Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

“Nuzulul Qur’an”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pembimbing: Ahmad Zubairin Lc.,MA.,Hum,

Disusun oleh :
Barjah Alawi
Febri Indrawan
Sultan Syahni

Program Studi Ilmu Al-Qur’an & Tafsir


Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyyah Tangerang
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga dapat meyelesaikan makalah Ulumul Qur’an
mengenai “Nuzulul Qur;an” ini dengan lancar. Sholawat serta salam kami panjatkan kepada
baginda Nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang menjauhkan kita dari jalan
kegelapan.

Makalah yang berjudul “Nuzulul Qur’an” disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok Mata Kuliah Ulumul Qur’an jurusan Ilmu Al-Qur’an & Tafsir, Sekolah Tinggi Agama
Islam Asy-Syukriyyah.

Dengan ini kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Karena kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata. Untuk itu, segala kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami nantikan.

Tangerang, September 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rmusan Masalah ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan dan Manfaat .............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 5
2.1 Pengertian Nuzulul Al Qur’an.............................................................................. 5
2.2 Tahapan Nuzulul Qur’an...................................................................................... 6
2.3 Dalil dan hikmah di turunkannya Al Qur’an secara berangsur-
angsur................................................................................................................... 7
2.4 4 Ciri-ciri surat Makkiyah dan Madaniah..............................................................9
2.5 Pemeliharaan Al Qur’an Pada Masa Nabi SAW dan Khulafaurrasyidin…….10

2.6 Hikmah Nuzulul Al Quran……………………………………………………...11

BAB III..................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 17

Daftar Pustaka........................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terlepas dari kronologi histori turunnya ayat al-Qur’an, kenyataannya ayat-ayat dan
surat-surat disusun berdasarkan tauqîfî, sudah ditentukan. Tak sekedar peletakan tanpa arti, ia
mengandung misteri dan energi yang perlu disingkapkan. Secara tekstualis, dalam urutan
membaca al-Qur’an pasti di awali dengan membaca surat al-Fatihah, kemudian al-Baqarah dan
seterusnya. Bukan seperti saat turunnya al-Qur’an, membaca dari al-‘Alaq ayat 1-5 kemudian al-
Mudaṡṡir ayat 3 dan kemudian ayat yang turun selanjutnya.

Karena itu ulama kontemporer cenderung menjadikan urutan ayat dan surat dalam
muṣḥaf sebagai tauqîfî karena pemahaman seperti itu sejalan dengan konsep tentang eksistensi
teks azâlî yang ada di lauh al-Mahfuzh.

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt.dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam
qadr (lailat al-qadr) secara keseluruhan. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada
Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril dalam tempo kurang dari 23 tahun.Kehadiran
wahyu al-Qur’an sendiri adalah di luar kehendak Nabi Muhammad saw.

Suatu ketika ayat turun karena peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian serta kebutuhan
Rasulullah saw.; ada saatnya pula kehadiran ayat alQur’an terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga
sebelumnya, bahkan pernah pula kehadirannya amat sangat ditunggu-tunggu namun ia tidak
kunjung-kunjung datang, kaum kafir pun mendapat kesempatan untuk mencela Nabi saw.
sebagai utusan yang ditinggalkan Tuhannya.

Semua itu merupakan suatu pertanda, bahwa tidaklah mungkin bagi ayat al-Qur’an
merupakan qaul Muhammad.Berbeda dengan kitab-kitab samawi sebelumnya seperti Zabur,
Taurat dan Injil yang turunnya langsung utuh (sempurna) satu kitab.al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana firman Allah swt.:

Artinya: Dan orang-orang kafir berkata, "Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan
kepadanya sekaligus?" demikianlah (Al-Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan

1
secara berangsur-angsur) agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami
membacakannya secara tartîl (berangsur-angsur, perlahan dan benar) (QS. al-Furqan/25: 32)

Quraish Shihab mengatakan, “kaum kafir, dari kaum Yahudi, Naṣrani maupun Musyrik
mencela Nabi saw.Atas turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur.Mereka mendesak agar al-
Qur’an diturunkan sekali saja.Oleh karenanya, ayat ini turun lebih sebagai sanggahan atas
kemauan orang-orang kafir tersebut.”Dalam memahami tujuan al-Qur’an, terlebih dahulu harus
diketahui periode turunnya al-Qur’an (asbâb an-nuzûl).

Dengan mengetahui periode-periode tersebut maka tujuan-tujuan alQur’an akan lebih


jelas. Para ulama ‘Ulûm al-Qur’an membagi sejarah turunnya al-Qur’an dalam dua periode:

(1) periode sebelum hijrah

(2) periode setelah hijrah. Ayat-ayat yang turun di periode pertama dinamakan ayat-ayat
Makiyyat dan ayatayat yang turun di periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyat.

Pemahaman seperti ini berbeda dengan pemahaman kitabkitab ilmiah.Kitab-kitab ilmiah


jika membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan membaginya dalam
bab-bab dan pasal-pasal.Metode ini tidak bisa diterapkan dalam al-Qur’an, karena susunan
urutan ayat dan suratnya ditentukan oleh Allah swt.dengan cara tauqifi, tidak menggunakan
metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah.

Perbedaan itu dapat dilihat dari komposisi ayat al-Qur’an yang berubah. Susunan ayat
madaniyyat banyak dijumpai tersusun beserta mayoritas ayat-ayat Makiyyat dalam suatu surat.
Sebutkanlah misalnya ayat 52-56 dari surat az-Zumar. Komposisi surat ini tersusun sebagai
berikut:

1) ayat ke 52 merupakan ayat Makiyyat;

2) ayat ke 53-55 adalah ayat madaniyyat; 3) ayat 56 dan seterusnya merupakan ayat
makiyyat.

Jadi komposisi ayatayat itu menggambarkan kepada kita bahwa ayat-ayat madaniyyat
yang diturunkan belakangan dimasukkan kepada kelompok ayatayat makiyyat yang sudah lebih
dulu diturunkan.

2
Susunan ayat-ayat seperti itu mendapat kritik dari sebagian orientalis semisal Guillaume,
sebagaimana dikatakannya, ”Penulisan al-Qur’an seperti itu menimbulkan problema yang lebih
rumit lagi sebab ayat-ayat yang seharusnya disampaikan pada periode Madinah ternyata
diturunkan di periode Mekah”.1Anggapan ini timbul karena ia mau menyamakan al-Qur’an
dengan karya ilmiah manusia. Guillaume tak mau menyadari bahwa al-Qur’an adalah wahyu
yang diturunkan Tuhan dan bukan buah pikiran manusia.

al-Qur’an menolak dirinya disebut sebagai kitab ilmiah, kitab sastra, bahkan kitab sihir
atau sebagainya. AlQur’an mempunyai susunan dan sistematika yang istimewa, tidak dapat
dibandingkan apalagi disamakan dengan produk pikiran manusia.2

Seperti halnya Richard Bell yang mengatakan bahwa sebagian besar dari diskontinuitas
ayat-ayat al-Qur’an adalah karena orang-orang yang menyalin ayat tidak dapat membedakan
depan dan belakang di mana mula-mula sekali ayat-ayat itu dituliskan.3Mereka bingung dalam
menuliskan ayat-ayat alQur’an.

Seumpama ilmuwan semacam Guillaume dan Richard Bell sedikit saja berfikir secara
objektif dan rasional berkenaan dengan penempatan ayat demi ayat dalam muṣḥaf al-Qur’an,
kemudian dianalisisnya secara ilmiah, maka kemungkinan besar tidak akan muncul kritik tajam
macam itu, malah sebaliknya, ia akan kagum atas ketelitian dan kecermatan serta kerapian
susunan ayat-ayat al-Qur’an.

Karena walaupun turunnya terpisah-pisah, namun dapat disusun rapi sehingga


membentuk satu kesatuan yang utuh; seandainya diubah sedikit saja dari susunan asli, ditambah
atau dikurangi, maka segera saja dapat diketahui.Jika prinsip penempatan ayat tersebut yang
telah digambarkan tidak diakui, maka jelaslah sia-sia dalam mengkaji tanâsub tersebut.

Sebab susunan ayat dan surat al-Qur’an diletakkan tidak berdasar pada hasil pemikiran
manusia yang bukan mustahil akan keliru atau ber-masalah. Sebaliknya jika penyusunnya
langsung atas perintah dan petunjuk Allah swt.maka pasti di balik susunan tersebut mengandung

1Alfred Guillaume, Islam, Penguin Books Ltd, England, reprinted,


1982, hlm. 59
2Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, cet II, 2011, hlm. 192
3Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, Terj. Anas Mahyuddin,
Bibliotheca Islamica, Chicago, 1980, hlm. 195

3
makna dan hikmah yang tersimpan sesuai dengan maksud yang diinginkan Allah swt. Untuk
mengkaji hal ini maka muncul studi tentang tanâsub ini.

Kajian kronologi turunnya ayat (asbâb an-nuzûl) pada utamanya lebih banyak menyita
perhatian di banding letak susunan ayat berdasarkan muṣḥaf. Menurut beberapa cendikiawan
seperti Ahmad Von Denffer, yang lebih mengedepankan pentingnya untuk mengetahui kronologi
turunnya surat dan ayat, “untuk memahami maknanya yang sering lebih mudah dapat dipahami
jika mengetahui waktu dan keadaan yang berhubungan dengannya”.

Namun tak semua pembaca al-Qur’an yang ingin mengetahui maknanya tahu apa asbâb
an-nuzûl dari ayat yang di maksud. Maka dari itu kajian tentang al-Qur’an yang mengedepan
korelasi ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya, maupun terkait surat-surat sebelum dan
sesudahnya dipandang tak kalah penting untuk dikaji dan diapresiasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana ciri ciri ayat makiyyah dan madaniyyah ?

2. Apa Hikmah di turunkannya al quran secara berangsr angsur ?

3. Apa yang di maksud dengan nuzulul quran ?

1.3 Tujuan Masalah

1.Memahami ciri ciri ayat makiyyah dan madaniyyah

2. Mengetahui hikmah di turunkanya al quran

3. Memahami makna nuzulul quran secara sistematis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Nuzulul Al Qur’an

Lafadz ‘Nuzul’ secara etimologi (bahasa) berarti ”menetap di satu tempat” atau “turun
dari tempat yang tinggi”. Kata kerjanya ialah “nazala” yang artinya “dia telah turun” atau “dia
menjadi tetamu”.Pengertian Nuzulul Qur’an secara terminology (istilah) yaitu Peristiwa
diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Malaikat Jibril as secara berangsur-angsur.

Sejarah terjadinya peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17 Ramadhan,
di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW.Peristiwa itu dikisahkan dalam
sebuah firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat: 185, yang artinya: “Ramadhan yang padanya
diturunkan Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang
menjelaskan petunjuk serta menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah” (QS. Al-
Baqarah: 185).

Dalam kaitan turunnya Al Qur’an sering disebutkan dengan kata-kata seperti nuzul
ّ
(‫)نزول‬, inzal (‫)إنزال‬, tanazzul (‫)تنزل‬, ّ
tanzil (‫)تنزيل‬, dan munazzal (‫)منزل‬ yang masing-masing berati
turun, menurunkan, hal turun, proses penurunan, dan yang diturunkan.

Perlu diketahui, bahwa bahwa setiap kata mempunyai dua fungsi makana, yakni makna
dasar (harfiyah, etimologik) dan makna termi-nonlogik (relasional).Adapun makna-makna di
atas merupakan fungsi makna dasar.Sedangkan makna relasionalnya dapat diikuti uraian berikut
ini.

Az Zarqani menjelaskan bahwa kata nuzul mempunyai makna dasar (perpindahan sesuatu dari
atas ke bawah) atau (suatu gerak dari atas kebawah).Menurutnya, dua batasan tersebut memang
tidak layak diberikan untuk maksud diturun-kannya Al Qur’an oleh Allah, karena keduanya
hanya lebih tepat dan lazim dipergunakan dalam hal yang berkenaan dengan tempat dan benda
atau materi yang mempunyai berat jenis (BJ) tertentu.

5
Sedangkan Al Qur’an bukan semacam benda yang memerlukan tempat perpindahan dari
atas ke bawah. Tapi yang benar adalah memahami bahwa kata nuzul itu bersfat majazi, yakni
pengertian nuzul Al Qur’an bukan tergambar dalam wujud perpindahannya Al Qur’an, atau Al
Qur’an itu turun dari atas ke bawah, tetapi harus di pahami sebagai pengetahuan bahwa Al
Qur’an telah diberitakan oleh Allah SWT kepada penghuni langit dan bumi. Di sini terkandung
maksud bahwa nuzul harus di ta’wilkan dengan kata i’lam yang berarti pemberitahuan atau
pengajaran. Maka nuzul Al Qur’an berarti proses pemberitaan atau penyampaian ajaran Al
Qur’an yang terkandung di dalamnya.

2.2 Tahapan Nuzulul Qur’an

1.Tahapan Pertama

Tahapan pertama, penyampaian Al-Qur’an dari Allah kepada Lauh al-Mahfuzh.


Maksudnya, sebelum Al-qur’an disampaikan kapada Rasulullah saw. sebagai utusan Allah
terhadap manusia, Al-Qur’an terlebih dahulu disampaikan kepada Lauh al-Mahfuzh, yakni suatu
tempat lembaran yang terpelihara dimana Al-Qur’an pertama kali ditulis pada lembaran tersebut.

Tidak ada manusia yang tahu bagaimana cara penyampaian al-Qur’an dari Allah ke Lauh
al-Mahfuzh.dan manusia tidak wajib mengetahuinya, tetapi wajib mempercayainya kerena begitu
yang dikatakan Allah. Sebagaimana firman Allah SWT:

.ٌ‫بَ ْل ُه َوقُ ْرآنٌ َّم ِجيد‬. ٍ‫فِيلَ ْوحٍ َّمحْ فُوظ‬

Artinya: “Tetapi ia (yang didustakan mereka) itu ialah Al-Qur’an yang mulia yang
(tersimpan) dalam Lauh al-Mahfuzh” ( Q.S. Al-Buruj:21-22)

2. Tahapan Kedua

Tahapan kedua, turunnya Al-Qur’an ke langit pertama dengan sekaligus.Dilangit pertama


itu, Al-Qur’an disimpan pada bayt al-‘izzah.Penurunan tahap kedua ini bertepatan dengan malam
qadar. Adapun dalil tentang penurunan Al-Qur’an pada tahapan ini adalah:

َ َ‫إِنَّاأ َ ْنزَ ْلنَا ُه ِفيلَ ْيلَ ٍة ُمب‬


َ‫ار َك ٍة ۚإِنَّا ُكنَّا ُم ْنذ ِِرين‬

6
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-dukhaan:3)[4]

3.Tahapan Ketiga

Tahapan ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari bayt al-‘izzah kedalam hati Nabi dengan jalan
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan.Ada kalanya satu ayat, dua ayat, dan bahkan kadang-
kadang satu surah. Dalilnya Surah Asy-Syu’ara’ ayat 193-195:

ُّ ‫نَزَ لَبِ ِه‬. َ‫ َعلَ ٰىقَ ْلبِ َك ِلتَ ُكون َِمن َْال ُم ْنذ ِِرين‬. ‫ين‬
. ُ‫الرو ُح ْاْل َ ِمين‬ ٍ ِ‫سانٍعَ َر ِبيٍّ ُمب‬
َ ‫بِ ِل‬

Artinya : “_Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-amin (Jibril), kedalam hatimu
(Muhammad)agar kamu menjadi salah seorang diantara orang yang memberi peringatan, dengan
bahasa Arab yang jelas ” (Q.S. Asy-Syu’ara’: 193-195)

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril, tidak secara
sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan, sering wahyu turun untuk
menjawab pertanyaan para sahabat yabg dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan
tindakan Nabi saw. disamping itu, banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui
latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu[5]

2.3 Dalil dan hikmah di turunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur

a.Dalil turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur.

Di depan telah dijelaskan, bahwa nuzul Al Qur’an berlangsung melalui tiga tahapan. Dan
tahapan terakhir adalah bahwa Al Qur’an diturunkan dari langit dunia (Bait al ‘Izzah) kepada
Rasulullah SAW. Banyak dalil yang mendukung bahwa Al Qur’an diturunkan secara berangsur-
angsur dari Al Qur’an maupun hadits nabi. Diantaranya:

a)( surat al Isra’ ayat 106)

١٠٦ ‫ اإلسرإ‬- ‫وقرانافرقنه لتقراه على ال ّناس على مكث ونزلنّه تنزيال‬

7
Artinya : Dan Al Qur’an yang kami pisah-pisah agar engkau membacakannya kepada
manusia pada suatu tempat dan kami menurunkannya secara berangsur-angsur. (khadim, 1967,
440)

b) Riwayat al Hakim dan al Baihaqi melalui ibnu ‘Abbas ra,:

‫بمواقع النجوم وكان هللا ينزله على رسوله بعضه في إثربعض‬


ِ ‫انزل القران جملة واحدة إلى سمإ الدنيا وكان‬

Artinya : Al Qur’an diturunkan dalam bentuk keseluruhan kelangit dunia yang berada
pada tempat bintang-bintang, sedangkan allah menurunkannya kepada rasulNya sebagian demi
sebagian. (Syakur, 2007, 41)

Bukti lain yang menyatakan bahwa Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur adalah
bahwa sebagian ayat-ayatnya ada yang merupakan jawaban bagi pertanyaan yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW.

b. Hikmah di turunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur.

Turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur tidak hanya disebabakan karena Al Qur’an


itu lebih besar dan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya, melainkan juga karena adanya
beberapa hikmah, sehigga Al Qur’an itu di turunkan secara berangsur-angsur.

Hikmah tersebut antara lain ialah:

1) Bahwa diturunkanya AlQur’an secara berangsur-angsur itu adalah untuk menguatkan


dan mengokohkan hati Rosulullah sendiri.

2) Hikmah lainnya adalah, bahwa dengan turunya Al Qur’an secara berahap itu, juga
memudahkan bagi kaum muslimin yang pada masa itu ummnya masih buta huruf, untuk
mempelajari dan menghafalkan serta menerangkan ayat-ayat Al Qur’an itu dalam kehidupan
sehari-hari.

3) Turunnya Al Qur’an secara bertahap itu adalah untuk menyesuaikan degan


kepentigan Rasulullah dan kaum muslimin serta perkembangan yang mereka alami dari masa ke
masa.

8
4) Turunnya Al Qur’an secara bertahap adalah sangat sesuai dengan sunnatulah yang
berlaku di alam ini. Bahwa “segala sesuatu harus terjadi dengan bertahap”. Dari kecil menjadi
besar, dari sedikit menjadi banyak dll.

Sesuatu yang terjadi secara bertahap, akan dapat berjalan dengan lancar, dan dapat di terima
dengan baik, serta mendatangkan faedah yang yang kita harapkan. Demikianlah Al Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur karena ia akan membawa perubahan yang besar. Dia akan
membawa bermacam-macam peraturan yang berisi semua perintah-perintah dan larangan-
larangan.

2.4 Ciri-ciri surat Makkiyah dan Madaniah.

A .Ciri-ciri surat yang turun di Mekkah.

1) Terdapat ayat yang dimulai dengan dengan seruan (‫)يايهاالناس‬

2) Setiap surat yang memuat kisah Nabi Adam bersama iblis, kecuali kisah Nabi Adam
yang terdapat dalam surat Al Baqarah adalah turun di madinah.

3) Setiap surat yang menyebutkan masalah atau kisah-kisah umat terdahulu, di tambah
dengan azab atau siksaan tuhan yang ditimpakan pada mereka.

4) Pada umumnya surat yang di turunkan di Makkah ayatnya pendek-pendek, gaya


bahasanya tegas, padat, dan berisi, dan mempunyai balaghah yang sangat tinggi. Dan lain-lain.

B. Ciri-ciri surat yang turun di Madinah.

Sebagaimana halnya pada surat-surat Makkiyah, pada surat-surat yang di turunkan di


Madinah pun memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Terdapat ayat yang dimulai dengan (‫)يايهاالذين امنوا‬.

2) Setiap ayat membicarakan tentang soal hukum, fardu dan masalah sosial
kemasyarakatan.

9
3) Pada umumnya surat Madaniah panajang-panjang, gaya bahasanya lebih bersifat
yuridis, intruksi, formal, panjang dan lain-lain.

4) Surat yang di dalamnya terdapat izin berperang, atau menyebut sosisal peperangan
dan menjelaskan hukum-hukumnya. Dan lain-lain.\

2.5 Pemeliharaan Al Qur’an Pada Masa Nabi SAW dan Khulafaurrasyidin

A. Penulisan Pada masa Nabi Muhammad SAW.

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang
ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an, diantaranya mereka yang banyak menuliskan Al Qur’an
adalah Zaid bin Tsabit al anshari ra.dan Muawiyah ra. Dan pada waktu itu terdapat sistem yang
sinergik dalam memelihara al Qur’an yang meliputi tiga unsur, yakni :

1) Hafalan dari mereka yang menghafal al Qur’an secara sempurna,

2) Naskah-naskah yang ditulis oleh sahabat untuk nabi.

3) Naskah-naskah yag ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca utuk
diri mereka masing-masing.

Sahabat lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media
penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau
daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.

B. Penulisan pada masa Khulafaurrasyidin.

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang
dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan 70 orang penghafal Al-Qur'an gugur
dalam pertempuran itu. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan semakin
sedikitnya penghafal al-qur'an yang masih hidup. keadaan tersebut Umar bin Khattab meminta
kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di
antara para sahabat. Abu Bakar menerima pendapat Umar tersebut.

10
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan
tugas tersebut. Kemudian ia mengumpulkan ayat al-Qur'an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah
keras, tulang unta atau kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al Qur’an. Dengan
demikian Al-Qur'an seluruhnya telah tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya
diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya
kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya.

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman
dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek
(lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin
mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar
tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan
hingga saat ini.

Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang
dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan.

2.6 Hikmah Nuzulul Al Quran.

Kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Qur’an secara bertahap dari nash-nash yang
berkenaan dengan hal itu. Berikut ringkasannya,

Pertama, untuk menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan dakwahnya kepada


menusia, dan beliau menghadapi sikap mereka yang membangkang dan watak yang begitu
keras.Beliau ditentang oleh orang-orang yang berhati batu, berperangai kasar dan keras
kepala.Mereka senantiasa melemparkan berbagai macam gangguan dan ancaman
kepadanya.Maka wahyu turun kepada beliau di setiap momen sehingga dapat meneguhkan
hatinya dan memperkuat kemauannya untuk tetap melangkahkan kaki di jalan dakwah tanpa

11
menghiraukan perlakuan jahil yang dihadapinya.Contoh dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai
berikut:Ayat yang berisi anjuran langsung untuk bersabar.

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara
yang baik. Dan biarkanlah Aku bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-
orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar.” (QS. Al-
Muzammil, 73: 10-11 )

Ayat dari kisah-kisah nabi dan ajakan mengambil contoh keteguhan mereka.

“Demikianlah hikmah yang terkandung dalam kisah para nabi yang terdapat dalam
Qur’an: ‘Dan kisah rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami terguhkan hatimu.” (Hud : 120 )

Ayat yang berisi janji-janji kemenangan.

“Allah telah menetapkan: ‘Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang’. Sesungguhnya Allah
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Mujadalah, 58: 21 ).

Setiap kali penderitaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah karena


didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka, maka Qur’an turun
untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan
bahwa Allah Ta’ala mengetahui hal ihwal mereka dan akan membalas apa yang mereka
lakukan.

Kedua, menjawab tantangan dan sekaligus mukjizat.

Orang-orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga


melampaui batas.Mereka sering mangajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud
melemahkan dan menentang.Untuk menguji kenabian beliau, mereka juga sering menyampaikan
berbagai macam pertanyaan sulit, misalnya menanyakan tentang waktu terjadinya hari kiamat.

12
“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah:
‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan
tiba-tiba’. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.
Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi
kebanyakan manusia tidak Mengetahui’”. (QS. Al-A’raf, 7: 187)

Jadi, diantara hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur adalah agar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjawab tantangan-tantangan yang senantiasa dimunculkan
oleh kaum kafir Qurays, Yahudi, bahkan juga kaum munafik.

Hikmah seperti ini telah diisyaratkan oleh keterangan yang terdapat dalam beberapa
riwayat dalam hadis Ibnu Abbas mengenai turunnya Qur`an: “Apabila orang-orang musyrik
mengadakan sesuatu, maka Allah pun mengadakan jawabannya atas mereka.”

Ketiga, mempermudah hafalan dan pemahamannya.

Al-Quranul Karim turun ditengah-tengah umat yang ummi, yang tidak pandai membaca
dan menulis.Catatan mereka adalah daya hafalan dan daya ingatan. Mereka tidak mempunyai
pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang dapat memungkinkan mereka
menuliskan dan membukukannya, kemudian menghafal dan memahaminya. Tidaklah mudah
bagi mereka untuk menghafal seluruh Qur’an apabila ia diturunkan sekaligus, dan tidak mudah
pula bagi mereka untuk memahami makna serta memikirkan ayat-ayatnya. Jadi, turunnya Al-
Quranul Karim secara berangsur itu merupakan bantuan terbaik bagi mereka untuk menghafal
dan memahami ayat-ayatnya.

Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segara
menghafalkannya.Memikirkan maknanya dan memahami hukum-hukumnya.Tradisi demikian ini
menjadi suatu metode pengajaran dalam kehidupan para tabi’in.

Abu Nadrah berkata, “Abu Sa’id al-Khudri mengajarkan Qur’an kepada kami, lima ayat
diwaktu pagi, dan lima ayat di waktu petang.Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan Al-
Quranul Karim lima ayat-lima ayat.”

13
Dari Khalid bin Dinar dikatakan, “Abul ‘Aliyah berkata kepada kami, ‘Pelajarilah Qur`an
itu lima ayat demi lima ayat’; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dari Jibril
lima ayat demi lima ayat.”

Umar berkata, “Pelajarilah Quran itu lima ayat demi lima ayat, karena Jibril menurunkan
Quran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lima ayat demi lima ayat.”

Keempat, beriringan dengan peristiwa-peristiwa sebagai pentahapan dalam penetapan hokum


Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang baru ini seandainya Al-
Quranul Karim tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan memberikan kepada
mereka beberapa obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan
dan kerendahan martabat.

Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara mereka, maka turunlah hukum mengenai
peristiwa itu yang menjelaskan statusnya dan penunjuk serta meletakkan dasar-dasar perundang-
undangan bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi satu. Dan cara ini menjadi
obat bagi hati mereka.

Tahapan Pengharaman KhamrContoh yang paling jelas mengenai penetapan hukum yang
berangsur-angsur itu ialah diharamkannya minuman keras

Allah Ta’ala berfirman: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda bagi orang yang memikirkan.”( An-Nahl, 16: 67).

Ayat ini menyebutkan tentang karunia Allah. Apabila yang di maksud dengan sakar
dalam ayat ini ialah khamr atau minuman keras; dan yang dimaksud dengan ‘rezeki’ ialahsegala
yang dimakan dari kedua pohon tersebut (kurma dan kismis)—dan inilah pendapat jumhur
ulama—maka pemberian predikat ‘baik’ adalah kepada rezeki, dan tidak kepada sakar,
merupakan indikasi bahwa pujian Allah Ta’ala hanya ditujukan kepada rezeki dan bukan kepada
sakar.

Allah Ta’ala berfirman: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya.” ( Al-Baqarah, 2: 219).

14
Ayat ini membandingkan antara manfaat minuman keras (khamr) yang timbul sesudah
meminumnya seperti kesenangan dan kegairahan atau keuntungan karena memperdagangkannya,
dengan bahaya yang diakibatkannya seperti dosa, bahaya bagi kesehatan tubuh, merusak akal,
menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan-dorongan untuk berbuat kenistaan dan
durhaka. Ayat tersebut menjauhkan khamr dengan cara menonjolkan segi bahayanya dari pada
manfaatnya.

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu salat sedang
kamu dalam keadaan mabuk.” ( An-Nisa, 4: 43 ).

Ayat ini menunjukkan larangan minuman khamr pada waktu-waktu tertentu bila
pengaruh minuman itu akan sampai ke waktu salat, ini mengingat adanya larangan mendekati
salat dalam keadaan mabuk, sampai pengaruh minuman itu hilang dan mereka mengetahui apa
yang mereka baca dalam salatnya.

Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi,
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar
dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah
kamu.”( Al-Maidah, 5: 90-91)

Ini merupakan pengharaman secara pasti dan tegas terhadap minuman dalam segala
waktu.Hikmah penetapan hukum dengan sistem bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha,

ْ ‫ش ْيءٍ ََلت َ ْش َرب‬


‫ُواالخ َْم َرلَقَالُوا‬ َ َ‫ىالس ََْل ِمنَزَ ََل ْل َح ََللُ َو ْال َح َرا ُم َولَ ْونَزَ َْل َ َّول‬
ِ ْ ‫سإ ِ َل‬ ِ َّ‫ص ِل ِفي َها ِذ ْك ُر ْال َجنَّ ِة َوالن‬
ُ ‫ار َحتَّىإِذَاثَا َبالنَّا‬ َّ َ‫ورة ٌ ِم ْن ْال ُمف‬
َ ‫س‬ُ ‫ِإنَّ َمانَزَ َْل َ َّو َل َمانَزَ لَ ِم ْن ُه‬
َ ‫عةُأَدْه‬
‫َىو‬ َ ‫اريَةٌأ َ ْلعَبُ َب َْللسَّا َعةُ َم ْو ِعدُه ُْم َوالسَّا‬ ِ ‫سلَّ َم َوإِ ِّنيلَ َج‬
َ ‫صلَّىاللَّ ُهعَلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ُالزنَاأَبَدًالَقَدْنَزَ لَبِ َم َّكةَ َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ َ ُ‫ََلنَدَع ُْال َخ ْم َرأَبَد ًَاولَ ْونَزَ لَ ََلت َْزنُوالَقَال‬
ّ ِ ‫واَلنَدَع‬
ُ‫اءإِ ََّل َوأَنَا ِع ْندَه‬
ِ ‫س‬َ ِ‫ورة ُ ْالبَ َق َرةِ َوال ّن‬
َ ‫س‬ُ ْ‫أ َ َم ُّر َو َمانَزَ لَت‬

“Sesungguhnya yang pertama-tama kali turun darinya (Al-Qur’an) adalah surat Al-
Mufashshal[3] yang di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka. Dan ketika manusia telah
condong kepada Islam, maka turunlah kemudian ayat-ayat tentang halal dan haram.Sekiranya
yang pertama kali turun adalah ayat, ‘Janganlah kalian minum khamer.’ Niscaya mereka akan

15
mengatakan, ‘Sekali-kali kami tidak akan bisa meninggalkan khamer selama-lamanya.’ Dan
sekiranya juga yang pertamakali turun adalah ayat, ‘Janganlah kalian berzina..’ niscaya mereka
akan berkomentar, ‘Kami tidak akan meniggalkan zina selama-lamanya.’ Ayat yang diturunkan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah yang pada saat itu aku masih anak-
anak adalah: ‘Bal As Saa’atu Mau’iduhum Was Saa’atu Adhaa Wa Amarr.(QS. Al-Qamar: 46).’
Dan belumlah turun surat Al Baqarah dan An Nisa` kecuali aku telah berada di sisi beliau.” (HR.
Bukhari).

Kelima, menjadi bukti yang pasti bahwa Al-Quranul karim diturunkan dari sisi yang Maha
Bijaksana dan Maha Terpuji, Allah Ta’ala.

Qur’an yang turun secara berangsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam waktu lebih dari 20 tahun ini ayat-ayatnya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama
ini orang membacanya dan mengkajinya surah demi surah. Rangkaiannya begitu padat, tersusun
cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, disertai gaya bahasa yang begitu kuat, serta ayat
demi ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum
ada bandingannya dalam perkataan manusia .

Seandainya Qur`an ini perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi,
peristiwa dan kejadian, tentulah didalamnya terjadi ketidakserasian dan saling bertentangan satu
dengan yang lainnya, serta sulit terjadi keseimbangan.

ْ ‫َولَ ْوكَان َِم ْن ِع ْن ِد َغي ِْراللَّ ِهلَ َو َجد ُوا ِفي ِه‬
ً ‫اخ ِت ََلفًا َك ِث‬
‫يرا‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur`an ?Kalau kiranya Al Qur`an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa, 4:
82 ).

16
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt.dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam
qadr (lailat al-qadr) secara keseluruhan. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada
Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril dalam tempo kurang dari 23 tahun.Kehadiran
wahyu al-Qur’an sendiri adalah di luar kehendak Nabi Muhammad saw.

Dalam kaitan turunnya Al Qur’an sering disebutkan dengan kata-kata seperti nuzul
ّ
(‫)نزول‬, inzal (‫)إنزال‬, tanazzul (‫)تنزل‬, ّ ) yang masing-masing berati
tanzil (‫)تنزيل‬, dan munazzal (‫منزل‬
turun, menurunkan, hal turun, proses penurunan, dan yang diturunkan.

Lafadz ‘Nuzul’ secara etimologi (bahasa) berarti ”menetap di satu tempat” atau “turun
dari tempat yang tinggi”. Kata kerjanya ialah “nazala” yang artinya “dia telah turun” atau “dia
menjadi tetamu”.Pengertian Nuzulul Qur’an secara terminology (istilah) yaitu Peristiwa
diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Malaikat Jibril as secara berangsur-angsur

17
Daftar Pustaka

18

Anda mungkin juga menyukai