimana sebelum masuk ke IGD RSU
BAHTERAMAS pasien telah dirawat selama seminggu di RSUD KONSEL
B. Pada tinjauan teori terdapat diagnosa hipertermi, namun pada pasien by ny “S” diagnosa
yang dapat di tegakkan sesuai SDKI yaitu termoregulasi tidak efektif, yang di sebabkan
karena suhu tubuh pasien yang fluktuatif
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengkajian dan penentuan penegakkan diagnosa pada by ny “S”
maka, dapat disimpulkan bahwa daignosa berdasarkan prioritas yang dapat ditegakkan yaitu:
1. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas yang ditandai dengan
DS : Ibu mengatakan bayinya sesak nafas, dan DO : Pola nafas berubah-ubah, Nampak
gelisah, retraksi dada positif, Terpasang oksigen nasal kanul 0,5 L/ menit, Penggunaan
otot bantu pernafasan
2. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan reflex mengisap bayi dan anomaly
payudara ibu atau putting susu datar ditandai dengan DS : Ibu mengatakan lelah dan
cemas dengan keadaan bayinya dan DO : BAK 6X/hari, ASI tidak lancer, Bayi
menghisap tidak terus menerus
3. Termoregulasi kurang efektif b/d proses penyakit infeksi ditandai dengan : DS : -, DO :
Kulit teraba hangat, Suhu tubuh fluktuatif, Nampak kemerahan pada kulit , TTV :
N=120X/Menit, SB= 37 0C, RR= 48X/menit
4. Deficit nutrisi b/d ketidakpuasan menelan makanan ditandai dengan DS : Ibu
mengatakan bayinya malas menghisap, dan DO : BB lahir 2000 gram, BB pengkajian
1995 gram, Peristaltic usus 7x/menit, Otot menelan lemah, Terpasang OGT, Terpasang
infus dextrosen 10% 6,6 tetes/menit.
Dan jika dilihat dari tinjauan teori terdapat kesenjangan pada diagnosa yang ditegakkan
yaitu diagnosa hipertermi tidak ditegakkan Karen by ny “S” saat pemeriksaan mengalami
suhu tubuh yang fluktuatif, dimana diagnosa yang ditegakkan menurut SDKI yang tepat
adalah termoregulasi tidak efektif.
B. Saran
1. Bagi ibu
Disarankan pada ibu untuk menjaga kesehatan pada saat antenatal, intranatal dan post
natal care agar terhindar dari penyakit – penyakit yang membahayakan ibu maupun bayi
seperti penyakit sepsis
2. Bagi mahasiswa
Agar selalu mengupdate ilmu tentang penegakkan diagnosa keperawatan, yang
dikarenakan selalu berkembangnya ilmu pengetahuan.