Anda di halaman 1dari 28

Tugas Stase Anak

SEPSIS NEONATORUM
PADA BY NY “S” DI RUANG NICU
RSUD BAHTERAMAS
2019

OLEH :

JORLANDA FANGGIDAE, S.kep (919312914910.004)


GUNAWATY RAMBULANGI, S.kep (919312914910.001)
SITI ZAKIAH, S.kep (919312914910.008)
MUSNAENI, S.kep (919312914910.005)
WA ODE SARMIN, S.kep (919312914910.0012)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang hampir sebagian besar neonatus
yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis dan di negara berkembangpun sepsis
tetap merupakan sebuah masalah. Selain itu sepsis memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project
Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal Mortality (1999), dikemukakan bahwa
42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. Setelah tetanus
neonatorum, sepsis neonatorum merupakan penyakit dengan case fatality rate tertinggi. Hal
ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah
dan ditanggulangi.
Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi
(1.8–18/1000) dibandingkan dengan negara maju (1–5/1000). Pada bayi laki-laki resiko
sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada Bayi
Kurang Bulan dan Bayi Berat Lahir rendah. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 gram)
kejadian sepsis terjadi pada 26 / 1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan
bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yanbg angka kejadiannya antara 8 – 9 perseribu
kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila
dibandingkan bayi cukup bulan.
Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi tersebut bisa
berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian dari sepsis.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawaatan sepsis
neonatorum, pada pembaca

b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada by ny “S” di ruang NICU RSUD
BAHTERAMAS tahun 2019
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
3. Mahasiswa mampu memberikan intervensi keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
4. Mahasiswa mampu memberikan implementasi keperawatan pada by ny “S” di
ruang NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada by ny “S” di ruang
NICU RSUD BAHTERAMAS tahun 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
a. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau, tanpa pegobatan yang memadai
bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.

b. Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab
sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di
negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri Gram
negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Oleh karena itu
pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit
memegang peranan yang sangat penting.
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti
oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat
negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalam
penelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur
darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli
(18%). Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini
banyak ditemukan bakteri Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan
pada awitan lambat selain bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus
pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di
rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara
Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain
mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas,
Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di
Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003,
kuman terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter
sp, Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan
Acinetobacter calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti Enterobacter sp (7,01%), dan
Staphylococcus sp (6,81%).
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :

c. Patofisiologi
Sepsis terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara sitokin proinflamasi
dan antiinflamasi, komponen koagulan dan antikoagulan serta antara integritas endotel
dan sel yang beredar. Gangguan keseimbangan tersebut disebabkan oleh infeksi bakteri
patogen.19 Bakteri mencapai aliran darah melalui aspirasi janin atau tertelan melalui
kontaminasi cairan amnion, menyebabkan bakteremia.
Proses molekuler dan seluler yang memicu respon sepsis berbeda tergantung dari
mikroorganisme penyebab. Respon sepsis karena bakteri gram negatif dimulai saat
pelepasan dari lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin dari dalam dinding
sel bakteri. Lipopolisakarida berikatan secara spesifik di dalam plasma dengan
lipoprotein binding protein (LPB). Kemudian kompleks LPS-LPB akan berikatan dengan
CD14. CD14 merupakan reseptor pada membran makrofag. CD14 mempresentasikan
LPS pada Toll-like receptor 4 (TLR4) yang merupakan trasnduksi sinyal untuk aktivasi
makrofag.
Bakteri gram positif dapat menyebabkan sepsis dengan dua mekanisme yaitu
dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen yang mengaktifkan
sebagian besar sel T untuk melepaskan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang dapat merangsang sel imun
non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua
kelompok bakteri tersebut akan memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan oleh sel-sel yang
teraktivasi makrofag. Pelepasan mediator akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen.
Sistem komplemen merupakan komponen yang sangat penting dari sistem imun
bawaan yang memfasilitasi pembunuhan bakteri melalui opsonisasi dan aktivitas
bakterisidal secara langsung. Komponen komplemen juga memiliki aktivitas kemotaktik
atau anafilaktik yang akan meningkatkan agregasi leukosit dan permeabilitas vaskuler di
tempat yang terinvasi. Selain itu, komponen komplemen juga saling mengaktifkan
sejumlah proses penting lainnya seperti koagulasi, produksi sitokin proinflamasi dan
aktivasi leukosit. Disregulasi dari aktivasi komplemen dapat menyebabkan efek yang
tidak diinginkan seperti pada neonatus dengan sepsis berat atau syok septik. Pada
neonatus prematur terjadi penurunan kadar protein komplemen dan fungsi dari kedua
jalur sistem imun. Opsonisasi yang dimediasi oleh komplemen juga sangat rendah pada
neonatus prematur dan terbatas pada neonatus cukup bulan
d. Manifestasi dan gejala klinis
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang
terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh
terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir
dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir bayi
akan tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi
organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap
buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel
dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, akral
dingin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan
retraksi). Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood
Illnesses tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis sepsis neonatorum berat bila
ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut :
 Laju napas > 60 kali per menit, dan Retraksi dada yang dalam
 Cuping hidung kembang kempis
 Merintih
 Ubun ubun besar membonjol
 Kejang
 Keluar pus dari telinga
 Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit
 Suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin)
 Letargi atau tidak sadar atau Penurunan aktivitas /gerakan
 Tidak dapat minum
 Tidak dapat melekat pada payudara ibu atau Tidak mau menetek.
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003
untuk menentukan kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis
dibagi menjadi dua kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien
dan gambaran klinis sesuai dengan kategori :
Kategori A Kategori B
 Gangguan napas (misalnya : apnea,  Tremor
frekuensi napas > 60 atau <30  Letargi atau lunglai / layu
kali/menit retraksi dinding  Mengantuk atau kurang aktif
dada,merintih pada waktu ekspirasi,  Iritabel atau rewel
sianosis sentral)  Muntah (menyokong kearah sepsis)
 Kejang  Distensi abdomen (menyokong kearah
 Tidak sadar sepsis)
 Suhu tubuh tidak normal ( tidak normal  Tanda mulai muncul sesudah hari ke 4
sejak lahir dan tidak memberi respons (menyokong kearah sepsis)
terhadap terapi atau suhu tidak stabil  Air ketuban bercampur meconium
sesudah pengukuran suhu normal  Malas minum, sebelumnya minum
selama 3x atau lebih, menyokong kea dengan baik (menyokong kearah
rah sepsis) sepsis)
 Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong kearah sepsis)
 Kondisi memburuk secara cepat dan
darmatis (menyokong kearah sepsis)
Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda- tanda
dan gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut :
 Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini).
 Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau tiga tanda
atau lebih pada Kategori B (tabel).
 Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B.

e. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena
hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur
perlu dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang
berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik.
Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini
maupun lanjut.

2) Fungsi lumbal
Kemungkinan terjadinya meningitis pada sepsis neonatorum sangat tinggi.
Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik. Punksi
lumbal dilakukan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan sepsis neonatorum
bila dicurigai terdapat meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada sepsis
neonatorum dini maupun lanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dari
cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif, punksi lumbal diulang
24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai apakah pengobatan cukup
efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih didapatkan kuman pada
LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis. Dari penelitian, terdapat
15% bayi dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah negatif.

3) Pewarnaan gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat
ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif.
Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus, pemeriksaan
untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam menentukan
penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteri.

4) Pemeriksaan hematologi
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang
diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :
 Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis
neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari
100.0000/µL), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution
width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.

 Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit


Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun,
walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus
sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang
tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan
dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan
bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit
(basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil
abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi.
Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang
adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang
lahir dari ibu penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan
periventrikular dan intraventrikular.

 Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)


Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis
neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum
yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam
pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun
menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar
antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan
fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan
gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.

 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)


C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit
dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini
diregulasi oleh IL6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis
ekstrahepatik terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP
meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi
CRP dimulai 4-6 jam setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-
48 jam dan terus meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Nilai normal
yang biasa dipakai adalah < 5 mg/L. CRP sebagai suatu pemeriksaan serial
selama proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan,
dan/atau relapsnya infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP
adalah cara melahirkan, umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis,
granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan infeksi virus berat (seperti
HSV,rotavirus, adenovirus, influenza).
Untuk diagnosis sepsis neonatorum, CRP mempunyai sensitivitas 60%,
spesifisitas 78,94%. Jika CRP dilakukan secara serial, nilai prediksi negatif
untuk sepsis awitan dini adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut
adalah 98,7%.

 Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)


Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular
berupa Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan
diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan
ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Selain
bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan
prognosis pasien sepsis neonatorum.

2. Pemeriksaan Radiograf
Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:
 Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome).
 Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.
 Pneumonia : Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan
pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti
dengan kultur.

f. Diagnosa
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan
prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup
bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.
Gejala spesis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada
neonatus. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non
infeksi berat lain pada neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang
yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.
Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
 Faktor Resiko
 Gambaran Klinik
 Pemeriksaan Penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis
pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita
pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan
ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut
sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.
Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi :
1. Factor ibu
Persalinan dan kelahiran kurang bulan, Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam,
Chorioamnionitis, Persalinan dengan tindakan, Demam pada ibu ( > 38,4 °C ),
Infeksi saluran kencing pada ibu, Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

2. Factor bayi
Asfiksia perinatal, Berat lahir rendah, Bayi kurang bulan, Prosedur invasive,
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat ini
masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan
dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini
sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan
yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang
bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain
atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini
walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian
khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini
dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki
mortalitas dan morbiditas pasien.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin
yang terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan asfiksia, dan memerlukan
resusitasi karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak
gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ
tubuh.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti
letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry
dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti
hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan,
ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan
lambung yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.
Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi :

Gangguan organ Gambaran Klinis


Kardiovaskular  Tekanan darah sistolik < 40 mmHg
 Denyut Jantung < 50 atau > 220/menit
 Terjadi Henti Jantung
 pH darah < 7.2 pada PaCO2 normal
 Kebutuhan akan inotropik untuk mempertahankan tekanan darah
normal
Saluran Napas  Frekuensi napas > 90/menit
 PaCO2 > 65 mmHg
 PaO2 < 40 mmHg
 Memerlukan ventilasi mekanik
 FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik
Sistem  Hb < 5 g/dL
Hematologik
 WBC < 3000 sel/mm3
 Trombosit < 20.000
 D-dimer > 0.5µg/mL pada PTT > 20 detik atau waktu tromboplastin
> 60 detik
SSP  Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil
Gangguan Ginjal  Ureum > 100 mg/d\
 Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi  Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb > 2g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi gastrointestinal
Hepar  Bilirubin total > 3 mg%
Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan
kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan
dalam membantu menegakan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat
diandalkan. Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai
sensitivitas dan spesifitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukann. Dalam
penentuan diagnosis, interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor
resiko dan gejala klinis yang terjadi
Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik sulit ditegakkan apabila
hanya berdasarkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja. Untuk hal tersebut perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa pemeriksaan laboratorium maupun
pemeriksaan khusus lainnya. Langkah tadi disbeut Septic work up dan termasuk dalam
hal ini pemeriksaan biakan darah yang merupakan gold standard diagnosis sepsis, namun
memerlukan waktu 2 – 5 hari untuk diagnosis pastinya.
Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati khususnya bila kuman
yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik tersebut.
Selain itu hasil kultur diperngaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika
sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial.
Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat
dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara
lebih spesifik.
Pemeriksaan lain dalam septic work up tersebut adalah pemeriksaan komponen-
komponen darah. Pada sepsis neonatal, trombositopenia dapat ditemukan pada 10 – 60
% pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjhadi pada 1 – 3
minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan.
Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung
trombosit. Enam puluh pasien sepsis biasnya disertai perubahan hitung neutrofil. Rasio
antara neutrofil imatur dan neutrofil total ( rasio I/T ) sering dipakau sebagai penunjang
diagnosis sepsis neonatal. Sensitivitas rasio I/T ini 60 – 90 %, karenanya untuk diagnosis
perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang yang lain.

g. Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan
komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan
antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab
yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila
sensitifitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah
mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini (SAD)
Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas
antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab
SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas
antibakteri.
2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat (SAL)
Pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin.
Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar
enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan
aminoglikosida lain.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin
(ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi
ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas
dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.
Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik
lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin.
Dosis Antibiotik

3. Terapi suportif (adjuvant)


Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau
lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,
gangguan kardiovaskular dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik
seperti koagulasi intravaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada
keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian
inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan
disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara
lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan
komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GCSF dan
GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.

4. Pemberian Kortikosteroid pada Sepsis Neonatorum


Pada saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk
mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid
dosis rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti memperbaiki status
hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki respons terhadap
katekolamin, dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat diberikan
hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Sebuah meta-analisis memperkuat hal
ini dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari secara signifikan.
5. Dukungan Nutrisi
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik
tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin,
lipolisis, dan katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat,
protein otot dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati.
Beberapa asam amino yang biasanya non-esensial menjadi sangat dibutuhkan,
diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada neonatus. Pada keadaan sepsis,
minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus dipenuhi; atau dengan
kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan pada bayi sepsis. Kebutuhan
protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari dan lemak 1g/kg/hari.
Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu
parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis, dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi
enteral pada 24-48 jam pertama. Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi
lebih stabil.

h. Therapy
1. Suportif
1) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
2) Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
3) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
4) Awasi adanya hiperbilirubinemia
5) Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin.
Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di
ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan
aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji
sistematis diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila
terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk
Meningitis.
i. Komplikasi
 Meningitis
 Hipoglikemia, asidosis metabolic
 Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
 ikterus/kernicterus
j. Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila
tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan
angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dan bayi
cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi
SBG pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada
infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %).
B. Tinjauan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata : Nama, Umur, Jenis kelamin, Nama Ayah, Nama Ibu, Bangsa, Agama,
Alamat, MRS tanggal

2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang : Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
2) Riwayat Prenatal : Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
3) Riwayat Persalinan : Cara persalinan, trauma persalinan

3. Data subjektif

4. Data objektif : Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat dan
suhu tubuhnya turun-naik, gangguan pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning),
muntah, diare,perut kembung

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Kesadaran, Vital sign, Antropometri
2. Kepala :Adakah trauma persalinan, adanya caput, cepat hematan, tanda ponsep
3. Mata : Apakah ada Katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera, konjungtiva
perdarahan dan anemis.
4. System gastrointestinal : Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak
untuk disusui, muntah, distensi abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama kali.
5. System pernapasan : Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo,
teratur/tidak, bunyi napas
6. Tali pusat : Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah
pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
7. Sistem Genitourinaria : Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama
kali
8. Ekstremitas : Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak,
posisi/postur, normal/abnormal.
9. Muskuloskletal : Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah,
simetris/asimetris
10. Kulit : Apakah ada pustule, abrasi, ruam dan ptekie.

c. Pemeriksaan khusus
1. Apgar Score
2. Frekuensi kardiovaskuler Apakah ada takikardi, bradikardi, normal
3. Sistem Neurologis
1) Refleks moro : tidak ada, asimetris/hiperaktif
2) Refleks menghisap : kuat, lemah
3) Refleks menjejak : baik, buruk
4) Koordinasi refleks menghisap dan menelan

d. Diagnosa keperawatan
1. Hipetermi b/d proses penyakit (infeksi)
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
3. Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan menelan makanan
4. Perfusi perifer tidak efektif b/d kekurangan volume cairan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 5 Agustus 2019
1. Identitas
Nama : By.Ny. “S”
TTL : Konawe Selatan, 23-07-2019
Jenis kelamin : Laki - laki
Nama ayah : Tn. “F”
Umur : 21 Tahun
Nama ibu : Ny. “S”
Umur : 19 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan ayah : SD
Pendidikan ibu : SMA
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Pekerjaan ibu : Pengurus Rumah Tangga
Suku kebangsaan : Tolaki / Indonesia
Alamat : Ds. Rambu rambu Jaya, Konawe Selatan
Diagnose medis : Sepsis Neonatorium
No RM : 55 71 94
2. Keluhan utama:
Ibu mengatakan bayinya sesak, perut kembung, malas minum dan demam
3. Keluhan lain:
Badan terkelupas kering dan sering demam
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Konsel dengan sepsis Neonatorium, sempat dirawat selama
satu minggu , Ibu mengatakan anaknya tidak ada perubahan karena keterbatasan alat
kemudian di rujuk ke RS Bahteramas, advice dari dokter spesialis anak untuk di rawat di
ruang NICU.
5. Riwayat kelahiran dan persalinan
a. Antenatal
Ibu Pasien mengatakan saat hamil selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke
Bidan saat jadwal Posyandu . Ibu pasien makan makanan biasa yang kurang diketahui
nilai gizinya, Ibu pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol selama
hamil. Ibu mengkonsumsi obat dan vitamin dari pelayanan kesehatan / Bidan
b. Intranatal
Pasien lahir Normal di ruang poned RSUD Konsel, di tolong Bidan Pada pukul
23.05 WITA
c. Postnatal
Ibu pasien mengatakan ini merupakan anak pertama. By. Ny.”S” lahir pada usia
kehamilan 40 minggu. Lahir Normal pervaginam tanggal 23-07-2019, dengan BB
2000 gram, LK 33 Cm, PB 46 Cm, LD 30 Cm, LILA 9 Cm. APGAR SCORE 7 dan 9

6. RiwayatKeluarga
a. Genogram

b. Riwayat kesehatan keluarga


By. Ny “S” merupakan anak pertama dan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama
7. Keadaan kesehatan saat ini
a. Status Nutrisi dan cairan
Jadwal sonde ASI setiap 3 jam 5 cc
Cek Residu Kecoklatan, spooling NaCl
Terpasang Infus Dextrose 10 %
b. Aktivitas istirahat
Pasien akan tidur setelah diberi minum
c. Perawatan kebersihan diri
Setiap hari pasien dimandikan / dibersihkan dengan menggunakan washlap
d. Eliminasi
BAK 4-6 kali / hari
BAB 1-2 kali / hari
8. Keadaan psikologis orang tua
Karena ini anak pertama, maka Ibu sangat bersyukur bisa melahirkan dengan selamat ,
namun bersedigh setelah tau jika buah hatinya mengidap penyakit infeksi
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tanda vital :
N : 120 x / menit
RR : 48 x / menit
S : 37oC
c. Antropometri
BB : 1995 gr
PB : 43 cm
LK : 33 cm
LD : 30 cm
Lila (kiri) : 9 cm
d. Reflek
Reflek moro : Terjadi ketika pasien disentuh
Reflek mengenggam : Sangat mengenggam jari perawat dengan lemah
Reflek Rooting : Pasien dapat menoleh aktif, berespon ketika sendok di
dekatkan ke mulutnya saat di beri minum
Reflek menghisap : Menghisap sangat lemah, sehingga dipasang OGT
e. Kepala / Leher
Bentuk kepala normochepal, tidak ada bekas caput succedaneum, tidak ada hematom,
pertumbuhan rambut merata, warna hitam, lurus. Leher tidak ada bendungan vena
jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Masih teraba fontanella pada
pasien
f. Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik, tidak terlihat
tanda strabismus, tidak Nampak kekeruhan lensa
g. Mulut
Normal, Tidak nampak Labiopalato scizis, tidak Nampak kista pada mukosa mulut,
tidak ada bercak jamur, kemampuan menghisap kurang. Bibir Nampak pucat.
h. THT
1) Telinga
Telinga simetris kiri dan kanan, tampak bersih pada telinga luar, tidak ada
serumen atau secret di liang telinga luar
2) Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada deviasi septum, tidak Nampak cairan atau
perdarahan pada hidung, tidak ada pembesaran polip
i. Respirasi
I : Pengembangan dada simetris, terpasang Oksigen nasal kanul 0,5 liter/ menit,
SpO2 94 %
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Sonor
A : Bunyi nafas Ronchi +, Irama regular, Nampak penggunaan otot bantu
nafas
j. Kardiovaskuler
I : Ictus cordis terlihat, kulit dada kering teerkelupas
P : Ictus Cordis teraba
P : Bunyi pekak
A : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan, frekuensi
120 x / menit
k. Gastrointestinal
Pasien terpasang OGT, Anus paten, BAB 20 cc, konsistensi lunak, warna kuning
muda.
I : Simetris, Nampak kulit kering terkelupas
P : Tidak teraba massa / benjolan
P : suara tympani
A : Peristaltik usus 7 x / menit
l. Ekstremitas
1) Atas : Simetris kiri dan kanan, Nampak bengkak dan merah pada
persendian tangan kanan, bekas infus, sebagian permukaan kulit kering
terkelupas
2) Bawah : Bentuk simetris, jumlah jari masing masing 5, pergerakan baik
m. Umbilikus
Tali pusat telah pupus, Nampak bersih, tidak ada kemerahan , bengkak ataupun
bernanah
n. Integumen
Turgor kulit jelek, capillary refill 2 detik, tampak kemerahan bekas infus, teraba
hangat
10. Terapi
Infus Dextrose 10 % , 6,6 tetes permenit
Cefotaxim 100 gr / 12 jam / IV
Ranitidin 2 gr / 12 jam / IV
Gentamicyn 10 mg / 24 jam / IV
11. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 02 – 08 - 2019
Parameter Nilai Nilai Normal Satuan
HB 16,0 g / dl 14 – 24 g/dl
Hematokrit 16,79 (10 / ul ) 44 – 64 %
Leukosit 16,79 ( 10 / ul ) 4 - 10,5 103 /Ul
Trombosit 48 ( 10 / ul ) 150 – 450 103 /uL
Eritrosit 4,8 – 7,1 106 /uL
MDV 6,5 – 12 FL
PDW 9 – 12 %
PCT 0,108 – 0,282 %

b. Pemeriksaan Lain
IT ratio : 0,4 ( 0,2 ) Rujukan
B. Klasifikasi Data

Nama Pasien : By. Ny.”S” Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan *)

Tanggal Lahir : 23-07-2019 No Rekam Medis : 55 71 94

Nama/
N
Tanggal Data Subjektif No Data Objektif Tanda
o
Tangan
05-08- 1 Ibu mengatakan bayinya sesak 1 Terdengar ronchi
2019 nafas 2 Pola nafas berubah ubah
2 Ibu mengatakan lelah dan cemas 3 Nampak gelisah, retraksi
dengan keadaan bayinya dada +
3 Ibu mengatakan bayinya malas 4 BAK 6 x / hari
menghisap BAB 1-2 x / hari
5 Asi tidak memancar
6 Bayi menghisap tidak terus
menerus
7 Kulit teraba hangat
8 Suhu tubuh fluktuatif
9 TTV :
N : 120 x / menit
S : 37 0 C
P : 48 x / menit
10 Nampak kemerahan pada
kulit
11 BB lahir : 2000 gram
BB pengkajian : 1995 gram
12 Peristaltik usus 7x / menit
13 Bibir pucat
14 Menelan lemah
15 Lendir +
16 Terpasang OGT
17 Terpasang infus Dextrose 10
% 6,6 tetes permenit
18 Penggunaan otot bantu nafas
C. Diagnosa Keperawatan
Nama Pasien : By. Ny.”S” Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan *)
Tanggal Lahir : 23-07-2019 No Rekam Medis : 55 71 94
Nama/
No Tanggal Data Masaalah Tanda
Tangan
1. 05-08- DS : Pola nafas tidak
2019  Ibu mengatakan bayinya sesak efektif ( D.0005)
nafas
DO :
 Pola nafas berubah-ubah
 Nampak gelisah, retraksi dada
positif
 Terpasang oksigen nasal kanul
0,5 L/ menit
 Penggunaan otot bantu
pernafasan

2. DS : Menyusui tidak efektif


 Ibu mengatakan lelah dan (D.0029)
cemas dengan keadaan bayinya
DO :
 BAK 6X/hari
 ASI tidak lancar
 Bayi menghisap tidak terus
menerus

3. DS : - Termoregulasi tidak
DO : efektif (D.0149)
 Kulit teraba hangat
 Suhu tubuh fluktuatif
 Nampak kemerahan pada kulit
 TTV : N=120X/Menit
 SB= 37 0C
 RR= 48X/menit

4. DS : Defisit nutrisi
 Ibu mengatakan bayinya malas (D.0019)
menghisap
DO :
 BB lahir 2000 gram
 BB pengkajian 1995 gram
 Peristaltic usus 7x/menit
 Otot menelan lemah
 Terpasang OGT
 Terpasang infus dextrosen 10%
6,6 tetes/menit
D. Diagnosis kepearawatan dan prioritas masalah

Nama Pasien : By. Ny.”S” Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan *)

Tanggal Lahir : 23-07-2019 No Rekam Medis : 55 71 94

Kode Nama/
Diagnosis Keperawatan
No**) Tanggal Diagnosis Tanda
(Masalah + Penyebab + Data (DS+DO))
(SDKI) Tangan
1 05-08- D.0005 Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
2019 ditandai dengan :
DS :
 Ibu mengatakan bayinya sesak nafas
DO :
 Pola nafas berubah-ubah
 Nampak gelisah, retraksi dada positif
 Terpasang oksigen nasal kanul 0,5 L/ menit
 Penggunaan otot bantu pernafasan

2 D.0029 Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan


reflex mengisap bayi dan anomaly payudara ibu
atau putting susu datar ditandai dengan :
DS :
 Ibu mengatakan lelah dan cemas dengan
keadaan bayinya
DO :
 BAK 6X/hari
 ASI tidak lancar
 Bayi menghisap tidak terus menerus

3 D.0149 Termoregulasi kurang efektif b/d proses penyakit


infeksi ditandai dengan :
DS : -
DO :
 Kulit teraba hangat
 Suhu tubuh fluktuatif
 Nampak kemerahan pada kulit
 TTV : N=120X/Menit
 SB= 37 0C
 RR= 48X/menit

4 D.0019 Deficit nutrisi b/d ketidakpuasan menelan


makanan ditandai dengan :
DS :
 Ibu mengatakan bayinya malas menghisap
DO :
 BB lahir 2000 gram
 BB pengkajian 1995 gram
 Peristaltic usus 7x/menit
 Otot menelan lemah
 Terpasang OGT
 Terpasang infus dextrosen 10% 6,6
tetes/menit
E. Tindakan keperawatan

Hari/Tanggal : ................................................

Nama Pasien : ................................................ Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan *)

Tanggal Lahir : ................................................. No Rekam Medis: .........................................

Kode Nama/
Jam Tindakan Diagnosis Tanda
(SDKI) Tangan
09.00 Memonitor pola nafas ( frekuensi kedalaman, usaha D.0005
nafas ) dan monitor pola nafas tambahan

09.30 Mempertahankan kepatenan jalan nafas ( ekstensi D.0005


leher )
Mempertahankan O2 nasal kanula 0,5 L/menit D.0005
Cek residu 5cc kecoklatan D.0019

10.00 Memberikan sonde ASI 5cc D.0019

10.15 Edukasi menyusui D.0029


Jelaskan manfaat menyusui
Libatkan sistem pendukung dan memberikan
kesempatan ibu untuk bertanya

10.30 Konseling laktasi D.0029


Ajarkan teknik menyusui yang benar dan berikan
pujian pada perilaku ibu yang benar

11.05 Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi D.0019

11.30 Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium D.0019


Cek hasil laboratorium DR tgl 02-08-2019

11.45 Mendampingi ibu selama kegiatan menyusui D.0029


berlangsung
Mendukung ibu meningkatkan kepercayaaan untuk
menyusui

13.00 Injeksi cefatoksin 200 gram D.0019


Sonde ASI 5cc

13.30 Mengukur tanda vital D.0149,


D.0019,
Memberikan infus D10 sesuai indikasi D.0005

Menggunakan infus pump


16.00 Sonde ASI D.0019

19.00 Sonde ASI D.0019

20.00 Awasi tanda vital N= 110 X/menit, RR= 60 X/menit,


SB= 37,50C

22.00 Sonde ASI 5cc D.0019


01.00 Sonde ASI 5cc D.0019

03.00 Sende ASI 5cc D.0019

06.00 Injeksi cefotaxime 100 mg/IV/ 12 jam


Injeksi gentamicyn 10 mg/IV / 24 jam D.0149
Cek residu 3cc kecoklatan
Sonde ASI 5cc D.0019

06.30 Observasi TTV: N= 100 X/menit, RR= 49 X/menit, D.0005


SB= 38 0C

07.00 Mengukur BB 2045 gram D.0149


Mengatur posisi miring dan memberikan alas lembut D.0005
untuk penopang bahu

07.30 Memandikan dengan whaslap D.0019


Memonitor saturasi oksigen hasil 98% D.0005
Memberikan kepatenan O2 nasal kanula 0,5/menit

09.00 Sonde ASI 5cc D.0019

12.00 Sonde ASI 5cc D.0019

13.00 Aff OGT D.0019


Ajarkan ibu teknik menyiapkan ASI dan teknik D.0029
menyusui yang baik dan benar
Ajarkan ibu merawat payudara D.0029
Observasi tanda vital
N= 114 X/menit, RR= 50 X/menit, SB= 37,2 0C D.0149,
D.0019,
D.0005

14.00 Memberi ASI melalui sendok 10cc D.0019


Mengecek suhu incubator sesuai kebutuhan bayi 34 D.0149
0
C
Menganjurkan memakai pakaian yang menyerap D.0149
keringat
Ajarkan cara mengukur suhu di rumah D.0149

16.00 Mengajarkan untuk mencuci tangan sebulum dan D.0019


setelah kontak dengan bayi atau menyiapkan ASI

18.00 Pemberian injeksi cefotaxime 100mg/IV


F. Evaluasi Keperawatan

Nama Pasien : ................................................ No Rekam Medis: ............................................

Umur : ................................................. Hari/Tanggal : …………………………..

Nama/
Jam Diagnosis Evaluasi Keperawatan Tanda
Tangan
08.00 D.0001 S : ibu S mengatakan sesaknya agak berkurang
O : terdengar ronchi saat auskultasi
Lendir positif
Saturasi O2 97%
A : produksi lendir (3)
Pola nafas (4)
Dyspnea (5)
P : pemantauan respirasi
Pengaturan posisi
Terapi O2

D.0029 S: ibu mengatakan lelah dan merasa cemas pada apa


yang menimpah anaknya
O : BAK 6X/hari
ASI tidak memancar
Bayi tidak mengisap terus-menerus
A : perlekatan bayi pada payudara ibu (3)
Niksi hanya 6X (3)
Pancan ASI (3)
Isapan bayi (3)
P : edukasi menyusui
Konseling laktasi
Dukungan emosional

D.0149 S:-
O : kulit masih teraba hangat
Suhu badan 38,1 0C
Frekuensi nafas 48X/menit
Nampak kemerahan pada kulit
Frekuensi nadi 122X/menit
A : tidak kejang (5)
Suhu tubuh dan kulit membaik (3)
Tidak pucat (3)
Pengisian kapiler (4)
P : regulasi temperature
Pemantauan tanda vital

D.0019 S : bayi masih malas mengisap ASI


O : BB lahir 2000 gram
Bising usus positif
Lemah menelan
A : panjang badan (3)
Keslita makan (3)
Proses tumbang (4)
P : manajemen nutrisi
Konseling nutrisi
Pemberian makanan
Nama/
Jam Diagnosis Evaluasi Keperawatan Tanda
Tangan

D.0001 S : ibu klien mengatakan anaknya tidak sesak


O : saturasi O2 98 %
Frekuensi nafas teratur 40X/menit
A : produksi lendir berkurang (4)
Pola nafas mebaik (5)
Dyspnea (5)
P : pemantauan respirasi
Posisi
Terapi O2

D.0029 S : ibu mengatakan masih ragu menyusui bayinya


O : ASI tidak lancer
Bayi mulai aktif mengisap
Nampak putting susu ibu sedikit atau agak datar
A : perlekatan bayi pada payudara (4)
Pancaran ASI (3)
Isapan bayi (4)
P : edukasi menyusui
Manajemen dan konseling laktasi
Dukungan emosional
D.0149 S : ibu mengatakan anakx tidak demam
O : kulit biasa hangat
TTV: N=100X/menit, RR=40X/menit, SB=36,5 0C
Merah pada tangan bekas infus
Warna kulit merah muda
A : tidak kejang (5)
Pengisian kapiler membaik (5)
Suhu tubuh membaik (5)
Tidak pucat (5)

D.0019 S : ibu mengatakan bayinya ingin menyusui atau


rewel
O : BB sekarang 2800 gram
Bising usus positif
A : panjang badan (4)
Kesulitan makan (4)
Lemah menelan (5)
P : manajemen nutrisi
Konseling nutrisi
Pemberian ASI

D.0001
S : ibu mengatakan anaknya tidak sesak
O : saturasi O2 99%
Frekuensi nafas teratur 42X/menit
A : pola nafas membaik (5)
Dyspnea negative (5)
P : pemantauan respirasi
Pengaturan posisi
D.0029
S : ibu masih tetap belajar menyusui
Nama/
Jam Diagnosis Evaluasi Keperawatan Tanda
Tangan
O : ASI tidak memancar
Anak sedikit rewel
A : perlekatan ibu kebayi (4)
Pancaran ASI (3)
Kemampuan mengisap (4)
P : manajemen dan konseling laktasi
Dukungan emosional
D.0019
S : ibu mengatakan anaknya agak rewel
O : BB 2090 gram
Bising usus positif
A : panjang badan membaik (4)
Kesulitan menelan (4)
P : manajemen nutrisi
Konseling nutrisi
Pemberian ASI
BAB IV
PEMBAHASAN
Adapun kesenjangan antara teori dan pengkajian pada asuhan keperawatan saat dilapangan
yaitu sebagai berikut :
A. Pada tinjauan teori pasien dengan sepsis neonatorum mengalami hipertermi, sedangkan saat
pengkajian di ruang PICU RSU BAHTERAMAS by ny “S” sudah tidak mengalami
hipertermi yaitu dengan suhu tubuh 37.0 oC, dimana sebelum masuk ke IGD RSU
BAHTERAMAS pasien telah dirawat selama seminggu di RSUD KONSEL
B. Pada tinjauan teori terdapat diagnosa hipertermi, namun pada pasien by ny “S” diagnosa
yang dapat di tegakkan sesuai SDKI yaitu termoregulasi tidak efektif, yang di sebabkan
karena suhu tubuh pasien yang fluktuatif
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengkajian dan penentuan penegakkan diagnosa pada by ny “S”
maka, dapat disimpulkan bahwa daignosa berdasarkan prioritas yang dapat ditegakkan yaitu:
1. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas yang ditandai dengan
DS : Ibu mengatakan bayinya sesak nafas, dan DO : Pola nafas berubah-ubah, Nampak
gelisah, retraksi dada positif, Terpasang oksigen nasal kanul 0,5 L/ menit, Penggunaan
otot bantu pernafasan
2. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan reflex mengisap bayi dan anomaly
payudara ibu atau putting susu datar ditandai dengan DS : Ibu mengatakan lelah dan
cemas dengan keadaan bayinya dan DO : BAK 6X/hari, ASI tidak lancer, Bayi
menghisap tidak terus menerus
3. Termoregulasi kurang efektif b/d proses penyakit infeksi ditandai dengan : DS : -, DO :
Kulit teraba hangat, Suhu tubuh fluktuatif, Nampak kemerahan pada kulit , TTV :
N=120X/Menit, SB= 37 0C, RR= 48X/menit
4. Deficit nutrisi b/d ketidakpuasan menelan makanan ditandai dengan DS : Ibu
mengatakan bayinya malas menghisap, dan DO : BB lahir 2000 gram, BB pengkajian
1995 gram, Peristaltic usus 7x/menit, Otot menelan lemah, Terpasang OGT, Terpasang
infus dextrosen 10% 6,6 tetes/menit.

Dan jika dilihat dari tinjauan teori terdapat kesenjangan pada diagnosa yang ditegakkan
yaitu diagnosa hipertermi tidak ditegakkan Karen by ny “S” saat pemeriksaan mengalami
suhu tubuh yang fluktuatif, dimana diagnosa yang ditegakkan menurut SDKI yang tepat
adalah termoregulasi tidak efektif.

B. Saran
1. Bagi ibu
Disarankan pada ibu untuk menjaga kesehatan pada saat antenatal, intranatal dan post
natal care agar terhindar dari penyakit – penyakit yang membahayakan ibu maupun bayi
seperti penyakit sepsis

2. Bagi mahasiswa
Agar selalu mengupdate ilmu tentang penegakkan diagnosa keperawatan, yang
dikarenakan selalu berkembangnya ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai