Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Nervus Fasial merupakan nervus kranial terpanjang yang berjalan didalam


tulang dan sebagian besar kelainan nervus fasial terletak di dalam tulang temporal.
Kelumpuhan saraf fasial menyebabkan kelumpuhan otot – otot wajah. keluhan yang
didapatkan dari pasien berupa tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah,
sehingga wajah pasien tampak tidak simetris.

Paresis nervus fasial merupakan suatu gejala, sehingga harus dicari


penyebabnya. penyebab paresis nervus fasial antara lain trauma, virus, dan infeksi.
nervus fasial sangat sensitif dan mudah diserang oleh infeksi. Salah satu infeksi
penyebabnya adalah infeksi kronik pada telinga tengah (OMSK) terutama dengan
kolesteatom. Dari laporan kasus oleh Yetiser didapatkan dari 1639 kasus paresis nervus
fasialis tipe perifer 3,1% disebabkan oleh OMA dan OMSK dengan kolesteatom.

Paresis pada nervus fasial dapat memengaruhi kualitas hidup dari pasien. Wajah
merupakan komponen yang penting untuk berkomunikasi dan berekspresi. Nervus
fasialis memiliki komponen motorik, sensorik, dan parasimpatik, sehingga apabila
terjadi kelumpuhan pada nervus fasialis, maka akan memengaruhi pasien dari sisi
fungsional dan dari sisi kosmetik.

Paersis nervus fasialis dapat didiagnosis dari gejala klinis yaitu kelemahan pada
otot – otot wajah,a yaitu berupa : imobilitas dari alis, kelopak mata yang tidak tertutup
sempurna, kelumpuhan mulut ke salah satu sisi, mata menjadi kering, hiperakusis,
kelainan pada sensorik lidah, dan nyeri pada daerah sekitar telinga.

Penyebab dari kelumpuhan nervus fasialis tipe perifer sangat banyak, mulai dari
idiopatik, traumatik, infeksi, neoplasma, kongenital, dan autoimun. 70 % dari kasus
kelumpuhan nervus fasialis tipe perifer terdiagnosis sebagai Bell’s Palsy ( idiopatik )
dengan jumlah 11 – 40 kasus per tahun.
EPIDEMIOLOGI

Dari penelitian yang dilakukan oleh departemen ilmu kesehatan THT-KL di


Pontificial Catholic University Of Sao-Paulo yang dilakukan terhadap 54 pasien pada
tahun 2007 – 2008 didapatkan hasil yang tertera dalam tabel sebagai berikut :

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa dari jumlah total 54 pasien yang
mengikuti penelitian, 7 diantaranya disebabkan oleh infeksi pada telinga dengan
jumlah persentase sebesar 12, 9 %. Kelumpuhan nervus fasialis paling banyak
disebabkan karena idiopatik ( Bell’s Palsy ) dengan total sebanyak 29 pasien dan
persentase sebesar 53,7%. Untuk jenis kelamin, kelumpuhan nervus fasialis tipe perifer
dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dengan perbandingan yang hampir sama.
ANATOMI DAN FISIOLOGI

Nervus fasialis memiliki dua komponen. Komponen yang lebih besar murni
motorik dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Komponen ini sesuai dengan
nervus fasialis.Komponen ini disertai oleh saraf yang lebih tipis, nervus
intermedius yang mengandung serabut aferen viseral dan somatic, serta serabut
eferen viseral.Nervus fasialis muncul dari batang otak bersama nervus intermedius
dari Wrisberg dan seterusnya langsung ke internal auditory canal (IAC).Nervus
fasialis bersama saraf cochleovestibular memasuki IAC.Nervus fasialis bersama
dengan saraf Wrisberg intermedius dan saraf pendengaran, melewati meatus
akustikus internus. Saraf semakin jauh ke dalam IAC, memasuki kanal tuba yang
sempit, dan kemudian terbungkus dalam periosteum dan epineurium. Secara
signifikan, bagian tersempit merupakan di bagian labirin, yang berisi ganglion
genikulatum. 3,4
Saraf fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari 2 akar saraf, yaitu
akar motorik (lebih besar dan lebih medial) dan intermedius (lebih kecil dan lebih
lateral).Akar motorik berasal dari nukleus fasialis dan berfungsi membawa
serabut- serabut motorik ke otot ekspresi wajah.Saraf intermedius yang berasal
dari nukleus salivatorius anterior, membawa serabut-serabut parasimpatis ke
kelenjar lakrimal, submandibular, dan sublingual. Saraf intermedius juga
membawa serabut aferen untuk pengecapan pada dua pertiga depan lidah dan
aferen somatik dari kanalis auditori eksterna dan pinna. 5
Kedua akar saraf ini muncul dari pontomedullary junction dan berjalan
secara lateral melalui cerebellopontine angle bersama dengan saraf
vestibulocochlearis menuju meatus akustikus internus, yang memiliki panjang ± 1
centimeter (cm), dibungkus dalam periosteum dan perineurium. 5
Gambar 1. Perjalanan saraf fasialis.5

Selanjutnya saraf memasuki kanalis fasialis. Kanalis fasialis (fallopi)


memiliki panjang sekitar 33 milimeter (mm), dan terdiri dari 3 segmen yang
berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin terletak antara vestibula
dan cochlea dan mengandung ganglion genikulatum. Karena kanal paling sempit
berada di segmen labirin ini (rata- rata diameter 0,68 mm), maka setiap terjadi
pembengkakan saraf, paling sering menyebabkan kompresi di daerah ini. 5
Pada ganglion genikulatum, muncul cabang yang terbesar dengan jumlahnya
yang sedikit yaitu saraf petrosal.Saraf petrosal meninggalkan ganglion
genikulatum, memasuki fossa kranial media secara ekstradural, dan masuk
kedalam foramen lacerum dan berjalan menuju ganglion pterigopalatina.Saraf ini
mendukung kelenjar lakrimal dan palatine.Serabut saraf lainnya berjalan turun
secara posterior di sepanjang dinding medial dari kavum timpani (telinga tengah),
dan memberikan percabangannya ke musculus stapedius (melekat pada stapes).
Lebih ke arah distal, terdapat percabangan lainnya yaitu saraf korda timpani, yang
terletak ± 6 mm diatas foramen stylomastoideus. 5
Saraf korda timpani merupakan cabang yang paling besar dari saraf fasialis,
berjalan melewati membran timpani, terpisah dari kavum timpani hanya oleh suatu
membran mukosa.Saraf tersebut kemudian berjalan ke anterior untuk bergabung
dengan saraf lingualis dan didistribusikan ke dua pertiga anterior lidah.Korda
timpani mengandung serabut-serabut sekretomotorik ke kelenjar sublingual dan
submandibularis, dan serabut aferen viseral untuk pengecapan.Badan sel dari
neuron gustatori unipolar terletak didalam ganglion genikulatum, dan berjalan
malalui saraf intermedius ke traktus solitaries. Setelah keluar dari foramen
stylomastoideus, saraf fasialis membentuk cabang kecil ke auricular posterior
(mempersarafi m.occipitalis dan m. stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit
dari meatus auditori eksterna) dan ke anterolateral menuju ke kelenjar parotis.Di
kelenjar parotis, saraf fasialis kemudian bercabang menjadi 5 kelompok (pes
anserinus) yaitu temporal, zygomaticus, buccal, marginal mandibular dan cervical.
Kelima kelompok saraf ini terdapat pada bagian superior dari kelenjar parotis, dan
mempersaraf otot ekspresi wajah, diantaranya m. orbicularis oculi, orbicularis
oris, m. buccinator dan m. Platysma. 5
Gambar 2. Saraf Intermedius dan koneksinya5

Gambar 3. Saraf fasialis ekstrakranial. 5

Gambar 4. Distribusi dari nervus VII. 6


Nukleus wajah dapat dibagi menjadi dua bagian: (1) bagian atas, yang
menerima proyeksi kortikobulbar bilateral dan seterusnya ke bagian atas wajah,
termasuk dahi, dan (2) bagian bawah, yang didominasi oleh proyeksi menyeberang
yang masuk ke persarafan otot-otot wajah yang lebih rendah (stylohyoid; posterior
digastrikus, businator, dan platysma).
Nukleus motorik nervus fasialis berperan pada beberapa lengkung
refleks.Refleks kornea, gangguan pada komponen eferen (nervus fasialis)
menghilangkan refleks kornea, yaitu sentuhan pada kornea menginduksi
terpejamnya kedua mata. Refleks kedip,stimulus visual yang kuat mencetuskan
kolikulus superior untuk mengirimkan impuls visual ke nukleus fasialis di pons
melalui traktus tektobulbaris, yang mengakibatkan mata segera tertutup. Refleks
stapedius, impuls auditorik dihantarkan dari nukleus dorsalis korpus trapezoideum
ke nukleus fasialis dan menimbulkan kontraksi atau relaksasi m.stapedius,
tergantung pada kekuatan stimulus auditorik. 4

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital,
infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit
tertentu.1,2
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat irreversible
danterdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang
pendengaran.1Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena
adanyagangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan
dengankelemahan okular (sindrom Moibeus).2
2. Infeksi
Proses infeksi di intrakranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkankelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intrakranial yang
menyebabkankelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes
zooster otikus. InfeksiTelinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan
saraf fasialis adalahotitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak
Kanal Fallopi.1
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab
yangpaling sering ditemukan.Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-
paru,dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari
tumorregional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari
kelenjarparotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang
berdampaksebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang
sangatjarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu
fungsimotorik saraf fasialis secara ipsilateral.6
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama
jikaterjadi fraktur basis kranii, khususnya bila terjadi fraktur
longitudinal.Selainitu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat
lahir juga bisamenjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi
mastoid,operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar
parotis.6
5. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan
saraffasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan
arteriserebri media.1 Adanya thrombosis akan menyebabkan iskemia cerebri
dan akan menyebabkan kerusakan nevus kranialis yang melewati lesi
tersebut.1
6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )
Bell’s palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahuipenyebabnya
atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadiedema fasialis.
Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus danmenimbulkan
kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s Palsy.2
7. Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit
tertentu,misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi,
infeksitelinga tengah, sindrom Guillian Barre.2
GEJALA KLINIS

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.
Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi,
tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII
jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi
wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus
pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.5

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat


persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah
bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral).
Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi pada
traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada
otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya
masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan
bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi
involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut
mulut dapat terangkat.5

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus
VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok
dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,
kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal
demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan nervus VII
supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber.5

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi :3


1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara
pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena
tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)


Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons
dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis
fasialis.

3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)


Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan
hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)


Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pasca herpes di membrana timpani dan konka. Sindrom
Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes
zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis
auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi
tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air
mata dan salivasi.

5. Lesi di meatus akustikus internus


Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons.


Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan
tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang-kadang
juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.
DIAGNOSIS

Diagnosis paralisis nervus fasialis dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik berupa fungsi saraf fasialis yang meliputi
pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik, Tonus, Sinkinesis, Hemispasme,
Gustometri, SCHIRMER Test dan Reflex Stapedius, serta pemeriksaan
penunjang lainnya berupa Elektromiografi (EMG), Elektroneurografi (ENOG),
dan uji stimulasi maksimal.5
1. Anamnesis
Diagnosis klinis didasarkan pada 3 langkah: (1) identifikasi lokasi yang
terkena, (2) etiologi yang mendasari (trauma, infeksius, neoplastik), dan (3)
stadium klinis (misalnya dengan penggunaan skala House-Brackmann).9
Gambaran yang cermat mengenai riwayat harus mencakup onset gejala,
evaluasi kualitas gejala terkait, dan infeksi sebelumnya dan penyakit
sistemik (misalnya virus herpes simpleks, virus varicella-zoster,
neoplasma).9
Berdasarkan anamnesis dan proses terjadinya paralisis nervus fasial
dapat ditanyakan mengenai kerakter kelumpuhan wajah seperti onset, durasi
dan perkembangan kelumpuhan. Selain itu penting ditanyakan mengenai
faktor yang berkonstribusi seperti infeksi, trauma, pembedahan (otology,
parotis, atau operasi neurologis), riwayat sifilis, HIV, tuberculosis atau
infeksi herpes, paparan toksin (timbal), riwayat otologis, neurologis,
diabetes, atau riwayat kelumpuhan saraf wajah sebelumnya. Dapat juga
ditanyakan mengenai gejala yang berhubungan seperti demam, sakit wajah,
gangguan pendengaran, kepenuhan aural, otalgia, vertigo, defisit neurologis
lainnya, perubahan sensasi rasa, perubahan penglihatan, drooling, epiphora,
dysacusis, nyeri (auricular, postauricular, atau facial).10
Pada stadium klinis dapat digunakan skala House-Brackmann untuk
menentukan derajat paralisis.10

Grading Fungsi
I Fungsi normal
Disfungsi ringan :
Kelemahan yang sedikit terlihat pada inspeksi dekat, bisa

II ada sedikit sinkinesis, pada saat istirahat simetri dan


selaras, pergerakan dahi sedang sampai baik, menutup
mata dengan usaha yang minimal, terdapat sedikit
asimetri pada mulut jika melakukan pergerakan.
Disfungsi sedang : kelemahan terlihat tapi tidak tampak
adanya perbedaan kedua sisi, adanya sinkinesis ringan,

III dapat ditemukan spasme, pada saat istirahat simetri dan


selaras, pergerakan dahi ringan sampai sedang, menutup
mata dengan usaha, mulut sedikit lemah dengan
pergerakan yang maksimum.
Disfungsi sedang berat : tampak kelemahan bagian
wajah yang jelas dan asimetri, kemampuan
IV menggerakkan dahi tidak ada, tiak dapat menutup mata
dengan sempurna, mulut tampak asimetris dan sulit
digerakkan.
Disfungsi berat : wajah tampak asimetri, pergerakan

V wajah tidak ada dan sulit dinilai, dahi tidak dapat


digerakkan, tidak dapat menutup mata, mulut tidak
simetris dan sulit digerakkan

VI Paralisis total (tidak ada pergerakan)

Dalam penelitian terhadap 353 pasien dengan kelumpuhan wajah lama


(diobati dengan toksin botulinum selama 11 tahun), Salles dkk menemukan
synkinesis pada 196 di antaranya (55,5%), termasuk synkinesis
postpartalysis pada 148 pasien (41,9%) dan synchinesis postreanimasi pada
58 pasien. (16,4%); 10 pasien memiliki kedua jenis synkinesis. Sebuah
asosiasi ditemukan antara synkinesis pasca operasi dan infeksi, rangsangan
listrik, dekompresi saraf wajah, dan penyebab idiopatik, sementara
ditemukan hubungan antara synchinesis postreanimasi dan lipatan
mikrosurgis, transfer otot temporalis, anastomosis wajah masseterik, dan
transplantasi saraf transfusi.9

2. Pemeriksaan Fungsi Saraf Fasialis


Tujuan pemeriksaan saraf fasialis ialah untuk menentukan letak lesi dan
menentukan derajat kelumpuhannya. Derajat kelumpuhan ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam persen
(%).5
1.1 Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke
sepuluh otot-otot tersebut secara berurutan dari sisi superior adalah
sebagai berikut :
a. M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis keatas
b. M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung hidung keatas
d. M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara dipejamkan
kedua mata kuat-kuat
e. M. zygomaticus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperhatikan gigi
f. M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan
mulut kedepan sambil memperlihatkan gigi
g. M. bucinator : diperiksa dengan cara mengemungkan kedua
pipi
h. M. orbicularis oris : diperiksa dengan cara menyuruh
penderita bersiul
i. M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut
bibir kebawah
j. M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
yang tertutup rapat kedepan.5

Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita bandingkan


antara kanan dan kiri. Untuk gerakan yang normal dan simetris
dinilai dengan angka tiga (3), sedikit ada gerakan dinilai dengan
angka satu (1), diantaranya dinilai dengan angka dua (2), dan tidak
ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0).
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh (30).5

2.1 Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot
menentukan terhadap kesempurnaan mimik/ekspresi muka. Freyss
menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan
penilaian pada setiap tingkat kelompok otot muka, bukan pada setiap
otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek
memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus
seluruhnya berjumlah 15 yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan
dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus
maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada
setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.5
3.1 Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinosis
adalah sebagai berikut :
a. Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat-kuat
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah
sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi
dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi
paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal
nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari
gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi, kemudian melihat pergerakan otot-otot
pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara
(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot
di sekitar mulut. Nilai satu (1) jika pergerakan normal. Nilai
nol (0) jika pergerakan tidak simetris.5
4.1 Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai
pada penyembuhan paresis fasial berat. Diperiksa dengan cara
penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya
seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka akan jelas
tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata
bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma
di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme
dinilai dengan angka minus satu (-1). Fungsi motoric otot-otot tiap
sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah 50 atau 100%. Gradasi
paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut, dikalikan dua
untuk persentasenya.5
5.1 Gustometri
System pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh
nervus korda timpani, salah satu cabang nervus fasialis. Pada
pemeriksaan fungsi n. korda timpani adalah perbedaan ambang
rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50%
antara kedua sisi adalah patologis.5

6.1 SCHIRMER Test atau Naso-Lacrymal Reflex


Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk mengetahui fungsi
serabut-serabut parasimpatis dari nervus fasialis yang disalurkan
melalui nervus petrosus superficialis mayor setinggi ganglion
genikulatum. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau
lakmus lebar 0,5 cm, panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva.
Freyss menyatakan bahwa ada beda antara kanan dan kiri atau lebih
sama dengan 50 dianggap patologis.5
3. Pemeriksaan penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui parese nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat
beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromiografi (EMG),
Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.12

1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan
ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi
pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola
denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang
mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG
sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21
hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial
denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang
menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat
sebelum 21 hari.12
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan
EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG
pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf
dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila
dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka
kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin
melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara
77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka
tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.12

3. Uji Stimulasi Maksimal


Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde
ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian
dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa tidak
nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir bawah
diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap gerakan di
daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal. Perbedaan
respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh
dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang nyata
adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus
hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang normal. Bila
dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bell’s Palsy kembali
dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris hilang, maka 100
persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak lengkap. Statistik
menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat diandalkan
adalah uji fungsi saraf secara langsung.12
PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3


bagian: 5,11
1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis
1.1 Fisioterapi
a. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Exercise
Dianjurkan untuk menggunakan terapi panas lokal superfisial
(yaitu paket panas atau sinar inframerah) selama 15 menit / sesi untuk
otot wajah sebelum stimulasi listrik (ES), pijat atau latihan. Pijat, yang
sering diresepkan untuk kelumpuhan wajah, memperbaiki sirkulasi dan
dapat mencegah kontraktur. Latihan aktif (di depan cermin) mencegah
atrofi otot dan memperbaiki fungsi otot. Namun, latihan otot wajah yang
aktif tidak dapat dilakukan dengan kelumpuhan lengkap (yaitu saat
FNG adalah 6/6). Terapi panas meningkatkan sirkulasi lokal dan
menurunkan ketahanan kulit terhadap ES, sehingga intensitas arus
paling rendah dapat digunakan. ES otot bertujuan untuk melestarikan
otot terutama dalam kelumpuhan total; Dan juga memiliki manfaat
psikologis karena pasien mengamati kontraksi otot di wajahnya yang
memberinya harapan untuk sembuh dari kelumpuhan wajah.15
b. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.
Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot
yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
serta tonus otot.11
2.1 Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus
fasialis antara lain:9
a. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang
disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini
bekerja mengurangi bendungan, pembengkakkan, dan inflamasi pada
keadaan diatas.
b. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
disebabkan oleh Bell’s Palsy.12 Meskipun steroid banyak digunakan di
Bell's palsy, kehebatannya dalam indikasi ini belum ditunjukkan dengan
jelas. Di satu sisi ada penelitian, yang dengan jelas menunjukkan efek
steroid yang menguntungkan dalam pengobatan Bell's palsy, di sisi lain
ada penelitian yang tidak menunjukkan efek. Namun, ada konsensus
umum yang menyatakan bahwa steroid tidak efektif untuk Bell's palsy
pada anak-anak, walaupun bahkan pada anak-anak beberapa penelitian
menunjukkan efek steroid yang menguntungkan dibandingkan orang
lain.11 Dalam sebuah penelitian terhadap 496 pasien dengan Bell's palsy
pemulihan penuh setelah 9 bulan dicapai pada 94% pasien yang
menerima kortikosteroid baik sendiri atau dikombinasikan dengan
asiklovir.
c. Pentoxifyllin
Efikasi pentoxifylline pada pemulihan Bell'spalsy hanya diuji
bersama dengan obat lain, terutama steroid dan dextrane molekul
rendah. Studi ini menunjukkan efek menguntungkan terapi kombinasi
semacam itu, namun obat mana yang benar-benar bertanggung jawab
atas efek menguntungkan ini, sejauh ini tidak diketahui.11

d. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan
prednisone secara simultan.11 Meskipun aplikasi agen antiviral untuk
Bell's palsy tampak logis, namun jarang diberikan. Dalam sebuah
penelitian di Inggris, hanya 0,6% pasien dengan Bell's palsy yang
menerima asiklovir. Dua ulasan Cochrane terbaru pada 246 dan 200
pasien, termasuk tiga, masing-masing, dua percobaan acak dengan
asiklovir dan steroid versus steroid saja, asiklovir versus steroid, dan
valasiklovir dengan steroid versus steroid menyimpulkan bahwa hasil
dari ketiga percobaan itu tidak meyakinkan sehubungan dengan
Manfaat jangka pendek atau jangka panjang dan bahwa penelitian besar,
multisenter, acak, terkontrol, dan buta dengan minimal follow-up 1
tahun diperlukan sebelum rekomendasi pasti mengenai efek asiklovir
atau valacyclovir dapat diberikan. Paling tidak, tampaknya tidak ada
perbedaan antara asiklovir dan steroid secara oral versus asiklovir dan
steroid secara intravena.11
Sebuah studi baru-baru ini terhadap 221 pasien dengan Bell's
palsy, diobati dengan valacyclovir dan prednisolone dalam 7 hari
setelah onset, menunjukkan hasil yang lebih baik untuk pasien yang
menerima terapi kombinasi daripada kortikosteroid saja. Dalam sebuah
penelitian terhadap 247 pasien yang menerima asiklovir pemulihan
lengkap diamati pada 71% setelah 3 bulan dan pada 85% setelah 9
bulan. Para penulis tidak menemukan manfaat asiklovir sendiri atau
manfaat tambahan asiklovir dalam kombinasi dengan kortikosteroid.
Untuk pasien dengan zoster sine herpete, asiklovir tampaknya efektif.11
3.1 Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan
dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.11 Meskipun terbatasnya
penelitian namun telah dilaporkan bahwa akupunktur untuk Bell's palsy
dalam beberapa penelitian memberikan bukti peningkatan efek positif
akupunktur dan moksibusi sebagai pengobatan tambahan Bell's palsy.11
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Berbagai tindakan nonfarmakologis telah digunakan untuk mengobati
Bell palsy, termasuk terapi fisik (misalnya, latihan wajah, latihan ulang
neuromuskular) dan akupunktur. Tidak ada efek buruk dari perawatan ini yang
telah dilaporkan. Tinjauan menunjukkan bahwa terapi fisik dapat menghasilkan
pemulihan yang lebih cepat dan sekuele yang berkurang. Pengobatan terhadap
gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain:9, 13,16
a. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien dengan
Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg
BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.13

b. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban
mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk
meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes
mata.11
Salah satu masalah terbesar dengan Bell's palsy adalah keterlibatan
mata jika celah fisura tetap terbuka. Dalam kasus ini, perawatan mata berfokus
pada perlindungan kornea akibat dehidrasi, pengeringan, atau lecet karena
penutupan atau robekan yang tidak cukup. Salep mata diusulkan pada siang hari
dan malam didukung oleh perban watchglas di siang hari atau malam hari.11

3. Indikasi Untuk Operasi


Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi
total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi
nervus fasialis transmastoid.11,12
Dalam sebuah penelitian terhadap 58 pasien dengan Bell's palsy yang
mengalami denervasi melebihi 95%, dekompresi transmastoid pada saraf wajah
menghasilkan peningkatan signifikan skor HBS dan Yanagihara 60 hari setelah
onset. Dalam percobaan prospektif multi-pusat pada pasien dengan
kemungkinan sekuele jangka panjang dari Bell's palsy, seperti yang dinilai oleh
studi konduksi saraf dan elektromiografi, dekompresi bedah saraf wajah
melalui pemaparan fossa kranial tengah, termasuk segmen timpani, genis
Ganglion, segmen labirin, dan foramen foramen, secara signifikan
meningkatkan kemungkinan kembalinya normal atau mendekati normal fungsi
saraf wajah jika operasi dilakukan dalam waktu 2 minggu setelah onset
kelumpuhan total. Karena kraniotomi fosa tengah membawa risiko pendarahan,
infeksi, kejang, tuli, kebocoran cairan serebrospinal, atau cedera saraf wajah,
pendekatan bedah ini tidak dapat direkomendasikan secara rutin kepada pasien
dengan Bell's palsy akut.11
PROGNOSIS

Kelumpuhan saraf wajah bisa membaik hingga 1 tahun kemudian.


Pasien dengan kelumpuhan yang tidak lengkap memiliki prognosis yang lebih
baik daripada pasien dengan kelumpuhan lengkap dan semakin muda pasien
semakin baik prognosisnya. Pada pasien dengan kelumpuhan yang tidak
lengkap sampai 94% sembuh total. Bagi pasien lanjut usia dan mereka yang
memiliki kelemahan parah hasilnya kurang menguntungkan. Tanpa
pengobatan, prognosis umumnya buruk, namun sekitar 20-30% kasus
ditinggalkan dengan tingkat kecacatan permanen yang bervariasi. Sekitar 80-
85% pasien pulih secara spontan dan sepenuhnya dalam waktu 3 bulan,
sedangkan 15-20% mengalami beberapa jenis kerusakan saraf permanen.11
Indikator untuk prognosis buruk
1. Kelumpuhan lengkap
2. Tidak ada pemulihan selama 3 minggu
3. Umur> 60 tahun
4. Sakit parah
5. Sindrom Ramsey Hunt
6. Adanya kondisi yang menyebabkan palsi saraf wajah sekunder
Pada pasien yang sembuh tanpa pengobatan, perbaikan besar terjadi dalam
3 minggu. Proses pemulihan fungsi baru dimulai 3 bulan setelah onset. Jika
tidak terjadi dalam waktu ini maka tidak mungkin terlihat 6 bulan. Dengan 6
bulan menjadi jelas siapa yang akan memiliki sequelae sedang atau berat.
Indikator untuk prognosis buruk tercantum pada indikator dari prognosis. Jika
terjadi kelumpuhan kelumpuhan wajah yang tidak sempurna, mungkin
bersamaan dengan synkinesis wajah.11

Anda mungkin juga menyukai