Anda di halaman 1dari 9

Alkisah di suatu tempat nan jauh, terdapat sebuah kerajaan bernama Meiji.

Rakyat di
sana hidup tentram dan damai, dengan adat budaya, sumber pangan, dan beladiri sebagai
sumber daya mereka. Tak ada perselisihan, tak ada perang. Itu semua berkat aturan yang
diberlakukan oleh Sang Raja, untuk menutup negerinya dari bangsa-bangsa asing.

Suatu hari, sekelompok orang berpakaian elok, menaiki kapal-kapal besar tanpa layar
dengan cerobong asap besar dan meriam, sesuatu yang belum pernah dilihat orang-orang Meiji.
Orang-orang tersebut datang dan menyandarkan diri di pelabuhan. Mereka mengakui diri
sebagai utusan dari Bangsa Eropa dan meminta untuk dipertemukan dengan Raja. Mengetahui
hal itu dari pasukannya, Sang Raja pun mengundang utusan dari Eropa tersebut untuk datang
ke istana.

Di saat yang sama, putri raja yang bernama Natsumi pun mendengar kabar kedatangan
utusan Bangsa Eropa tersebut. Atas rasa penasaran, ia pun memutuskan untuk menguping.

(Raja duduk di singgasana dengan seorang penjaga di sebelahnya. 3 orang utusan Eropa
masuk. Natsumi mengintip dari suatu tempat.)

Eropa 1 : “Pertama-tama, kami sampaikan terima kasih atas keramahtamahan yang telah
ditunjukkan oleh kerajaan ini. (membungkuk, atau hormat)”

Raja : “Hmm. (datar)”

Eropa 2 : “Mungkin ini hanya sekedar barang membosankan, tapi mohon terimalah vas-
vas keramik dari bangsa Eropa ini, Raja.”

(memberikan barang)

Raja : “Hmm. (masih datar)”

Eropa 3 : “Juga, mohon terimalah ini, wahai Raja.”

(memberikan barang, lagi)

Raja : “Hmm. (masih datar juga)”

Eropa 1 : “Apakah Raja tidak senang dengan hadiah ini? Bagaimana dengan ini? Atau
wanita? Emas? Mobil? Robot? Toilet duduk? Sebenarnya Raja maunya apa??”

(terus berbicara sambil memberikan atau menunjukkan barang-barang lain)

Raja : “Apa yang kalian inginkan? (nada datar)”


Eropa 2 : “Mengenai hal itu, kami datang kemari sebagai utusan untuk menyampaikan
sebuah tawaran perjanjian, Raja.”

Raja : “Perjanjian? (menatap tajam)”

Eropa 3 : “Benar. Kami bermaksud untuk menawarkan perjanjian kerjasama


perdagangan, antara negeri Meiji ini dengan Bangsa Eropa.”

(Raja tiba-tiba berdiri.)

Raja : “Asal kalian tahu, Kerajaan Meiji tidak menjalin hubungan dengan negara
mana pun, dan kami hidup tentram berkat hal itu. “

Eropa 2 : “Raja, pertimbangkanlah sekali lagi tawaran ini.

Eropa 3 : “Raja, perjanjian ini pastinya akan membawa keuntungan bagi kerajaan Meiji.”

Raja : “(menunjukkan raut kesal) Omong kosong! Tahu apa kalian. Tidak berarti
tidak.”

(para utusan Eropa pun ikut kesal, raut wajah serius)

Eropa 1 : “Sayangnya, raja kami tidak membiarkan kami pulang dengan tangan kosong.
Kami akan berikan waktu 3 hari. Jika permintaan kami tidak diterima, kapal-
kapal kami di pelabuhan akan menembaki istana kalian, dan tentara kami akan
memusnahkan kota.”

Mendengar ancaman tersebut, Raja pun merasakan sedikit rasa takut dalam hatinya.
Sebab ia tahu, ia tidak memiliki cara ampuh untuk menangkal meriam-meriam utusan Eropa
tersebut. Akan tetapi, ia tetap mencoba tegas.

Raja : “Kurang ajar! Pergi kalian dari sini!”

(utusan Eropa keluar stage. Raja kembali duduk. Di suatu tempat, Natsumi yang menguping
pun kaget)

###

Setelah mendengarkan perbincangan tersebut, hati Natsumi pun merasa bimbang.


Dirinya tahu sang Raja tidak akan menerima tawaran perjanjian dari para utusan tersebut. Akan
tetapi di satu sisi, ia juga sadar bahwa kekuatan yang dimiliki Bangsa Eropa tidaklah main-
main. Jika terjadi perang, negeri ini sudah pasti akan terancam.
(hanya Natsumi, berdiri di stage. Monolog diputar, Natsumi berjalan memutari stage dengan
wajah bimbang.)

Natsumi : “Ah, bagaimana ini?! Bapak yang batu pasti tidak akan mau menerima
perjanjian itu. Mereka tampak kuat ...aku tidak bisa membiarkan perang terjadi,
tapi, aduh gimana yaa ....”

(diam sejenak. raut wajah merenung, menunduk)

Tiba-tiba, Natsumi pun teringat akan sesuatu.

(mengangkat wajah, tersadar akan sesuatu.)

Menurut legenda, jauh di daerah utara sana, hiduplah seorang pertapa agung yang
tinggal ditengah-hutan-yang-tersinari-oleh-cahaya-dari-sela-sela-pepohonan-tinggi Natsumi
berpikir, mungkin saja pertapa itu dapat menerangkan hatinya yang dipenuhi awan keraguan.

(melakukan persiapan, mengambil pedang, mengayun beberapa kali.. Berjalan-jalan di stage)

Maka, tanpa memberitahu siapa pun, Natsumi tanpa ragu menempuh perjalanan untuk
menemui pertapa agung tersebut. Dalam 3 hari yang tersisa, ia harus menemukan jawaban
untuk menghindarkan negerinya dari konflik. Tak ada rasa takut dalam dirinya, sebab ia
percaya pada kemampuan berpedang yang telah ia latih bertahun-tahun.

###

Satu hari pun telah berlalu. Natsumi sudah berjalan sangat jauh, ke hutan terdalam yang
mungkin belum dijamah oleh manusia. Ia lelah dan bingung harus berjalan kemana lagi dan
memutuskan untuk berisitrahat, saat itu tiba-tiba....

(tiba-tiba, mengagetkannya)

Tanaman 1 2 : Taadaaa!

Natsumi : Ey astaga naget! (atau apalah yang penting kaget)

Tanaman 1 : Kamu tersesat?

Tanaman 2 : Tak tau harus kemana?

Natsumi bingung liatnya.

Tanaman 1 2 : Kau bisa tanyakan pada kami!


Natsumi : Ah benarkah? Terima kasih! Kalau begitu apakah kau tau pertapaan-agung-
ditengah-hutan-yang-tersinari-oleh-cahaya-dari-sela-sela-pepohonan-tinggi
terletak di mana?

Tanaman 1 : Hmm… Memangnya ada tempat seperti itu ya?

Tanaman 2 : Hmm… Aku juga tidak tau!

Tanaman 1 : Kalau begitu ayo cari tau bersama!

Tanaman 2 : Ayoo!

Natsumi : Tunggu, tunggu. Kalian tidak tau tapi bagaimana mau mengantarku?

Tanaman 1 : Kami memang tidak tau

Tanaman 2 : Tapi guardian pasti tau!

Natsumi : Guardian? Siapa itu?

Tanaman 1 : Dia penjaga hutan ini. Dia pasti tau semua tempat pertapaan di hutan ini.

Natsumi : Kalau begitu antar aku ke sana

Tanaman 2 : Tidak mengantar. Mencari bersama!

Tanaman 1 2 : Karena kami tidak tau dia ada di mana!

Natsumi : Ah, kalian menyebalkan. Lebih baik aku pergi sendiri, daaah!

(Natsumi tetep pergi, tapi dia diikuti tanaman ajaib sambil merengek megang tangan Natsumi).

Tanaman1 : Tiidaak! Jangaan!

Tanaman2 : Maafkan kami! Huuhuhuhu

Natsumi : Uhh! Berhenti! Lepaskan akuu!

(tiba-tiba guardian datang)

Guardian : Apa ini? Ramai sekali.

Tanaman1 : Ah, guardian! (excited)

Tanaman2 : Itu dia, si Guardian!

Guardian : Kalian tenanglah, pergi dari sini jangan ganggu dia.

(kedua tanaman tadi langsung pergi)


Natsumi : Ha-halo. (kikuk) Namaku Natsumi. Kudengar dari mereka kau tau seluruh
pertapaan di hutan ini. Jadi….

Guardian : Pertapaan milik Orenji-sama kan? Tidak jauh dari sini.

Natsumi : T-tunggu, Orenji-sama?

Guardian : Pertapaan–agung-ditengah-hutan-yang-tersinari-oleh-cahaya-dari-sela-sela-
pepohonan-tinggi kan? Itu milik Orenji-sama. Ada perlu apa mencarinya?

Natsumi : Meiji diambang perang dengan Eropa. Bapakku memintaku untuk datang ke
sini menemuinya.

Guardian : Eh, perang? Wah, gawat ini. Kita harus segera menemui Orenji-sama!

Guardian pun mengantar Natsumi ke tempat pertapaan Orenji-sama.

(Guardian dan Natsumi muterin stage, mencari jalan).

Natsumi merasa ngeri, semakin dekat dengan tempat pertapaan, pohon-pohon disekitarnya
semakin tinggi. Tiba-tiba sang Guardian menghentikan langkahnya.

Guardian : Aku hanya bisa mengantarmu sampai ke sini. Temuilah dia sendiri. Aku pergi
sekarang.

Natsumi : E-eeh?!

(guardian langsung kabur gitu aja ninggalin Natsumi)

Natsumi : Kok sepi sih? Apa aku di nyasarin ya? Makanya tadi dia langsung kabur.

Tiba-tiba, angin pun berhembus. Dedaunan pohon pun bergoyang, saling membisikkan suara
alam. Sesaat Natsumi mendengar daun kering yang terinjak, yang seperti menandakan bahwa
ada yang akan datang.

(Orenji-sama masuk.)

Orenji : “Jadi, siapa anak yang hendak menemuiku? (nada bicara lembut)”

Natsumi : Astaga, apa-apaan jeruk ini bisa ngomong! Gamau liat.. gamau liat....

Orenji : “Oi- Oi-, sopanlah sedikit pada Orang tua! Aku yang pertama bertanya, Nak.
Jangan bertanya balik, dan jawab pertanyaanku.”
Natsumi : “Namaku Natsumi, putri dari Kerajaan Meiji. Aku datang kemari untuk
meminta petuah dari Pertapa Agung demi menolong negeriku. Jadi, apakah
Anda sang pertapa agung, Orenji-sama?”

Orenji : “Benar, tak lain dan tak bukan, akulah Orenji (nada bicara sedikit meninggi)”

(Natsumi berlutut)

Natsumi : “Orenji-sama, tolong, bantulah kerajaan Meiji dengan kebijaksanaanmu.


Berikanlah petunjuk bagi Meiji yang sedang diambang perang!”

Orenji : “Apa apa? Perang? Apa penyebabnya?!”

Natsumi : “Anu.....Bapak menolak untuk bekerjasama dengan Eropa, dan itu membuat
mereka murka. Bila tawaran tidak terpenuhi mereka bilang akan menyerang
Meiji dalam waktu 3 hari.”

Orenji : “Hah, sudah kuduga saat seperti ini akan terjadi. Aku sudah pernah berkata
pada Bapakmu untuk tidak keras kepala menutup diri. Lihat kalian sekarang,
tidak up to date dan tertinggal. Kalau perang terjadi kalian sudah pasti akan
kalah.”

Natsumi : “(panik) Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya, Orenji-sama?”

(Orenji sambil tersenyum, berjalan mengitari stage) – opsional.

Orenji : “Kau tahu, aku suka tempat ini karena dahan dan dedaunan pohon begitu rapat
dan menghalangi sinar matahari yang menyilaukan. Namun, aku tetap
memangkas beberapa dahan untuk membiarkan cahaya masuk. Tentu saja, aku
melakukannya bukan tanpa tujuan.”

Natsumi : “Hah? Hah? Maksudnya bagaimana, Orenji-sama? (bingung)”

Orenji : “Kaulihat bunga di sana? (menunjuk bunga) Aku membiarkan sedikit cahaya
mentari masuk untuknya, sebab tanpa itu, bunga itu tak akan bisa tumbuh. Tak
perlu kupangkas semua daun dan dahan, kubuat mentari sedikit menyinarinya
dan aku bisa terus melihatnya mekar. Hmmm sungguh pemandangan yang
menyejukkan hati.”

Natsumi : “(sadar akan sesuatu) Jangan-jangan, apakah maksudnya kami hanya harus
membuka diri pada bangsa lain, yang juga nanti akan berguna bagi kami?”

Orenji : “Betul sekali anak muda! Pintar!”


Natsumi : “Iya dong, calon permaisuri gitu”

Orenji : “Haish sudah cepat sana, Meiji butuh kehadiranmu”

Natsumi : “Kalau begitu, aku permisi, Orenji-sama.”

Orenji : “Ya, hati-hati. Hush sana”

(Natsumi keluar stage)

Setelah mendapatkan jawaban atas keraguannya, Natsumi pun bergegas kembali ke


kerajaan. Ia melihat suasana kerajaan kacau karena persiapan perang yang akan datang. Dengan
terburu-buru, Natsumi menemui sang raja.

(Raja duduk di singgasana. Beberapa prajurit mondar mandir—opsional. Natsumi masuk


dengan buru-buru.)

Natsumi : “Bapak! Bapak! Ada apa ini?! Kenapa para prajurit bersiap-siap seperti ini?”

Raja : “Natsumi, dari mana saja kamu?! Menghilang di saat-saat genting seperti ini.
(marah)”

Natsumi : “Ayah, jangan bilang kalau kita akan mengadakan perang. (serius)”

Raja : “Kalau orang-orang Eropa itu menginginkannya, aku hanya akan meladeni
mereka.”

Natsumi : “Jangan Ayah! Kita tidak boleh sampai berperang!”

Raja : “Lantas, kau mau bilang aku harus menerima tawaran mereka? Aku tidak mau
membuka negeri ini kepada bangsa asing! Meski pun harus berperang dengan
mereka. (berdiri)”

Natsumi : “Bukankah Ayah menutup negara ini untuk menciptakan kedamaian? Untuk
menghilangkan perang? Apa Ayah sudah lupa itu?!”

Raja : “(terkejut) Apa katamu?!”

Natsumi : “Apa gunanya sekarang terus menutup kerajaan ini kalau yang terlahir adalah
peperangan. Kita bisa menerima tawaran dari mereka Ayah.”

Raja : “Tidak, Natsumi! Orang-orang luar akan mengacaukan negeri ini!”

Natsumi : “Tidak jika kita mengatur mereka Ayah!”

Raja : “Apa maksudmu? (heran)”


Natsumi : “Kita hanya perlu membatasi akses mereka selama bekerja sama dengan kita.
Di satu sisi, kita juga bisa meminta mereka memberikan informasi up to date
mengenai dunia luar. Ini semua bisa kita gunakan untuk perkembangan kerajaan
kita Ayah!”

Raja : “(terduduk) Tapi, tapi sekarang sudah terlambat. Tiga hari waktu yang mereka
berikan telah terlewat. Sekarang, sudah terlambat. (tiba-tiba lesu)”

Natsumi : “Maksud Ayah?”

Raja : “Pertarungan sudah terjadi di pelabuhan. Perang sudah dimulai.”

Natsumi : “Aku sendiri yang akan menghentikannya. (raut wajah serius)”

Raja : “Kalau begitu, lakukan sesukamu.”

(Natsumi langsung pergi)

Putri Natsumi pun segera berangkat, tak memperdulikan dirinya yang masih lelah.
Sementara itu, di pelabuhan terlihat pasukan Eropa yang juga sedang mempersiapkan peralatan
perang. Natsumi yang tidak ingin keadaan semakin kacau, dengan berani menghampiri mereka.

Natsumi : “Berhenti!!! (menerjang masuk, dengan pedang ditangan)

Natsumi : “Hentikan semuanya. Kami akan menerima tawaran kalian. (lantang)”

Eropa 1 : “Siapa kau?!”

Natsumi : “Namaku Natsumi, putri dari kerajaan ini. Atas nama Raja, aku datang sebagai
perwakilan untuk menerima tawaran perjanjian kalian!”

Eropa 2 : “Tuan Putri, katamu?”

Eropa 3 : “Maaf sekali, Putri, tiga hari yang dijanjikan sudah terlewat. Sesuai janji, kami
akan mulai menyerang.”

Natsumi : “Tunggu! Kumohon, jangan ada perang di antara kita. Kita bisa saling
berbicara dulu.”

Eropa 1 : “Sayangnya, penantian kami sudah berakhir, Tuan Putri. Dimanakah sang Raja
yang malah mengirimkan putrinya kesini? Buktikan dulu kemampuanmu, duel
satu lawan satu dengan kami. Jika kau menang, kami baru sudi membicarakan
masalah perjanjiannya, Namun jika kau kalah....”

Natsumi : “Aku tidak berniat kalah”


Eropa 2 : “Yah, kita lihat saja”

Natsumi : “Ayo maju, kuterima syaratmu itu.”

(duel. selamat bekerja koreografer)

—FIGHTING SCENE—

(duel berakhir dengan kemenangan Natsumi. Eropa 1 tidak terbunuh. Natsumi menghunus
pedang pada Eropa 1)

Natsumi : “Lihat kan? Aku yang menang.”

(Eropa 1 diam. Natsumi menyarungkan pedang. Eropa menghela napas panjang.)

Natsumi : “Dengar baik-baik, Aku ingin kerjasama yang menguntungkan kedua belah
pihak.”

Eropa 1 : “Tentu saja, Tuan Putri”

Natsumi : “Lalu, aku ingin beberapa orang berpendidikan dari kalian untuk memberikan
pengajaran di sini.”

Eropa 1 : “Pengajaran? Maksudmu?”

Natsumi : “Aku ingin kalian memberi kami pengetahuan tentang dunia luar, yang belum
pernah kami dapatkan. Semuanya.”

Eropa 1 : “Baiklah, akan kusampaikan hal tersebut kepada atasanku terlebih dahulu.”

###

Perseteruan pun berlalu. Beberapa bulan kemudian, Kerajaan Meiji, yang sekarang
dipimpin oleh Putri Natsumi dan Bangsa Eropa pun menjalin kerjasama, Bangsa Eropa
mendapat sekutu perdagangan baru, dan Kerajaan Meiji mendapatkan ilmu pengetahuan demi
menunjang perkembangan mereka.

(di scene ini, semua peran muncul berlalu lalang, ibarat keramaian di pusat kota gitu, sambil
bawa kyk kertas/buku. Natsumi jalan disekitarnya juga, senang melihat perubahan Meiji)

Natsumi : Rakyatku, dahulu kita sangat tertutup, namun kali ini kita tidak boleh lagi
tertutup terhadap ilmu pengetahuan, yang merupakan cahaya bagi kehidupan
kita. Oleh karena itu, sekarang, kupersembahkan era baru untuk kita, yaitu
MEIJI NO KOMOREBI

Anda mungkin juga menyukai